• Tidak ada hasil yang ditemukan

8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajak Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pajak 2.1.1.Pengertian Pajak Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1.Pajak

2.1.1.Pengertian Pajak

Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada negara di mana perusahaan itu menjalankan kegiatan usaha.

Di Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan perpajakan. Sistem self assessment merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Pajak memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membangun semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan.

(2)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang telah beberapa kali diubah terakhir disebut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan UU KUP yaitu sebagai berikut: Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.2.Fungsi Pajak

Adapun fungsi pajak menurut Thomas Sumarsam (2013) yaitu:

a. Pajak sebagai sumber dana atau penerima (budgetair), yaitu pajak sebagai penghimpun dana dari masyarakat ke dalam kas negara yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah.

b. Pajak sebagai pengatur (regulerend), yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara pelaku ekonomi.

2.1.3.Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi:

(3)

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

c. Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

2.1.4.Asas Pengenaan Pajak

Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

a. Asas domisili atau asas kependudukan, berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk atau berdomisili di negara atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.

(4)

c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas (asas kewarganegaraan), landasan dalam pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.

Pembagian pajak menurut golongan adalah sebagai berikut:

a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan, contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai.

Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip:

a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pajak subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak, contohnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contohnya PPN dan PPNBM.

Pembagian pajak menurut pemungutan:

(5)

b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: pajak reklame, pajak hiburan, dan lain-lain.

2.2.Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. Beban pajak tangguhan dikelompokkan berdasarkan perbedaan temporer dan perbedaan permanen. pajak secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh dikurangkan).

Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi akibat perbedaan waktu pengakuan biaya atau pendapatan dalam laba akutansi dan dalam laba fiskal. Perbedaan inilah yang akan menimbulkan biaya dan pendapatan pajak tangguhan dalam laporan keuangan perusahaan. Perbedaan temporer dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Perbedaan Temporer Kena Pajak (Taxable Temporary Differences) dan Perbedaan Temporer Yang Boleh Dikurangkan (Deductible Temporary Differences). Jadi akibat perbedaan temporer yang dapat dikurangkan dalam laporan keuangan masa kini adalah munculnya aktiva pajak tangguhan (Deffered Tax Asset). Dengan demikian penurunan aktiva pajak tangguhan menunjukkan adanya beban pajak tangguhan pada laporan laporan keuangan tahun berjalan.

(6)

Perbedaan Permanen adalah perbedaan yang sifatnya tetap, yang tidak akan hilang sejalan dengan waktu. Maka perbedaan permanen ini tidak akan menimbulkan biaya atau pendapatan pajak tangguhan. Perbedaan permanen timbul karena terdapat penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak atau penghasilan yang dikenakan pajak secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh dikurangkan.

2.3.Aset Pajak Tangguhan

PSAK yang khusus mengatur tentang akuntansi pajak tangguhan adalah PSAK No. 46 yang menjelaskan bahwa:

Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer (temporary differences) yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (berasal dari koreksi positif)”.

“Aset pajak tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakhibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang Pajak” dalam Waluyo (2012 : 273).

(7)

sisa kompensasi kerugian. Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang.

2.4.Laba

Laba (keuntungan) merupakan salah satu tujuan utama perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Laba yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk berbagai kepentingan, laba akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan perusahaan tersebut atas jasa yang diperolehnya. Adapun pengertian laba menurut para ahli yaitu yang pertama, menurut M. Nafarin (2007: 788) dalam Herdawati (2015) “Laba (income) adalah perbedaan antara pendapatan dengan keseimbangan

biaya-biaya dan pengeluaran untuk periode tertentu”. Sedangkan, menurut Kuswadi (2005:135) dalam Herdawati (2015), menyatakan bahwa “perhitungan laba diperoleh

dari pendapatan dikurangi semua biaya”. Berdasarkan uraian diatas tentang

(8)

manajemen. Adapun menurut Kasmir (2011:303) dalam Herdawati (2015) menyatakan bahwa ada dua jenis laba yakni:

a. Laba Kotor (Gross Profit) artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban perusahaan. Artinya laba keseluruhan yang pertama sekali perusahaan peroleh.

b. Laba bersih (Net Profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang merupakan beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk pajak.

2.5.Manajemen Laba

2.5.1. Pengertian Manajemen Laba

Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.

(9)

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.

Menurut Sulistyanto (2014), beberapa definisi-definisi manajemen laba yang menggunakan terminologi berbeda namun secara garis besar definisi-definisi mempunyai pengertian serupa adalah sebagai berikut:

a. Davidson, Stickney, dan Weil (1987)

Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.

b. Schipper (1989).

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses).

c. National Association of Certified Fraud Examiners (1993)

(10)

yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya.

d. Fisher dan Rosenzweig (1995)

Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.

e. Lewitt (1998)

Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika public memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.

f. Healy dan Wahlen (1999)

(11)

2.5.2.Faktor Munculnya Manajemen Laba

Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba yaitu:

a. Manajemen Akrual (Accruals Management)

Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat memengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion).

b. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib

Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.

c. Perubahan Aktiva Secara Sukarela

(12)

2.5.3.Teori Manajemen Laba

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Konsep manajemen laba dapat dimulai dari pendekatan teori agensi (agency theory). Jensen dan Meckling (1976) dalam Herdawati (2015) menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara manajemen (agent) dengan investor (principal). Pandangan agency theory yakni adanya pemisahan antara pihak principal dan agent yang menyebabkan munculnya potensi konflik yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Maksud dengan principal dalam teori keagenan ini, yakni pemegang saham atau pemilik yang menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan sedangkan agent adalah manajemen yang memiliki kewajiban mengelola perusahaan sebagaimana yang telah diamanahkan principal kepadanya.

(13)

antara pihak principal dan agent yang menyebabkan munculnya potensi konflik yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Maksud dengan principal dalam teori keagenan ini, yakni pemegang saham atau pemilik yang menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan sedangkan agent adalah manajemen yang memiliki kewajiban mengelola perusahaan sebagaimana yang telah diamanahkan principal kepadanya.

(14)

menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent.

Konflik kepentingan yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham akan mengakibatkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan yang terkait tersebut. Pemegang saham akan berusaha menjaga agar pihak manajemen tidak terlalu banyak memegang kas karena kas yang banyak akan merangsang pihak manajemen untuk menikmati kas tersebut bagi kepentingan dirinya sendiri.

a. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

(15)

hubungan keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi pemerintah. Selain itu, Watt dan Zimmerman (1986) dalam Herdawati (2015) juga mengaitkan positive accounting theory dengan fenomena perilaku oportunistik manajer dengan membentuk tiga hipotesis yang melatarbelakangi perilaku oportunistik manajer tersebut, yaitu:

1. Bonus Plan Hypothesis, menyatakan bahwa rencana bonus atau kempensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkan menjadi lebih tinggi. 2. Debt (Equity) Hypothesis, menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai

rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.

(16)

2.5.4.Motivasi Manajemen Laba

Terdapat beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2000) dalam Herdawati (2015), yaitu:

a. Bonus purposes, yakni manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.

b. Kontrak utang jangka panjang, yakni semakin dekat perusahaan dengan perjanjian kredit, maka manajer akan cenderung memilih prosedur yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kegagalan dalam pelunasan hutang.

c. Political motivations, yakni manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Jadi perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

d. Taxation motivations, yakni saat ini motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

(17)

perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

f. Initital Public Offering (IPO), yakni perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, sehingga mendorong manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

g. Pentingnya memberi informasi kepada investor, yakni informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.5.5.Bentuk-bentuk Manajemen Laba

Bentuk-bentuk manajemen laba yang dikemukakan oleh Scott (2003) dalam Herdawati (2015), yaitu:

a. Taking a bath, yakni dilakukan manajer dengan cara menggeser biaya akrual discretionary periode mendatang ke periode kini atau menggeser pendapatan akrual discretionary periode kini ke periode mendatang. Hal ini dilakukan manajer untuk memaksimumkan kompensasi atau bonus yang akan diterimanya pada tahun berikutnya karena menghadapi kenyataan bahwa bonus tahun ini tidak dapat diterima.

(18)

c. Income maximization (maksimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk memaksimumkan bonus manajer, menciptakan kinerja perusahaan yang baik sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (pertimbangan pasar modal), menunda pelanggaran perjanjian utang, dan manajer dapat memperoleh kendali atas perusahaan.

d. Income smoothing (perataan laba), yakni tindakan dimana manajemen memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah.

2.5.6.Peluang Manajemen Laba

Dalam proses pelaporan yang dilakukan oleh manajemen, terdapat berbagai motivasi yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba dan terdapat peluang dari kondisi dan keadaan yang timbul saat manajemen melakukan penyusunan laporan. Peluang dari kondisi dan keadaan yang timbul, yaitu (Setiowati, 2007) dalam (Ferry, 2013):

a. Kelemahan yang inheren dalam akuntansi itu sendiri. Fleksibilitas dalam menghitung angka laba disebabkan oleh:

1. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda.

(19)

b. Informasi asimetri antara manajer dengan pihak luar manajemen relatif lebih tinggi. Mustahil bagi pihak luar (termasuk investor) untuk dapat mengawasi semua perilaku dan semua keputusan manajer secara detail.

2.5.7.Faktor-faktor Manajemen Laba 1. Ukuran Perusahaan

Brigham dan Houston (2006:117) dalam Siti (2016) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah perusahaan dengan rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi membutuhkan dukungan sumber daya perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualan rendah kebutuhan terhadap sumber daya perusahaan juga. Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penjualan, dan sumber intern sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap manajemen laba. Pihak manajer akan cenderung melakukan manajemen laba dengan pola peningkatan laba (income increasing) agar mendapat sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dengan tujuan untuk memperoleh pinjaman atau menarik investor baru.

2. Kepemilikan Manajerial

(20)

insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976) dalam Dewa dan Made (2016). Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. 3. Perencanaan Pajak

(21)

4. Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam laporan keuangan menurut SAK untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba menurut aturan perpajakan Indonesia yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak). Hal tersebut merupakan tindakan manajemen dalam melakukan motivasi penghematan pajak.

5. Aset Pajak Tangguhan

Menurut Waluyo (2014) dalam Inasa (2015) menyatakan bahwa aset pajak tangguhan (deferred tax asset) adalah jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan (recovered) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kerugian yang dapat dikompensasi. Hal tersebut merupakan tindakan manajemen dalam melakukan motivasi penghematan pajak.

2.5.8.Pengukuran Manajemen Laba

(22)

b. Model berbasis specific accruals, yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu dari industri tertentu pula. Model ini dikembangkan oleh McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beneish, serta Beaver dan McNichols. c. Model berbasis distribution of earnings, yaitu pendekatan dengan melakukan

pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel, dan Zeckhauser, serta Myers dan Skinner. Pendekatan distribusi laba mengidentifikasikan batas pelaporan laba (earnings thresholds) dan menemukan bahwa perusahaan yang berada di bawah earnings thresholds akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan melakukan manajemen laba. Philips et al. ( 2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa para manajer melakukan manajemen laba dengan pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak eksternal, khususnya para investor, bank, dan supplier menggunakan batas pelaporan laba dalam menilai kinerja manajer. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa terdapat dua macam earnings thresholds, yaitu: 1. Titik pelaporan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk

(23)

et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa peningkatan dalam beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang pengelolaan laba untuk menghindari pelaporan kerugian.

2. Titik perubahan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari penurunan laba. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menggunakan titik perubahan nol untuk mengetahui indikasi praktik manajemen laba. Adanya upaya praktik manajemen laba dilakukan dengan membandingkan perusahaan yang perubahan labanya negatif. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menunjukkan bahwa peningkatan beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak meningkatkan peluang pengelolaan laba untuk menghindari penurunan laba, yang mendukung bahwa beban pajak tangguhan berguna dalam memprediksi manajemen laba.

Akan tetapi dari ketiga model diatas hanya model berbasis aggregate accrual yang dinilai sebagai model yang memberikan hasil paling kuat dalam mendeteksi manajemen laba. Alasannya karena model empiris ini sejalan dengan akuntansi berbasis akrual yang digunakan oleh dunia usaha dan model empiris ini menggunakan semua komponen laporan keuangan dalam mendeteksi rekayasa keuangan. Adapun beberapa model empiris berbasis aggregate accrual untuk mendeteksi manajemen laba yakni :

(24)

satu periode tertentu dengan arus kas operasi periode yang bersangkutan. Perhitungan nondiscretionary accruals model Healy dengan membagi rata-rata total akrual dengan total aktiva periode sebelumnya. Ada kelemahan mendasar dalam model Healy yang diindikasikan oleh Dechow et al. (1995) yaitu bahwa total akrual yang digunakan sebagai proksi manajemen laba mengandung nondiscretionary accruals. Padahal nondiscretionary accruals merupakan komponen total akrual yang tidak bisa dikelola atau diatur oleh manajer seperti halnya komponen discretionary accruals.

b. Model DeAngelo (1986), yaitu mengukur manajemen laba dengan nondiscretionary accrual dengan cara menghitung total akrual sebagai selisih antara laba akuntansi yang diperoleh suatu perusahaan selama satu periode dengan arus kas atau dihitung dengan menggunakan total akrual akhir periode yang diskala dengan total aktiva periode sebelumnya. Seandainya nondisdretionary accrual selalu konstan setiap saat dan discretionary accruals mempunyai rata-rata sama dengan nol selama periode estimasi, maka kedua model ini akan mengukur discretionary accrual tanpa kesalahan. Akan tetapi, apabila nondiscretionary accrual berubah dari periode ke periode, maka kedua model ini akan mengukur discretionary accrual dengan kesalahan.

(25)

implisit model Jones mengasumsikan bahwa pendapatan merupakan nondiscretionary. Apabila laba dikelola dengan menggunakan pendapatan discretionary accrual, maka model ini akan menghapus bagian laba yang dikelola untuk proksi discretionary accrual.

d. Model Jones Dimodifikasi (Dechow, Sloan dan Sweeney,1995), yaitu modifikasi dari model Jones yang didesain untuk mengeliminasi kecenderungan untuk menggunakan perkiraan yang bisa salah dari model Jones untuk menentukan discretionary accruals ketika discretion melebihi pendapatan. Sama halnya dengan model manajemen laba berbasis aggregate accrual yang lain, model ini menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba. Kelebihannya, model ini memecah total akrual menjadi empat komponen utama akrual, yaitu discretionary current accrual, discretionary long term accrual, dan nondiscretionary long term accruals. Discretionary current accrual dan nondiscretionary current accrual merupakan akrual yang berasal dari aktiva lancar. Sedangkan discretionary long term accrual dan nondiscretionary long term accruals merupakan akrual dari aktiva tidak lancar.

2.6.Tinjauan Pustaka

(26)

No. Peneliti

Variabel Penelitian

Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

1 Anjar

Wahyuningtyas (2017) Perencanaan pajak, beban pajak tangguhan Menguji pengaruh perencanaan pajak dan beban tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba. Perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan

berpengaruh terhadap manajemen laba

2 Esti Mustika Sari (2016) Aset pajak tangguhan, beban pajak tangguhan, perencanaan pajak, asimetri informasi, dan leverage terhadap earnings management Menguji pengaruh aset pajak tangguhan, beban pajak tangguhan, perencanaan pajak, asimetri informasi, dan leverage berpengaruh terhadap earnings management

Aset pajak tangguhan tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings

(27)

signifikan terhadap earnings management, asimetri informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap earnings management, dan leverage berpengaruh signifikan terhadap earning management. 3 Margaretha

Angela Purba (2016) Aset pajak tangguhan dan beban pajak tangguhan

Menguji aset pajak tangguhan dan beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen pajak.

(28)

laba.

4 Inasa Singkianti (2015) Aset pajak tangguahn, beban pajak tangguhan, dan perencanaan pajak Menguji pengaruh aset pajak tangguhan, beban pajak tangguhan, dan perencanaan pajak tangguhan terhadap manajemen laba.

Aset pajak tangguhan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba untuk

menghindari laporan rugi pada perusahaan dengan nilai

(29)

signifikansi sebesar 0,538 > 0,05, (3) Perencanaan pajak tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi sebesar 0,677 > 0,05.

5 Widyasenja dkk (2015)

Tax Planning dan beban pajak tangguhan

Menguji pengaruh tax planning dan beban pajak tangguhan terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak yang diproksikan dengan tingkat retensi pajak berpengaruh terhadap manajemen laba, tetapi beban pajak tangguhan tidak berpengaruh

(30)

6 Herdawati (2015) Perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan. Menguji pengaruh perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan terhadap

manajemen laba.

Perencanaan pajak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap manajemen laba, hal tersebut juga sama dengan beban pajak tangguhan

berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap manajemen laba.

7. Dewi Pindiharti (2011) Aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan, dan akrual. Menguji pengaruh aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan, dan akrual terhadap earning management. Beban pajak

(31)

signifikan.

2.7.Kerangka Pemikiran

Laporan keuangan menyajikan semua informasi mengenai perusahaan salah satunya yaitu laba perusahaan. Hal ini peran manajemen sangat berpengaruh dalam menentukan laba. Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan merupakan bagian yang menetukan laba. Yuliani (2018) mengatakan semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standar akuntansi yang semakin liberal. Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang diperoleh suatu perusahaan, dan sebaliknya beban yang sedikit akan menaikkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan.

(32)

tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara aktiva pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin besar maka semakin tinggi kesempatan manajemen melakukan manajemen laba (earnings management).

2.8.Hipotesis

2.8.1.Pengaruh Beban Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standard akuntansi yang semakin liberal (Yulianti ;2005:118). Selain itu, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki hubungan positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus dengan adanya hal tersebut. Dan dapat dimungkinkan manajer dapat melakukan rekayasa laba atau manajemen laba dengan memperbesar atau

Beban Pajak Tangguhan

(X1)

Aset Pajak Tangguhan

(X2)

Manajemen Laba

(33)

memperkecil jumlah beban pajak tangguhan yang diakui dalam laporan laba/rugi. Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal mengakibatkan terjadinya beban pajak tangguhan (Djamalludin ,2008 : 58 ).

Berdasarkan penelitian Philips et al. ( 2003) dalam Ferry Aditama (2013) membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan beban pajak tangguhan. Penelitian yang dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Manajemen laba merupakan peluang bagi manajemen untuk merekayasa besarnya beban pajak tangguhan guna menaikan dan menurunkan tingkat labanya. Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan. Berdasarkan penelitian di atas, penulis menghipotesiskan:

H1 : Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.8.2.Pengaruh Aset Pajak Tangguhan terhadap Manajemen Laba

(34)

realisasi lebih dari 50% dan jika kurang dari 50% maka harus dilakukan penilaian kembali untuk mengurangi atau menurunkan saldo akun tersebut.

Burgstahler, et al. (2002) dalam Yulianti (2005) menguji pengaruh asset pajak tangguhan terhadap manajemen laba selama tahun 1993-1998 terhadap 482 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asset pajak tangguhan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian lain oleh Suranggane (2007) mengatakan bahwa aset pajak tangguhan dijadikan proksi sebagai indikator dari praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara aset pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin besar maka semakin tinggi manajemen melakukan manajemen laba (earning management), untuk itu dibuat hipotesis sebagai berikut:

H2 : Aset pajak tangguhan berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.8.3.Pengaruh Beban Pajak Tangguhan dan Aset Pajak Tangguhan secara bersama-sama terhadap Manajemen Laba

(35)

melewati batas tersebut dengan melakukan manajemen laba. Philips et al. (2003) dalam Ferry Aditama (2013) menyatakan bahwa para manajer melakukan manajemen laba dengan pendekatan distribusi laba dikarenakan manajer sadar bahwa pihak eksternal, khususnya para investor, bank, dan supplier menggunakan batas pelaporan laba dalam menilai kinerja manajer. Pendekatan ini dapat diukur dengan dua cara, yaitu: titik pelaporan laba nol (usaha manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian) dan titik perubahan laba nol (usaha manajemen laba untuk menghindari penurunan laba). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2. 1. Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Jadi  semakin  besar  beban  pajak  tangguhan  yang  dimiliki  perusahaan  maka

dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba menghindari kerugian (menolak.. hipotesis yang mengatakan semakin besar beban pajak tangguhan dan

Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, Bila Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai

1. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.

Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang Terdaftar di Bursa Efek

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1), objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, yang

Pada kreativitas kelompok sudah tentu akan menjadi lebih baik dari cetusan wawasan dan imajinasi sbagai individu karena kita akan mendapatkan sumber pemikiran yang diciptakan

Sehingga dapat dikatakan bahwa aktiva pajak tangguhan merupakan perbedaan yang timbul karena adanya koreksi positif yang mengakibatkan pajak terutang menurut akuntansi fiskal lebih