• Tidak ada hasil yang ditemukan

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran Matematika 1. Belajar

Manusia merupakan makhluk yang selalu ingin tahu. Siswono (2008: 2) menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan dia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya, dan dunia seluruhnya.

Menurut Moller, Huet, & Harvey (2009: 6), “Learning is fundamentally abaout change-change in attitudes, behavior, belief, capabilities, mental models, skill, or a combination of these‖. Pernyataan tersebut bermakna

belajar pada dasarnya merupakan perubahan dalam sikap, prilaku, keyakinan, kemampuan, model mental, keterampilan, atau kombinasi semua. Belajar merupakan usaha yang di lakukan tiap individu untuk mencari tahu hal yang belum diketahuinya sehingga memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman sampai akhir hayatnya.

(2)

11

Ambrose et al (2010: 3) bahwa: Learning is a process that leads to change, wich occurs as a result of experience and increases the potensial for improved performance and future learning‖. Pernyataan tersebut bermakna belajar adalah proses untuk mendorong perubahan, yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan peningkatan potensi untuk meningkatkan kinerja dan pembelajaran masa depan.

Selanjutnya menurut Darsono (2000: 32) menyatakan bahwa suatu kegiatan yang melibatkan individu secara keseluruhan, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Watkins, Carnell, & Lodge (2007: 72) menyatakan bahwa:

Learning is a constructive process that occurs best when the learner is actively engaged in creating her or his own knowledge and understanding by connecting what is being learned with prior knowledge and experience.

Pernyataan tersebut bermakna bahwa belajar merupakan proses konstruktif yang terjadi ketika siswa secara aktif terlibat dalam menciptakan pengetahuannya sendiri dan memahami dengan menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.

(3)

12 2. Pembelajaran

Pembelajaran ditinjau dari paham konstruktivisme menurut Sugihartono (2007: 114) merupakan pembentukan lingkungan belajar yang dapat membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip siswa berdasarkan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi. Menurut Wena (2009: 52) tujuan akhir dari pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemecahan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan Polya (1960: 4) yang mengatakan bahwa poin utama dalam pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan taktik dalam pemecahan masalah.

Menurut Sagala (2009: 61) menyatakan bahwa pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Menurut Hammond & Brabsford (2015: 103) : “A major role of instruction is to build studentss storehouse of experience do that they can build their cognitive capacity‖.

Pernyataan tersebut bermakna peran utama dari pembelajaran adalah untuk membangun gudang pengalaman siswa sehingga mereka dapat membangun kapasitas kognitif mereka. Gudang pengalaman disini maksudnya adalah pengalaman sebelumnya dari siswa sehingga siswa mendapatkan tugas maka dari pengalaman sebelumnya siswa dpat mengerjakannya.

(4)

13

Nitko & Brookhart (2011: 18) menyebutkan bahwa aktifitas pembelajaran melibatkan tiga hal penting, yaitu: 1) Deciding what students are to learn. 2) Carrying out the actual instruction. 3) Evaluating the learning.

Aktifitas pertama meliputi bagaimana cara guru memikirkan agar siswa paham dengan apa yang telah diajarkan. Aktifitas kedua, guru menyediakan kondisi dan aktifitas bagi siswa untuk belajar. Aktifitas ketiga yaitu mengevaluasi apakah pembelajaran yang berangsung menggunakan penilaian sumatif.

Berbagai pengertian pembelajaran yang diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dalam penelitian ini pembelajaran merupakan pembentukan lingkungan belajar yang memfasilitasi siswa untuk membangun konsep dan prinsip berdasar kemampuannya sendiri dengan tujuan akhirnya yaitu kemampuan memecahkan masalah melalui proses komunikasi dua arah yaitu antara guru dengan siswa.

3. Matematika

Alberta (2007: 11) mendefinisikan matematika sebagai suatu ilmu tentang pengenalan dan deskripsi pola bilangan dan non-bilangan. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa:

Mathematics is one way to describe interconnectedness in a holistic worldview. Mathematics is used to describe and explain relationships among numbers, sets, shapes, objects and concepts. The search for possible relationships involves collecting and analyzing data and describing relationships visually, symbolically, orally or in written form.

(5)

14

digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antara bilangan, himpunan, bentuk, objek, dan konsep. Termasuk juga penelusuran hubungan mengenai pengumpulan, analisis data dan mendeskripsikannya secara visual, simbolik, lisan ataupun dengan tulisan.

Soedjadi (2007: 9) mendefiniskan matematika sebagai ilmu yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memiliki objek kajian yang abstrak yang hanya ada dalam pikiran b. Bertumpu pada kesepakatan (lebih bertumpu pada aksioma formal) c. Berpola pikir deduktif

d. Konsisten dalam sistemnya

e. Memiliki/menggunakan simbol yang “kosong” dari arti f. Memperhatikan semesta pembicaraan

Selanjutnya Van de Walle, Karp, & Bay-William (2013: 13) mengemukakan bahwa: ―Mathematics is the science of concepts and processes that have a pattern of regularity and logical order‖. Matematika

merupakan ilmu dari konsep dan proses yang memiliki pola umum dan susunan logika. Matematika tidak hanya sekedar penerapan keterampilan numerasi dasar semata, melainkan matematika juga merupakan kendaraan utama untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif bagi manusia (Muijs & Reynolds, 2008: 333).

(6)

15

simbolik, visual, lisan, ataupun tulisan yang dapat meningkatkan keterampilan kognitif dan berpikir logis seorang individu.

4. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Russeffendi, 1991: 261). Dalam pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator yaitu guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Jadi pembelajaran tidak berpusat pada guru, siswa harus aktif sebagai pelaku utama (Wina 2006: 23).

Menurut Russeffendi (1991: 261) matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi, matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika yang dalam bahasa latin mathematica berasal dari bahasa Yunani mathematike, yang berarti “relating to learning” mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lain yang serupa, yaitu mathemain yang berarti belajar (Suherman, 2003 : 55).

(7)

16

pendidikan tingkat dasar dan menengah meliputi aspek-aspek: Logika, Aljabar, Geometri, Trigonometri, Kalkulus, Statistika dan Peluang.

Berdasarkan definisi-definisi dan uraian-uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam penelitian ini pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan siswa dalam rangka pembentukan pola pikir, pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan dan lainnya tentang matematika yang dibimbing oleh guru dalam suasana edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

MTs Assalafiyyah Mlangi adalah sekolah yang menerapkan Kurikulum KTSP dalam proses pembelajarannya. Dalam Kurikulum KTSP pada mata pelajaran matematika, terdapat beberapa Standar Kompetensi (SK) maupun Kompetensi Dasar (KD) yang harus tercapai (2006: 350).

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bangun Ruang Sisi Datar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5. Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya 5.2 Membuat jaring-jaring kubus, balok,

prisma dan limas

(8)

17 B. Pendekatan Kontekstual

Definisi teori pembelajaran kontekstual menurut CORD (1999: 1) adalah sebagai berikut:

Contextual learning occurs only when students (learners) process new information or knowledge in such a way that it makes sense to them in their own frames of reference (their own inner worlds of memory, experience, and response). This approach to learning and teaching assumes that the mind naturally seeks meaning in context—that is, in relation to the person’s current environment—and that it does so by searching for relationships that make sense and appear useful.

Maksud dari uraian di atas adalah pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa mampu memproses informasi atau pengetahuan baru yang didapatkannya kemudian mengaitkan dan menemukan hubungan yang membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.

(9)

18

Johnson (2012: 65-66) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran kontekstual, sistem pembelajaran haruslah sesuai dengan delapan komponen yaitu

Making a meaningful conection, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessments.

Membuat koneksi yang bermakna, melakukan pekerjaan yang signifikan, pembelajaran mandiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara

individu, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian otentik. Menurut

Sanjaya (2006: 254) terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual diantaranya:

1. Mengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik (activing knowledge)

2. Memperoleh pengetahuan baru (acquiring knowledge) 3. Memahami pengetahuan (understanding knowledge)

4. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) 5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan tersebut

(10)

19

a. Menyampaikan tujuan, pokok-pokok materi pelajaran , dan melakukan apersepsi.

b. Menyampaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

c. Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan yang merata.

d. Siswa bekerja dalam kelompok untuk mendiskusikan permasalahan dan materi yang sedang dipelajari dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka.

e. Mengadakan refleksi terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

f. Memberikan penguatan, tes, ataupun kesimpulan.

(11)

20 C. Kemampuan Pemecahan Masalah

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, menurut suherman, dkk bahwa suatu masalah biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya. Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikan tanpa menggunakan cara, dan prosedur yang rutin.

Untuk menyelesaikan masalah seseorang harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakan dalam situasi baru. Karena itu masalah yang disajikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kemampuan dan kesiapannya serta proses penyelesaiannya tidak dapat dengan prosedur rutin. Cara melaksanakan kegiatan mengajar dalam penyelesaian masalah ini, siswa diberi pertanyaaan-pertanyaan dari yang mudah ke yang sulit berurutan secara hirarki. Salah satu fungsi pembelajaran matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

(12)

21

Menurut Polya dalam Herman Hudojo (2003: 87), menyelesaikan masalah didefinisikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu aktifitas tingkat tinggi. Krulik & Rudnik (1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan proses di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk nenyelesaian masalah pada situati yang tidak dikenalnya.

Jadi dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu daya atau kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya dalam rangka menemukan solusi dari suatu masalah.

2. Komponen-Komponen Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Glass & Holyoak (Jacob, 2010: 06) mengungkapkan empat komponen dasar dalam menyelesaikan masalah adalah:

a. Tujuan atau deskripsi yang merupakan suatu solusi terhadap masalah b. Deskripsi objek-objek yang relevan untuk mencapai suatu solusi sebagai

sumber yang dapat digunakan dan setiap perpaduan atau pertantangan yang dapat tercakup

c. Himpunan operasi atau tindakan yang diambil untuk membantu mencapai solusi.

(13)

22

Dengan demikian, komponen-komponen tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu penyelesaian masalah itu mencakup adanya informasi keterangan yang jelas untuk menyelesaikan masalah matematika, tujuan yang ingin dicapai, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, agar penyelesaian masalah berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Siswono (2008: 35) faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu:

a. Pengalaman Awal

Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

b. Latar Belakang Matematika

Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

c. Keinginan dan Motivasi

Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang

(14)

23 d. Struktur Masalah

Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Siswono (2008: 36) juga menyebutkan bahwa dalam memecahkan masalah perlu keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki, yaitu: (1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran); (2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum (seting terjadi); (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa (unfamiliar).

4. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika menurut NCTM (1989: 209) adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan

b. Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan

masalah baru) dalam atau di luar matematika

(15)

24

Menurut Sumarmo (2000: 8)menyatakan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah adalah sebagi berikut:

1) Mengidentifikasikan kecukupan data untuk pemecahan masalah

2) Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya

3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau di luar matematika

4) Menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasill atau jawaban

5) Menerapkan matematika secara bermakna.

Menurut Efendi, dkk (2007: 20) indikator yang menunjukan pemecahan masalah matematika adalah:

a) Menunjukan pemahaman masalah. b) Merancang strategi pemecahan masalah. c) Melaksanakan stategi pemecahan masalah. d) Memeriksa kebenaran jawaban.

Menurut BSNP (2006: 140) ada empat indikator kemampuan pemecahan masalah yaitu

(1) Memahami masalah;

(16)

25

Indikator yang digunakan adalah menurut BSNP, pada proses pemecahan masalah pada penelitian ini meliputi 4 tahap yaitu (1) memahami masalah, (2) merancang model matematika, dan (3) menyelesaikan masalah, (4) menafsirka solusinya .

5. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Menurut Polya (1973: 6-14), terdapat empat langkah dalam memecahkan masalah, yaitu:

a. Memahami Masalah (Understand the Problem)

Pada langkah ini, siswa diharapkan dapat memahami permasalahan yang dihadapi. Kegiatan yang dilakukan siswa pada langkah ini, meliputi menuliskan bagian penting, hal yang tidak diketahui, data yang diketahui, dan syarat pada masalah. Selain itu, siswa juga menuliskannya dalam notasi matematika. Jika terdapat gambar terkait dengan masalah, siswa diharapkan dapat menggambarkannya.

b. Merencanakan Penyelesaian Masalah (Devising a Plan)

Tahap ini dilaksanakan setelah siswa memahami masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, siswa menyusun strategi atau rencana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dalam merencanakan masalah, dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang telah didapat siswa.

c. Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana (Carrying Out the Plan)

(17)

26 d. Memeriksa Kembali (Looking Back)

Pada tahap ini, siswa memeriksa kembali keseluruhan penyelesaian untuk menghindari kesalahan pada fase penting dalam langkah penyelesaian. Siswa mempertimbangkan kembali dan menguji kembali hasil penyelesaian dan langkah-langkahnya. Setelah memeriksa hasil dan setiap langkah penyelesaian, siswa dapat meyakini bahwa hasil penyelesaian yang didapat merupakan penyelesaian yang benar.

Pada penelitian ini, langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan memeriksa kembali, dimana dalam langkah memeriksa kembali terdapat langkah menafsirkan solusi yang diperoleh.

D. Perangkat Pembelajaran Matematika dan Penyajiannya 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa

(18)

27

tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa untuk memudahkan siswa melakukan proses belajar.

Purwanto & Ida Melati S. (2004: 427-428) menyatakan bahwa LKS harus mengamanatkan kepada peserta didik untuk aktif dan kreatif memikirkan aplikasi atau penerapan dari isi materi. LKS yang baik juga mendorong pelajar untuk ingin belajar terus melalui bahan-bahan rujukan yang harus dan perlu dibaca lebih lanjut. Misalnya, mendorong peserta didik untuk membaca artikel surat kabar, internet atau buku yang lain. Selain itu, LKS harus dikembangkan dan ditulis dengan memperhatikan prinsip-prinsip bahwa: cakupan materinya cukup memadai, urutan materinya tersaji secara sistematis, dan isinya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

(19)

28 2. Syarat Lembar Kegiatan Siswa yang Baik

Dalam Permendikbud No. 71 tahun 2013 yang mengatur tentang buku teks pelajaran dan buku panduan guru untuk pendidikan dasar dan menengah, menyebutkan bahwa suatu buku teks atau bahan ajar (termasuk LKS) dinyatakan baik dan layak digunakan apabila memenuhi empat aspek kriteria kelayakan, yaitu kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan grafika.

Berikut uraian mengenai kriteria kelayakan buku teks atau bahan ajar (Muljono, 2007: 21):

a. Kelayakan Isi

Komponen kelayakan isi diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: 1) kesesuaian dengan SK dan KD mata pelajaran, 2)

kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, dan 3) substansi keilmuan

yang meliputi keakuratan dan kemutakhiran materi.

b. Kelayakan Bahasa

Komponen kebahasaan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: (a) keterbacaan, (b) kesesuaian

dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan (c) logika

berbahasa.

c. Penyajian

Komponen penyajian ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: 1) teknik penyajian materi, 2) pendukung penyajian,

(20)

29

d. Kegrafikan

Komponen kegrafikan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: 1) ukuran/format buku, 2) desain bagian sampul

yang meliputi tata letak, tipografi, dan ilustrasi, dan 3) desain bagian isi

yang meliputi tata letak, tipografi, dan ilustrasi.

Selain itu, menurut Arsyad (2011: 88-89), LKS merupakan salah satu media teks berbasis cetakan yang menuntut beberapa elemen yang perlu diperhatikan pada saat menyusunnya agar menjadi suatu media yang berkualitas, beberapa elemen tersebut adalah sebagai berikut:

1) Konsistensi

a) Konsistensi format dari halaman ke halaman diusahakan tidak menggabungkan cetakan huruf dan ukuran huruf.

b) Konsistensi penentuan jarak spasi antara judul dan baris pertama serta garis samping, antara judul dan teks utama supaya sama.

2) Format

a) Tampilan satu kolom akan lebih sesuai untuk paragraf yang panjang. Sebaliknya, jika paragraf yang digunakan pendek, lebih baik memakai tampilan dua kolom.

b) Isi yang berbeda dipisahkan dan dilabel secara visual.

(21)

30 3) Organisasi

a) Mengupayakan siswa/pembaca untuk mengetahui dimana posisinya dalam teks secara keseluruhan

b) Teks disusun sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh. c) Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari

teks. 4) Daya Tarik

Memperkenalkan setiap bab/bagian baru dengan cara yang berbeda. Ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk membaca.

5) Ukuran Huruf

a) Ukuran huruf harus sesuai dengan siswa, pesan, dan lingkungannya. b) Penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks harus dihindari agar tidak

menyulitkan proses membaca. 6) Ruang Kosong

a) Memberi kesempatan kepada siswa/pembaca untuk beristirahat pada titik-titik tertentu dengan menambahkan ruang kosong yang tak berisi teks atau gambar. Ruang kosong dapat berbentuk: (1) ruangan sekitar judul; (2) batas tepi (margin); (3) spasi antar kolom; (4) permulaan paragrap diidentifikasi; dan (5) penyesuaian spasi antar baris atau antar paragraf,

(22)

31

c) Menambahkan spasi antar paragraf untuk meningkatkan tingkat keterbacaan.

Darmodjo & Jenry Kaligis (1991: 41-46) menyatakan syarat-syarat yang harus dimiliki dalam menyusun LKS sebagai berikut:

(1) Syarat- syarat Didaktik

Syarat ini mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal yaitu dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS yang baik lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep. LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik sebagai berikut:

(a) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran

(b) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep

(c) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa sesuai dengan ciri KTSP

(d) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa

(e) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi. (2) Syarat Konstruksi

(23)

32

(a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak. (b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas.

(c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

(d) Hindarkan pertanyaan yang terlalu terbuka.

(e) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa.

(f) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS.

(g) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. (h) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata.

(i) Dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang cepat.

(j) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi. (k) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya.

(3) Syarat Teknis

Syarat ini menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan penampilannya dalam LKS. Syarat teknis penyusunan LKS adalah sebagai berikut:

(a) Tulisan

(24)

33

(ii) Menggunakan huruf tebal yang lebih besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah.

(iii)Menggunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu baris.

(iv)Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa.

(v) Mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi.

(b) Gambar

Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS.

(c) Penampilan

Penampilan LKS yang menarik akan membuat siswa tertarik untuk belajar menggunakan LKS.

Dalam penelitian ini, acuan yang digunakan dalam pengembangan LKS yang dinyatakan baik dan layak menurut Muljono apabila memenuhi empat aspek kriteria kelayakan, yaitu kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan grafika. 3. Langkah-langkah Penyusunan Lembar Kerja Siswa

(25)

34 a. Melakukan Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang akan dikembangkan dalam LKS.

b. Menyusun Peta Kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang akan ditulis.

c. Menentukan Tema/Topik LKS

Tema/topik LKS ditentukan atas dasar Kompetensi Dasar (KD) dan materimateri pokok yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai satu tema/topik LKS.

d. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Perumusan KD dan indikator pencapaian kompetensi

Perumusan KD dan indikator pencapaian kompetensi pada suatu LKS dilakukan dengan berpedoman pada standar isi.

2) Menentukan Alat Penilaian

Penilaian dilakukan berdasarkan pada penguasaan kompetensi. 3) Penyusunan Materi

(26)

35 4) Menentukan Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut: i. Judul

ii. Petunjuk belajar

iii. Kompetensi yang akan dicapai iv. Informasi pendukung

v. Latihan-latihan

vi. Langkah-langkah kegiatan vii. Penilaian

E. Kriteria Kualitas Perangkat Pembelajaran

Dalam pengembangan produk pendidikan, kualitas dari produk pengembangan

memiliki peranan yang cukup penting dalam dunia pendidikan seperti yang

diungkapkan oleh Nieveen (1999: 126) yaitu “the wide array of educational products

play important roles in education‖. Lebih lanjut, kualitas produk pengembangan

pembelajaran harus memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif (Nieveen, 1999:

127-128). Berikut disajikan aspek-aspek kualitas produk pengembangan menurut Nieveen

(1999: 127).

Tabel 2. Kriteria Validitas, Praktis, dan Efektif Menurut Nieveen Quality Aspects

Validity Practically Efectiveness

Intended (ideal + formal) Consistensy between Consistensy between State of the art Intended Perceived Intended Experiential Internally Consistent Intended Operation Intended Attained

(27)

36

Tabel 3. Reprensentasi Aspek Kualitas Menurut Nieveen

Ideal Menggambarkan asumsi, visi dan tujuan dari sebuah dokumen kurikulum

Formal Menggambarkan contoh konkrit dokumen kurikulum seperti buku siswa dan petunjuk guru. Kombinasi dari ideal dan formal disebut intended.

Perceived Interprestasi kurikulum oleh pengguna (khususnya guru)

Operational Menggambarkan proses pembelajaran aktual (curriculum –in action

atau enacted curriculum)

Experiential Kurikulum menggambarkan pengalaman siswa Attained Menggambarkan hasil belajar siswa

1. Kevalidan (Validity)

Nieveen (1999: 127) menyatakan bahwa “the component of material

should be based on state of the art knowledge (content validity) and all component should be consistently linked to each other (construct validity)‖.

Hal tersebut dapat dipahami bahwa kualitas produk dikatakan valid yaitu dengan melihat dari keterkaitannya, serta mempertimbangkan tujuan dari pengembangan produk tersebut. Dengan demikian kriteria kevalidan mencakup validitas isi yaitu kesesuaian komponen-komponen yang melandasi pembuatan produk, dan validitas konstruk yaitu keterkaitan seluruh komponen dalam pengembangan produk.

Dalam penelitian ini, Lembar Kerja Siswa dengan pendekatan kontekstual dikatakan valid jika memenuhi kriteria berikut

(28)

37

(b) Hasil penilaian ahli/praktisi menyatakan bahwa komponen perangkat pembelajaran lembar kerja siswa secara konsisten saling berkaitan.

2. Kepraktisan (Practicality)

Nieveen (1999: 127) menyatakan bahwa “A second characteristic of high

quality materials is that teachers (and other experts) consider the materials to be usable and that it is easy for teacher and students to use the materials in away that is largely compatible with the developers’intention‖. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa kepraktisan produk pengembangan ditentukan dari pendapat guru yang menyatakan bahwa produk yang dihasilkan dapat digunakan dan produk mudah digunakan oleh guru dan siswa sesuai dengan maksud pengembang.

Dengan demikian dalam penelitian ini, lembar kerja siswa yang dikembangkan dikatakan praktis jika memenuhi kriteria:

a. Para ahli dan guru menyatakan perangkat pembelajaran lembar kerja siswa yang dikembangkan dapat diterapkan.

b. Secara nyata di lapangan, guru dan siswa sebagai pengguna menyatakan perangkat pembelajaran lembar kerja siswa yang dikembangkan dapat diterapkan.

3. Keefektifan (Effectiveness)

Nieveen (1999:127) menyatakan bahwa “A third characteristic of high

(29)

38

attained curriculum‖. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keefektifan

produk pengembangan (dalam penelitian ini model pembelajaran) ditinjau dari konsistensi antara rancangan/tujuan dengan pengalaman dan hasil belajar yang dicapai siswa. Pengalaman siswa ditentukan melalui apresiasi siswa terhadap pembelajaran matematika, selajutnya hasil belajar siswa dapat ditentukan melalui hasil tes.

Perangkat lembar kerja siswa dikatakan efektif jika memenuhi indikator: a. Apresiasi siswa terhadap pembelajaran matematika.

b. Ketercapaian kompetensi oleh siswa secara klasikal atau individual.

F. Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan Pendekatan Kontekstual

(30)

39 G. Model Pengembangan

Menurut Borg & Gall (1989: 624), educational research and development is a process used to develop and validate educational product. Atau dapat diartikan bahwa penelitian pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Hasil dari penelitian pengembangan tidak hanya pengembangan sebuah produk yang sudah ada melainkan juga untuk menemukan pengetahuan atau jawaban atas permasalahan praktis. Metode penelitian dan pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011: 297). Selanjutnya, Penelitian Pengembangan juga diartikan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggungjawabkan (Sujadi, 2003: 164).

(31)

40 1. Model Sugiyono

Menurut Sugiyono (2011: 298), langkah-langkah penelitian dan pengembangan ada sepuluh langkah sebagai berikut:

a. Potensi dan masalah, b. Pengumpulan data, c. Desain produk, d. Validasi desain, e. Revisi desain, f. Ujicoba produk, g. Revisi produk, h. Ujicoba pemakaian, i. Revisi produk, dan j. Produksi massal.

Adapun gambar langkah-langkah penelitiannya seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

(32)

41 2. Model Borg & Gall

Menurut Borg dan Gall (1989: 783-795), pendekatan research and development (R & D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah, sebagai berikut:

a. Studi Pendahuluan (Research and Information Collecting) b. Perencanaan Penelitian (Planning)

c. Pengembangan desain (Develop Preliminary of Product) d. Uji coba lapangan awal (Preliminary Field Testing) e. Merevisi hasil uji coba (Main Product Revision) f. Uji coba lapangan (Main Field Test)

g. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operational Product Revision) h. Uji pelaksanaan lapangan (Operational Field Testing)

i. Penyempurnaan produk akhir (Final product revision) j. Diseminasi dan implementasi

Adapun gambar langkah-langkah penelitiannya seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

(33)

42 3. Model Thiagarajan

Model pengembangan pembelajaran Thiagarajan yang dikenal dengan model 4-D dilakukan melalui 4 tahap (Thiagarajan, 1974: 6), antara lain: a. pendefinisian (define),

b. perancangan (design), c. pengembangan (develop), d. dan penyebaran (disseminate).

Adapun gambar langkah-langkah penelitiannya seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

(34)

43 4. Model Dick & Carey

Model pengembangan Dick & Carey terdiri dari 10 komponen. Komponen pengembangan menurut W. Dick & L. Carey (2001: 2-3) ini meliputi:

a. Assess needs to identify goals atau mengidentifikasi tujuan pembelajaran b. Conduct instructional analysis atau menetapkan analisis pembelajaran c. Analyze learners and contexts atau analisis keterampilan dasar dan

karakteristik siswa

d. Write performance objectives atau merumuskan tujuan pembelajaran khusus

e. Develop assessment instruments atau mengembangkan instrument penilaian

f. Develop instructional strategy atau mengembangkan sebuah strategi pembelajaran

g. Develop and select instructional material atau mengembangkan dan memilih materi pembelajaran

h. Design and conduct formative evaluation of instruction atau merancang dan melakukan penilaian formatif pembelajaran

i. Revise instruction atau merevisi pembelajaran

j. Design and conduct summative evaluation atau merancang dan melakukan evaluasi sumatif

(35)

44

Gambar 4. Langkah-langkah penggunaan Metode Research and Development (R&D) menurut Dick & Carey

5. Model Reiser & Dempsey

Model pengembangan bahan ajar menurut Reiser & Dempsey (2007: 11) Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Analysis (Analisa).

b. Design (Disain/Perancangan). c. Development (Pengembangan)

d. Implementation (Implementasi/Eksekusi) e. Evaluation (Evaluasi/Umpan Balik)

(36)

45

Gambar 5. Langkah-langkah penggunaan Metode Research and Development (R&D) menurut Reiser & Dempsey

Dalam penelitian ini, acuan yang digunakan dalam pengembangan LKS yaitu model Reiser and dempsey yang melalui 5 tahap yaitu (1) Analisis (Analyze). (2) Desain/Perancangan (Design). (3) Pengembangan (Development). (4) Implementasi/Eksekusi (Implementation) (5) Evaluasi/Umpan Balik (Evaluation).

H. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan jurnal riset pendidikan matematika pada penelitian yang dilakukan oleh Siwi Khomsiatun (2015: 92-106) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Perangkat” menunjukkan bahwa

produk yang dikembangkan pada penelitian ini memenuhi kriteria valid” dengan

(37)

46

kategori praktis. Sedangkan untuk kriteria keefektifan penggunaan LKS menunjukkan persentase 70% dengan kriteria efektif.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hengkang Bara Saputro (2012: 10) dengan penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa

LKS untuk siswa SMP Kelas IX Semester 1 pada Materi Statistika Menggunakan Pendekatan Kontekstual” menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan pada

penelitian ini memenuhi kriteria sangat valid dengan skor rata-rata 4.17. Kualitas kepraktisan produk yang dikembangkan menunjukkan nilai rata-rata 3.38 yang memenuhi kriteria praktis. Sedangkan untuk kriteria keefektifan penggunaan LKS menunjukkan persentase 96,87% dengan kriteria sangat efektif.

Selajutnya pada penilitian yang dilakukan oleh Arif Hidayatul Khusna (2016: 353-377) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Lembar Kerja Siswa Pokok Bahasan Barisan dan Deret untuk siswa SMA” menunjukkan bahwa

LKS yang telah dikembangkan dinyatakan sangat valid dengan persenase kevalidan sebesar 85,75% berdasarkan penilaian dari validator ahli dan validator praktisi. Kemudian memiliki tingkat kepraktisan sebesar 85,6% berdasarkan penilaian subjek uji coba dan dinyatakan efektif berdasarkan hasil tes soal evaluasi setelah digunakannya LKS dalam kegiatan pembelajaran.

(38)

47 I. Kerangka Berfikir

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang penting dan diharapkan dimiliki oleh siswa. Kemampuan ini dianggap penting karena akan membekali siswa dengan kemampuan berpikir yang dibutuhkan dalam menghadapi berbagai macam masalah dan bertahan hidup dalam keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa masih rendah.

Materi Kubus dan Balok penting untuk dipelajari karena merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Pembelajaran Kubus dan Balok akan berhasil jika siswa mampu berperan aktif dalam membangun pemahamannya sendiri. Sehingga perlu adanya pengembangan bahan ajar yang mampu memfasilitasi siswa untuk berperan aktif dalam memcahkan masalah sendiri.

(39)

48

Gambar 6. Alur kerangka berfikir J. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada Bab I, dapat dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian. Penjabaran meliputi beberapa hal sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengembangan perangkat pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan Kubus dan Balok kelas VIII MTs Assalafiyyah?

Gambar

Tabel 2. Kriteria Validitas, Praktis, dan Efektif Menurut Nieveen
Tabel 3. Reprensentasi Aspek Kualitas Menurut Nieveen
gambar berikut.
gambar berikut.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Telah memberikan pengamatan dan masukan terhadap produk LKS Matematika SMP Berbasis Kontekstual, untuk kelengkapan penelitian yang berjudul “PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA

Lembar kerja siswa (student work sheet) adalah lembaran- lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik (Diknas, 2004) 18.. LKS adalah lembaran yang

Sedangkan menurut Prastowo, (2011 : 204) bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan dan petunjuk-petunjuk

Menurut latihan kerja guru inti (LKGI) HO/n/04/ssi/1990, lembar kerja siswa yang kemudian disebut dengan singkatan LKS adalah merupakan lembaran yang berisi pedoman bagi

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran berisi ringkasan materi dan langkah-langkah pelaksanaan

Menurut Depdiknas (2011: 2013-204), LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Jadi, LKS yaitu bahan cetak yang berisi tugas, materi,

Langkah-langkah Model Pembelajaran Accelerated Learning dalam Materi Operasi Hitung Bilangan Bulat untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Langkah-langkah yang

Menurut Prastowo 2015: 204 Lembar Kerja Siswa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang