• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KOLOM JAGAT GONJANG GANJING DI SURAT KABAR JAWA POS EDISI BULAN OKTOBER 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KOLOM JAGAT GONJANG GANJING DI SURAT KABAR JAWA POS EDISI BULAN OKTOBER 2014"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

297

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA KOLOM

JAGAT GONJANG GANJING DI SURAT KABAR JAWA POS

EDISI BULAN OKTOBER 2014

Fransisca Romana Sunarmi

1

, Sulistiyani

2

, & Ratih Putri Agustina

1,2&3STKIP Bina Insan Mandiri Surabaya

E-mail:-

ABSTRAK: Anggapan masyarakat bahwa diksi tidak perlu dipelajari, oleh karena itu dilakukan

penelitian yang menganalisis penggunaan diksi dengan menggunakan surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014 pada kolom Jagat Gonjang Ganjing sebagai media pembelajaran. Siswa ataupun pembaca memperoleh deskripsi mengenai penggunaan diksi yang tepat dan sesuai, khususnya kata umum, kata khusus, kata denotatif, dan kata konotatif, serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak terjadi interpretasi lainnya sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Sumber data dalam tulisan ini adalah kolom Jagat Gonjang Ganjing pada surat kabar Jawa Pos sebagai sumber tertulis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi data, yang diperoleh dari kutipan-kutipan teks yang berkaitan dengan masalah diksi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif sebagai metode analisis data yaitu dengan mendeskripsikan atau menjelaskan deskripsi tentang fenomena-fenomena kebahasan yang terdapat pada kolom Jagat Gonjang Ganjing pada surat kabar Jawa Pos melalui pencatatan dan analisis sesuai variabel yang diteliti yaitu tentang diksi dan disertakan kutipan-kutipan sebagai bahan analisis data beserta uraian dan pemaparannya. Hasil analisis deskripsi kualitatif mengungkapkan bahwa penggunaan diksi pada kolom Jagat Gonjang Ganjing cenderung menggunakan kata khusus dan kata denotatif, hal ini disebabkan surat kabar ditujukan pada masyarakat umum yang memiliki latar belakang berbeda agar pembaca lebih mudah memahami maksud dari isi berita, selain itu agar tidak menimbulkan interpretasi yang lain antara penulis dan pembaca berita.

Kata Kunci: Diksi, Surat Kabar.

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia memerlukan bahasa untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Untuk berinteraksi secara lisan maka diperlukan keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak sedangkan untuk berinteraksi secara tertulis maka diperlukan keterampilan menulis dan membaca. Oleh sebab itu manusia memproduksi kosa kata atau penyampaian pesan dan makna dari seseorang ke orang yang lainnya agar dimengerti. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berkomunikasi sebagai bagian kehidupan sosialnya, demikian juga seorang pengajar atau guru. Mereka dituntut menggunakan tataran bahasa yang benar seperti pilihan kata yang tepat dan jelas ketika mengajar, agar siswa yang mendengarkan dapat menangkap makna dari apa yang dijelaskan sehingga mudah dipahami. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari memiliki karakter berbeda-beda sehingga penggunaan bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat, namun agar makna yang terkandung dapat tersampaikan maka diperlukan ketepatan diksi dalam

berkomunikasi. Oleh karena itu seorang siswa harus dibekali pengetahuan tentang diksi agar mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat sekitarnya.

Perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Oleh karena itu dalam mendeskripsikan banyak bahasa di dunia diperlukan sebuah unit yang disebut kata, namun bagi sebagian pengertian kata dibatasi secara fonologis, sedangkan bagi bahasa yang lain dibatasi secara morfologis. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara sulit menangkap informasi dari pembicaraan dikarenakan pemilihan bahasa yang kurang tepat bahkan sering terjadi kesalahpahaman karena kata yang digunakan rancu sehingga menimbulkan makna yang berbeda. Pemilihan bahasa yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu keberhasilan dalam berkomunikasi. Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai tataran tertinggi meliputi kata, frase, klausa, kalimat. Kata adalah kunci pokok berkomunikasi, oleh

(2)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

298

karena itu pilihan kata dalam bahasa Indonesia

harus dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Dalam kegiatan komunikasi kata-kata disatukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa. Yang paling penting dari rangkaian kata-kata tersebut adalah pengertian yang tersirat di balik kata yang digunakan. Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata tersebut mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Misalnya ketika membuat sebuah tulisan, siswa dituntut memilih kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya agar pembaca dan juga penulis mudah memahami maksud yang diutarakan. Dalam hal ini pemahaman tentang diksi sangat berperan penting untuk tujuan tersebut. Ketepatan dan kesesuaian diksi dalam membuat suatu tulisan tidak dapat diabaikan demi menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti.

Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa diksi tidak perlu dipelajari karena diksi akan terjadi dengan sendirinya atau merupakan bawaan dari lahir, anggapan tersebut tentu saja salah karena tidak semua orang dapat menggunakan diksi dengan baik yang sesuai dengan konteks dan situasi yang ada ketika berkomunikasi dengan orang lain, sehingga sering terjadi kesalahpahaman dan membuat situasi menjadi canggung. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata seseorang dalam menggambarkan cerita dalam tulisannya. Selain itu diksi juga meliputi gaya bahasa dan ungkapan-ungkapan. Banyak ragam diksi yang dapat kita pelajari salah satunya dengan menggunakan media atau bahan ajar berupa surat kabar sebagai literatur untuk menganalisis ragam diksi yang terdapat pada surat kabar tersebut.

Surat kabar merupakan salah satu media yang dapat digunakan sebagai literatur dalam menganalisis diksi. Banyak media yang dapat kita gunakan namun karena keterbatasan waktu maka kita dapat mencari media yang mudah kita dapatkan sebagai literatur dan mengambil beberapa contoh ragam diksi yang terdapat dalam surat kabar tersebut untuk dianalisis.

Karena pandangan masyarakat yang salah mengenai diksi, dan diksi merupakan bagian yang penting dalam berkomunikasi, maka penulis tertarik untuk menganalisis diksi dengan menggunakan media surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014 pada kolom Jagat Gonjang Ganjing. Pemilihan kolom Jagat Gonjang Ganjing dikarenakan pada kolom

tersebut penulisan judul kolom yang menarik, bahasa yang santai dan sederhana, serta penyajian berita yang disertai dengan gambar. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penggunaan Diksi pada kolom Jagat Gonjang Ganjing di Surat Kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014”.

Bagaimanakah penggunaan diksi pada kolom Jagat Gonjang Ganjing di surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014 yang meliputi kata umum, kata khusus, kata denotasi, dan kata konotasi?

Bahasa jurnalistik pada surat kabar selain harus berdasarkan kaidah-kaidah dari bahasa Indonesia, juga harus sesuai prinsip-prinsip dasar dalam bahasa jurnalistik yang telah ditentukan karena mengingat fungsi surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan ruang lingkup penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Dalam penelitian ini ruang lingkup masalah yang diteliti yaitu penggunaan diksi pada surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014.

Berdasarkan ruang lingkup masalah yang telah diuraikan tersebut, dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan juga kemampuan maka tidak semua masalah mengenai diksi akan dibahas dalam penilitian ini.

Untuk memperoleh deskripsi tentang penggunaan diksi pada kolom Jagat Gonjang Ganjing di surat kabar Jawa Pos edisi Oktober 2014 terutama pada kata umum, kata khusus, kata denotasi dan kata konotasi yang terdapat pada surat kabar Jawa . Memberikan contoh penggunaan media massa seperti surat kabar sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, khususnya untuk mata pelajaran bahasa Indonesia.Dalam proses pembelajaran agar siswa mengetahui beberapa contoh mengenai diksi.Memberikan pengertian kepada pembaca bahwa ketepatan dan kesesuaian diksi dalam berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah penafsiran sehingga menimbulkan kesalahpahaman.

Bagi perkembangan keilmuan bahasa Indonesia hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa kosakata baru yang mungkin bisa diterima di masyarakat sehingga pada perkembangannya bisa menjadi bahasa Indonesia yang baku.Bagi dunia pendidikan penelitian ini diharapkan dapat diimplementasaikan dalam proses kegiatan belajar mengajar, khususnya untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Bagi tenaga

(3)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

299

pengajar atau guru diharapkan dapat

menjelaskan mengenai diksi yang benar dan tepat kepada siswa, serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di masyarakat sekitar. Bagi pembaca penelitian ini diharapkan memberikan gambaran diksi yang tepat dan sesuai.

Manusia adalah makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia memerlukan bahasa untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Untuk berinteraksi secara lisan maka diperlukan keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak sedangkan untuk berinteraksi secara tertulis maka diperlukan keterampilan menulis dan membaca. Oleh sebab itu manusia memproduksi kosa kata atau penyampaian pesan dan makna dari seseorang ke orang yang lainnya agar dimengerti. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berkomunikasi sebagai bagian kehidupan sosialnya, demikian juga seorang pengajar atau guru. Mereka dituntut menggunakan tataran bahasa yang benar seperti pilihan kata yang tepat dan jelas ketika mengajar, agar siswa yang mendengarkan dapat menangkap makna dari apa yang dijelaskan sehingga mudah dipahami. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari memiliki karakter berbeda-beda sehingga penggunaan bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat, namun agar makna yang terkandung dapat tersampaikan maka diperlukan ketepatan diksi dalam berkomunikasi. Oleh karena itu seorang siswa harus dibekali pengetahuan tentang diksi agar mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat sekitarnya.

KAJIAN PUSTAKA

Dalam sub bab ini akan dibicarakan tentang pilihan kata atau diksi beserta beberapa Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata. Diksi bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata yang akan dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.

Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu

untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Pemilihan kata dilakukan apabila tersedia sejumlah kata yang artinya bersinonim. Dari semua kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapakan suatu pengertian. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata mana yang tepat, tetapi juga kata mana yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks dimana kata itu berada dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat pemakainya. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus, meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan, karena ada nilai rasa dan nuansa makna yang membedakannya.

Keterbatasan kosakata yang dimiliki seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat seseorang tersebut mengalami kesulitan mengungkapkan maksudnya kepada orang lain. Sebaliknya, jika seseorang terlalu berlebihan dalam menggunakan kosa kata, dapat mempersulit diterima dan dipahaminya maksud dari isi pesan yang hendak disampaikan. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal demikian, seseorang harus mengetahui dan memahami bagaimana pemakaian kata dalam komunikasi. Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi atau pilihan kata. Menurut Enre (1988:101) diksi atau pilihan kata adalah penggunaan kata-kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat. Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya (1990:45) yang menjelaskan bahwa diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca. Pendapat lain dikemukakan oleh Keraf (2010:24) yang menurunkan tiga kesimpulan utama mengenai diksi, antara lain sebagai berikut: pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaimana untuk membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat dan gaya mana yang baik digunakan dalam suatu situasi, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa dimiliki sekelompok masyarakat pendengar, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan

(4)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

300

oleh penguasaan sejumlah besar kata-kata atau

pembendaharaan kata bahasa itu. Selain itu diksi atau pilihan kata dapat juga diartikan sebagai pemilihan kata atau kalimat yang tepat dan sesuai dengan sesuatu yang diungkapkan atau diberitakan (peristiwa, keadaan, waktu, bentuk, dsb). Diksi juga merupakan seleksi kata untuk mengekspresikan ide atau gagasan dan perasaan. Diksi yang baik adalah pemilihan kata-kata secara efektif dan tepat di dalam makna, serta sesuai untuk pokok masalah, audien, dan kejadian. Seleksi terhadap unsur tanda dan lambang yang tepat, yang sangat penting di dalam semua sarana komunikasi terutama ketika berkomunikasi secara lisan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan dan pemakaian kata oleh pengarang dengan mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna denotatif dan makna konotatif sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian.

Ketepatan Pilihan Kata.Pemakaian diksi yang tepat, cermat, dan benar membantu memberi nilai pada suatu kata. Pilihan kata yang tepat dapat mencegah kesalahan penafsiran yang berbeda. Seseorang yang luas kosa katanya akan memiliki kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk mewakili maksud atau gagasannya, serta mengetahui secara tepat batasan-batasan pengertiannya sehingga dapat mengungkapkan secara tepat apa yang dimaksud. Akan tetapi ketepatan dalam memilih kata tidak selalu membawa hasil yang diinginkan. Kemahiran memilih kata terkait erat dengan penguasaan kosakata. Seseorang yang menguasai kosakata, selain mengetahui makna kata, juga harus memahami perubahan makna.

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar,seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka harus secermat mungkin memilih kata-kata untuk mencapai maksud tersebut.

Agar dapat mencapai ketepatan pilihan kata, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan (Keraf, 2010:88): Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi., Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah

leksem, sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Nilai kata yang diberikan masyarakat bermacam-macam, oleh karena itu makna konotasi dibedakan atas dua bagian, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.

Makna konotasi positif adalah makna tambahan dari makna kata sebenarnya yang bernilai rasa tinggi, baik, sopan, santun, sakral, dan sejenisnya. Sementara itu makna konotasi negatif adalah makna tambahan dari makna kata sebenarnya yang bernilai rasa rendah, kotor, porno, jelek, jorok, dan sejenisnya. Misalnya, kata mati. Kata mati bersinonim dengan kata meninggal, wafat, gugur, mangkat, tewas, binasa, dan mampus. Tidak bisa dikatakan kalau seorang penjahat mati ditembak polisi karena kejahatannya, seperti: ”Penjahat itu gugur ditembak polisi karena merampok Bank kemarin”. Konotasi penjahat adalah jelek, tidak baik.

Oleh karena itu, kata gugur tidak tepat digunakan yang tepat digunakan adalah kata tewas. Sebaliknya, kata gugur memiliki konotasi positif. Oleh karena itu, kata gugur tepat digunakan untuk orang yang berjasa bagi Negara, seperti para pahlawan.

Jika kedua kata mempunyai makna yang mirip satu sama lain maka seorang penulis harus menerapkan mana yanga akan dipergunakan untuk mencapai maksudnya. Jika pengertian dasar yang diinginkannya maka penulis tersebut harus memilih kata yang denotatif, sebaliknya jika seorang penulis menghendaki reaksi emosional tertentu maka pembicara tersebut harus memilki kata yang konotatif sesuai dengan sasaran yang dicapainya. Misalnya, makna denotaif “Rumah itu luasnya 250 meter persegi”, sedangkan untuk makna konotatif “Rumah itu luas sekali”. Ada sinonim-sinonim yang memang hanya mempunyai makna denotatif, tetapi ada juga sinonim yang mempunyai makna konotasi. Misalnya, kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, berpulang memiliki denotasi yang sama yaitu “peristiwa di mana jiwa seseorang telah meninggalkan badannya”. Tetapi kata meninggal, wafat, berpulang mempunyai konotasi tertentu, yaitu mengandung nilai kesopanan atau dianggap lebih sopan, sedangkan kata mangkat mempunyai konotasi lain yaitu mengandung nilai “kebesaran”. Berbeda dengan kata persekot dan uang muka yang hanya mengandung makna denotatif. Membedakan

(5)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

301

dengan cermat kata-kata yang hampir

bersinonim.

Sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki dsitribusi yang saling melengkapi. Oleh karena itu penulis harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya sehingga tidak timbul interprestasi yang berlainan. Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat saling menggantikan ada pula yang tidak jadi penulis harus memilihnya secara tepat dan seksama. Misalnya, kata asas bersinonim dengan kata dasar, pokok, dan prinsip. Dalam penggunaan kalimat keempat kata tersebut tidaklah semuanya bisa saling menggantikan satu sama lainnya. Contoh: nasi adalah makanan asas bangsa Indonesia. Membedakan kata-kata yang hampir sama ejaannya. Jika seorang penulis tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya misalnya, bahwa - bawah, interferensi - inferensi, karton - kartun, korporasi - koperasi, dan sebagainya. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.

Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Tetapi tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata-kata baru seenaknya.

Kata baru biasanya muncul pertama kali karena dipaki oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat.

Waspada terhadap penggunaan kata-kata dan akhiran asing, terutama kata-kata-kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Dalam membuat kalimat, penggunaan kata0kata atu istila-istilah asing sedapat mungkin dihindari. Hal ini dimaksudkan agar informasi yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Misalnya, favorable – favorit, idiom – idiomatik, progres – progresif, kultur – kultural, dan sebagainya. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis.

Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya (Moeliono, 1989:177). Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya tidak boleh dihilangkan.

Kata-kata idiomatik tidak boleh dipisah dan diganti dengan bentuk-bentuk yang lain. Misalnya, ingat akan bukan ingat terhadap; berharap akan, mengharapkan bukan mengharapkan akan; dan sebagainya.Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis harus membedakan kata umum dan kata khusus.

Dalam menggambarkan sesuatu penggunaan kata khusus lebih tepat daripada kata umum. Kata umum yang dipertentangkan dengan kata khusus harus dibedakan dari kata denotatif dan konotatif. Kata denotatif dan konotatif dibedakan dari maknanya, sedangkan kata umum dan kata khusus dibedakan dari luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya.

Sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya, maka kata tersebut disebut kata umum. Sedangkan, jika mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret, maka kata-kata tersebut disebut kata khusus. Dengan kata lain, kata umum memberikan gambaran yang kurang jelas, sedangkan kata khusus memberikan gambaran yang jelas dan tepat. Semakin khusus sebuah kata atau istilah, semakin dekat titik pertemuan atau persamaan yang dapat dicapai antara penulis dan pembaca. Sebuah istilah atau kata umum dapat mencakup sejumlah kata khusus. Misalnya, kata merah, kata ini dapat mencakup sejumlah kata yang lebih khusus, seperti: merah tua, merah darah, merah muda, merah menyala, dan sebagainya.

Pada umumnya, semua nama diri adalah istilah yang paling khusus, sehingga menggunakan kata-kata tersebut tidak akan menimbulkan salah paham. Nama diri merupakan kata khusus, tidak boleh disamakan dengan kata yang denotatif. Misalnya, nama Mat Bagong, yang dilahirkan tanggal sekian, bulan sekian, tahun sekian, pada dasarnya hanya memiliki denotasi dan tidak akan menimbulkan konotasi lain selain menyebut orang tersebut. Tetapi dalam perkembangan waktu, nama diri dapat juga menimbulkan konotasi tertentu. Konotasi timbul dari perkembangan yang dialami orang yang menggunakan nama tersebut. Bagi ibunya, Mat Bagong yang berumur satu tahun adalah anak yang dimanjakan, sedangkan pada usia delpan belas tahun ia merupakan anak yang banyak menimbulkan duka dan menguras air mata, karena sering berkenalan dengan polisi. Pada saat Mat Bagong berusia delapan belas tahun, penilaian dari pihak ibu dan polisi akan berlainan. Tampak bahwa kata yang paling khusus tetap tidak menimbulkan salah paham dalam pengarahannya, tetapi kata tersebut

(6)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

302

sudah menimbulkan konotasi yang berlainan

dalam perkembangan waktu. Jadi, kata khusus pada nama diri dapat bersifat denotatif maupun konotatif.

Kata abstrak biasanya merupakan kata umum, tetapi kata umum tidak selalu abstrak. Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa objek yang dapat diamati (Akhadiah, 1999). Kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata konkret. Menurut Ahmadi (1990:150) berpendapat bahwa kata abstrak mempunyai dua makna yang berbeda jika dipertentangkan dengan kata konkret, abstrak berarti menunjuk pada suatu ide atau gagasan yang tidak dapat diraba ataupun suatu kualitas yang tidak diraba. Misalnya, kebenaran, kesalahan, keindahan, dan kejelekaan. Dalam hal menulis, kata-kata yang digunakan sangat bergantung pada jenis dan tujuan penulisan. Jika yang akan dideskripsikan suatu fakta, tentu saja harus lebih banyak digunakan kata-kata konkret. Tetapai, jika yang dikemukakan adalah klasifikasi atau generalisasi, maka yang banyak digunakan ialah kata-kata abstrak. Banyak kosakata terbentuk sebagai akibat dari konsep yang tumbuh dalam pikiran kita, bukan mengacu pada hal yang konkret. Misalnya, kata kepahlawanan, kata tersebut akan menimbulkan gagasan yang berlainan pada tiap orang, sesuai dengan perngalaman dan pengertiannya mengenai kata-kata tersebut. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. Kata indria adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang diserap oleh pancaindra, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Kata-kata indria ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindria yang khusus, oleh karena itu terjamin pula daya gunanya, terutama dalam membuat deskripsi, tetapi sering terjadi bahwa hubungan antara satu indria dengan indria lain dirasakan begitu rapat, sehingga kata yang sebenarnya hanya dikenakan pada suatu indria dikenakan pula pada indria lain, ini dikenal dengan gejala sinestesia. Misalnya: wajahnya manis sekali; suaranya manis kedengaran. Kata manis yang sediakala bertalian dengan perasa kemudian dihubungkan juga dengan penglihatan dan pendengaran. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.

Perubahan makna tidak saja mencakup bidang waktu, tetapi dapat juga mencakup persoalan tempat. Sebuah kata dengan arti yang

mula-mula dikenal oleh semua anggota masyarakat bahasa, pada suatu waktu akan bergeser maknanya pada suatu wilayah tertentu, sedangkan wilayah lain masih mempertahankan makna yang asli. Sebagai batasan untuk menentukan suatu makna sudah mengalami perubahan atau tidak adalah pemakaian kata dengan makna tertentu harus bersifat nasional (masalah tempat), terkenal, dan sementara berlangsung (masalah waktu).

Dalam (Keraf, 2005:97-99) perubahan makna memiliki beberapa macam, meliputi perluasan makna, penyempitan makna, ameliorasi, peyorasi, metafora, metonimi.Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis. Halangan pertama untuk mencapai pilihan kata berasala dari penggunaan kata yang terlalu banyak untuk suatu maksud serta kekaburan makna dari kata-kata yang digunakan. Contoh berikut memperhatikan bahwa untuk membatasi pengertian hak interpelasi, penulis mempergunakan banyak kata yang tidak perlu dan sekaligus perumusannya sangat kabur: Hak interpelasi adalah hak untuk mengajukan hak ini sekurang-kurangnya 30 anggota dewan ini yang tidak hanya terdiri dari satu fraksi dapat mengajukan usul kepada DPR untuk mengajukan hak ini kepada Presiden tentang suatu kebijakan pemerintah.

Sebenarnya ada dua hal yang dibicarakan; pertama, batasan pengertian interpelasi, dan kedua, syarat-syarat mengajukan interpelasi. Dalam (Keraf, 2005:100) menghilangkan kekaburan dan penggunaan kata yang terlalu banyak, kalimat di atas direvisi sebagai berikut: Hak interpelasi adalah hak DPR untuk mengajukan suatu pertanyaan mengenai kebijakan pemerintah kepada Presiden. Usulan interpelasi sekurang-kurangnya diajukan oleh 30 anggota dewan dari satu fraksi atau lebih.

Penggunaan kata yang tidak menambah kejelasan makna kata juga menjadi halangan bagi kelangsungan pilihan kata. Misalnya: Sesudah menjelang tahap terakhir pertandinagn itu, terjadilah keributan antara kedua kesebelasan. Seharusnya cukup dikatakan; Menjelang akhir pertandingan, terjadilah keributan antara kedua kesebelasan. Kesesuaian Pilihan Kata.

Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan apakah kata yang dipilih dapat diterima atau tidak merusak suasana yang ada.

(7)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

303

Pilihan kata yang tepat untuk menyatakan suatu

maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh orang yang diajak bicara. Masyarakat yang diikat oleh berbagai norma, menghendaki pula agar setiap kata yang dipergunakan harus sesuai dan serasi dengan norma-norma masyarakat, harus sesuai dengan situasi yang dihadapi. Perbedaan antara ketepatan dan kesesuaian mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun terkadang masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi lainnya. Dalam persoalan ketepatan kata yang dilihat adalah pilihan kata yang dipakai apakah sudah tepat, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan, sedangkan dalam persoalaan kesesuaian kata mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang lain.

Ketika berkomunikasi perlu kesesuaian diksi. Hal ini disebabkan perkembangan bahasa sangat luas, sehingga sering mengalami perbedaan atau kekurangtepatan ketika diinterpretasikan. Artinya ada kata, frase, maupun klausa yang dianggap kurang sesuai ketika diucapkan, tidak baku dan tidak baik. Disamping unsur-unsur bahasa yang dikuasai dan dikenal oleh seluruh anggota masyarakat bahasa, ada juga unsure bahasa yang terbatas penuturnya, walaupun mereka berada di dalam masyarakat bahasa yang sama. Unsur-unsur tersebut meliputi bahasa slang, jargon, bahasa daerah atau unsur daerah, dan sebagainya. Kata-kata yang termasuk dalam kelompok ini harus dipergunakan secara hati-hati agar tidak merusak suasana. Oleh karewna itu ada beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan keteganagn anatar penulis dengan para pembaca. Adapun syarat-syarat tersebut adalah: Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi yang formal.

Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomi atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Secara kasar kelas ini dianggap sebagai kelas terpelajar. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli-ahli bahasa, ahli-ahli hokum, dokter, guru, seniman, penulis, serta ahli-ahli lainnya, bersama keluarganya.

Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Terkadang unsur nonstandar juga dipergunakan oleh kaum terpelajar dalam bersenda-gurau atau untuk menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Sedangkan bahasa substandar adalah bahasa nonstandar yang berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar tersebut.

Bahasa standar lebih ekspresif dari bahasa nonstandar atau substandar. Bahasa nonstandar dipergunakan hanya dalam kebutuhan-kebutuhan umum, karena kata-katanya terbatas sehingga sukar dipakai dalam menjelaskan berbagai macam gagasan yang kompleks. Oleh karena itu pilihan kata seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian bahasa. Misalnya, dalam situasi formal, harus dipergunakan unsur-unsur bahasa standar, unsur-unsur nonstandar atau substandar tidak boleh menyelinap masuk dalam tutur seseorang (Keraf, 2010:104) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Tidak semua orang yang menduduki status sosial yang tinggi mempergunakan gaya yang sama dalam aktivitas bahasanya. Beberapa varian pilihan kata akan dipergunakan sesuai dengan kesempatan yang dihadapinya. Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori sesuai dengan penggunaannya. Salah satu diantaranya adalah kata ilmiah lawan kata popular.

Kata populer adalah kata-kata yang selalu dipakai dalam komunikasi sehari-hari oleh seluruh lapisan masyarakat atau bisa disebut kata yang sudah dikenal dan diketahui masyarakat. Misalnya, kata susunan, kecewa, batasan, dan sebagainya. Disamping kata populer, terdapat sejumlah kata yang biasa dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, diskusi-diskusi yang khusus terutama dalam diskusi ilmiah. Kata tersebut merupakan kata ilmiah. Kata ilmiah berasal dari bahasa asing, umumnya ciri-ciri asingnya masih tetap dipertahankan yang kemudian disesuaikan dengan struktur kata bahasa Indonesia asli. Misalanya, kata formasi, frustrasi, definisi, analogi, dan sebagainya. Dengan membedakan kata-kata ilmiah dan kata-kata populer, maka setiap pengarang yang ingin menulis suatu topik tertentu harus menetapkan siapa yang menjadi sasaran tulisannya. Apabila yang menjadi sasaran adalah suatu kelompok khusus

(8)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

304

yang diikat oleh suatu bidang ilmu tertentu

maka harus mempergunakan kata ilmiah, tetapi bila yang menjadi sasarannya adalah masyarakat umum, maka kata yang dipilih adalah kata populer(Keraf, 2010:105). Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Kata jargon mengandung beberapa pengertian . pertama jargon mengandung makna suatu bahasa, dialaek, atau unsur yang dianggap kurang sopan atau aneh. Tetapi istilah jargon juga dipakai untuk mengacu semacam bahasa atau dilaek hybrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca. Selain itu jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasaia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdaganagn, kumpulan rahasia, atau kelompok khusus lainnya. Dalam hal ini kata jargon mempunyai ketumpangtindihan dengan bahasa ilmiah.

Penulis sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang. Kata-kata slang adalah kata-kata tidak baku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan terhadap sesuatu yang baru. Kata-kata ini bersifat sementara, kalau sudah terasa usang, hilang, atau menjadi kata biasa yang hanya mungkin dikenal di daerah tertentu. Misalnya, kata asoy, bahenol, mana tahan, gak bingit, dan sebagainya

Dalam penulisan jangan menggunakan kata percakapan. Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Termasuk dalam kategori ini adalah ungkapan-ungkapan umum dan kebiasaan menggunakan bentuk-bentuk gramatikal tertentu oleh kalangan ini. Biasanya kata percakapan digunakan oleh kaum terpelajar ketika dalam percakapan informal. Kelompok kata-kata ini mencakup kata popular, kata ilmiah, kata slang, dan konstruksi idiomatis yang hanya dipakai oleh kaum terpelajar. Misalanya, sikon (situasi kondisi), dok (dokter), prof (profesor), kep (kapten), dan sebagainya.

Hindarilah ungkapan-ungkapan yang usang (idiom yang mati) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa,sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata yang membentuknya. Karena idiom itu bersifat tradisional dan bukan bersifat logis, maka bentuk-bentuk itu hanya bisa dipelajari dri pengalaman-pengalaman, bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa.

Di samping ungkapan atau idiom yang masih dipakai karena mempunyai tenaga, ada juga idiom yang sudah usang dan tidak bertenaga lagi, karena terlalu sering dipergunakan. Ungkapan semacam ini disebut klise atau slereolip. Kata-kata yang membentuknya tidak dirasakan usang, tetapi paduan kata-kata itulah yang dianggap tidak bertenaga lagi. Misalnya, kata lekang yang berarti retak atau belah akan memiliki tenaga untuk menggambarkan keadaan tanah yang terbelah karena musim kemarau. Tetapi akan kehilangan tenaga dalam ungkapan seperti: Adat dan pusaka yang tak lekang oleh panas, dan tak lapuk oleh hujan.

Seorang penulis yang masih menggunakan kata atau idiom yang usang dan tak bertenaga, akan selalu menghadapi resiko dianggap sebagai penulis yang usang dan kaku. Oleh karena itu hindari idiom-idiom yang sudah usang dalam sebuah tulisan.

Jauhkan kata-kata atau bahasa artifisial.Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni, bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud. Fakta dari kenyataan-kenyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana tidak disembunyikan. Artifisial :Ia mendengar kepak sayap kelelawar dengan guyuran hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning. Ia mendengarresah kuda serta langkah pedati ketika lengit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh. Biasa: Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang

Leksikon komunikasi memberikan pengertian media massa sebagai "sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya radio, televisi, dan surat kabar". Kata media massa berasal dari medium dan massa, kata "medium" berasal dari bahasa latin yang menunjukkan adanya berbagai sarana atau saluran yang diterapkan untuk mengkomunikasikan ide, gambaran, perasaan dan yang pada pokoknya semua sarana aktivitas mental manusia, kata "massa" yang berasal dari daerah Anglosaxon berarti instrumen atau alat yang pada hakikatnya terarah kepada semua saja yang mempunyai sifat massif. Tugasnya adalah sesuai dengan sirkulasi dari berbagai pesan atau berita, menyajikan suatu tipe baru dari komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan fundamental dari masyarakat dewasa ini.

(9)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

305

Media massa merupakan suatu

penemuan teknologi yang luar biasa, yang

memungkinkan orang untuk

mengadakan komunikasi bukan saja dengan komunikan yang mungkin tidak pernah akan dilihat akan tetapi juga dengan generasi yang akan datang. Dengan demikian maka media massa dapat mengatasi hambatan berupa pembatasan yang diadakan oleh waktu, tempat dan kondisi geografis. Penggunaan media massa karenanya memungkinkan komunikasi dengan jumlah orang yang lebih banyak.

Setiap jenis media massa mempunyai sifat-sifat khasnya oleh karena itu penggunaannya juga harus diperhitungkan sesuai dengan kemampuan serta sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perkembangan teknologi di bidang penyampaian informasi melalui media massa, media massa dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

Media massa modern.Yang dimaksud media massa modern adalah media massa yang menggunakan teknologi modern yaitu media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak adalah media massa yang dalam menyampaikan informasinya terlebih dulu harus dicetak menggunakan alat cetak. Media massa ini misalnya surat kabar, majalah, tabloid dll.

Media massa elektronik. Media massa elektronik adalah media massa yang dalam menyampaikan informasinya menggunakan jasa listrik. Tanpa adanya listrik media massa ini tidak akan dapat berfungsi misalnya radio dan televisi.

Media massa tradisional. Media yang digunakan sebagai sarana penyampaian informasi pada jaman dulu, lebih banyak menggunakan media massa tradisional misalnya wayang, lawak, lenong, seni tradisional dll.

Pengertian Surat Kabar. Pada awalnya surat kabar sering kali diidentikkan dengan pers, namun karena pengertian pers sudah luas, dimana media elektronik sekarang ini sudah dikategorikan dengan media juga. Untuk itu pengertian pers dalam arti sempit, pers hanya meliputi media cetak saja, salah satunya adalah surat kabar.

Menurut Onong Uchjana Effendy, “Surat kabar adalah lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termassa dan aktual mengenai apa saja dan dimana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca” (Effendy,1993:241).

Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk menyajikan berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan masyarakat pada umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern seperti sekarang ini. Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu setiap saat kepada pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan interpretasi mengenai beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari masyarakat menggantungkan dirinya kepada pers untuk memperoleh informasi. Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai pers sebagai media massa tercetak ialah dalam pengertian sempit, yakni surat kabar. Menurut Onong Uchjana Effendy ada empat ciri yang dapat dikatakan sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh surat kabar, antara lain :

Publisitas (Publicity) Yang mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau kepada publik. Karena diperuntukkan untuk khalayak umum, isi atau informasi dalam surat kabar ini terdiri dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan umum. Untuk itu, penerbitan yang meskipun sama dengan surat kabar tidak bisa disebut sebagai surat kabar jika hanya ditujukan kepada sekelompok orang atau golongan.

Periodesitas (Periodicity) Yang berarti keteraturan dalam penerbitannya. Keteraturan ini bisa satu kali sehari bisa juga satu atau dua kali terbit dalam seminggu. Karena mempunyai keteraturan dalam penerbitannya, maka penerbit buku tidak dapat dikategorikan sebagai surat kabar meskipun isinya menyangkut kepentingan umum karena tidak disebarkan secara periodik dan berkala.

Universalitas (universality). Yang berarti kemestaan dan keragaman. Isinya yang datang dari berbagai penjuru dunia. Untuk itu jika sebuah penerbitan berkala isinya hanya mengkhususkan diri pada suatu profesi atau aspek kehidupan, seperti majalah kedokteran, arsitektur, koperasi atau pertanian, tidak termasuk surat kabar. Memang benar bahwa berkala itu ditujukan kepada khalayak umum dan diterbitkan secara berkala, namun bila isinya hanya mengenai salah satu aspek kehidupan saja maka tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori surat kabar.

Aktualitas (Actuality). Menurut kata asalnya aktualitas, berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya”. Kedua-duanya erat sekali sangkut pautnya dengan berita yang disiarkan surat kabar. Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, dengan perkataan lain laporan mengenai peristiwa yang baru terjadi dan yang dilaporkan itu harus benar.

(10)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

306

Tetapi yang dimaksudkan aktualitas sebagai

ciri surat kabar adalah pertama, yaitu kecepatan laporan, tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran berita (Effendy, 1993:119-121).

Hal-hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai sesuatu yang baru saja terjadi. Diantara media cetak, hanyalah surat kabar yang menyiarkan hal-hal yang baru terjadi. Pada kenyataannya, memang isi surat kabar beranekaragam, selain berita juga terdapat artikel, rubrik, cerita bersambung, cerita bergambar, dan lain-lain yang bukan merupakan laporan tercepat. Kesemuanya itu sekedar untuk menunjang upaya membangkitkan minat agar surat kabar bersangkutan dibeli orang.

Bahasa yang digunakan dalam media massa juga surat kabar, adalah bahasa yang sederhana (jika kompleks, kekompleksannya masih mudah dipahami), informatif, dan bermakna tunggal. Agar pembaca dapat mengerti atau menangkap informasi yang disajikan dari surat kabar maka dalam penulisan sebuah berita harus memperhatikan diksi atau pilihan kata. Hal tersebut harus dilakukan agar tidak terjadi interpretasi lain antara penulis dan pembaca mengenai isi berita.

Surat kabar adalah media yang dikonsumsi oleh masyarakat umum yang berasal dari berbagai kalangan atau kelompok, oleh karena itu ketepatan dan kesesuaian diksi harus disesuaikan dengan nilai-nilai masyarakat yang berlaku saat itu dan di wilayah mana surat kabar itu di publikasikan. Misalnya, surat kabar itu di tujukan untuk wilayah Jawa Timur, maka diksi yang digunakan tidak boleh menyalahi aturan-aturan atau nilai-nilai masyarakat yang berlaku di Jawa Timur. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak terjadi penolakan terhadap surat kabar tersebut oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat menerima surat kabar tersebut sebagai media untuk mendapatkan informasi.

Diksi merupakan salah satu cara yang digunakan penulis dalam membentuk berita agar dapat dipahami pembaca. Ketepatan dalam pemilihan kata akan berpengaruh dalam pikiran pembaca tentang isi berita. Penulis jurnalistik yang baik dituntut mampu memperdayakan diksinya secara cermat, agar gagasan dalam tulisannya dapat diterima pembacanya dengan jernih. Dengan kata lain, kecermatan diksi akan menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembacanya. Dampaknya, apa yang dipikirkan dan dirasakan seorang penulis jurnalistik akan sama persis

dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan pembacanya. Semakin jelas diksi yang digunakan pada media massa maka semakin jelas pula isi berita dari media massa tersebut.

Kolom Jagat Gonjang Ganjing adalah salah satu kolom yang terdapat pada surat kabar Jawa Pos. Sebagai bagian dari media jurnalistik surat kabar maka dalam penulisan kolom Jagat Gonjang Ganjing pun harus memenuhi kaidah-kaidah penulisan jurnalistik yang telah ditetapkan yaitu bahasa yang sederhana, menarik, mudah dipahami, dan sebagainya. Dalam hal ini tentunya ketepatan dan kesesuaian diksi juga harus diperhatikan agar apa yang disampaikan penulis berita dapat sampai ke pembaca dan tidak menimbulkan interpretasi yang lain dari pembaca. Oleh karena itu pemakaian diksi pada setiap tulisan jurnalistik sangat penting dan mempunyai keterkaitan akan maksud dari isi berita, dalam hal ini termasuk kolom Jagat Gonjang Ganjing yang merupakan bagian dari surat kabar Jawa Pos. Misalnya, kata jagat gonjang ganjing merupakan salah satu contoh diksi yang berupa kata konotasi. Jagat gonjang ganjing di sini memiliki makna suatu berita yang menggemparkan dunia, hal tersebut dapat di lihat dari kata jagat yang berarti dunia, sedangkan kata gonjang ganjing berarti gempar atau bergetar dengan dahsyat. Pemilihan diksi yang menarik pada judul kolom atau berita dapat menarik minat pembaca untuk membaca artikel berita yang telah dibuat, namun isi berita pun juga harus memperhatikan ketepatan dan kesesuaian diksi agar pembaca juga tertarik untuk membaca isi beritanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Penelitian yang bersifat kualitatif menurut Warsito (1995:10) terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga merupakan penyingkapan fakta. Dengan demikian penelitian akan berisi kutipan-kutipan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dokumen surat kabar. Dengan demikian pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang melibatkan interpretasi dan berusaha mendeskripsikan makna suatu obyek atau keadaan yang menjadi bahasan dalam sebuah penelitian.

Data dapat diartikan sebagai keterangan yang benar dan nyata, atau lebih lengkapnya diartikan sebagai keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam suatu penelitian. Sudaryanto (1988:9)

(11)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

307

berpendapat “bahwa data adalah bahan

penelitian, dan bahan yang dimaksud bukanlah bahan mentah, melainkan bahan jadi yang siap pakai. Dijelaskan pula bahwa data pada hakikatnya adalah obyek sasaran penelitian berdasarkan konteksnya”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang ada di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa data merupakan bahan nyata atau bahan jadi yang digunakan sebagai sasaran penelitian. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang berkaitan dengan dokumen yang tertulis. Sehubungan dengan hal tersebut maka data yang diperoleh adalah data deskriptif atau data yang banyak dituangkan dalam bentuk laporan atau uraian. Hal ini sumber datanya tertulis. Lebih singkatnya penelitian ini datanya bersifat tertulis.

Arikunto (1998:114) menyatakan “bahwa sumber data adalah subyek darimana data dapat diperoleh”. Berbeda dengan pendapat Wardojo (1995:47) yang menyatakan “penelitian terhadap bahasa Indonesia ragam dapat mengambil satu eksemplar surat kabar sebagai sumber data, hal ini dapat dilakukan apabila peneliti yakin bahwa sumber data yang diambilnya dijamin mampu memberikan data yang diperlukan peneliti”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat digaris bawahi bahwa data yang telah diperoleh untuk dijadikan obyek sasaran penelitian tentu dapat diurut sumbernya. Penelitian yang berkaitan dengan bahasa Indonesia ragam jurnalistik bisa mengambil satu eksemplar surat kabar sebagai sumber data. Penelitian ini mengambil data dari surat kabar Jawa Pos pada kolom Jagat Gonjang Ganjing edisi bulan Oktober 2014, karena penelitian ini mencakup masalah diksi pada kolom Jagat Gonjang Ganjing di surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah metode yang dilakukan dengan cara mencari, mempelajari, mengumpulkan data-data yang berupa catatan-catatan, kutipan-kutipan yang menunjang kerja penelitian kualitatif. Dokumentasi juga dapat diartikan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 1998:236).

Sumber data didapat dari surat kabar Jawa Pos pada kolom Jagat Gonjang Ganjing, hal ini berarti data yang dipakai berasal dari dokumen tertulis yang diperoleh dengan cara

mencatat atau mengutip teks yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu diksi. Maka penelitian ini sangat tepat menggunakan metode dokumentasi sebagai metode dalam pengumpulan data.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Arikunto (1998:245) menyebutkan “bahwa metode deskriptif merupakan penelitian non hipotesis yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena, didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat dan menganalisis kondisi-kondisi yang sekarang terjadi”.

Berkaitan dengan pendapat Arikunto tersebut, akan dijelaskan deskripsi tentang fenomena-fenomena kebahasaan yang terdapat dalam kolom Jagat Gonjang Ganjing di surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014, dengan cara menganalisis dan mencatat variabel yang diteliti yaitu diksi.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena penelitian yang sedang diteliti adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dalam penjelasannya menggunakan pemaparan berupa uraian-uraian atau kalimat-kalimat bukan berupa angka-angka. Penjabaran yang berupa uraian-uraian atau kalimat-kalimat itu identik dengan pengkajian yang sesuai dengan sumber data, sehingga tidak ada peluang untuk terjadinya manipulasi data, dan sebaliknya. Penulis akan mendapatkan teori atau menemukan wawasan baru dalam penelitiannya.

Seleksi data dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar valid dan mampu mewakili beberapa sampel yang tidak tercantum pada sampel yang telah dianalisis.

Pengklasifikasian adalah data berdasarkan diksi atau pilihan kata yang akan dikupas, yang meliputi kata umum, kata khusus, kata denotasi, dan kata konotasi.

Analisis data ini menggunakan metode deskripsi kualitatif. Dalam metode kualitatif ini akan menghasilkan gambaran tentang obyek yang diteliti dengan sejelas-jelasnya.

Penyajian analisis data disajikan secara terperinci pada masing-masing sub bab diksi. Dalam penyajian analisis data disertakan kutipan-kutipan sebagai bahan analisis data beserta uraian atau pemaparannya.

SIMPULAN

Setelah melakukan analisis tentang diksi pada kolom Jagat Gonjang Ganjing di surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014, maka pada bab V ini akan dikemukakan

(12)

Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358

308

simpulan dan saran sesuai dengan hasil

penelitian dan analisis data.

Kolom Jagat Gonjang Ganjing pada surat kabar Jawa Pos edisi bulan Oktober 2014 dalam penulisannya banyak menggunakan diksi, gaya bahasa, serta ungkapan-ungkapan. Namun hanya beberapa diksi yang terdapat pada kolom tersebut yang telah dianalisis oleh penulis adalah kata umum, kata khusus, kata denotatif, dan kata konotatif. Penggunaan diksi pada kolom tersebut cenderung menggunakan kata khusus dan kata denotasi, hal ini disebabkan karena surat kabar ditujukan pada masyarakat umum yang memiliki latar belakang berbeda. Pemakaian kata khusus dan kata denotasi yang lebih banyak pada kolom Jagat Ganjang Ganjing dimaksudkan agar pembaca lebih mudah memahami maksud dari isi berita, selain itu agar persepsi yang disampaikan oleh penulis berita dapat sampai kepada pembaca berita sehingga tidak timbul interpretasi lainnya. Pada proses pembelajaran dengan memanfaatkan surat kabar sebagai media pembelajaran, maka setelah dilakukan analisis maka siswa dapat lebih mengerti, memahami, dan membedakan secara cermat jenis-jenis diksi, serta mampu memberikan gambaran mengenai diksi dengan contoh pemakaian pada kalimat.

Dalam menentukan jenis-jenis diksi, diperlukan kecermatan. Makna sebuah diksi dapat berbeda meskipun kata yang digunakan sama, hal tersebut tergantung konteks kalimatnya atau kalimat yang mengikuti sebelumnya. Selain itu dalam menentukan makna kata tergantung dari pengalaman seseorang mengenai kata tersebut dan wawasan kosakata yang dimiliki. Pada perkembangannya kata denotasi tidak selamanya menjadi kata denotasi namun bisa berubah menjadi kata konotasi, demikian juga sebaliknya. Hal tersebut tidak jauh berbeda pada kata umum dan kata khusus. Makna suatu diksi ditentukan oleh rangkaian kalimatnya, jadi diksi tidak dapat berdiri sendiri.

SARAN

Dari hasil analisis yang dilakukan oleh penulis maka dengan ini penulis memberikan sedikit saran mengenai diksi. Bagi penulis

berita atau redaksi surat kabar. Diharapkan bahasa yang digunakan dalam penulisan berita menggunakan pilihan kata yang menarik namun mudah dipahami agar informasi yang diterima oleh masyarakat atau pembaca tidak menimbulkan interpretasi lain atau berita yang ambigu, serta mengurangi kata-kata dialek daerah tertentu apalagi untuk surat kabar nasional karena tidak semua orang memahami arti dari dialek-dialek daerah.

Bagi tenaga pengajar atau guru. Dalam proses belajar mengajar sebaiknya menggunakan pilihan kata yang sederhana, tepat, dan pada intinya agar ketika menyampaikan materi siswa dapat menangkap dan memahami materi yang diajarkan oleh guru.

Bagi siswa. Dalam berkomunikasi baik ketika menulis atau berbicara sebaiknya menggunakan pilihan kata yang tepat dan sesuai situasi yang ada, sehingga terbiasa berbahasa dengan baik dan benar, dan tidak menimbulkan kesalahpahaman dengan lawan bicara. Bagi pembaca. Diharapkan penelitian ini dapat diterapakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga membudayakan pemakaian bahasa yang baik dan benar, sehingga menghindari kesalahpahaman.

DAFTAR RUJUKAN

Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung: PT. Refika Aditama

Finoza, Lamuddin. 2002. Komposisi bahasa Indonesia: untuk mahasiswa nonjurusan bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia Mansurudin, Susilo. 2010. Mozaik bahasa

Indonesia. Malang: UIN-MALIKI PRESS (Anggota IKAPI)

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-Metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Referensi

Dokumen terkait

pengelolaan pendidikan karakter akhlak mulia pada sekolah

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nilai α yang digunakan dalam pengujian adalah 0,05 dengan hipotesis: H0 = Data tidak homogen. H1

Siswa yang memberi jawaban baru/tidak baru terhadap pokok bahasan tekanan dengan menggunakan strategi elaborasi dari 40 siswa 32 orang menjawab baru atau

Rancangan halaman administrator merupakan halaman khusus untuk pengguna yang telah memiliki hak akses yaitu editor dan administrator dan berfungsi sebagai tempat

Cara dramatik untuk memajukan refleksi independent adalah meminta peserta didik menulis laporan tindakan saat sekarang dari sebuah pengalaman yang telah mereka alami

SMK Jasa Boga berperan sebagai lembaga pendidikan yang mengantarkan hasil didiknya memasuki lapangan kerja di industri makanan secara profesional dituntut untuk mampu

[r]

[r]