Abstrak: Pembangkit Listrik di Indonesia pada umumnya merupakan pembangkit listrik thermal. Kebutuhan pembangkit thermal terhadap bahan bakar fosil dengan jumlah ketersediaan yang semakin menipis dan semakin mahal, membuat biaya produksi listrik semakin meningkat. Salah satu solusi bagi produsen listrik untuk mengurangi kenaikan harga listrik adalah dengan melakukan optimisasi biaya pada proses produksi energi listrik (Economic Dispatch). Persoalan
Economic Dispatch mempunyai batasan equality dan
inequality yang kompleks. Oleh karena itu pada penelitian ini diaplikasikan Particle Swarm Optimization untuk menghitung Economic Dispatch. Hasil simulasi yang diperoleh menggunakan metode Particle Swarm
Optimization pada saat terjadi beban puncak, tanggal 17
Maret 2009, jam 19.30 WIB, dengan besar daya pembebanan 10400 MW, diperoleh biaya pembangkitan sebesar Rp 5.321.281.711,6395/jam. Sedangkan biaya pembangkitan pada Real System sebesar Rp 7.745.058.941,729/jam. Dari hasil simulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Particle Swarm Optimization mampu mereduksi biaya pembangkitan pada sistem sebesar Rp 2.423.777.230,02 atau 31,29 %. Metode ini diaplikasikan pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali, simulasi dilakukan dengan menggunakan software Matlab. Kata kunci: Economic Dispatch, Particle Swarm Optimization
I.PENDAHULUAN
Dalam jaringan sistem tenaga listrik, daya listrik dibangkitkan oleh pembangkit dari pusat-pusat pembangkit tenaga listrik, kemudian dialirkan melalui jaringan transmisi tenaga listrik dan didistribusikan ke berbagai beban listrik. Selama beban-beban listrik tersebut mengkonsumsi daya listrik, selama itu pula daya listrik terus dibangkitkan. Unit-unit pembangkit tidak berada dalam jarak yang sama dari pusat beban dan biaya pembangkitan tiap-tiap pembangkit pun berbeda. Pada kondisi operasi normal sekalipun, kapasitas pembangkitan harus lebih besar dari jumlah beban dan rugi-rugi daya pada sistem. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengaturan terhadap pembangkitan.
Pembangkitan dan penyaluran daya listrik dari pusat pembangkit melalui saluran transmisi sampai ke pusat beban harus berlangsung dengan baik, dapat menghindari dan mengatasi segala yang dapat menjadikan sistem tenaga listrik beroperasi pada kondisi abnormal. Pada pembangkitan dan
penyaluran daya listrik ini selalu dilakukan pembagian pembebanan pada unit pembangkit yang akan mensuplai beban, karena itu dalam operasi ekonomis sistem tenaga listrik yang terdiri dari pembangkitan dan penyaluran daya sangat berkaitan dengan biaya minimum produksi daya listrik yang disebut dengan economic dispatch dan rugi-rugi daya pada saluran transmisi, namun dalam penelitian ini rugi-rugi daya pada saluran transmisi tidak diperhitungkan.
EVALUASI OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK 5OO kV JAWA BALI
MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
Ronny Chandrabuana, Adi Soeprijanto, Teguh Yuwono
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111, Email : ronnychandrabuana@gmail.com
Economic dispatch digunakan untuk membagi daya yang harus dibangkitkan oleh masing-masing pembangkit dari sejumlah pembangkit yang ada untuk memenuhi kebutuhan beban sistem yang bertujuan untuk mendapatkan total biaya bahan bakar yang optimum.
Oleh karena itu untuk memperoleh total biaya pembangkitan yang optimum, maka pada penelitian ini digunakan metode Particle Swarm Optimization dalam perhitungan economic dispatch dengan batasan equality dan inequality. Batasan equality mencerminkan suatu keseimbangan daya nyata dan batasan inequality mencerminkan batas minimum dan maksimum pembangkitan yang harus dipenuhi sehingga diperoleh total biaya pembangkitan yang optimum.
Kelebihan utama algoritma Particle Swarm Optimization adalah konsepnya sederhana dan mudah diimplementasikan, tidak banyak parameter yang dibutuhkan jika dibandingkan dengan algoritma matematika dan teknik optimisasi heuristik yang lainnya.
II. DASAR TEORI 2.1 Jenis-jenis Bus
Jenis-jenis bus dapat dibagi menjadi tiga yaitu 1. Slack bus: Slack bus atau swing bus adalah bus yang
digunakan sebagai referensi pada sistem dengan besar tegangan dan sudut fasa tetap. Bus ini menambah kekurangan daya antara beban total dengan daya yang dibangkitkan yang disebabkan oleh rugi-rugi pada jaringan.
2. Bus beban: Pada bus ini, daya aktif dan daya reaktif besarnya tetap. Besar dan sudut fase tegangan nilainya tidak diketahui.
3. Bus Generator: Pada bus ini, daya aktif dan besar tegangannya tetap. Sedangkan sudut fase dan besar daya reaktif dihitung, besar batasan daya reaktif juga telah ditentukan sebelumnya.
P a ito n G r a ti S u r a b a y a B a r a t G r e s ik T a n ju n g J a ti U n g a r a n K e d iri P e d a n M a n d ira c a n S a g u lin g C ir a ta C ib a tu M u a r a ta w a r B e k a s i B a n d u n g D e p o k G a n d u l C ile g o n S u ra la y a K e m b a n g a n C a w a n g C ib in o n g 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 1 1 2.2 Economic Dispatch
Masalah economic dispatch adalah pembagian pembebanan pada setiap unit pembangkit sehingga diperoleh kombinasi unit pembangkit yang dapat memenuhi kebutuhan beban dengan biaya yang optimum atau dengan kata lain untuk mencari nilai optimum dari output daya dari kombinasi unit pembangkit yang bertujuan untuk meminimalkan total biaya pembangkitan dan dapat memenuhi batasan equality dan inequality. Secara umum fungsi biaya dari tiap generator dapat diformulasikan secara matematis sebagai suatu fungsi obyektif seperti yang diberikan pada persamaan (2) sebagai berikut 1 ( ) n T i i F F = =
∑
Pi (1) 2( )
i i i i i i iF P
= +
a
b P
+
c P
(2) dimana :FT = total biaya pembangkitan (Rp).
Fi(Pi) = fungsi biaya input-output dari generator i (Rp/jam).
ai, bi, ci = koefisien biaya dari generator i.
Pi = output generator i (MW)
n = jumlah unit generator. i = indeks dari dispatchable unit
2.3 Persamaan kesetimbangan daya aktif
Pada kesetimbangan daya, equality constraint harus dipenuhi yaitu total daya yang dibangkitkan oleh masing-masing unit pembangkit harus sama dengan total kebutuhan beban pada sistem.
Equality constraint kesetimbangan daya adalah :
1 n i D i P P = =
∑
(3) otal kebutuhan beban pada sistem (MW).ai batas minim
dengan :
Pi max adalah output daya minimum dan
ETODOLOGI 3.1 Pemodelan
sistem tenaga listrik 500 kV Jawa
Gambar 2. Sistem Tenaga listrik 500 kV Jawa Bali 3.1.2 Parameter Saluran
ng ditentukan nilainya adalah Z base.
dengan :
Nilai Z base pada saluran dapat ditentukan menggunakan rumus
PD = t
Pi = output masing-masing generator (MW).
.4 Batas daya maksimum dan mínimum 2
pembangkitan
unit generator mempuny Output setiap
um dan maksimum pembangkitan yang harus dipenuhi (inequality constraint), yaitu :
min max i i i
P
≤ ≤
P P
(4) Pi min, maksimum generator i. III. M Sistem 3.1.1 Parameter Bus am Single line diagrBali ditunjukkan pada gambar 2. Nilai MVA base yang digunakan adalah 1000 MVA sedangkan nilai kV base adalah 500 kV. Adapun pembebanan pada masing-masing
bus dalam sistem ini diperoleh dari data lapangan PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali.
Parameter bus lain ya
base 2 base) (kV base MVA (5)
Nilai impedansi saluran atau Z pada sistem dinyata
Z =
kan dalam satuan Ω (Ohm). Untuk mempermudah perhitungan, maka satuan tersebut diubah ke dalam bentuk satuan p.u (per unit). Perhitungan nilai Z dalam satuan p.u dapat ditentukan menggunakan rumus
base ohm
Z
Zp.u =
Z (6)
3.1.3 Fungsi Biaya Pembangkitan
an fungsi biaya Rumus untuk mendapatk
pembangkitan untuk masing-masing pembangkit pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali adalah
cost H
F= × (7)
adalah karakteristik hea e din dalam
Sete
H
sat
t rat yang yatakan uan Btu/kWh, sedangkan cost adalah nilai biaya bahan bakar dalam satuan Rp/MBtu. lah diperoleh besar biaya pembangkitan pada beberapa titik nilai daya aktif kemudian dilakukan proses interpolasi pada titik-titik fungsi biaya pembangkitan terhadap daya aktif sehingga diperoleh persamaan eksponensial. Persamaan yang diperoleh tersebut merupakan persamaan karakteristik biaya pembangkitan pada suatu pembangkit.
3.2 lgoritma Particle Swarm Optimization
ang standar ditemu
A
Algoritma Particle Swarm Optimization y
kan melalui simulasi model kehidupan sosial binatang yang disederhanakan yang berhubungan dengan bird flocking, fihsing scholing dan teori swarm.
(
)
(
)
1 1 2 2−
id= +
id id−
id+
P
gdX
idV
V
c rand x P
X
c rand x
(8) dengan : = koefisien akselerasi, a (0-1), id id idX = X + V
(9) c1 dan c2rand1 dan rand2 = bilangan random antar 1 i2 iD
(
,
,...
)
=
i i
X
x x
x
direpresentasikan sebagai particle ke i,pada particle ke i (p
ri
direpresentasikan sebagai perubahan posisi (velocity) dari p
menggambarkan persamaan lintasa PSO standa goritma Particl
si fitness optimisasi yang diinginkan di
le dengan Pbestnya.
icle dalam lingkungan dengan hasil terbaik
city dan posisi particle sesuai Persamaan
gkah 2 sampai kriteria terpenuhi, biasanya
oritma evolusioner yang lain, algoritma Particle Swarm Optimization adalah sebuah
popula
Ukuran swarm atau populasi yang dipilih adalah an yang dihadapi. Ukuran swarm yang u
Pada umumnya nilai-nilai untuk koefisien akselerasi ikian, nilai koefisien akselerasi tersebu
an E omic Dispatch
si suatu set individu yaitu suatu a
1 2
(
,
,...
=
i i i iD
P
p
p
p
)
direpresentasikan sebagai posisi awal osisi yang memberi nilai fitness terbaik), simbol g merepresentasikan sebagai index da particle terbaik diantara semua particle dalam suatu populasi, 1 2...
)
i i i iDV
=
(
v v
,
,
v
article i. Persamaan (8) dan (9)n pergerakan dari suatu particle pada suatu populasi. Persamaan (8) menggambarkan bagaimana velocity itu diupdate secara dinamis, Persamaan (9) update posisi dari pergerakan particle-particle menggunakan velocity.[2]
Untuk mencegah divergensi di dalam algoritma r, velocity particle dikendalikan dengan suatu velocity maksimum Vmax. Jika velocity melewati Vmax di dalam setiap koordinat maka velocity itu akan terpotong pada nilai tersebut sehingga Vmax menjadi suatu parameter yang penting dalam Particle Swarm Optimization. Jika Vmax terlalu besar, particle tersebut dapat bergerak cepat untuk mendapatkan solusi yang baik. Jika Vmax terlalu kecil, particle-particle tersebut menjelajah secara pelan-pelan dan tidak dapat menemukan solusi yang baik sehingga particle-particle tersebut bisa terjebak di dalam lokal optimum karena tidak mampu untuk berpindah dari atraksi cekungan.
Prosedur standar untuk menerapkan al e Swarm Optimization adalah sebagai berikut : 1. Inisialisasi populasi dari particle-particle dengan posisi dan velocity secara random dalam suatu ruang dimensi penelusuran
2. Evaluasi fung
dalam variabel d pada setiap particle. 3. Membandingkan evaluasi fitness partic
Jika nilai yang ada lebih baik dibandingkan dengan nilai Pbestnya, maka Pbest diset sama dengan nilai tersebut dan Pi sama dengan lokasi particle yang ada Xi dalam ruang dimensional d. 4. Identifikasi part sejauh ini. 5. Update velo (8) dan (9). 6. Kembali ke lan
berhenti pada nilai fitness yang cukup baik atau sampai pada jumlah maksimum iterasi.
Seperti halnya dengan alg
si yang didasarkan penelusuran inisialisasi partikel secara random dan adanya interaksi diantara partikel dalam populasi. Di dalam Particle Swarm Optimization setiap partikel bergerak melalui ruang solusi dan mempunyai kemampuan untuk mengingat posisi terbaik sebelumnya dan dapat bertahan dari generasi ke generasi.[2]
3.2.1 Ukuran Swarm
tergantung pada persoal
mum digunakan berkisar antara 20 sampai 50. Hal tersebut telah dipelajari sejak dahulu bahwa Particle Swarm Optimization hanya perlu ukuran swarm atau populasi yang lebih kecil dibanding algoritma-algoritma evolusiner yang lain untuk mendapatkan solusi-solusi terbaik.[2]
3.2.2 Koefisien Akselerasi
c1 dan c2 = 2.0. Namun dem
t dapat ditentukan sendiri yang digunakan di dalam penelitian yang berbeda, biasanya nilai c1 dan c2 adalah sama
dan berada pada rentang antara 0 sampai 4.[2]
3.3 Implementasi PSO Untuk Menyelesaik con
3.3.1 Inisialisasi Posisi dan Velocity pada Individu
Pada proses inisialisa
kelompok atau populasi dibangkitkan secara random. Pad penelitian ini struktur dari suatu individu pada persoalan economic dispatch terdiri atas seperangkat elemen-elemen yaitu output pembangkitan. Oleh karena itu posisi individu i pada iterasi 0 dapat direpresentasikan sebagai vector
0 1
(
,...,
)
i i in
X
=
P
P
, dimana n adalah jumlah generator dalam perhitungan economic dispatch. Velocity pada individu i yaituV
i0=
(
v
i1,...,
v
in)
berpasangan dengankuantitas pembangkitan terbaru yang mencakup semua generator.
Hal ini sangat penting untuk menciptakan suatu populasi atau kelompok pada individu-individu yang
men
me uhi equality constraint pada Persamaan (3) dan inequality constraint pada persamaan (4). Penjumlahan dari semua element-element pada individu dalam suatu populasi yaitu
1
N ij j=
P
∑
harus sama dengan total beban kebutuhan sistem untuk menciptakan elemen j pada individu i secara yaitu Pij harus berada diantara batasannya yaitu Pij,min dan Pij,max, namun dalam proses membangkitkan posisi particle suatu individu tidak selalu dijami untuk meme uhi inequality constraintnya tapi terkadang ada suatu individu yang melanggar constraint. Jika beberapa element pada suatu individu yang melanggar inequality constraint atau tidak berada diantara Pij,min dan Pij,max maka posisi individu diset pada titik operasi maksimum/minimum dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :(PD) dan
random
, m i n , m a x , m i n , m i n , m a x , m a x k k i j i j i j i j k k i j i j i j i j k i j i j i j P i f P P P P P i f P P P i f P P ⎧ ≤ ≤ ⎪⎪ =⎨ < ⎪ > ⎪⎩ (10)
Meskipun metode yang tersebut di atas selalu menghasilkan posisi setiap individu yang memenuhi inequality constraint, namun persoalan pada equality constraint masih harus tetap diperhatikan agar tetap memenuhi constraint tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pengembangan strategi baru, yaitu dengan menjumlahkan semua elemen-elemen pada suatu individu yaitu harus sama dengan total beban kebutuhan sistem. Untuk menyelesaikan persoalan equality constraint tersebut, berikut prosedur yang diusulkan pada setiap individu dalam suatu populasi/kelompok :
1 n k ij j=
P
∑
Langkah 1, Set j = 1Langkah 2, Memilih satu elemen yaitu output generator dari suatu individu secara Random dan simpan dalam suatu index array (An).
Langkah 3, Dapatkan nilai dari element yaitu output generator secara random yang memenuhi inequality constraint.
Langkah 4, Jika j = n-1 menuju ke langkah 5, atau jika j = j+1 kembali ke langkah 2.
Langkah 5, Nilai elemen terakhir suatu individu diperoleh dari pers. PD - , jika nilai berada pada
1 0 1 n ij j
P
− =∑
batasan operasinya akan menuju langkah 8, jika tidak atur nilai itu menggunakan Persamaan (10).
Langkah 6, Set l =1
Langkah 7, Atur kembali nilai pada elemen l dalam index array A(n) ke nilai yang memenuhi kondisi equality
yaitu 1 1 n j D ij j
P
= ≠−
∑
P
0. Jika nilai itu berada dalam
batasannya maka akan menuju ke langkah 8, jika tidak ubah nilai pada elemen l menggunakan Persamaan (10). Set l = l+1 dan menuju ke langkah 7. Jika l = n+1 menuju ke langkah 6.
Langkah 8, Stop proses initialisasi.
Setelah mendapatkan posisi awal pada setiap individu, maka velocity atau perpindahan dari setiap individu juga dapat diperoleh secara random. Persamaan berikut digunakan untuk memperoleh velocity dari suatu individu awal :
0 0 m in m ax (Pj −ε)−Pij ≤vij≤(Pj +ε)−Pij k i (11) dimana ε adalah bilangan real positif terkecil . Velocity
elemen j pada individu i diperoleh secara random diantara batasannya. Pbest
i awal suatu individu i di set sebagai posisi awal suatu individu i dan Gbest awal ditentukan sebagai posisi dari suatu individu dengan harga minimum.[2]
3.3.2 Update Velocity
Untuk memodifikasi posisi dari setiap individu sehingga posisi individu mengalami perpindahan dari posisinya semula maka perlu dihitung velocity pada stage berikutnya .
3.3.3 Modifikasi Posisi Individu dengan memperhitungkan Constraint
Posisi pada setiap individu dapat dimodifikasi dengan menggunakan Persamaan (9), sehingga diperoleh posisi individu yang baru. Oleh karena posisi individu yang diperoleh dengan hasil modifikasi tersebut tidak dapat memberikan jaminan untuk memenuhi inequality constraint atau dengan kata lain ada yang melanggar inequality constraint akibat over/under velocity, maka posisi individu yang telah dimodifikasi tersebut akan diset kembali. Pada saat yang sama equality constraint juga harus dipenuhi seperti yang diberikan pada Persamaan (3).
3.3.4 Update Pbest dan Gbest
Pbest dari setiap individu pada iterasi k+1 di modifikasi dengan menggunakan Persamaan (12) :
1 1 1 1 1 k k k k i i i i k k k i i i P b e s t X i f T C T C P b e s t P b e s t i f T C T C + + + + + = < = ≥ (12) Dimana TC
iadalah fungsi obyektif yang dievaluasi pada posisi individu i. Gbest pada iterasi k+1 diset sebagai posisi terbaik yang telah dievaluasi begitu juga pada
1 . k i P b e s t + [2] 3.3.5 Stop Criteria
Proses iterasi pada algoritma Particle Swarm Optimization berhenti jika diperoleh nilai yang paling optimum pada penelusuran particle atau jika iterasi mencapai pada iterasi maksimum yang telah ditentukan sebelumnya.
IV. SIMULASI DAN ANALISIS
Untuk mengevaluasi kinerja dari metode Particle Swarm Optimization, maka simulasi dilakukan pada empat system, yaitu sebagai berikut:
•Sistem IEEE 5 bus
•Sistem 26 bus, dari buku “Power System Analysis” karangan Hadi Saadat
•Sistem IEEE 30 bus
•Sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali
Sistem tenaga listrik IEEE 5 bus, sistem 26 bus dan sistem IEEE 30 bus digunakan sebagai sistem penguji untuk metode Particle Swarm Optimization. Hasil simulasi tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil simulasi metode Lagrange.
Setelah melakukan simulasi pengujian tersebut, metode Particle Swarm Optimization ini kemudian diimplementasikan untuk optimisasi biaya pembangkitan pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali.
4.1 Pengujian Sistem
4.1.1 Sistem Standar IEEE 5 bus
Hasil simulasi dengan menggunakan metode Lagrangeditunjukkan oleh tabel 1, sedangkan hasil simulasi dengan menggunakan Particle Swarm Optimization ditunjukkan oleh tabel 2.
Tabel 1. Hasil Simulasi Sistem Standar IEEE 5 bus menggunakan Metode Lagrange No Pembangkit Lagrange Daya Aktif (MW) Biaya ($/h) Losses (MW) 1 P1 31,9372 2 P2 67,2775 3 P3 50,7853 Total 150,0000 1.579,6990 0 Tabel 2. Hasil Simulasi Sistem Standar IEEE 5 bus
menggunakan Particle Swarm Optimization
No Pembangkit
Particle Swarm Optimization Daya Aktif (MW) Biaya ($/h) Losses (MW) 1 P1 31,9378 431,772359 2 P2 67,2770 644,540427 3 P3 50,7850 503,386166 Total 150,0000 1579,698952 0 Dari hasil simulasidi atas dapat dilihat bahwa dengan pembebanan yang sama, yaitu sebesar 150 MW metode Particle Swarm Optimization mampu menghasilkan total biaya pembangkitan yang sama dengan metode Lagrange.
4.1.2 Sistem 26 bus
Hasil simulasi dengan menggunakan metode Lagrangeditunjukkan oleh tabel 3, sedangkan hasil simulasi dengan menggunakan Particle Swarm Optimization ditunjukkan oleh tabel 4.
Tabel 3. Hasil Simulasi Sistem 26 bus menggunakan Metode Lagrange No Pembangkit Lagrange Daya Aktif (MW) Biaya ($/h) Losses (MW) 1 P1 446,7073 2 P2 171,2580 3 P3 264,1057 4 P4 125,2168 5 P5 172,1189 6 P26 83,5935 Total 1.263,0000 15275,9304 0 Tabel 4. Hasil Simulasi Sistem 26 bus
menggunakan Particle Swarm Optimization
No Pembangkit
Particle Swarm Optimization Daya Aktif (MW) Biaya ($/h) Losses (MW) 1 P1 446,7267 4.764,0795 2 P2 171,2846 2.191,0712 3 P3 264,1103 3.092,7257 4 P4 125,1999 1.718,2742 5 P5 172,1141 2.264,1846 6 P26 83,5983 1.245,5949 Total 1.263,0000 15.275,93039 0 Dari hasil simulasidi atas dapat dilihat bahwa dengan pembebanan yang sama, yaitu sebesar 1263 MW metode Particle Swarm Optimization mampu menghasilkan total biaya pembangkitan yang sama dengan metode Lagrange.
4.1.3 Sistem Standar IEEE 30 bus
Hasil simulasi dengan menggunakan metode Lagrangeditunjukkan oleh tabel 5, sedangkan hasil simulasi dengan menggunakan Particle Swarm Optimization ditunjukkan oleh tabel 6.
Tabel 5. Hasil Simulasi Sistem Standar IEEE 30 bus Menggunakan Lagrange No Pembangkit Lagrange Daya Aktif (MW) Biaya ($/h) Losses (MW) 1 P1 44,7299 2 P2 58,2628 3 P13 22,3136 4 P22 32,3259 5 P23 15,7839 6 P27 15,7839 Total 189,2000 565,2060 0 Tabel 6. Hasil Simulasi Sistem Standar IEEE 30 bus
menggunakan Particle Swarm Optimization
No Pembangkit
Particle Swarm Optimization Daya Aktif (MW) Biaya ($/h) Losses (MW) 1 P1 44,7299 129,4750 2 P2 58,2627 161,3643 3 P13 22,3137 53,4326 4 P22 32,3258 113,7737 5 P23 15,7839 53,5800 6 P27 15,7839 53,5800 Total 189,2000 565,2059 0 Dari hasil simulasidi atas dapat dilihat bahwa dengan pembebanan yang sama, yaitu sebesar 189,2 MW metode Particle Swarm Optimization mampu menghasilkan total biaya pembangkitan yang sama dengan metode Lagrange.
4.2 Sistem Tenaga Listrik 500 kV Jawa Bali 4.2.1 Pembebanan 17 Maret 2009 Pukul 13.30 WIB
Pembangkitan daya pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali ditunjukkan pada tabel 7, sedangkan simulasi menggunakan Particle Swarm Optimization ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 7. Sistem Jawa Bali pada beban puncak siang hari No Pembangkit Real System Daya Aktif (MW) Biaya (Rp/jam) Losses (MW) 1 Suralaya 3.199,000 590.968.763,477 2 Muaratawar 1.178,000 3.985.914.408,150 3 Cirata 629,000 3.774.000,000 4 Saguling 634,000 3.488.268,000 5 Tanjung Jati 668,000 120.324.230,380 6 Gresik 821,000 740.722.429,280 7 Paiton 2.806,000 524.007.928,240 8 Grati 0,000 86.557.397,400 Total 9.935,000 6.055.757.424,927 0
Tabel 8. Hasil simulasi sistem Jawa Bali pada beban puncak siang hari dengan menggunakan Particle Swarm Optimization No Pembangkit
Particle Swarm Optimization Daya Aktif (MW) Biaya (Rp/jam) Losses (MW) 1 Suralaya 3.400,0000 583.036.588,2663 2 Muaratawar 1.040,0000 3.432.445.563,6904 3 Cirata 1.008,0000 6.048.001,3592 4 Saguling 700,0000 3.851.401,2463 5 Tanjung Jati 1.096,8999 188.337.397,4044 6 Gresik 238,0000 206.056.106,5083 7 Paiton 2.452,0987 413.664.826,7948 8 Grati 0 86.558.408,6211 Total 9.935,0000 4.919.994.791,6763 0
Gambar 3. Grafik optimisasi biaya pembangkitan sistem Jawa Bali pada beban puncak siang hari dengan menggunakan Particle Swarm Optimization
Dari hasil simulasi ini dapat disimpulkan bahwa dengan pembebanan yang sama, yaitu 9.836 MW, Particle Swarm Optimization mampu mengurangi total biaya pembangkitan Bali sebesar Rp 1.135.762.633,2507 /jam atau 18,75%.
4.2.2 Pembebanan 17 Maret 2009 Pukul 19.30 WIB
Pembangkitan daya pada sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali ditunjukkan pada tabel 9, sedangkan simulasi menggunakan Particle Swarm Optimization ditunjukkan pada tabel 10.
Tabel 9. Sistem Jawa Bali pada beban puncak malam hari No Pembangkit Real System Daya Aktif (MW) Biaya (Rp/jam) Losses (MW) 1 Suralaya 3.337,000 586.053.699,779 2 Muaratawar 1.470,000 5.243.786.025,070 3 Cirata 400,000 2.400.000,000 4 Saguling 535,000 2.943.570,000 5 Tanjung Jati 830,000 146.959.544,620 6 Gresik 810,000 729.802.889,660 7 Paiton 2.820,000 528.641.810,780 8 Grati 198,000 504.471.401,820 Total 10.400,000 7.745.058.941,729 0
Tabel 10. Hasil simulasi sistem Jawa Bali pada beban puncak malam hari dengan menggunakan Particle Swarm Optimization
No Pembangkit
Particle Swarm Optimization Daya Aktif (MW) Biaya (Rp/jam) Losses (MW) 1 Suralaya 3.399,9999 583.036.600,4058 2 Muaratawar 1.040,0000 3.432.443.683,7832 3 Cirata 1.007,9999 6.047.999,9777 4 Saguling 691,9128 3.806.904,3704 5 Tanjung Jati 1.163,1081 198.119.148,7296 6 Gresik 238,0000 206.055.703,1640 7 Paiton 2.708,9789 492.456.927,3901 8 Grati 150,0000 399.314.744,3310 Total 10.400,0000 5.321.281.711,6395 0
Gambar 4. Grafik optimisasi biaya pembangkitan sistem Jawa Bali pada beban puncak malam hari dngan menggunakan Particle Swarm Optimization
Dari hasil simulasi ini dapat disimpulkan bahwa dengan pembebanan yang sama, yaitu 9.836 MW, Particle Swarm Optimization mampu mengurangi total biaya pembangkitan Jawa Bali sebesar Rp 2.423.777.230,02/jam atau 31,29%.
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan
1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Particle Swarm Optimization dapat digunakan sebagai solusi dalam optimisasi biaya pembangkitan dan mampu menghasilkan biaya pembangkitan yang sama dengan metode Lagrange.
2. Pada pembebanan tanggal 17 Maret 2009 pukul 13.30 WIB, metode Particle Swarm Optimization mampu mengurangi total biaya pembangkitan sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali sebesar Rp 1.135.762.633,2507/jam atau 18,75%.
3. Pada pembebanan tanggal 17 Maret 2009 pukul 19.30 WIB, metode Particle Swarm Optimization mampu mengurangi total biaya pembangkitan sistem tenaga listrik 500 kV Jawa Bali sebesar Rp 2.423.777.230,02/jam atau 31,29%.
5.2 Saran
1. Optimisasi biaya pembangkitan menggunakan Particle Swarm Optimization yang digunakan dalam tugas akhir ini masih mengabaikan rugi-rugi transmisi, sehingga masalah ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
2. Metode Particle Swarm Optimization yang digunakan pada penelitian ini adalah Particle Swarm Optimization standar. Dengan menggunakan Particle Swarm Optimization yang dikembangkan, diharapkan mampu mendapatkan hasil simulasi dalam waktu yang lebih cepat dan hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Leon K.K., Economic Operation of Power Systems, John
Wiley & Sons Inc., New Delhi, 1985.
[2]. Andi Syarifudin, Adi Soeprijanto, Ontoseno Penangsang,
“Economic Dispatch on Thermal Power Plant at South Sulawesi Powr System using Improved Particle Swarm Optimization (Economic Dispatch Pada Pembangkit Thermal Sistem Sulawesi Selatan menggunakan Improved Particle Swarm Optimization),” Proceeding of seminar Nasional Pasca Sarjana VIII – ITS Vol. 1 (2008).
[3]. Hadi, S., Power System Analysis, McGraw-Hill Book Co.,
Singapore, 1999.
[4]. Buyung Baskoro, Adi Soeprijanto, Ontoseno Penangsang,
“Analisis Aliran Daya Optimal menggunakan Algoritma Genetika pada sistem Interkoneksi 500 kV Jawa Bali”, (2009)
[5]. Allen, J.W. dan Bruce, F.W., Power Generation, Operation, and Control, John Wiley & Sons Inc., Canada, 1996.
[6]. Ida Bagus Krisna, Adi Soeprijanto, Ontoseno Penangsang,
“Economic Dispatch menggunakan Ant Colony Optimization pada Sistem Transmisi 500 kV Jawa Bali”, (2009).
RIWAYAT HIDUP PENULIS
m
Penulis lahir di Pasuruan, pada tanggal 31 Maret 1987 dengan nama Ronny Chandrabuana, sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara, dari pasangan Ali Chandrabuana dan Iriani. Riwayat pendidikan yang pernah ditempuh adalah TK Katolik ‘Sang Timur’ Pasuruan, SD Katolik ‘Sang Timur’ Pasuruan, SLTP Kristen ‘Elkana’ Pasuruan dan SMA Negeri 1 Pasuruan. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Pasuruan pada tahun 2005, penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS melalui jalur SPMB dengan NRP 2206 100 157. Dan pada semester V mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi di alamat e-mail ronnychandrabuana@gmail.co