BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Etos Kerja
2.1.1 Definisi Etos Kerja
Darodjat (2015) etos kerja secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti sikap, kepribadian, watak (sifat dasar) , karakter, kemauan, kesusilaan, adat istiadat. Secara terminologis kata etos ini memiliki tiga perbedaan yang berbeda yaitu :
1. Suatu aturan umum atau cara hidup 2. Suatu tatanan aturan perilaku
3. Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku.
Etos adalah keyakinan yang menuntun seseorang kelompok atau suatu institusi. Sedangkan dalam The American Heritage Dictionary of English Language, etos memiliki 2 makna yaitu:
1. Disposisi, karakter, atau sikap khusus orang, budaya atau kelompok yang membedakannya dari orang atau kelompok lain, nilai atau jiwa yang mendasari, adat-istiadat.
Etos kerja menggambarkan suatu sikap yang mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu (kelompok) dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan kerja. Menurut Sinamo (Darodjat, 2015:77) etos kerja merupakan seperangkat perilaku positif dan fondasi yang mencakup motivasi yang menggerakkan mereka, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.
Etos kerja dan produktivitasnya masih rendah yang tercermin dari disiplin, semangat kerja dan produktivitasnya yang masih rendah. Hal itu tentu saja kurang mendukung upaya pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia. Karena etos kerja adalah masalah yang kompleks dan mengandung banyak aspek baik ekonomi, sosial, maupun budaya. Etos kerja seseorang terbentuk dari adanya motivasi yang terpancar dari sikap hidupnya yang mendasar terhadap kerja. Etos kerja secara dinamis selalu mendapat pengaruh dari berbagai faktor, baik eksternal maupun faktor internal, sesuai dengan kodrat manusia selaku makhluk sosial.
Rusyan (Darodjat, 2015:78) yaitu sebagai pendorong timbulnya perbuatan, penggairah dalam aktivitas, dan penggerak aktivitas.
Sikap etos kerja ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Sikap ini dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek baik itu dari berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang mereka yakini. Max Weber seorang ahli ekonomi dan sosiolog dari Jerman menyatakan bahwa, bagaimana sebuah sistem nilai dalam hal ini adalah agama yang mempengaruhi pandangan hidup manusia terhadap etika ekonomi. Hal ini disebabkan karena keyakinan masyarakat Eropa Barat dan Amerika terhadap doktrin agama bahwa malas-malasan dan membuang-buang waktu adalah dosa yang paling utama. Ada juga konsep bahwa bekerja itu adalah sebuah panggilan yang membuat pengikutnya bekerja sungguh-sungguh untuk memuliakan Tuhan yang mereka yakini.
2.1.2 Karakteristik Etos Kerja Tinggi dan Rendah
Karakteristik seseorang yang memiliki etos kerja tinggi menurut Darodjat (2015) yaitu:
a. Memiliki motivasi kerja, yaitu motivasi dalam diri dan dari luar diri individu. b. Memiliki orientasi kemasa depan.
c. Moralitas adalah sikap keseriusan dalam bekerja. d. Kerja keras serta menghargai waktu.
e. Kedisplinan dalam bekerja, bertanggung jawab. f. Hemat dan sederhana.
g. Tekun dan ulet.
Sedangkan individu atau kelompok yang memiliki etos kerja yang rendah akan menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri. b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja.
c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan. d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan.
e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
2.2 Status Ekonomi
berasal dari bahasa Yunani, oikonomia yang berasal dari dua kata yaitu oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga dan nomos artinya berarti mengatur. Ekonomi
merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena sejak lahir, manusia telah dihadapkan pada persoalan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya masyarakat. Jadi, status ekonomi adalah keadaan masyarakat tentang hubungan ekonominya baik itu dalam hal pendapatan, pengelolaan, serta pemanfaatannya.
Faktor yang sangat mempengaruhi status ekonomi salah satunya adalah pekerjaan. Manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa memiliki kebutuhan baik kebutuhan pokok (pangan, sandang, dan papan) maupun kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier, sehingga harus bekerja. Pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan kemampuan status ekonominya. Bekerja merupakan suatu keharusan bagi individu tidak hanya sebatas kepuasan kebutuhan hidup saja namun kepuasan jasmani. Sedangkan indikator dari status ekonomi dalam penelitian ini yaitu, pendapatan, jenis rumah, konsumsi, kepemilikan barang, pendidikan anak (Canon, 2013).
2.2.1 Pendapatan
Badan Pusat Statistik (2008) membagi jumlah pendapatan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
1. Golongan pendapatan sangat tinggi (>Rp 3.500.000,00 per bulan) 2. Golongan pendapatan tinggi (Rp 2.500.000,00 – Rp 3.500.000,00
per bulan)
3. Golongan pendapatan sedang (Rp1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00 per bulan)
4. Golongan pendapatan rendah (< Rp 1.500.000,00 per bulan).
Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh setiap pekerja (penenun) akan berbeda antara yang satu dengan pekerja yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh perilaku/sikap kerja individu (pekerja) dalam bekerja sehari-harinya. Menurut Canon (2013) pendapatan yang diterima oleh penduduk (pekerja) dipengaruhi oleh keinginan dan kemauan untuk berusaha dari dalam diri pekerja tersebut.
2.2.2 Jenis Perumahan
Untuk mengukur bagaimana status ekonomi seseorang dilihat dari rumahnya. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman memiliki pengertian dasar mengenai perumahan, rumah yaitu:
perumahan kumuh dan pemukiman kumuh. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
2. Perumahan adalah kumpulan rumah yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
3. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat dari penghuninya, dan sebagai aset bagi pemiliknya.
Menurut Maftukah (Canon, 2013) untuk mengukur status ekonomi seseorang dari rumahnya, dapat dilihat dari:
a. Status rumah yang ditempati, bisa rumah sendiri, rumah dinas, menyewa, menumpang pada saudara atau ikut orang lain.
b. Status fisik bangunan, dapat berupa rumah permanen, kayu dan bambu, keluarga yang status ekonominya tinggi, pada umumnya menempati rumah permanen, sedangkan keluarga yang memiliki status ekonominya menengah kebawah menggunakan semi permanen atau tidak permanen.
Menurut Badan Pusat Statistik (2016) jenis perumahan yang layak huni itu adalah yang meliputi, kondisi fisik bangunan seperti dinding (tembok, kayu, rumbia/bambu, lainnya), atap (genteng, beton, asbes, sirap, ijuk/rumbia, lainnya), lantai (keramik, tegel/teraso, semen, kayu, tanah, lainnya), luas lantai perkapita minimal 8m² dengan luas area minimal 15m². Kemudian, memiliki jendela atau ventilasi, sumber air minum yang layak seperti air leding, eceran/meteran, air hujan, PAM/PDAM, sumur terlindung, lainnya. Fasilitas tempat buang air seperti jamban sendiri, jamban bersama, atau jamban umum, dan sumber penerangan seperti listrik PLN, petromak, pelita, lainnya.
2.2.3 Konsumsi sandang dan pangan
Kebutuhan pokok manusia adalah sandang (pakaian) dan pangan (makanan). Pengeluaran konsumsi dilakukan untuk mempertahankan taraf hidup. Konsumsi makanan merupakan faktor terpenting karena makanan merupakan jenis barang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Akan tetapi, terdapat berbagai macam barang konsumsi (termasuk sandang, perumahan, bahan bakar, dan sebagainya) yang dapat dianggap sebagai kebutuhan untuk menyelenggarakan rumah tangga.
2.2.4 Kesehatan
Salah satu indikator dari status ekonomi adalah kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu tujuan dari hidup manusia dan menjadi suatu bagian yang penting. Ketika masyarakat bekerja, mengonsumsi sandang atau pangan, serta pemilihan jenis tempat tinggal (perumahan) adalah untuk kesehatan diri maupun keluarga untuk menghindari penyakit. Kesehatan itu adalah suatu keadaan yang baik atau sehat yang meliputi fisik, mental, dan sosial yang selalu memungkinkan orang itu dapat hidup secara produktif secara sosial maupun ekonomi.
Keluhan kesehatan merupakan keadaan seseorang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut, penyakit kronis (meskipun selama sebulan terakhir tidak mempunyai keluhan), kecelakaan, kriminal, dan lain-lain.
2.2.5 Kepemilikan barang
Kepemilikan barang atau fasilitas adalah kepemilikan kekayaan dalam bentuk barang-barang dimana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan ekonominya. Fasilitas atau kepemilikan barang atau kekayaan itu antara lain: