• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga anhedral. Karena keterdapatannya yang sangat sedikit, peneliti tidak mengambil sayatan pada fragmen batugamping di breksi ini. Sedangkan analisis sayatan tipis pada matriks breksi didapat bahwa matriksnya berupa batupasir, dengan tekstur klastik, terpilah sedang, dan kemas terbuka. Butirannya terdiri dari plagioklas (30%), kuarsa (13%), piroksen (2%), dan fragmen batuan (5%), dengan semen (20%) berupa mineral lempung, dan porositas (3%) intergranular.

Gambar 3.16. Perbedaan jenis pada fragmen breksi. Foto kiri memperlihatkan fragmen batugamping, dan foto kanan memperlihatkan fragmen andesit. Foto diambil pada

Sungai Cicendo bagian Utara.

Gambar 3.17. Struktur graded bedding pada satuan breksi, yang mengindikasikan lingkungan pengendapan yang erat kaitannya dengan arus turbidit. Foto diambil pada Sungai Cicendo

(2)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 28 Pada breksi terlihat adanya struktur graded bedding (Gambar 3.17). Dari rekonstruksi penampang, didapat bahwa breksi di bagian Utara menghilang di bagian Selatan, sedangkan peneliti tidak mendapati adanya sesar naik ataupun sesar turun diantaranya. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa breksi ini mengalami perubahan fasies dengan batulempung, yang kemudian kesimpulan ini semakin diperkuat dengan analisis mikrofosil yang menunjukkan bahwa batulempung di bagian Utara memiliki umur yang sama dengan batulempung di bagian Selatan. Kesimpulan ini sesuai dengan stratigrafi regional Formasi Cantayan yang dibuat oleh Martodjojo (1984). Tidak ditemukan fosil penunjuk umur dan penciri lingkungan pengendapan sama sekali. Namun, dari posisi stratigrafinya pada daerah penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa satuan breksi ini terbentuk pada Miosen Akhir – Pliosen Awal. Sedangkan lingkungan pengendapannya diperkirakan berada pada submarine fan bagian upper fan, tempat dimana fragmen-fragmen berukuran kasar diendapkan (Walker, 1978 dalam Martodjojo, 1984).

3.2.3. Satuan Batupasir

Satuan batupasir menempati 6,4% dari luas total daerah penelitian, dan terdiri dari dua litologi; batupasir tufaan dan batulempung. Singkapan terbaik dapat ditemui pada hulu Sungai Cibinong dan pada jalan setapak di Bukit Pasir Gadung, dimana kita dapat menemui singkapan dengan kondisi segar – agak lapuk pada kedua lokasi tersebut. Jurus lapisan didapat berarah relatif Barat – Timur. Dari rekonstruksi penampang, ketebalan satuan ini diperkirakan lebih dari 250 meter.

Batupasir ini sendiri berwarna coklat muda, terpilah buruk, kemas tertutup, dengan long dan concave-convex contact (Gambar 3.18). Ukuran butir pasir halus – kasar, dan komposisi mineral terdiri dari fragmen andesit (20%), plagioklas (13%), dan hornblenda (2%) dengan bentuk butir yang menyudut – membundar, matrik (60%) terdiri dari gelas volkanik, dan porositas (5%) berupa fracture. Batulempung yang menyisipi batupasir ini berwarna coklat. Tidak ditemukan fosil sama sekali pada batulempung coklat ini.

(3)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 29 Seperti halnya breksi, terjadi perubahan fasies pada satuan ini. Singkapan batupasir ini terdapat pada bagian Utara, dan sempat hadir dalam bentuk sebuah tinggian pada bagian Timur daerah penelitian. Namun, menuju bagian Barat daerah, batupasir ini menghilang dan diganti dengan kehadiran batulempung. Kesimpulan ini juga memperkuat kesimpulan stratigrafi regional Formasi Cantayan yang dibuat oleh Martodjojo (1984).

Satuan ini terletak selaras di atas satuan breksi. Fosil penunjuk umur dan lingkungan pengendapan tidak ditemukan sama sekali pada satuan ini. Namun, dari posisi stratigrafi daerah penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa satuan ini juga terbentuk pada N17 – N18 (Miosen Akhir – Pliosen Awal). Sedangkan lingkungan pengendapannya juga terletak pada submarine fan bagian upper fan (Martodjojo, 1984).

3.2.4. Satuan Andesit

Satuan andesit menempati 14% dari luas total daerah penelitian. Singkapannya dapat kita temui dengan baik pada Bukit Pasir Panyaweuyan dan Bukit Pasir Cimangsud. Satuan ini membentuk morfologi pegunungan yang berbentuk kubah dan berada pada ketinggian 450-575 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan rekonstruksi penampang, ketebalan satuan ini diperkirakan mencapai lebih kurang 40 meter.

Pada beberapa tempat, andesit hadir dalam wujud autobreksi (Gambar 3.19). Secara megaskopis, berwarna abu-abu gelap, berstruktur vesikuler, dan memiliki

Gambar 3.18. Lapisan batupasir yang terdiri dari batupasir tufaan yang disisipi oleh batulempung berwarna coklat. Foto diambil pada jalan setapak warga di

(4)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 30 tekstur afanitik, porfiritik, hipokristalin (Gambar 3.20). Dari sayatan tipis didapat bahwa andesit ini memiliki fenokris (32%) yang terdiri dari plagioklas (27%), dan piroksen (5%), yang berbentuk subhedral hingga anhedral. Sedangkan masadasarnya (66%) terdiri dari plagioklas, piroksen, mineral opak, dan gelas volkanik. Juga didapat kehadiran mineral sekunder (2%) yang terdiri dari mineral opak, mineral lempung, dan klorit.

Satuan ini diperkirakan terbentuk di lingkungan darat, pada kala Plistosen Akhir, melalui suatu aktivitas vulkanisme lokal yang terjadi di daerah penelitian, pada waktu yang tidak berbeda jauh dari aktivitas vulkanisme Gunung Pra-Sunda. Meskipun begitu, aktivitas magmatiknya diperkirakan bermula pada awal Plistosen. Pada masa ini, seluruh wilayah Jawa Barat telah menjadi daratan dan mengalami aktivitas pengangkatan yang penting. Pada masa ini juga terjadi perpindahan pusat gunungapi dari selatan ke tengah Pulau Jawa (Martodjojo, 1984). Perpindahan ini ternyata menjadi gejala umum di seluruh gugusan gunungapi Sirkum Pasifik (Karig dan Sharman, 1975 dalam Martodjojo, 1984). Dari rekonstruksi penampang didapat bahwa satuan ini berada di bawah satuan breksi piroklastik dan satuan tuff, yang diperkirakan merupakan hasil dari aktivitas vulkanisme Gunung Pra-Sunda. Sehingga disimpulkan, bahwa aktivitas vulkanisme di daerah penelitian lebih dahulu terjadi daripada aktivitas Gunung Pra-Sunda. Kontak antara satuan ini dengan satuan batulempung yang berada di bawahnya berupa ketidakselarasan, dimana peneliti mendapati adanya gejala efek bakar pada salah satu lokasi di daerah penelitian (Gambar 3.20). Peneliti menyetarakan satuan ini dengan satuan andesit basalt (ab) pada Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972).

(5)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 31 3.2.5. Satuan Breksi Piroklastik

Satuan breksi piroklastik menempati 4,6% pada daerah penelitian, dan menjadi satuan dengan cakupan wilayah terkecil. Satuan ini dapat ditemukan dengan baik pada bagian hilir dari Sungai Cicendo yang membelok ke sebelah Utara daerah penelitian. Pada lokasi tersebut, didapat singkapan breksi piroklastik dalam keadaan segar. Berdasarkan rekonstruksi penampang, ketebalan satuan diperkirakan lebih kurang 60 meter.

Gambar 3.19. Singkapan satuan andesit pada hulu Sungai Cigentrong berupa autobreksi. Gambar kiri diambil menghadap ke hulu (Utara).

Gambar 3.20. Singkapan andesit lainnya. Gambar kiri memperlihatkan tekstur vesikuler yang menjadi ciri dari lava. Sedangkan gambar kanan memperlihatkan kenampakan kontak antara andesit dengan batulempung dengan kehadiran efek bakar (berwarna hitam). Gambar kiri diambil

(6)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 32 Secara megaskopis, breksi piroklastik berwarna coklat terang, dengan kemas terbuka, terpilah buruk, dan ukuran butir kerikil – bongkah (Gambar 3.21). Fragmen didapat berupa andesit, dengan ciri megaskopis berwarna abu-abu gelap, vesikuler, dan bertekstur afanitik. Pada sayatan tipis, diketahui bahwa andesit bertekstur porfiritik, hipokristalin, dengan fenokris berupa plagioklas (23%) dan piroksen (2%), yang berbentuk euhedral hingga anhedral. Masadasarnya sebesar 70% dengan kehadiran tekstur intersertal yang dibentuk oleh plagioklas dan gelas volkanik. Serta kehadiran mineral sekunder (5%) berupa mineral opak. Sedangkan sayatan tipis pada masadasarnya memperlihatkan tekstur klastik, terpilah buruk, dan kemas terbuka. Butirannya terdiri dari kuarsa (5%), plagioklas (5%), piroksen (5%), gelas (5%), dan fragmen andesit (20%), yang berbentuk menyudut – membundat tanggung. Matrik 50% berupa gelas volkanik, dan kehadiran mineral sekunder (10%) berupa mineral opak. Mekanisme pembentukan satuan ini diperkirakan berupa piroklastik aliran (Wright, Smith, dan Self, 1980 dalamSumintadiredja, 2005).

Satuan ini diperkirakan terbentuk pada kala Plistosen Akhir. Pada kala itu, seluruh daerah di Jawa Barat telah berbentuk daratan seperti halnya sekarang, yang diakibatkan oleh proses pengangkatan. Proses pengangkatan itu sendiri bermula terjadi pada Kala Plistosen Awal (Martodjojo, 1984). Dan diperkirakan, satuan ini merupakan hasil dari erupsi suatu gunungapi tua, yang mengeluarkan aktivitas volkaniknya pada Plistosen Akhir.Kontak dengan satuan yang lebih tua di bawahnya (breksi) berupa ketidakselarasan. Berdasarkan rekonstruksi penampang dan stratigrafi daerah penelitian, satuan ini diperkirakan terbentuk setelah terbentuknya

Gambar 3.21. Singkapan breksi piroklastik. Pada kedua foto terlihat adanya struktur graded bedding pada satuan breksi piroklastik ini. Kedua foto diambil pada Sungai Cicendo hilir,

(7)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 33 satuan andesit. Kontaknya dengan tuff tidak jelas, melainkan berangsur-angsur (bergradasi). Satuan ini disetarakan dengan satuan Qob (produk gunungapi tua) berdasarkan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972). Pada Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), disebutkan bahwa satuan Qob merupakan produk gunungapi yang lebih tua. Gunungapi lebih tua yang dimaksud, oleh Kartadinata (2009) disebut sebagai Gunung Pra-Sunda.

3.2.6. Satuan Tuf

Satuan tuf menempati 31,2% dari total luas daerah penelitian. Dan berada tepat di wilayah Utara dan Selatan daerah. Satuan ini dapat kita temui dengan baik pada Sungai Cibinong, Sungai Cigentrong, dan Sungai Cipicung bagian hilir. Kita dapat menemui singkapan tuf dalam kondisi agak segar – lapuk pada lokasi-lokasi tersebut. Satuan ini membentuk bukit-bukit kecil di sepanjang bagian Selatan, dan membentuk morfologi bergelombang pada wilayah Utara daerah.penelitian.

Satuan ini terdiri dari tuf, dengan sedikit sisipan lapili dan breksi piroklastik (Gambar 3.22). Tuf, secara megaskopis, berwarna coklat terang, berstruktur vesikuler. Dari sayatan tipis, didapat bahwa tuf bertekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, dengan butiran terdiri dari kristal kuarsa (2%), plagioklas (5%), piroksen (5%), gelas (5%), dan fragmen andesit (13%), yang berukuran 0,01-0,1 mm, dan berbentuk menyudut – membundar tanggung. Matrik (50%) berupa gelas volkanik, dan terdapat kehadiran mineral sekunder (20%) berupa mineral lempung dan mineral opak. Sehingga, tuf ini berjenis tuf litik.

Gambar 3.22. Singkapan tuf. Gambar kiri memperlihatkan sisipan lapisan lapili, sedangkan gambar kanan memperlihatkan sisipan tipis breksi piroklastik pada lapisan tuf. Kedua gambar

(8)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 34 Mekanisme pengendapan tuf adalah piroklastik jatuhan (fall) dan piroklastik surge (Wright, Smith, dan Self, 1980 dalam Sumintadiredja, 2005). Perbedaan tuf dari kedua jenis genesa ini juga dapat kita bedakan dengan mudah di lapangan. Mekanisme piroklastik jatuhan dapat kita temui pada tuf bagian Utara dan bagian Selatan, yang menutupi morfologi lereng perbukitan. Sementara tuf dengan mekanisme pengendapan piroklastik surge dapat kita temui pada Sungai Cipicung bagian hilir (Gambar 3.23). Perbedaan juga tampak pada sayatan tipis, dimana tuf selatan memiliki kristal dan fragmen-fragmen berukuran lebih besar dari tuf utara. Baik tuf utara maupun tuf selatan memperlihatkan suatu perlapisan yang yang mengindikasikan sumber yang relatif berasal dari utara (Gambar 3.24).

Gambar 3.23. Singkapan tuf lainnya. Gambar kiri memperlihatkan tuf dengan tekstur kasar dan struktur silang siur, yang menjadi penciri dari mekanisme pengendapan piroklastik surge. Sedangkan gambar kanan memperlihatkan suatu perlapisan tuf yang monoton, yang menjadi

penciri mekanisme pengendapan piroklastik jatuhan. Gambar kiri diambil pada Sungai Cipicung, dan gambar kanan diambil pada Sungai Cibinong.

Gambar 3.24. Struktur perlapisan pada tuf. Terlihat adanya perlapisan pada tuf yang berarah Utara pada gambar kanan, yang mengisyaratkan arah sumber erupsi. Gambar kiri memperlihatkan perlapisan yang mengarah ke Selatan pada tuf Selatan tipe piroklastik surge. Gambar kiri diambil pada Pasir Sarengseng, dan gambar kanan diambil pada Sungai Cipicung.

(9)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 35 Tuf ini terbentuk pada lingkungan darat, pada Kala Plistosen Akhir, ketika daerah penelitian seluruhnya telah berubah menjadi daratan yang diakibatkan oleh proses pengangkatan (Martodjojo, 1984). Seperti halnya satuan breksi piroklastik, satuan tuf ini juga berasal dari produk erupsi suatu gunungapi tua, yang oleh Kartadinata (2009), disebut sebagai hasil erupsi Gunung Pra-Sunda. Kontak dengan satuan di bawahnya (breksi piroklastik) adalah selaras, meskipun kenampakan di lapangan tidak tegas, melainkan gradasional. Satuan ini disetarakan dengan Qob (produk gunungapi tua) berdasarkan Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972).

3.3 STRUKTUR GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Analisa struktur geologi dilakukan dengan berbagai analisis. Analisis pertama dilakukan dengan menganalisis peta topografi dan citra DEM (digital elevation model), yang akhirnya akan menghasilkan data berupa kelurusan-kelurusan yang ada di daerah penelitian. Berikutnya, analisis awal tersebut dipadu dengan data-data primer berupa bukti-bukti yang didapat di lapangan, seperti kedudukan lapisan dan jurus (strike & dip) batuan, dan gores garis (slicken slide). Adapun struktur geologi yang dapat ditemukan pada daerah penelitian, antara lain:

Struktur lipatan, dan Struktur sesar.

Masing-masing jenis struktur diberi nama yang sesuai dengan lokasi geografis tempat struktur tersebut ditemukan.

3.3.1. Struktur Lipatan

Terdapat dua jenis lipatan pada daerah penelitian. Masing-masing lipatan memiliki sumbu lipatan yang relatif berarah Barat – Timur. Arah sumbu ini sama dengan arah umum struktur pola Jawa. Dari sini, lipatan-lipatan ini ditafsirkan terbentuk akibat adanya kompresi yang berarah Utara – Selatan.

3.3.1.1 Antiklin Cicendo

Antiklin ini terletak di bagian tengah daerah penelitian, dan dapat dengan mudah ditemukan pada Sungai Cicendo. Pada sungai bagian hulu sungai ini, didapat kedudukan lapisan batulempung N71°E/85° dan N286°E/78°. Dari rekonstruksi penampang, didapat bahwa lipatan ini merupakan lipatan yang simetris, dengan sayap lipatan memiliki kemiringan yang relatif sama, dan dengan tebal yang relatif

(10)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 36 sama pula. Sedangkan sumbu lipatan berarah Timurlaut – Baratdaya (Gambar 3.25 dan Gambar 3.26). Antiklin ini diperkirakan terbentuk pada kala Plio-Plistosen, ketika batuan di daerah penelitian (Formasi Cantayan) telah terendapkan (Martodjojo, 1984).

3.3.1.2 Sinklin Cimangsud

Sinklin ini tidak ditemukan secara langsung di lapangan, melainkan ditemukan melalui rekonstruksi penampang. Sinklin ini didapat setelah menggabungkan data yang didapat pada Sungai Cicendo bagian Selatan, dengan data lapangan pada Sungai Cipicung bagian hulu. Pada Sungai Cicendo bagian Selatan didapat jurus dan kemiringan perlapisan dengan kedudukan N70°E/50°, dan pada Sungai Cipicung bagian hulu ditemukan batuan dengan kedudukan jurus dan perlapisan N241°E/46°. Dari rekonstruksi penampang tersebut, didapat bahwa sinklin ini terkubur di bawah

Gambar 3.25. Perkiraan arah umum perlapisan (panah warna kuning) dan sumbu relatif antiklin (garis putus-putus warna merah). Kedua foto diambil dari puncak Pasir Gadung,

dan menghadap ke Selatan.

Gambar 3.26. Kenampakan sayap-sayap antiklin secara langsung di lapangan. Foto diambil menghadap ke hilir (Barat).

(11)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 37 kompleks perbukitan Cimangsud yang terdiri dari litologi tuff (Gambar 3.27). Sinklin ini juga diperkirakan terbentuk pada kala Plio-Plistosen, setelah terbentuknya lapisan batuan di daerah penelitian yang mengalami deformasi (Formasi Cantayan) (Martodjojo, 1984).

3.3.2. Struktur Sesar

Ada lima jenis sesar di daerah penelitian, yang empat diantaranya berjenis sesar geser, dan satu berjenis sesar naik. Arah relatif sesar-sesar ini adalah Utara – Selatan, yang searah dengan Pola Sunda. Seperti halnya pada lipatan, sesar-sesar ini juga diberi nama sesuai dengan nama geografis tempat sesar tersebut ditemukan. 3.3.2.1. Sesar Geser Kontolucing

Sesar ini terletak persis pada bagian tengah daerah penelitian. Garis sesar ini ditarik setelah ditemukannya gores garis (slicken slide) pada lapisan breksi yang terletak di Sungai Cicendo, tepatnya pada breksi yang membentuk bukit Pasir Kontolucing, dan digabung dengan data kelurusan yang didapat dari analisis citra DEM (Gambar 3.28). Dari gores garis yang ditemukan, didapat data sesar dengan bidang sesar N20°E/35°, dengan trend N30°E, plunge 5°, dan pitch 10° (Gambar 3.29). Sesar ini sendiri berjenis sesar mengiri.

Gambar 3.27. Perkiraan lokasi terkuburnya Sinklin Cimangsud (panah warna merah). Foto diambil dari Lembah Cimangsud dan

(12)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 38 3.3.2.2. Sesar Geser Cipanengah

Sesar ini terletak di bagian tengah daerah peneltian, tepatnya di sebelah Barat sesar geser kontolucing. Garis sesar ini ditarik berdasarkan kelurusan yang didapat dari analisis citra DEM (Gambar 3.30), dan data-data primer lapangan berupa offset pada lapisan breksi di Sungai Cicendo, adanya lapisan acak (slump), serta perbedaan bentukan morfologi yang cukup ekstrim (Gambar 3.31). Sesar ini ditafsirkan berjenis sesar mengiri turun, dengan bidang sesar berarah NW – SE.

Gambar 3.28. Kelurusan pada Bukit Pasir Kontolucing.

Gambar 3.29. Bukti sesar berupa gores garis pada lapisan breksi. Gambar diambil pada Sungai Cicendo

(13)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 39 3.3.2.3. Sesar Geser Cicendo

Sesar ini terletak di bagian Barat daerah penelitian. Seperti halnya kedua sesar sebelumnya, sesar ini berjenis sesar geser mengiri. Garis sesar ditarik berdasarkan perpaduan antara analisis kelurusan dari citra DEM, dan adanya lapisan acak (slump) (Gambar 3.32). Sedangkan bidang sesarnya sendiri ditafsirkan berarah NE – SW.

Gambar 3.30. Kelurusan yang ditarik dari citra DEM pada Sungai Cipanengah.

Gambar 3.31. Perbedaan morfologi yang cukup ekstrim pada daerah penelitian (gambar kiri), dan adanya offset pada lapisan breksi di Sungai Cicendo (gambar kanan). Kedua gambar diambil pada lembah Cimangsud. Gambar kiri menghadap ke Utara, dan gambar

(14)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40 3.3.2.4. Sesar Geser Cimangsud

Sesar geser Cimangsud terletak tepat di sebelah Selatan dari sesar geser Kontolucing. Berbeda dengan ketiga sesar yang lain, sesar ini berjenis sesar geser menganan. Garis sesar ditarik melalui perpaduan antara kelurusan yang didapat dari analisis citra DEM, dan data lapisan acak (slump) yang didapat di lapangan (Gambar 3.33). Bidang sesar ditafsirkan berarah NW – SE.

3.3.2.5. Sesar Naik Cicendo

Sesar naik Cicendo terletak di sebelah Timur daerah penelitian, tepatnya pada lembah yang diapit oleh dua tinggian; Pasir Dogdog dan Pasir Cimangsud. Sesar ini merupakan sesar yang diinterpretasikan berdasarkan rekonstruksi penampang melalui Gambar 3.32. Kelurusan (gambar kiri), dan data lapisan acak di lapangan (gambar kanan).

Gambar 3.33. Kelurusan (gambar kiri), dan data perlapisan yang acak (gambar kanan) pada Sungai Cimangsud.

(15)

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 41 kedudukan lapisan dan jurus yang didapat peneliti pada lapisan batulempung di hulu sungai Cicendo. Pada bagian utara didapat batulempung dengan kemiringan 78°, sedangkan pada bagian selatan didapat batulempung dengan kemiringan 85°. Dari rekonstruksi penampang, peneliti menafsirkan bahwa bagian hanging wall sesar berada di bagian selatan, dengan foot wall berada di bagian utara. Kehadiran sesar naik ini diperkirakan berada pada kontak antara breksi dan batulempung. Hal ini ditafsirkan berdasarkan perkiraan secara menyeluruh akan sifat-sifat fisik dari breksi maupun batulempung, serta memperkirakan ketahanan kedua batuan ini akan gaya yang dibebankan kepadanya.

Gambar

Gambar 3.17. Struktur graded bedding pada satuan breksi, yang mengindikasikan lingkungan  pengendapan yang erat kaitannya dengan arus turbidit
Gambar 3.18. Lapisan batupasir yang terdiri dari batupasir tufaan yang disisipi  oleh batulempung berwarna coklat
Gambar 3.20. Singkapan andesit lainnya. Gambar kiri memperlihatkan tekstur vesikuler yang  menjadi ciri dari lava
Gambar 3.21. Singkapan breksi piroklastik. Pada kedua foto terlihat adanya struktur graded  bedding pada satuan breksi piroklastik ini
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan komoditasnya Kriteria penentuan wilayah pengembangan Prioritas program pembangunan industri pengolahan hasil pertanian Analisis MCDM Kelompok industri dan jml unit

Sesuai rencana, perseroan akan menggunakan dana hasil emisi surat utang tersebut un- tuk mengakuisisi dua sampai tiga ruas tol yang mangkrak.. Perseroan juga akan mengikuti tender

Kinerja Satuan Target 1 2 3 4 5 1 Meningkatnya ketersediaan dan kepemili kan rumah layak huni Persentase rumah layak huni persen 94 Meningkatnya pemenuhan

Sejalan dengan hal tersebut data mengungkapkan bahwa Indonesia adalah termasuk 15 negara yang mahal dalam biaya pendidikannya di dunia, sebagaimana diungkapkan

perm32 adalah sebuah operasi permutasi biasa yang mendapat masukan 32 bit blok in, menghasilkan 32 bit blok out di bawah kontrol lanjar permutasi perm. Setiap elemen dari

Sebagai contoh, pada kasus yang sama pada soal, jika diketahui bahwa “My name is Zakka Fauzan” adalah plainteks dan “xyzpgwrthpezfpvushd” adalah cipherteks yang dihasilkan,

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi terdapat empat satuan batuan tidak resmi di daerah penelitian, urutan dari tua ke muda satuan tersebut

Dengan urutan dari tua ke muda ke keempat satuan tersebut ialah Satuan Batulempung Pliosen Awal yang tersingkap dengan sangat baik di Sungai Cipunegara dan