• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sansekerta), yang artinya budi (hati nurani) dan akal (intelijensi). Bangsa yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sansekerta), yang artinya budi (hati nurani) dan akal (intelijensi). Bangsa yang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori tentang Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Widajat (2009), budaya berasal dari kata buddhayah (bahasa Sansekerta), yang artinya budi (hati nurani) dan akal (intelijensi). Bangsa yang berbudaya tinggi akan tampak dari tingginya “budi dan akal”, serta keanekaragaman “hasil budayanya” (keindahan seni tari, seni patung, seni bangunan dan kemajuan IPTEK). Dalam organisasi, tinggi-rendahnya budaya dapat dilihat dari tingkat komitmen pimpinan dan para anggota organisasi terhadap ”nilai-nilai dan keyakinan dasar” (core volues and beliefs). Nilai dan keyakinan dasar tersebut berperan menjiwai etika, sikap, dan perilaku individu, membentuk tabiat dan “cara pandang bersama” kelompok individu terhadap setiap masalah dalam kehidupan berorganisasi, yang membedakannya dari kelompok organisasi lain. Jadi, budaya organisasi (corporate culture) adalah suatu dampak dari proses penghayatan dan pembiayaan budi (hati nurani) dan akal (intelejensi, rasional) dalam bentuk etika, sikap, motivasi dan perilaku semua anggota organisasi hingga menjadi tabiat organisasi.

Sutrisno (2010), mengatakan budaya organisasi adalah sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya organisasi disebut budaya perusahaan, yaitu

(2)

seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai orang per orang di dalam organisasi. Dengan demikian budaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi.

Menurut Wibowo (2010) memberikan pengertian budaya organisasi sebagai nilai-nilai dan norma-norma bersama yang terdapat dalam suatu organisasi dan mengajarkan pada pekerja yang datang. Pengertian ini menganjurkan bahwa budaya organisasi menyangkut keyakinan dan perasaan bersama, keteraturan dalam perilaku dan proses historis untuk meneruskan nilai-nilai dan norma-norma. Budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Hal ini menunjukkan tiga karakteristik penting budaya organisasi yaitu: (1) budaya organisasi diteruskan kepada pekerja baru melalui proses sosialisasi, (2) budaya organisasi memengaruhi prilaku kita dipekerjaan dan (3) budaya organisasi bekerja pada dua tingkatan yang berbeda.

Widajat (2009), mengingatkan pemimpin perubahan untuk melakukan pendekatan soft system thinking (pendekatan dialogis, edukasi, menciptakan good envirotment, dan bersifat manusiawi), kemudian membangun komitmen dan cohesiveness (kesetiakawanan), menciptakan “alat perekat atau bingkai pemersatu hubungan” antara individu dan pimpinan dan bawahan dalam organisasi dalam rangka membangun kesadaran dan kebersamaaan sikap dan cara pandang

(3)

menghadapi perubahan dan masalah yang muncul sehari-hari. Keberhasilan langkah ini akan tercermin dari terbentuknya komitmen baru dan perubahan positif terkait dengan sikap, nilai dan cara pandang bersama yang disebut budaya organisasi.

Budaya organisasi merupakan sesuatu kekuatan sosial yang tidak tampak yang dapat menggerakkan orang-orang dalam sesuatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku dalam organisasinya. Apalagi bila ia seorang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan tempat bekerja ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam organisasi tempat ia bekerja itu. Jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan mengginternalisasi para anggota organisasi.

Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan). Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan sebagaimana dinyatakan oleh Dial dan Kennedy, Miner, Robin.

Menurut Sutrisno (2010) dalam Miller beberapa butir nilai-nilai primer yang seharusnya ada pada tiap-tiap perusahaan yang jika dikelola dengan baik akan menjadi budaya organisasi yang positif dan akan mengakibatkan efektifitas, inovasi,

(4)

loyalitas, dan produktifitas. Secara ringkas Miller, 1984 menyebutkan 8 butir nilai-nilai budaya yaitu: (1) Azas tujuan ialah menyediakan produk atau jasa yang berkualitas yang bermanfaat bagi konsumen dan sekaligus memberikan inspirasi dan motivasi kepada karyawan perusahaan, (2) Azas keunggulan (exelence) ialah usaha menciptakan ketidakpuasan yang kreatif dikalangan para anggota organisasi (karyawan perusahaan), supaya perusahaan mencapai keunggulan, (3) Azas konsensus ialah kebersamaan cita-cita memikir, merasakan yang dinyatakan dalam musyawarah untuk mufakat, (4) Azas kesatuan (unity) ialah perasaan satu diantara karyawan dengan para karyawan lainnya dalam perusahaan karena adanya berbagai kesamaan-kesamaan, (5) Azas prestasi (performance) ialah memberi penghargaan yang layak atas prestasi karyawan, (6) Azas emperis (empericisme) ialah menggunakan data yang nyata atau statistik sebagai dasar pertimbangan didalam pengambilan keputusan, (7) Azas keakraban (intimacy) ialah saling memberikan pikiran, perasaan, kebutuhan emosional dan spiritual diantara para anggota organisasi, dan (8) Azas integritas (integrity) ialah kejujuran, adil, dapat dipercaya, mampu, dan dapat diandalkan.

Koentjoro (Geotsceh dan Davis, 1997), mengatakan budaya organisasi adalah manivestasi dalam kegiatan sehari-hari atas nilai dan tradisi yang ada dalam organisasi. Budaya tersebut tampak dari perilaku karyawan, harapan mereka terhadap organisasi dan rekan kerja, dan keadaan yang dikatakan normal yang ditunjukkan oleh karyawan saat melakukan pekerjaan mereka.

(5)

Perubahan budaya organisasi merupakan syarat yang penting untuk melakukan perubahan (Osborn dan Plastrik, 1997), disamping adanya kejelasan tujuan visi dan misi organisasi, perubahan cara pandang terhadap pelanggan dan perlakuan terhadap pelanggan, pengembangan sistem penghargaan untuk mendukung perubahan serta pemberdayaan karyawan. Perubahan budaya organisasi memiliki tiga komponen penting yaitu perubahan cara pandang (paradigma), pengelolaan tata nilai (values) dan sentuhan manusiawi (human touch). Cara pandang menentukan nilai-nilai dasar dan keyakinan dasar yang ditunjukkan dalam prilaku yang dapat diamati oleh orang lain. Perubahan cara pandang perlu dimulai dari pimpinan puncak organisasi untuk ditularkan kepada seluruh karyawan. Perubahan tata nilai dilakukan untuk mengenal nilai-nilai yang sudah usang dan mencari nilai-nilai baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan harapan pelanggan. Upaya untuk mengubah dan mengenalkan nilai-nilai baru perlu dilakukan dengan sentuhan manusiawi dengan pendekatan dari hati ke hati.

Edgar H. Schein dalam Mulyadi (1999), mengatakan membuat kerangka bangunan yang menunjukkan building blocks budaya organisasi yang terdiri atas bagian yang tampak dari luar dan bagian yang tidak tampak dari luar, yaitu mindset (sikap mental mapan) yang mengandung keyakinan dan nilai-nilai dasar serta paradigma. Upaya pembentukan budaya organisasi yang baru membutuhkan kerjasama yang luas dan erat serta sinergis dari berbagai subkultur yang terdapat dalam organisasi. Transformasi budaya berkaitan dengan pembentukan nilai-nilai bersama dan pengubahan nilai-nilai dasar yang selama ini dianut oleh masing-masing

(6)

subkultur profesi guna membentuk nilai-nilai baru yang disepakati oleh seluruh subkultur yang ada di rumah sakit.

2.1.2 Dimensi Budaya Organisasi

Robbins dan Coulter (2004) mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi hakikat budaya organisasi yaitu:

1. Inovasi dan pengambilan risiko

Kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko. 2. Perhatikan ke hal yang rinci/detil

Kadar seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian yang rinci/detail

3. Orientasi hasil

Kadar seberapa jauh manajer berfokus pada hasil atau keluarannya pada cara mencapai hasil itu.

4. Orientasi orang

Kadar seberapa jauh keputusan managemen turut memengaruhi orang-orang yang ada dalam organisasi

5. Orientasi tim

Kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasarkan tim bukannya perorangan. 6. Keagresifan

Kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing bukannya daripada bekerjasama.

(7)

7. Kemantapan/stabilitas

Kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk mempertahankan status quo.

Muchlas (2005), mengatakan bahwa budaya organisasi memiliki karakteristik penting, yaitu:

1. Keteraturan prilaku yang dapat diamati

Ketika para partisipan berinteraksi satu sama lain mareka menggunakan bahasa, terminologi dan upacara yang umum berlaku dalam organisasi tersebut

2. Norma

Perilaku standar terjadi termasuk petunjuk-petunjuk tentang berapa banyak yang harus dikerjakan, yang dalam banyak organisasi terlalu sedikit.

3. Nilai-nilai yang dominan

Banyak nilai penting yang dianjurkan oleh sebuah organisasi dan diharapkan oleh partisipan mau berbagi rasa dengan nilai-nilai tersebut.

4. Filosofi

Banyak kebijakan yang dibuat untuk menanamkan kepercayaan pada organisasi tentang bagaimana para karyawan dan para pelanggan diperlakukan.

5. Aturan-aturan

Beberapa petunjuk yang ketat berhubungan dengan penyesuaian diri dalam organisasi.

(8)

6. Iklim organisasi

Merupakan perasaan umum yang dibawa oleh penempatan fisik, cara partisipan berinteraksi dan cara para anggota organisasi membawa diri terhadap para pelanggan.

2.1.3 Fungsi Budaya Organisasi

Robbins (2002), mengatakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut:

1. Berperan sebagai tapal batas, yang secara jelas membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain.

2. Sebagai identitas bagi anggota

3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas

4. Memantapkan sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi. 5. Sebagai pemandu dalam membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Menurut L. Smircich (1983) yang dikutip oleh Robert Kreiner dan Anggelo Kinicki (2003), bahwa budaya organisasi memiliki empat fungsi sebagai berikut : 1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawan.

2. Memudahkan komitmen kolektif.

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.

4. Membentuk prilaku dengan membantu manager merasakan kebahagiannya. 2.1.4 Budaya yang Kuat dan yang Lemah

Menurut Wibowo (2010), setiap organisasi memiliki budaya yang pada hakikatnya merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan organisasi

(9)

untuk mencapai tujuannya. Dewasa ini di rumah sakit, budaya organisasi dipengaruhi oleh pola pemikiran global yang mengarah pada manajerialisme. Dalam budaya manajerialisme masalah efisiensi dan produktivitas merupakan hal yang amat penting. Rumah sakit Indonesia saat ini sedang mengalami masa transisi yaitu bergerak dari lembaga yang memiliki budaya birokrasi yang kuat (rumah sakit pemerintah) dan budaya sosial dan keagamaan (rumah sakit swasta) menuju lembaga yang mengarah kebudaya usaha. Budaya usaha mencerminkan berbagai hal yaitu rasionalitas, sistem manajemen yang berorientasi pada hasil, berorientasi pada pasar, menggunakan prinsip managemen secara ilmiah dan menekankan pada hubungan antar manusia.

Menurut Muchlas (2005), beberapa budaya organisasi dapat dikatakan kuat sedangkan yang lainnya dikatakan lemah. Budaya organisasi yang kuat seringkali dibina oleh pemimpin yang kuat. Disamping faktor kepemimpinan ada faktor lain yang menentukan kekuatan budaya organisasi yaitu kebersamaan dan intensitas. Kebersamaan dapat ditunjukkan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti. Disisi lain intensitas adalah derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti. Kebersamaan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu orientasi dan penghargaan. Supaya orang-orang tersebut mau berbagi nilai kultural yang sama, mareka harus mengetahui nilai-nilai ini, banyak organisasi memulai proses ini dengan program orientasi. Para karyawan baru diberitahu tentang filosofi organisasi dan cara untuk mengoperasikannya. Orientasi ini berlanjut dalam pekerjaan kepada para atasan dan

(10)

teman sekerja mareka berbagi nilai-nilai ini melalui kebiasaan-kebiasaan, kata-kata, contoh atau kerja sehari-hari. Kebersamaan juga dipengaruhi oleh penghargaan, organisasi-organisasi memberikan promosi, pangkat atau jabatan, pengakuan dan bentuk-bentuk penghargaan lain kepada mareka yang setia dengan nilai-nilai ini. Dengan penghargaan mareka menjadikan organisasi tempat yang terbaik untuk bekerja, hal ini dapat membantu penguatan komitmen para atasan dan karyawan terhadap nilai-nilai inti.

Menurut Soeroso (2002), budaya organisasi sangat menentukan pencapaian kinerja organisasi jangka panjang. Terrence Deal dan Allan Kennedy dalam bukunya The new corporate culture dikutip Purnomo (2001), 57% organisasi yang memiliki budaya yang kuat akan memiliki pendapatan yang lebih baik dari pada organisasi yang memiliki budaya kerja yang lemah. Sementara itu 41,7% organisasi yang memiliki budaya kuat akan mendapatkan return on investment yang lebih baik dan nilai sahamnya pun lebih banyak.

Menurut Sutrisno (2010), budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu organisasi rumah sakit yang budayanya kuat, nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian besar anggota organisasi rumah sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur sejak tahun 2008 telah membangun suatu tata nilai yang menggugah tenaga keperawatan untuk memberikan kontribusi positif kepada organisasi Rumah Sakit, hubungan antar

(11)

tenaga keperawatan serta hubungan dengan stakeholder, yang merupakan hal-hal yang harus dijunjung dan dipedomani oleh seluruh karyawan dalam melaksanakan kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :

1) Disiplin adalah budaya yang dikembangkan manajemen RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur dalam melaksanakan pelayanan keperawatan yang sesuai atau prosedur kerja yang telah ditetapkan, misalnya : masuk kerja tepat waktu, berpakaian seragam, memakai atribut dan lain-lain.

2) Inisiatif adalah kemauan managemen RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur memperhatikan dan memfasilitasi tenaga keperawatan yang berkreasi dalam pekerjaannya.

3) Bertanggung Jawab adalah persepsi tenaga keperawatan tentang upaya yang dikembangkan RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur agar tenaga keperawatan selalu melaksanakan pekerjaan pelayanan keperawatan dari awal hingga akhir pekerjaan sesuai dengan aturan kerja dengan menyadari segala akibat dari tindakan yang dilakukan.

4) Komunikasi adalah interaksi atau hubungan yang dikembangkan RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur dengan tenaga keperawatan tentang kebijakan yang diambil di rumah sakit maupun kebijakan di bidang keperawatan.

5) Kerjasama adalah upaya yang dikembangkan manajemen RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur untuk mencapai suasana kerja secara tim dalam mencapai tujuan pelayanan keperawatan.

(12)

2.1.5 Manfaat Budaya Organisasi

Robbins (1993), mengemukakan beberapa manfaat budaya organisasi adalah, sebagai berikut :

2.6.1.1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi.

2.6.1.2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

2.6.1.3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu.

2.6.1.4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi organisasi relatif stabil.

2.2 Teori tentang Insentif 2.2.1 Pengertian Insentif

Penggabean (2004) yang dikutip dalam Frederick Taylor mengatakan pengertian dari insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan produktivitas. Insentif merupakan penghargaaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mareka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.

(13)

2.2.2 Bentuk Insentif

Gibson (1997) menyebutkan 4 (empat) bentuk insentif yang umum diberikan kepada karyawan yang berprestasi, yaitu:

a. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi lain dan uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif

b. Promosi atau kenaikan pangkat serta jabatan.

c. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan d. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan

tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment (hukuman).

2.2.3 Tujuan dan Fungsi Pemberian Insentif

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002).

Tujuan pemberian insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu: a. Bagi perusahaan

Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong atau merangsang agar karyawan bekerja lebih semangat, cepat, disiplin dan lebih kreatif.

(14)

b. Bagi karyawan

Dengan adanya pemberiaan insentif karyawan akan mendapat keuntungan: 1. Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif

2. Standar prestasi diatas dapat dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang.

3. Karyawan harus lebih giat karena menerima jumlah uang yang besar. 2.2.4 Tipe Insentif

Menurut Manullang (1981), tipe insentif ada dua yaitu : a. Finansial insentif

Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang pantas, tetapi juga termasuk di dalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.

b. Non Finansial insentif.

Ada dua elemen utama dari non finansial insentif adalah :

1. Keadaan pekerja yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan rekan kerja.

2. Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan.

(15)

Menurut Gary Dessler jenis rencana insentif secara umum adalah :

a. Program individual memberikan pemasukan lebih dan diatas gaji pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual atas prestasi yang belum diukur oleh standar seperti mengakui jam kerja yang lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu.

b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana individual namun memberi upah lebih dan diatas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau tim secara kolegtif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktifitas atau perilaku kerja lain sehubungan dengan lainnya.

c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif diseluruh organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba organisasi dalam satu periode khusus.

d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah diseluruh organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan dalam produktivitas organisasi.

2.2.5 Kriteria Pemberian Insentif

Menurut Penggabean (2002) pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara :

a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mareka yang paling tinggi prestasi kerjanya

(16)

b. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.

c. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima kelompok.

Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika beberapa karyawan dikucilkan, mareka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif esktra, dan akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.

Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu: (1) Motivasi meningkat menyebabkan melejitnya kinerja, dan (2) pengakuan merupakan faktor utama dalam motivasi. Sayangnya banyak program insentif yang dirancang secara tidak tepat dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.

Menurut Penggabean (2002) bahwa syarat program insentif yang baik tersebut adalah :

a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat dimengerti.

b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mareka lakukan.

c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu

(17)

d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan terhambat) jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan.

Sebuah program insentif (perangsang) harus dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan dan situasi tertentu yang spesifik. Program insentif yang baik memang cenderung meningkatkan prestasi individu dan produktivitas.

2.3 Teori tentang Kinerja 2.3.1Pengertian Kinerja

Sutrisno (2010), mengatakan kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Prawirosentono (1999), mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar

(18)

keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya.

Menurut Sutrisno yang dikutip dari Miner (1990), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut. Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi. Bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau organisasi juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, diberi gaji sesuai perjanjian, mempunyai harapan dan masa depan yang lebih baik.

Menurut Wibowo (2010), akhir-akhir ini perusahaan telah menaruh perhatian pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan dalam evaluasi. Tetapi perusahaan jarang memahami bagaimana menerjemahkan kinerja

(19)

orang kedalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja karyawan paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih baik memahami dan membangun performance-driven organization, dengan memahami bagaimana budaya mareka mendorong kinerja mareka yang berada di baris depan 2.3.2 Kinerja Tenaga Keperawatan

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2002) sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association sebagai berikut: Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien

Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.

Standar III : Perawat mengindentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap pasien. Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi

rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Standar V : Perawat melaksanakan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana tindakan.

Standar VI : Perawat mengevaluai perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja.

Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja karyawan (Prawirosentono, 1999), adalah sebagai berikut:

(20)

a. Efektivitas dan Efisiensi

Dalam hubungan dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisiensi bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggungjawab para peserta yang mendukung organisasi tersebut.

b. Otoritas dan Tanggung jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggungjawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi.

(21)

c. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya disiplin yang baik.

Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawan dalam melaksanakan tugas.

d. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik.

(22)

Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih-lebih bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada didalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan memengaruhi kinerja.

Menurut Gibson et,al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari: a. Kemampuan dan ketrampilan.

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan.

b. Latar belakang.

Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu.

c. Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma social yang berlaku

(23)

2. Variabel Organisasional, terdiri dari: a. Sumber daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai seperti sumber daya alam.

b. Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c. Imbalan.

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan didalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara instrinsik maupun ekstrinsik.

d. Struktur

Hubungan wewenang dan tanggung ajawab antar individu didalam organisasi dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

e. Desain Pekerjaan

Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: d. Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.

(24)

e. Sikap

Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain.

f. Kepribadian.

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. g. Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

h. Motivasi.

Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.

Di sini tampak jelas bahwa pengertian kinerja itu lebih sempit sifatnya, yaitu hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya. Biasanya orang yang mempunyai tingkat prestasi tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat prestasinya rendah, dikatakan sebagai tidak produktif atau dikatakan kinerjanya rendah.

2.3.4 Upaya Peningkatan Kinerja

Sutrisno, 2010 (Miner 1990) mengemukakan empat aspek dari kinerja yang diukur dalam peningkatan kinerja, yaitu:

(25)

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melaksanakan tugas.

2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk jasa yang dapat dihasilkan.

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya.

2.3.5 Penilaian Kinerja

Menurut Mangkunegara 2009 mengemukakan penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik dimasa mendatang dan sebagai dasar untuk menetukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Moeheriono 2009 mengatakan, idealnya performance appraisal diterapkan berdasarkan prinsip keseimbangan, kesepakatan dan kejujuran atau keterbukaan. Performance appraisal yang diterapkan berdasarkan prinsip keseimbangan, artinya

(26)

cara-cara pengukuran dan standar yang ditetapkan haruslah sesuai dengan kepentingan karyawan dan organisasi. Kejujuran dalam penilaian merupakan syarat utama dalam sistem penilaian. Konsekuensi dari prinsip ini adalah proses penilaian harus terbuka dan hasil penilaian bisa didiskusikan antara bawahan dan atasan penilai.

Menurut Moeheriono (2009), penilaian dalam 360º terhadap karyawan adalah menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk menentukan siapa yang menilai yaitu seperti berikut :

1. Atasan langsung. Hampir sebagian besar perusahaan menggunakan hanya atasan langsung sebagai penilai kinerja seseorang. Artinya penilaian tidak hanya dilakukan oleh atasan langsung, minimal dilakukan oleh dua atasan diatasnya. 2. Rekan sekerja. Alasan kenapa rekan sekerja dilibatkan dalam penilaian karena

rekan sekerja sehari-hari berinteraksi dengan pegawai yang dinilai. Interaksi ini memberikan pandangan menyeluruh terhadap kinerja seorang pegawai dalam pekerjaannya.

3. Diri sendiri. Evaluasi diri sendiri dimaksudkan untuk merangsang pembahasan kinerja antara karyawan dan atasan.

4. Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat membedakan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manager karena penilai mempunyai kontak langsung dengan yang dinilai.

5. Pelanggan. Baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan internal adalah orang-orang didalam perusahaan yang kadar interaksinya (dalam pekerjaan

(27)

dengan pegawai yang dinilai sangat tinggi, sedangkan pelanggan eksternal adalah orang-orang diluar perusahaan yang membeli produk atau jasa.

Setiap orang sebagai pelaku yang melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan fungsinya harus dinilai kinerjanya. Untuk mengetahuai kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus. Bernadin dan Russel mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu:

a. Quality merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

b. Quantity merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan.

c. Timeliness merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.

d. Cost effectiveness merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.

e. Need for supervision merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang diinginkan.

(28)

f. Interpersonal impact merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan (Sutrisno, 2010) .

Menurut Robbins (1996), kinerja merupakan wujud hasil kerja yang dihasilkan oleh seseorang. Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk memengaruhi perilaku karyawan. Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk memotivasi para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

Sutrisno (2010), mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut :

1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain seseorang seperti yang menyangkut pribadi seseorang.

2. Menggunakan tolak ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif.

3. Dimengerti, dipahami dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi yang terlibat.

4. Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak organisasi.

(29)

2.3.6 Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Cantika Yuli (2005), apabila penilaian prestasi kerja dapat dilakukan secara baik dan objektif maka akan dapat diperoleh manfaat-manfaat yang dapat dirasakan sebagai berikut :

1. Bagi manager penilai.

Dengan melakukan penilaian secara objektif, penilai (manager) akan mudah mengindentifikasi beberapa hal mengenai karyawan yang dinilai, seperti kekuatan dan kelemahan karyawan, beberapa masalah yang ada, masalah potensial dan kebutuhan akan program pelatihan.

2. Bagi karyawan.

Karena yang dinilai adalah karyawan maka karyawan akan memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya, mengetahui kekuatannya dan kelemahan dirinya, memiliki kesempatan untuk mendiskusikan tujuan organisasi dan mengindentifikasi peranan dirinya.

3. Bagi organisasi.

Secara umum penilaian prestasi kerja karyawan akan mampu meningkatkan kinerja individu, meningkatkan kinerja departemen, adanya efisiensi meningkatnya kualitas produksi. Organisasi juga akan dapat menggunakan penilaian prestasi sebagai alat pengambilan keputusan dalam rangka menetapkan kompensasi dan proposi jabatan.

Menurut Mangkunegara (2009) manfaat yang lain dari penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah :

(30)

a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.

b. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan perkerjaannya.

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan. d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,

metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan.

e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi.

f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik.

g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

h. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan.

i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job

(31)

2.4 Teori tentang Tenaga Keperawatan 2.4.1 Pengertian Tenaga Keperawatan

Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Menurut Priharjo 1995 perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, merawat orang yang sakit, luka dan lanjut usia.

Gunarsa (1995), tenaga keperawatan adalah seorang yang dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usah rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakan sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter dan kepala ruangan.

Hana Permana (2005), mengatakan bahwa paramedis adalah tenaga non dokter dan tenaga nonstruktural yang terdiri dari berbagai profesi, namun profesi yang terbanyak adalah perawat dan bidan. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 13 ayat 3 disebutkan setiap tenaga keperawatan yang harus bekerja di Rumah Sakit sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan.

2.4.2 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan

a. Memberikan pelayanan keperawatan langsung berdasarkan proses keperawatan sebagai berikut :

1) Melakukan pengkajian kepada pasien.

(32)

3) Melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana. 4) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan.

5) Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan pasien pada catatan keperawatan.

b. Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab. 1) Pemeriksaan obat

2) Pemeriksaan laboratorium

3) Persiapan pasien yang akan dioperasi

c. Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental, social dan spiritual pasien.

1) Memelihara kebersihan klien dan lingkungan.

2) Mengurangi penderitaan klien dengan member rasa aman, nyaman dan ketenangan.

3) Pendekatan dan komunikasi terapeutik.

d. Mempersiapkan pasien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan keperawatan dan pengobatan.

e. Melatih pasien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya. f. Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara

administrasi.

g. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada diruangan menurut fungsinya supaya siap pakai.

(33)

1) Menyiapkan data pasien baru, pulang dan meninggal 2) Sensus harian dan formulir.

3) Rujukan harian dan formulir.

h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada diruangan menurut fungsinya supaya siap pakai.

i. Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan, kenyamanan dan keindahan ruangan.

j. Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam secara bergantian sesuai jadwal tugas.

k. Membuat laporan harian pasien.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan keperawatandi rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga keperawatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain.

Hanna (2005), paramedis atau tenaga keperawatan mempunyai tugas di rumah sakit sebagai berikut:

1. Mengendalikan dan mengembangkan mutu keperawatan, pelayanan dan pendukung lainnya

2. Pengendaliaan masalah etika pelayanan. 3. Pengendalian asuhan keperawatan.

(34)

4. Pengembangan sikap dan prilaku asertif.

5. Pengembangan kemampuan serta ketrampilan teknis.

Kusumapraja (2006) bahwa pelayanan prima yang diberikan kepada pelanggan apa yang memang mareka harapkan pada saat mareka membutuhkan serta dengan cara yang mareka inginkan dapat diupayakan dengan pembenahan budaya organisasi sehingga setiap tenaga keperawatan mampu melaksanakan pelayanan prima dalam memberikan asuhan keperawatan.

2.5 Landasan Teori

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan. Kinerja dalam penelitian ini mengacu kepada teori Gibson et al (1996), yang menyatakan bahwa ada 3 (tiga) variabel yang memengaruhi kinerja seseorang yaitu; a. variabel individu, b. variabel organisasi, dan c. variabel psikologis.

Variabel insentif dalam penelitian ini didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan suatu organisasi/perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya (Robbins, 2006).

Budaya merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan fakor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Bergantung pada kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan

(35)

perilaku anggota organisasi. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang karyawan. Budaya organisasi dalam penelitian ini meliputi: (1) disiplin, (2) inisiatif, (3) bertanggung jawab, (4) komunikasi, dan (5) kerjasama tim (Robbins, 2006).

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut.

Sumber : Robbins (2006)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Budaya Organisasi (X1) Insentif (X2) Kinerja tenaga keperawatan (Y)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Budaya Organisasi (X1) Insentif   (X2)  Kinerja tenaga keperawatan  (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Memenuhi  Seluruh  penerimaan  bahan  baku  kayu  PT  Surya  Jawa  Albasia  dilengkapi  dengan  dokumen  kontrak  suplai 

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

Berdasarkan hal tersebut diperlukan analisis kelayakan usaha pada usaha agrowisata di Kabupaten Rembang dengan penambahan fasilitas rumah makan (skenario II). Dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui rata-rata hasil belajar matematika peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif TAI dengan

Radioterapi merupakan terapi pilihan terutama bagi JNA yang rekuren atau ekspansif ke daerah intrakranial yang mana sulit dicapai dengan pembedahan atau resiko yang tinggi

Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga

Berdasarkan tingkat pelapukan yang telah diuji secara mekanika batuan bahwa semakin bawah lapisan tanah residual (lapisan 1) maka nilai kuat tekan batuannya semakin tinggi

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir