• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUCI PRASASTI BK FKIP, UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN, SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUCI PRASASTI BK FKIP, UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN, SURAKARTA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ETOS KERJA DAN PROFESIONAL GURU SUCI PRASASTI

BK FKIP, UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN, SURAKARTA Email: [email protected]

Abstrak

Kenyataan dilapangan sangat memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang konsistensi guru terhadap profesinya. Kondisi ini cukup memprihatinkan dan apabila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan penurunan kualitas perilaku profesioanal guru yang berdampak terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian yang tercermin melalui. unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Etos kerja guru yang tinggi akan mempengaruhi kualitas pendidikan dan perilaku profesinya.

Begitu pentingnya peranan dan tugas guru sehingga perlu adanya perhatian khusus dalam bentuk pelatihan dalam bidang pengetahuan dan ketrampilan baru yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Selain itu perlu adanya penghargaan dan pengakuan terhadap profesi guru sehingga akan meningkatkan etos kerja yang positif dan 74rof melaksanakan tugas dan kewajiban secara 74rofessional.

Kata kunci : etos kerja, profesional, guru PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa tujuan pendidikan yaitu membentuk manusai Indonesia Seutuhnya dalam arti tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, maka harus didukung oleh tenaga pendidik. Pendidik merupakan tenaga profesioanal yang bertugas merencanaan dan mleaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab diatas, seorang guru dituntut memiliki beberapa kemampuan dan ketrampilan tertentu.

(2)

Kemampuan dan ketrampilan tersebut sebagai bagian dari kompetensi profesionalisme guru.

Untuk menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus daan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Dengan demikian pekerjan guru bukan semata – mata hanya meningkatkan kompetensinya baik melaui pemberian penataran, pelatihan mupun memperoleh kesempatan untuk belajar lagi namun perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui supervisi dan pemberian insentif yang layak dengan keprofesioanalnya sehingga memungkinkan guru menjadi puas dalam bekerja sebagai pendidik.

Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian yang tercermin melalui. unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Etos kerja guru yang tinggi akan mempengaruhi kualitas pendidikan dan perilaku profesinya. Untuk dapat meningkatkan Etos Kerja, diperlukan adanya suatu sikap yang menilai tinggi pada kerja keras dan sungguh-sungguh. Karena itu perlu ditemukan suatu dorongan yang tepat untuk memotivasi etos kerja guru. Dengan etos kerja yang baik dan kuat sangat diharapkan seorang guru akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif dan produktif dalam kondisi pribadi yang sehat dan berkembang. Perwujudan unjuk kerja ini bersumber pada kualitas kompetensi aspek kepribadian yang mencakup aspek religi, intelektual, sosial, pribadi, fisik, moral, dan sebagainya. Hal itu dapat berarti

(3)

bahwa guru yang dipandang memiliki etos kerja yang tinggi dan kuat akan memiliki keunggulan.

Berkaitan dengan etos kerja, masih ditemukan guru yang melaksanakan tugas atas dasar kebiasaan dari waktu-waktu sebelumnya, misalnya dalm hal penyusunan soal, pembuatan perangkat pembelajaran, bahkan sampai pada kehadiran di ruang kelas. Masih dijumpai guru yang baru masuk kelas setelah beberapa saat jam pelajaran berbunyi. Sebagian guru menganggap mengajar adalah rutinitas sehingga metode pembelajaran yang diberikan tidak variatif dan membosankan. Dalam menghadapi siswa tidaklah mudah untuk mengorganisir mereka, dan hal tersebut banyak menjadi keluhan, serta banyak pula dijumpai guru yang mengeluh karena sulit untuk menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Hal tersebut dikarenakan guru kurang mampu untuk menguasai dan menyesuaikan diri terhadap proses belajar mengajar yang berlangsung.

Selain itu kenyataan yang terjadi, meskipun guru tersebut telah lulus sertifikasi tapi perilakunya belum profesional yang ditunjukkan dengan Guru pada prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru untuk berkreasi sebagai upaya meningkatkan kinerjanya tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul dalam pribadi guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi dilapangan mencerminkan keadaan guru yang tidak sesuai dengan harapan seperti adanya guru yang bekerja sambilan baik yang sesuai dengan profesinya maupun diluar profesi mereka, terkadang ada sebagian guru yang secara totalitas lebih menekuni kegiatan sambilan dari pada kegiatan utamanya sebagai guru di sekolah. Kenyataan ini sangat

(4)

memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang konsistensi guru terhadap profesinya. Kondisi ini cukup memprihatinkan dan apabila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan penurunan kualitas perilaku profesioanal guru yang berdampak terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. PERMASALAHAN

2.1 Etos Kerja

Sebenarnya kata "etos" bersumber dari pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian yang tercermin melalui. unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas unjuk kerja dan hasil kerja banyak ditentukan oleh kualitas etos kerja ini. Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa unsure antara lain: (1) disiplin kerja (2) sikap terhadap pekerjaan, (3) kebiasaan-kebiasaan bekerja. Dengan disiplin kerja, seorang pekerja akan selalu bekerja dalam pola-pola yang konsisten untuk melakukan dengan baik sesuai dengan tuntutan dan kesanggupannya. (Rita Mariyana, 2012:12-13).

Dalam situs resmi kementerian KUKM, Etos Kerja diartikan sebagai sikap mental yang mencerminkan kebenaran dan kesungguhan serta rasa tanggung jawab untuk meningkatkan produktivitas (www.depkop.go.id). Pada Webster's Online Dictionary, Work Ethic diartikan sebagai; Earnestness or fervor in working, morale with regard to the tasks at hand; kesungguhan atau semangat dalam bekerja, suatu pandangan moral pada pekerjaan yang dilakoni. Dari rumusan ini kita dapat melihat bagaimana Etos Kerja dipandang dari sisi praktisnya yaitu sikap yang mengarah pada penghargaan terhadap kerja dan upaya peningkatan produktivitas.

(5)

Dalam rumusan Jansen Sinamo (2005), Etos Kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu komunitas menganut paradigma kerja, mempercayai, dan berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, semua itu akan melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah yang akan menjadi Etos Kerja dan budaya. Melalui berbagai pengertian diatas baik secara etimologis maupun praktis dapat disimpulkan bahwa Etos Kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang positif bagi peningkatan kualitas kehidupan sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya.

Berdasarkan batasan diatas, etos kerja guru dapat dijadikan sebagai suatu pokok pikiran utama dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia, dimana etos kerja guru tersebut dalam suatu organisasi sekolah mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas proses pelaksanaan tugas pembelajaran disatuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya dikawasan Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan keberhasilan usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis dalam suatu organisasi sekolah yang didalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk keputusan para guru itu sendiri.

2.2 Perilaku Profesioanal Guru 2.2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Bloom dalam Soerjono Soekanto (2002:179), perilaku adalah tindakan / perbuatan yang layak bagi manusia. Perilaku mengacu pada tindakan atau aktivitas. Perilaku sosial seseorang menggambarkan sistem

(6)

sikap dalam mengevaluasi obyek positif atau negatif. Unsur perilaku ada 3 (tiga), yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif mencakup perilaku yang berkenaan dengan aspek inteletualitas seseorang. Terjadinya perilaku di kawasan kognitif belum menjamin timbulnya rasa suka seseorang dalam melakukan sesuatu. Karena itu perubahan perilaku yang berhubungan dengan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang termasuk dalam kawasan afektif. Perubahan perilaku pada kawasan psikomotorik terjadi jika seseorang telah melaksanakan apa yang telah menjadi sikapnya.

Soerjono Soekanto (2002:179) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan. Maksudnya bahwa kata perilaku secara sederhana berarti kelakuan seseorang yang dijumpai dalam suatu keadaan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah sebuah respon yang dilakukan untuk mewujudkan keinginannya. Perilaku juga dapat dikataan sebagai penggambaran dirinya. Perilaku terjadi karena adanya rangsangan baik dari dalam dirinya atau dari luar. Rangsangan timbul karena adanya dorongan yang membuat individu melakukan tindakan atau respon dalam mencapai tujuannya.

2.2.2 Pengertian Profesioanal

Secara teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) dalam Ravik Karsidi (2005:8-9), pengertian professional dapat didekati dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.

a. Orientasi Filosofi

Ada tiga pendekatan dalam orientasi filosofi, yaitu pertama lambang keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lissensi, dan akreditasi. Akan

(7)

tetapi penggunaan lambang ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan-aturan formal. Pendekatan kedua yang digunakan untuk tingkat keprofesionalan adalah pendekatan sikap individu, yaitu pengembangan sikap individual, kebebasan personal, pelayanan umum dan aturan yang bersifat pribadi. Yang penting bahwa layanan individu pemegang profesi diakui oleh dan bermanfaat bagi penggunanya. Pendekatan ketiga: electic, yaitu pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber, sistim, dan pemikiran akademis. Proses profesionalisasi dianggap merupakan kesatuan dari kemampuan, hasil kesepakatan dan standar tertentu. Pendekatan ini berpandangan bahwa pandangan individu tidak akan lebih baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama. Sertifikasi profesi memang diperlukan, tetapi tergantung pada tuntutan penggunanya.

b. Orientasi Perkembangan

Orientasi perkembangan menekankan pada enam langkah pengembangan profesionalisasi, yaitu:

1.Dimulai dari adanya asosiasi informal individu-individu yang memiliki minat terhadap profesi.

2.Identifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu.

3.Para praktisi biasanya lalu terorganisasi secara formal pada suatu lembaga.

4.Penyepakatan adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu.

5.Penetuan kode etik.

6.Revisi persyaratan berdasarkan kualifikasi tertentu (termasuk syarat akademis) dan pengalaman di lapangan.

c. Orientasi Karakteristik

Profesionalisasi juga dapat ditinjau dari karakteristik profesi/pekerjaan. Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, satu dengan yang lain saling terkait:

(8)

1. Kode etik

2. Pengetahuan yang terorganisir

3. Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus 4. Tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan 5. Sertifikat keahlian

6. Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memangku tugas dan tanggung jawab

7. Kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota profesi

8. Adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu jika terjadi malpraktek oleh anggota profesi

e. Orientasi Non-Tradisional

Perspektif pendekatan yang keempat yaitu prespektif non-tradisonal yang menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi elemen-elemen penting untuk sebuah profesi, misalnya termasuk pentingnya sertifikasi professional dan perlunya standarisasi profesi untuk menguji kelayakannya dengan kebutuhan lapangan.

Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.

Pengertian umum profesionalisme menunjukkan kerja keras secara terlatih tanpa adalanya persyaratan tertentu. Pemahaman secara scientific profesionalisme menunjuk pada ide, aliran, atau pendapat bahwa suatu profesi harus dilksanakan oleh profesional denganmengacu kepada profesionalisme (Wirawan: 2001)

(9)

Maka konsep profesionalisasi dapat dipakai untuk menunjukan kepada suatu proses yang dinamis dimana pekerjaaan-pekerjaan itu mengubah sifat-sifatnya yang essensial ke arah suatu profesi sesungguhnya. Profesionalisasi guru harus dimulai sejak calon guru masih dalam tahap permulaan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

2.2.3 Pengertian Guru

Kemendiknas (2012:1), Guru adalah bagian integral dari organisasi pendidikan di sekolah. Sebuah organisasi, termasuk organisasi pendidikan di sekolah, perlu dikembangkan sebagai organisasi pembelajar, agar mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang merupakan ciri kehidupan modern. Salah satu karakter utama organisasi pembelajar adalah senantiasa mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensi.

Guru merupakan komponen yang sangat penting karena guru sangat menentukan mutu pendidikan maka pendidikan dan pembinaan guru pada semua jenjang pendidikan di dalam dan diluar sekolah perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara terpadu untuk menghasilkan guru yang bermutu. Selain itu kematangan profesionalitas guru perlu terus ditingkatkan.

(10)

Menurut UU No 14 Tahun 2005, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Melaksanakan sistem pendidikan nasional sistem pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, keahlian, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi.

Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut tidak dapat disangkal kerana lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. sebagai besar waktu guru ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat (Djamarah, 2000).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu kedua

(11)

yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, hanya saja ruang lingkupnya guru berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.

2.2.4 Pengertian Perilaku Profesional Guru

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengisyaratkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai bahwa guru haruslah orang yang memiliki instink sebagai pendidik, mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Parkay dan Standford dalam Mahdiansyah (2007:336-337) mengidentifikasikan beberapa pandangan tentang perilaku professional guru. Berdasarkan hal itu, mereka menyimpulkan bahwa guru–guru efektif menggunakan lima jenis pengetahuan dan ketrampilan, yaitu pengetahuan tentang diri dan siswa, pengetahuan tentang subyek, pengetahuan tentang tentang teori dan penelitian pendidikan, ketrampilan dan tehnik – tehnik

(12)

pembelajaran, dan ketrampilan hubungan antar pribadi. Dengan penguasaan pengetahuan teoritik, ketrampilan tehnik pembelajaran, dan ketrampilan komunikasi antar pribadi, guru yang efektif mengembangkan profesionalismenya dalam mengatasi permasalahan dan tugas – tugas yang dihadapinya. Proses pembentukan guru professional dapat dilihat pada gambar dibawah:

Pengetahuan tentang diri dan siswa

Pengetahuan tentang bahan ajar

Pengetahuan yang utama

Pengetahuan tentang diri dan siswa

Refleksi dan Pemecahan Masalah Guru Profesioanl Ketrampilan teknik pembelajaran Ketrampilan yang Utama Ketrampilan Komunikasi antarpribadi

(13)

Gambar : Penguasaan Pengetahuan dan ketrampilan untuk pembentukan profesionalisme guru

Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, keahlian, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi. Suatu pekerjaan profesional jelas memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sehingga yang dimaksud dengan guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, kemahiran, atau kecakapan dalam mendidik, membelajarkan, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik. Pengakuan dan kedudukan guru sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Jadi sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

Perilaku profesional yaitu perilaku yang memenuhi persyaratan tertentu, bukan perilaku pribadi yang dipengaruhi oleh sifat-sifat atau kebiasaan pribadi. Perilaku profesional merupakan perilaku yang harus dilaksanakan oleh profesional ketika melakukan profesinya.

2.2.5 Etos Kerja Dan Profesional Guru

Dengan adanya tuntutan untuk peningkatan kualitas profesionalisme guru, maka guru harus selalu berusaha melakukan hal-hal sebagai berikut :

Pertama, memahami tuntutan standar profesi yang ada, yaitu guru berupaya memahami tuntutan standar profesi yang ada dan ditempatkan sebagai prioritas

(14)

utama jika guru ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan, yaitu (1) persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara, (2) sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan vang lebih baik, (3) untuk memenuhi standar profesi ini, guru harus belaiar secara terus menerus sepanjang hayat, (4) guru harus membuka diri, mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya.

Kedua mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan, artinya upaya untuk mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan bagi guru. Maka, dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai, guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan.

Ketiga, membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi. Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui networking inilah guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya dan akses sosial yang lainnya.

Keempat, mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada pengguna pendidikan, merupakan suatu keharusan di era reformasi pendidikan sekarang ini. Artinya, semua sektor dan bidang dituntut memberikan pelayanan prima kepada kastemer atau pengguna. Maka, Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada pengguna yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai, diadakan, dikontrol

(15)

oleh dan untuk kepentingan publik. Dengan demikian, guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.

Kelima, mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar guru senantiasa tidak ketinggalan tidak “gaptek” (gagap teknologi) dalam kemampuannya mengelola pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi pendidikan seperti media presentasi dengan menggunakan LCD dan komputer (hard technologies) dan juga pendekatan-pendekatan baru bidang teknologi pendidikan (soft technologies).

Etos kerja merupakan salah satu penguat yang akan mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Etos kerja merupakan salah satu penentu dalam melakukan pekerjaan. Dalam kenyataannya, etos kerja guru bisa baik dan buruk tergantung dari cara memandang profesi pekerjaannya dan lingkungan bekerja. Dapat dikatakan bahwa etos kerja menunjukkan tingkat kualitas profesional guru. Etos kerja tidak bisa dilepaskan dari profesional guru. etos kerja guru dapat dijadikan sebagai suatu pokok pikiran utama dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia, dimana etos kerja guru tersebut dalam suatu organisasi sekolah mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas proses pelaksanaan tugas pembelajaran disatuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya dikawasan Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan keberhasilan usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis dalam suatu organisasi sekolah yang didalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk keputusan para guru itu sendiri.

(16)

KESIMPULAN

Guru memegang peranan yang penting dalam kualitas pendidikan suatu negara sehingga tugas dan tanggung jawab perlu mendapatkan perlindungan dan perhatian dari pemerintah. Salah satu bentuk aktualisasi tugas guru sebagai tenaga profesional adalah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Undang-undang dan peraturan pemerintah ini diharapkan dapat memfasilitasi guru untuk selalu mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan. Pelaksanaan program pengembangan keprofesian berkelanjutan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi 2 pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masa depan yang berkaitan dengan profesi sebagai guru.

Tidak dapat dipungkiri bahwa profesi guru sangat berperan dalam pembentukan karakter manusia. Di jaman tehnologi ini, kedudukan guru tidak dapat digantikan dengan media tehnologi yang canggih dalam membentuk pribadi, sikap dan kemampuan generasi muda. Begitu pentingnya peranan dan tugas guru sehingga perlu adanya perhatian khusus dalam bentuk pelatihan dalam bidang pengetahuan dan ketrampilan baru yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Selain itu perlu adanya penghargaan dan pengakuan terhadap profesi guru sehingga akan meningkatkan etos kerja yang positif dan bisa melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S.B. 1994. Prestasi belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya. Usaha Nasional.

(17)

Hujair AH. Sanaky. SERTIFIKASI DAN PROFESIONALISME GURU DI ERA REFORMASI PENDIDIKAN. Jurnal Pendidikan Islam, Jurusan Tarbiyah, 2 Mei 2005

Jansen Sinamo. 2005, 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut Dharma Mahardika. Ravik Karsidi, M.S. Prof. Dr. 2005. Seminar Nasional Profesionalisme Guru Dan

Peningkatan Mutu Pendidikan Di Era Otonomi Daerah. Wonogiri Kemendiknas. 2012. Pebinaan dan Pengembangan Profesi Guru Buku I Pedoman

Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berlanjutan. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan kebudayaan dan Penjamiinan Mutu Pendidikan Pusat Pengembanagn Profesi Pendidik. Jakarta.

Mahdiansyah. 2007. Perilaku Profesional Kejuruan. Balitbang Kemendiknas. Jakarta

Rita Mariyana.2012. Materi Pendidkan dan Pelatihan Etika Profesi Guru.

Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wirawan. 2001. Evaluasi Program Pendidikan: bahan kuliah Program Studi Magister Pendidikan. Jakarta: UHAMKA Press.

Undang - Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan. www.depkop.go.id

Referensi

Dokumen terkait