Di susun Oleh :
IBRAHIM NIM. 120 500 069
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA
Di susun Oleh :
IBRAHIM NIM. 120 500 069
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA
Di susun Oleh :
IBRAHIM NIM. 120 500 069
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya
Pada Program Diploma IIIPoliteknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA
Nama
:
IbrahimNim : 120500069
Jurusan : Manajemen Pertanian
Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan
Lulus ujian pada tanggal 25 Agustus 2015.
Dosen Pembimbing Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Daryono, SP. MP. NIP. 198002022008121002 Faradilla, SP, M.Sc. NIP. 197401092000122001 Rusmini, SP, MP. NIP. 198111302008122002 Menyetujui Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Nur Hidayat, SP. M.Sc. NIP. 197210252001121001
Mengesahkan
Ketua Jurusan Manajamen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. M. Masrudy, MP. NIP. 196008051988031003
batang pisang bisa menjadikan media tanam yang disimpan pada saat menanam karna batang pisang lama kelamaan akan menjadi kompos dan EM memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat banyak, beberapa diantaranya yang sering digunakan untuk fermentasi (sebagai fermentator) bahan-bahan organik adalah bakteri strepyomyces, ragi (yeast), lactobactillus dan bakteri fotosintetik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatur lama waktu pembuatan kompos dari limbah batang pisang dan unsur hara yang terkandung dalam kompos serta membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan standar mutu pupuk organik.
Hasil yang di harapkan dari penelitian ini agar dapat memberikan informasi kepada para petani tentang pemanfaatan limbah batang pisang menjadi kompos dengan pupuk kandang sapi dan EM ?
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan sejak tanggal 27 November 2014 sampai dengan tanggal 27 Januari 2015, penelitian dilakukan diteras
Laboratorium Produksi Kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Jl. Samratulangi RT 34. Penelitian ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu P1= batang
pisang dicacah sebanyak 20 kg + kotoran sapi 5 kg + Effektive EM 75 cc dan P2 = batang pisang di cacah sebanyak 20 kg + kotoran sapi 10 kg + EM 90 cc.
Hasil penelitian menunjukkan untuk kematangan kompos pada perlakuan P1 memerlukan waktu 24 hari dan P2 26 hari , dengan kandungan unsur hara pada P1 dan P2 yaitu unsur N, P dan K belum memenuhi syarat standar mutu pupuk organik pada unsur C-karbon 23,90 dan C/N rasio 23,90 pada perlakuan P1 dan p2 unsur C-karbon 28,50 dan C/N rasio 20.77 memenuhi syarat standar
mutu pupuk organik.
Kata Kunci : Pupuk Kompos/Batang Pisang/Em
1999 memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri No 001 di Desa Senyiur Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur dan lulus pada tahun 2006, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Muara Ancalong dan lulus pada tahun 2009. Kemudian pada tahun yang sama masuk ke Sekolah Menengah Atas dan lulus pada tahun 2012. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2012 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 4 Maret sampai dengan tanggal 4 Mei 2015 telah mengikuti Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama 2 bulan di PT. Sawit Sukses Sejahtera (SSS) Desa Senyiur Kecamatan Muara Ancalong Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat meny elesaikan penyusunan laporan karya ilmiyah. Karya ilmiah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Pertanian pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Keluarga yang telah memberikan banyak dukungan moral maupun Materi. 2. Bapak Nur Hidayat SP, M. Sc. Selaku Ketua Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan
3. Bapak Daryono SP,MP. Selaku Dosen Pembimbing
4. Bapak Ir. Hasanudin, MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
5. Bapak Ir. M. Masrudy, MP. Selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian 6. Ibu Faradilla SP, M.Sc dan Ibu Rusmini, SP, MP. Selaku Dosen Penguji I dan
Penguji II.
7. Seluruh staf dosen dan teknisi Program Studi BudidayaTanaman Perkebunan yang telah banyak membagikan ilmunya selama perkuliahan.
8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini.
Penulis menyadari dalam laporan penelitian karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan, mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa yang membacanya.
Penulis
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Tinjauan Umum Tanaman Pisang ... 7
B. Tinjauan Umum Batang Pisang ... 7
C. Tinjauan Umum Kompos ... 8
D. Tinjauan Umum Effective Mikroorganisms 4 (EM4) ... 15
III. METODE PENELITIAN ... 20
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
B. Alat dan Bahan... 20
C. Perlakuan Penelitian ... 20
D. Prosedur Penelitian ... 20
E. Pengamatan dan Pengambilan Data ... 21
F. Analisis Data ... 22
IV.Hasil dan Pembahasan ... 23
A. Hasil ... 23
B. Pembahasan ... 24
V.Kesimpulan dan Saran ... 30
A. Kesimpulan ... 30
B. ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
Nomor Halaman 1. Susunan kimiawi dari batang pisang .. 8
Nomor Halaman
1. Standar Mutu Pupuk 34
2. Hasil Pengamatan Suhu, Warna, dan Bau, 35 3. Hasil Pengamatan Suhu, Warna, dan Bau, 36
I. PENDAHULUAN
Kompos sebenarnya sudah kenal sejak dahulu kala. Leluhur telah lama mempelajari nilai penggunaan kompos itu. Mereka menerima panen yang melimpah setelah hutan primer dibuka. Dengan demikian kompos adalah bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daun-daunan, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang pisang, serta kotoran kotoran hewan, apa bila bahan-bahan itu sudah hancur dan lapuk di sebut pupuk organik. Jenis-jenis bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab, seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan berubah menjadi bagian tanah (Murbandono, 1992).
Menurut Supriyadi (2007), batang pisangbisa menggantikan bambu dan talang air untuk berkebun sayuran, menanam jamur merang dll. Bahkan batang pisang memiliki kelebihan yakni banyak mengandung pati sebagai sumber nutrisi tanaman dan mikroorganisme di dalam batang pisang bisa menjadikan media tanam yang disimpan pada saat menanam lama-kelamaan menjadi kompos.
Batang pisang juga memiliki senyawa penting seperti antrakuinon, saponin dan flavanoid. Pada manusia antrakuinon bermanfaat untuk menyuburkan rambut. Peran senyawa itu pada tanaman juga bisa menyuburkan pertumbuhan bulu-bulu akar yang berguna membantu tanaman menyerap unsur-unsur hara.
Batang pisang sendiri diketahui mengandung hingga 80% air. Selama ini batang pisang telah banyak diteliti untuk digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan selulosanya yang berkadar lignin rendah. Penggunaan batang pisang tetap menjanjikan karena kandungan glukosa batang pisang dapat menyuplai kebutuhan tanaman, baik pisang itu sendiri maupun tanaman yang ditanam di
batang pisang.
Untuk menghasilkan kompos batang pisang dengan baik, batang pisang ini harus diolah dulu lebih kecil agar proses pengomposan lebih cepat berjalan. Meskipun bisa saja dibiarkan dalam bentuk gelondongan, hanya akan memakan waktu lebih lama. Juga kualitas komposnya akan lebih baik bila dicampur dengan unsur lain sehingga memperkaya komponen kompos yang akan dihasilkan (Satuhu, 2007).
Pengomposan dapat terjadi secara alami maupun dengan berbeda-beda mikroorganisme (Idriani, 1999). Em merupakan bahan biodekomposer yang banyak digunakan dalam proses pembuatan kompos. Bakteri pengurai ini akan membantu pembuatan kompos menjadi lebih singkat, mudah, dan berkualitas lebih baik. Em dibuat sendiri menggunakan bahan yang mudah didapatkan. Penggunaan Em4 dicampur dengan hijauan segar. Em memiliki kandungan
mikroorganisme yang sangat banyak, beberpa diantaranya yang sering digunakan untuk fermentasi (sebagai fermentator) bahan-bahan organik adalah bakteri strepyomyces, ragi (yeast), lactobactillus dan bakteri fotosintetik. Em dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung mikroorganisme pengurai, antara lain isi perut binatang atau ternak ruminansia, seperti kambing atau domba, berupa rumput-rumputan atau makan lain yang sudah dicerna oleh lambung hewan-hewan tersebut. Bahan-bahan ini bisa didapatkan dari ternak yang sudah dipotong dirumah pemotongan hewan. Selain itu, dibutuhkan juga susu, terasi, dan bahan-bahan pelengkap lain. Setelah difermentasikan, bahan-bahan ini akan menjadi starter bagi hijauan segar, agar dapat terurai menjadi kompos siap pakaI (Indriani, 1999).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatur lama waktu pembuatan kompos dari limbah batang pisang dan unsur hara yang terkandung dalam kompos serta membandingkan kualitas kompos yang di hasilkan dengan standar mutu pupuk organik. Peraturan Menteri Pertanian NS/140/10/2011 . Standar mutu dapat dilihat pada lampiran 1.
Hasil yang di harapkan dari penelitian ini agar dapat memberikan informasi kepada para petani tentang pemanfaatan limbah batang pisang menjadi kompos dengan pupuk kandang sapi dan EM ?
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Pisang 1. Klasifikasi Tanaman Pisang
Menurut Tjitrosoepomo (2000), tanaman pisang diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Ordo : Scitamineae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca Linn 2. Morfologi Tanaman Pisang
a. Daun
Bentuk daun pisang pada umumnya panjang, lonjong, dengan lebar yang tidak sama, bagian ujung daun tumpul dan tepinya tersusun rata. Letak daun terpencar dan tersusun dalam tangkai yang berukuran relatif panjang dengan helai daun yang mudah robek. b. Batang
Batang pisang dibedakan menjadi dua macam yaitu batang asli yang disebut bonggol dan batang semu atau juga batang palsu. Bonggol berada di pangkal batang semu dan berada di bawah permukaan tanah serta memiliki banyak mata tunas yang merupakan calon anakan tanaman pisang dan tempat tumbuhnya akar. Batang semu tersusun atas pelepah-pelapah daun yang saling menutupi, tumbuh tegak dan kokoh, serta berada di atas permukaan tanah.
c. Akar
Sistem perakaran yang berada pada tanaman pisang umumnya keluar dan tumbuh dari bongol (corm) bagian samping dan bagian bawah, berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Pertumbuhan akar pada umumnya berkelompok menuju arah samping di bawah permukaan tanah dan mengarah ke dalam tanah mencapai sepanjang 4-5 meter. Walaupun demikian, daya jangkau akar hanya menembus pada kedalaman tanah 150-200 cm.
d. Bunga
Bunga pisang atau yang sering disebut dengan jantung pisang, keluar dari ujung batang. Bunga jantung pisang tersusun atas daun pelindung yang saling menutupi dan bunga terletak pada tiap ketiak di antara daun pelindung dan membentuk sisir. Bunga pisang termasuk bunga berumah 1. Letak bunga betina di bagian pangkal, sedangkan letak bunga jantan berada di bagian tengah. Bunga sempurnanya yang terdiri atas bunga jantan dan bunga betina berada di bagian ujung.
e. Buah
Buah pisang tersusun dalam tandan tiap tandan terdiri atas beberapa sisir dan tiap sisir terdapat 6-22 buah pisang tergantung varietasnya. Buah pisang umumnya tidak berbiji dan bersifat triploid. pada pisang kluthuk yang bersifat diploid dan memiliki biji. Proses pembuahan tanpa adanya biji disebut dengan partenokarpi.
Ukuran buah pisang sangat bervariasi tergantung pada varietasnya. Panjangnya antara 10-18 cm, dengan diameter sekitar
2,5-4,5 cm. Buah berlinggir 3-5 alur, bengkok dengan ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging buah tebal dan lunak, kulit buah yang masih muda berwarna hijau dan ketika tua berubah menjadi kuning dan strukturnya bisa tebal dan tipis tergantung dari varietas pisangnya (Rukmana, 2006).
3. Syarat Tumbuh Tanaman Pisang. a. Iklim
Pisang termasuk tanaman yang mudah, mudah beradaptasi terhdap lingkungan tumbuhan karena dapat dibudidayakan di dataran rendah sampai di dataran tinggi (pengunungan) pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman pisang dapat tumbuh optimal pada tipe iklim basah sampai kering dengan curah hujan antara 1.400 mm dan 2.500 mm pertahun dan merata sepanjang tahun. Suhu merupakan paktor utama untuk pertumbuhan tanaman pisang. Di sentra-sentra produksi utamanya, suhu udara tidak pernah turun
C,dalam jangka waktu yang cukup lama. Suhu optimum untuk pertumbuhan pisang adalah 27 dan suhu maksimum Kebanyakan pisang tumbuh baik di lahan terbuka, tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan daunya terbakar matahari (Sunburn). Dalam keadaan cuaca berawan atau di bawah naungan ringan, pertumbuhan daunnya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Pisang sangat sensitif terhadap angin yang sangat kencang dapat merobek pohonnya ( Anonim, 2010).
b. Tanah
Tanaman pisang membutuhkan tanah yang subur dengan pH antara 4,5-7,5 walaupun pisang tidak menyukai tanah kering, pisang juga tidak menghendaki air yang menggenang terus -menerus karena akar tanamannya memerlukan perederan udara yang baik di dalam tanah( Anonim, 2010).
B. Tinjauan Umum Batang Pisang
Tanaman pisang sama seperti tumbuhan lainnya, terdiri dari ak ar, batang, daun dan juga buah. Tanaman ini termasuk tanaman tropis dengan ukuran besar dan memang istimewa, sebab hampir semua bagiannya bisa digunakan dalam kehidupan sehari -hari manusia (Rismunandar, 2001).
1. Manfaat Batang Pisang
Menurut Supriyadi (2007), batang pisang bisa menggantikan bambu dan talang air untuk berkebun sayuran, menanam jamur merang dll. Bahkan batang pisang memiliki kelebihan yakni banyak mengandung pati sebagai sumber nutrisi tanaman dan mikroorganisme di dalam batang pisang bisa menjadikan media tanam yang disimpan pada saat menanam lama-kelamaan menjadi kompos.
Batang pisang juga memiliki senyawa penting seperti antrakuinon, saponin, dan flavanoid. Pada manusia antrakuinon bermanfaat untuk menyuburkan rambut. Peran senyawa itu pada tanaman juga bisa menyuburkan pertumbuhan bulu-bulu akar yang berguna membantu tanaman menyerap unsur-unsur hara.
2. Kandungan Batang Pisang
Batang pisang juga mengandung serat yang halaus, terutama dari pisang kelutuk, menggala dan susu. Batang pisang cukup banyak mengandung zat mineral.
Tabel 1. Susunan Kimiawi Dari Batang Pisang. Air Protein Karbohidrat Zat fosfor Zat kalium Zat kalsium 92,5% 0,35% 4,6% 100 gr batang 100 gr batang 100 gr batang
susunan kimiawi dari batang pisang, maka dapat batang pisang ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan penguat untuk ternak
(Rismunandar, 2001). C. Tinjauan Umum Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang sangat, lembab dan aerobik atau anaerobik. Pengomposan adalah proses penguraian dari bahan organik secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi (Lingga, 2006).
1. Manfaat Pengomposan
Pengomposan memiliki banyak manfaat, diantaranya: a. Manfaat Ekonomi
Meningkatkan efisiensi dari biaya pengangkutan sampah yang disebabkan pengangkutan sampah ke (TPA Tempat Pembuangan Akhir) dapat semakin berkurang. Selain itu dapat memperpanjang TPA karena dapat menghasilkan produk berupa kompos yang memiliki nilai
tambah karena produk tersebut juga memilik nilai jual. b. Manfaat Terhadap Lingkungan
Manfaat estetika dari adanya pengomposan ialah dapat melakukan pengurangan terhadap sampah jenis organik yang dapat merusak keindahan kota atau suatu tempat dan menimbulkan bau yang menyengat. Dengan demikian keindahan dan kenyamanan kota, daerah, atau suatu tempat, dapat tetap terjaga dengan baik . Menurut Fuad (2011), produk hasil dari pengomposan dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman sebagai berikut :
1) Menyuburkan tanah dan tanaman.
2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah. 3) Meningkatkan kapasitas daya serap air tanah. 4) Meningkatkan aktifitas mikroba tanah
5) Meningkatkan kualitas hasil panen yang meliputi rasa, nilai gizi, dan jumlah panen.
6) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
7) Menekan pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman. 8) Meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
Pengomposan berpotensi dapat mengurangi pencemaran lingkungan, karena jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan pertanian dapat mencegah pencemaran, karena dapat mengurangi kebutuhan pemakaian pupuk buatan dan obat-obatan yang berlebihan. Membantu melestarikan sumber daya alam, karena pemakaian kompos pada perkebunan akan meningkatkan kemampuan lahan
kebun dalam menahan unsur hara, sebagai media tanam dapat digantikan oleh kompos, sehingga eksploitasi dari humus hutan dapat dicegah.
2. Pengomposan
Pada dasarnya proses pengomposan adalah suatu proses biologis. Hal ini berarti bahwa peran dari mikroorganisme pengurai sangat besar. Menurut Fuad (2011), prinsip-prinsip proses biologis yang terjadi pada proses pengomposan meliputi:
a. Kebutuhan Nutrisi
Untuk proses pengomposan, perkembangbiakan dan pertumbuhan dari mikroorganisme memerlukan sumber energi, yaitu karbon untuk proses sintesa jaringan baru dan elemen-elemen anorganik seperti nitrogen, fosfor, kapur, belerang dan magnesium sebagai bahan makanan untuk membentuk sel -sel tubuhnya. Selain itu, untuk memacu pertumbuhannya, mikroorganisme juga memerlukan nutrien organik yang tidak dapat disintesa dari sumber-sumber karbon lain. Nutrien organik tersebut antara lain asam amino, purin atau pirimidin, dan vitamin (Fuad, 2011).
b. Mikroorganisme
Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan berdasarkan struktur dan fungsi sel, antara lain :
1) Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer dari eucaryotesbersel tunggal, antara lain: ganggang, jamur dan protozoa.
2) Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contohnya : bakteri. Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang
belakang) seperti cacing tanah, kutu juga berperan dalam pengurai sampah. Sesuai dengan peranannya dalam rantai makanan, mikroorganikme pengurai dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : a) Kelompok I (konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan organik di dalam sampah, yaitu : jamur, bakteri dan actinomycetes.
b) Kelompok II (konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I
c) Kelompok III (konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad dari kelompok I dan kelompok I.
Agar proses pembuatan kompos lebih efektifitas, maka diperlukan kondisi lingkungan yang ideal, karena efektifitas dalam pembuatan sangat bergantung kepada mikroorganisme pengurai. Apabila mikroorganisme hidup dalam lingkungan yang ideal, maka mikroorganikme tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik pula. Menurut Fuad (2011), kondisi lingkungan yang ideal yaitu mencakup beberapa hal sebagai berikut :
a. Keseimbangan Nutrisi (Rasio C/N)
Parameter nutrisi yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur karbon dan nitrogen yang terkandung. Dalam proses penguraian, terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas atau karbondioksida (CO ). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal di dalam kompos. Besarnya
perbandingan antara unsur karbon dan nitrogen tergantung pada jenis sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos. Menurut pendapat dari Jujun (2011), Perbandingan unsur C dan N yang ideal ketika proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai 40 : 1.
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) yang ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik, ialah berkisar pada pH netral yaitu 6 8,5. Tingkat keasaman ini sangat sesuai dengan keasaman (pH) yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada saat proses awal pengomposan, mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik , hingga derajat keasaman dapat selalu menurun. Pada tahap proses selanjutnya, derajat keasaman (pH) akan meningkat secara bertahap, pada saat masa pematangan. Hal ini dikarenakan dari jenis mikroorganisme yang dapat memakan asam-asam organik yang telah terbentuk. Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, apabila :
1) Tingkat keasaman (pH)
Tingkat keasaman yang terlalu tinggi (diatas 8), sehingga unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk dari
penguapan unsur N,akan sangat mengganggu proses pembuatan kompos, karena bau yang dikeluarkan atau dihasilkan akan sangat menyengat. Selain itu, jika senyawa ini dalam kadar atau tingkat kemasaman yang berlebihan, maka senyawa ini
dapat memusnahkan mikroorganisme. Sedangkan, jika dalam senyawa ini kadar atau tingkat keasamannya terlalu rendah (dibawah 6), maka kondisi dari senyawa tersebut menjadi basah, sehingga dapat menyebabkan kematian jasad renik (Wahyuaskari, 2012).
2) Suhu (Temperatur)
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperatur di dalam tumpukan sampah, sangat bervariasi, karena disesuaikan dengan tipe dan jenis dari mikroorganisme. Berikut kesesuaian temperatur di dalam tumpukan sampah, menurut Wahyuaskari (2012), ialah sebagai berikut :
a) Awal proses pengompos an, temperatur mesofilik mencapai suhu antara 25 45°C dan diikuti oleh temperatur termofilik yang mencapai suhu antara 50-65°C. Temperatur termofilik memiliki fungsi yaitu untuk mematikan bakteri atau bibit penyakit, baik patogen, maupun bibit vektor penyakit seperti hewan lalat.
b) Kesesuaian dari temperatur juga berfungsi untuk mematikan bibit gulma, dan mematikan beberapa organikme patogen dan parasit. Selanjutnya kondisi termometer termofilik akan mulai berangsur-angsur menurun kembali.
3) Ukuran Partikel Sampah
Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos, harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel dari sampah, maka semakin luas permukaan yang dapat dimakan dan dicerna oleh mikroorganisme, sehingga penguraian dapat berlangsung dengan seragam dan cepat.
4) Kelembaban Udara
Kandungan dari kelembaban udara yang optimum, sangat diperlukan dalam proses pengomposan. Kelembaban yang ideal adalah 40 60%. Nilai kelembapan terbaik adalah 50%. Kelembaban yang optimum harus terjaga. Hal ini dikarenakan bertujuan untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal, sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Jika kondisi dalam tumpukan terlalu lembab, akan menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme pengurai tersebut, dikarenakan molekul air akan mengisi rongga udara pada tumpukan, sehingga tumpukan memasuki kondisi anaerobik yang menyebabkan timbulnya bau yang menyengat. Jika kelembapan pada tumpukan kurang dari 40% atau terlalu kering, maka mengakibatkan berkurangnya populasi, karena terbatasnya habitat dari mikroorganisme pengurai tersebut (Murbandono, 1992).
5) Homogenitas Campuran Sampah
Komponen dari sampah organik yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kompos, perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya, agar diperoleh oksigen dan kelembaban secara merata dan kecepatan penguraian tumpukan dapat berlangsung secara seragam
(Wahyuaskari, 2012).
D. Tinjauan Umum Effective Microorganisme (EM )
Larutan EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teuro Higa dari
Universitas Ryukyus, Jepang. Larutan EM4 ini berisi mikroorganisme
fermentasi dan jumlah dari mikroorganisme fermentasi EM4 sangatlah banyak,
yaitu 80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan
utama mikroorganisme yang terkandung di dalam EM4, yaitu bakteri
Fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast), Actinomycetes.
Selain dapat mempercepat pengomposan, larutan EM4 juga dapat diberikan
secara langsung ke tanah dan ke tanaman atau disemprotkan pada daun tanaman. Hal ini berguna untuk menambah unsur hara pada tanah, dan menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses
pertumbuhan tanaman (Djuarnani, 2005).
Untuk mempercepat saat proses pengomposan, maka harus dilakukan dalam kondisi aerob, karena tidak akan menimbulkan bau. Namun,
proses mempercepat pengomposan dengan bantuan EM4 berlangsung
secara anaerob (sebenarnya semi anaerob, karena ada sedikit sirkulasi udara dan cahaya), sehingga metode anaerob ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila dalam melakukan proses pengomposan dapat
berlangsung dengan baik
Menurut (Djuarnani, 2005), cara kerja dari larutan EM4 telah dapat
dibuktikan secara ilmiah, selain itu juga peran dari larutan EM4 dapat berguna
sebagai berikut :
1. Mempercepat fermentasi dari limbah dan sampah organik.
2. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dan senyawa organik pada tanaman dan tanah.
3. Menekan pertumbuhan patogen tanah.
4. Meningkatkan aktivitas dari mikroorganisme indogenus yang dapat menguntungkan, seperti mikroorganisme Mycorrhiza sp, Rhizobium sp, dan bakteri pelarut fosfat.
5. Meningkatkan nitrogen.
6. Mengurangi kebutuhan petani akan penggunaan dari pupuk dan pestisida kimia.
Larutan EM4 dapat menekan pertumbuhan dari mikroorganisme
patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan
budidaya sejenis, secara terus-menerus. Larutan EM4 merupakan larutan
yang berisi beberapa mikroorganikme yang sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau pada limbah dan sampah, serta dapat mempercepat pengolahan limbah dan sampah menjadi pupuk kompos.
E. Tinjauan Umum Kotoran Sapi
Kotoran sapi merupakan salah satu contoh pupuk organik yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak,
jenis dan kadar serta kandungan haranya. Pupuk organik yang dikembalikan melalui pupuk kandang selain sebagai sumber bahan organik tanah juga sebagai sumber hara bagi pertumbuhan tanaman. Bahan organik memegang peranan penting pada tanah tropis, karena hampir semua unsur terdapat didalamnya Pupuk kandang biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25 P2O5 dan 0,5 K2O. Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85%
megandung 0,4% N; 0,2% P2O5 dan 0,5% K2O dan yang cair dengan
kadar 95% mengandung 1% N; 0,2% P2O5 dan 0,1% K2O. Proses
perombakan bahan organik pada tahap awal bersifat hidrolisis karena proses ini berlangsung dengan adanya air dan enzim hidrolisa ekstra selluler yang menghasilkan senyawa yang lebih sederhana dan mudah larut dalam air sehingga mikroorganisme dapat memanfaatkannya terutama dalam kondisi aerobik. Perombakan selanjutnya dalam kondisi aerobik dengan hasil akhir CO2 dan H2O. Dalam kondisi anaerobik hasil samping adalah asam asetat,
asam pripionat, asam laktat, asam butirat dan asam format serta alcoho l dan gas CO2, H2O dan methan (CH4) (Sugito, et al, 1995).
Penyediaan kotoran sapi yang berkelanjutan, diharapkan agar mempermudah petani dalam memanfaatkan kotoran sapi tersebut sebagai penyubur tanah serta tanaman pertaniannya karena mengandung unsur hara, sebagai berikut :
1. Nitrogen
Kandungan dari nitrogen memiliki fungsi yaitu untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Pada tanaman yang mengandung unsur N yang cukup,akan menunjukkan warna daun hijau tua, yang artinya klorofil atau zat hujau
daun di dalam daun cukup tinggi. Sebaliknya apabila pada tanaman terdapat gejala kekurangan atau defisiensi dari unsur N, maka daun pada tanaman akan menguning (klorosis) karena kekurangan klorofil. Pertumbuhan tanaman lambat, lemah dan tanaman menjadi kerdil, juga dapat disebabkan oleh kekurangan unsur N.
2. Fosfor
Fungsi unsur fosfor dalam tanaman membuat pertumbuhan pada tanaman menjadi normal. Fungsi unsur Fosfor (P) yang sangat penting di dalam tanaman yaitu membantu dalam proses fotosintesis, respirasi, serta transfer maupun penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel, serta proses-proses pertumbuhan lainnya pada tanaman. Fosfor dapat meningkatkan kualitas buah, sayuran, biji-bijian pada tanaman sehingga sifat -sifat dari tanaman induk dapat menurun tetapi dalam 1 jenis tanaman, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Unsur fosfor dapat membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan pada benih tanaman, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, serta dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit, yang akhirnya meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen atau hasil produksi. 3. Kalium
Kalium sangat penting dalam proses fotosintesis. Apabila defisiensi unsur K maka proses fotosintesis akan turun, akan tetapi respirasi atau pernapasan pada tanaman akan meningkat. Kejadian ini akan menyebabkan banyak karbohidrat yang ada dalam jaringan tanaman digunakan untuk mendapatkan energi untuk melakukan aktivitasnya, sehingga pembentukan bagian-bagian tanaman akan terhambat, yang
akhirnya pembentukan dan produksi tanaman berkurang. Fungsi penting unsur K dalam pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya pada efisiensi penggunaan air. Proses membuka dan menutup pori-pori daun tanaman dan stomata, dikendalikan oleh konsentrasi unsur K dalam sel yang terdapat disekitar stomata. Defisiensi dari unsur K dapat menyebabkan stomata membuka hanya sebagian, dan menjadi lebih lambat dalam penutupan. Gejala kekurangan unsur K ditunjukkan dengan tanda-tanda terbakarnya daun yang dimulai dari ujung atau pinggir, bercak-bercak berwarna coklat pada daun-daun dan batang yang tua (Anonim,2011).
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian di Laboraturium Produksi Kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Jl. Samaratulangi RT 34. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari pembuatan proposal sampai pembuatan laporan, terhitung mulai dari tanggal 27 November 2014 sampai dengan tanggal 27 Januari tahun 2015.
B. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, kamera, gelas ukur, gelas beaker, parang, karung beras berlubang dengan ukuran 25 kg, thermometer, soil tester, gayung, ember, pengaduk kaca dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah dari batang pisang, air, kotoran sapi dan larutan EM .
C. Perlakuan Penelitian
Penelitian ini memasukan dua perlakuan batang pisang, kotoran sapi dan Em4 yang terdiri 2 perlakuan yaitu;
P 1 = Batang pisang 20kg+kotoran sapi 5kg+ larutan EM sebanyak 75cc.
P 2= Batang pisang 20 kg+kotoran sapi 10kg+ larutan EM sebanyak 90cc.
D. Prosudur Penelitian
1. Pengambilan batang pisang
Batang pisang diperoleh dari kebun percontohan milik Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, pemotongan batang pisang dilakukan pada batang yang sudah tua. Batang pisang dicacah kecil-kecil dengan ukuran
1-2 cm . masukan batang pisang yang telah dicacah ke dalam gentong larutan EM lalu diaduk hingga merata.
2. Pencampuran Larutan EM dan kotoran sapi
Perlakuan pencampuran larutan EM pada taraf perlakuan P1
menggunakan larutan EM sebanyak 75 cc, kemudian dimasukkan ke dalam ember dandicampurkan dengan air sebanyak 7,5 liter, setelah itu diaduk hingga merata dan diamkan selama 20 menit.
Pada taraf perlakuan P2 menggunakan larutan EM sebanyak 90 cc,
kemudian dimasukan ke dalam ember dan dicampurkan dengan air sebanyak 9 liter, diaduk hingga merata dan diamkan selama 20 menit. 3. Proses Pengomposan
Batang pisang yang telah di cacah menjadi ukuran kecil -kecil dimasukkan ke dalam ember besar (gentong), larutan em4 dimasukan yang telah dicampur dengan air dan pupuk kandang sapi sesuai dengan taraf perlakuan, lalu gentong tersebut ditutup rapat dengan semi anaerob.
4. Pembalikan
Pembalikan kompos dilakukan 2 hari sekali. Tujuan melakukan pembalikan kompos ialah agar permukaaan dari kompos tidak kering sehingga kelembaban pada kompos.
E. Pengamatan dan Pengambilan Data
1. Pengamatan dilakukan setiap hari selama proses pembuatan pupuk kompos, sampai kompos jadi, dengan mengamati bau, warna, suhu, dan pH dari kompos. Pengamatan ini dilakukan setiap jam 5 sore selama ±2 bulan.
2. Setelah pupuk kompos telah jadi, maka dilakukan analisis kandungan uji kadar unsur hara yang meliputi unsur N,P,K,C Karbon. D
Laboratorium Ilmu Tanah, Jurusan Manajemen Hutan, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan hasil analisis Laboratorium ditampilkan secara deskiptif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Sifat fisik Kompos
Dari hasil penelitian Setiap hari dilakukan pengamatan suhu, warna dan bau kompos. Kompos yang cepat matang terdapat pada perlakuan P1 yaitu batang pisang 20kg + pupuk kandang sapi 5 kg +
larutan EM 75cc. Kemudian disusul perlakuan P2 yaitu batang pisang
20kg+kotoran sapi 10kg + larutan EM 75cc. Dimana Perubahan suhu, warna , dan bau dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, 4 dan 5. Pada awalnya berat total bahan kompos perlakuan P1 32,5 kg dan perlakuan P2
berat total bahan kompos 39 kg, setelah kompos matang, terjadi penyusutan berat kompos, pada perlakuan P1 menjadi 19,2 kg dan
perlakuan P2 menjadi 21,2 kg.
2. Sifat Kimia Kompos
Setelah pengomposan selesai kemudian dilakukan uji kimia di Laboratorium yang meliputi C/N rasio, C-organik, N, P dan K. Dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini
Tabel 2. Hasil Analisis kimia kompos dari batang pisang Parameter Satuan Perlakuan
P1 P2 Standar Mutu N % 1,512 1,372 Minimal 4% P % 0,073 0,072 Minimal 4% K % 0,112 0,133 Minimal 4% C % 36,14 28,50 Minimal 15% C/N C/N 23,90 20,77 Minimal 15-25%
Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Manajemen Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan Standar permentan menteri pertanian SR 140 -10-2011
Dari table 2 di atas dapat dilihat bahwa kandungan kompos dari batang pisang, memiliki kandungan kimia yang berbeda-beda pada setiap kandungan N, P, K, C-karbon dan C/N rasio.
kandungan kimia N, P, K, batang pisang + pupuk kandang sapi menggunakan larutan EM sebagai aktivator, dibandingkan tentang pupuk organik standar kompos permentan NS140/10/2011 belum memenuhi standar mutu pupuk organik.
B. Pembahasan 1. Sifat Fisik Kompos
Dalam proses pengomposan dengan perlakuan P1 selama 34 hari,
telah dilaksanakan dengan melakukan pengamatan sifat fisik kompos yang meliputi suhu, warna, bau dan pH. Perubahan suhu, warna, bau dan pH. Salundik (2008), Kompos dapat dinyatakan jadi, apabila suhu ruang stabil, tidak berbau, dan warna kompos menjadi kehitaman, hal ini sesuai dengan pendapat Salundik (2008), yang menyatakan bahwa kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan ketanaman, jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Kompos yang matang dapat dikenali dengan memperhatikan keadaan fisiknya, yaitu, terjadi perubahan warna, tidak mengeluarkan bau busuk dan bentuk fisiknya sudah merupai tanah yang berwarna kehitaman, jika dilarutkan, kompos yang sudah matang akan mudah larut dan strukturnya remah, serta tidak mengumpal.
Bedasarkan hasil dari pengamatan pengomposan, suhu ruang mengalami kenaikan dan penurunan yang disebabkan oleh peroses pengomposan. Pengukuran suhu dilakuan setiap hari dari awal sampai akhir pengomposan yang terdiri dari pengukuran suhu yang dilakukan
sore hari untuk mengetahui perubahan suhu selama proses pengomposan berlangsung. Dalam proses pengomposan ini suhu kompos berkisar antara 32-28 untuk perlakuan P1. Pada P2 dalam proses pengomposan, perubahan suhu berkisar 30-28 . Menurut Salundik (2008), kematangan kompos yang sempurna dapat dilihat sebagai berikut :
a. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu meningkat pada awal pengomposan yaitu dan akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Menurut Isroi (2008) hal ini menunjukkan terjadinya dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif oleh mikroorganisme mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO , uap dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, mak a suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat itu terjadi pematangan kompos, yaitu pembentukan komplek liat humus.
b. Warna
Warna hasil penelitian dalam permentasi yang berlangsung Pupuk kompos batang pisang yang sudah matangakan berwarna coklat kehitaman atau coklat tua. Sedangkan pada awal pengomposan bahan organik batang pisang masih berwarna putih kehitaman. Djuarnani (2006),
c. Bau
Bau atau aroma organik dari batang pisang yang sudah matang yakni hampir menyerupai bau tanah. Sedangkan aroma atau bau awal saat pengomposan tidak berbau, masing-masing perlakuan
masih menyerupai bau batang pisang itu sendiri. Hal ini disebabkan karena bahan yang digunakan tidak sama seperti bahan organik pada umumnya, karena bahan yang digunakan sulit untuk terurai Djuarnani (2006).
2. Sifat Kimia Kompos
Berdasarkan uji analisis Laboratorium, kompos yang dihasilkan memiliki kandungan kimia yang berbeda pada setiap perlakuan, baik perlakuan P1, maupun P2. Untuk analisis kimia C/N rasio, C-Organik, pH,unsur N, unsur P dan unsur K. Menurut peraturan menteri Permentan-SR-140-10-2011 kandungan kimia beserta standar nilai yang ditentukan ialah sebagai berikut :
a. Kadar (pH)
Untuk perlakuan P1, kadar keasaman (pH) organik dari batang pisang yang sudah matang ini bernilai 6. Pada awal pengomposan kadar keasaman bernilai 6,2. Pada proses pengomposan terjadi penurunan kadar pH. EM , dilakukan dalam kondisi anaerob (sebenarnya semi anaerob). Pupuk kompos batang pisang akan terasa lunak jika dihancurkan. Bentuk organik masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-remes akan mudah hancur (Isroi, 2008).
b. Kandungan Unsur Hara Nitrogen (N)
Pada perlakuan P1 memiliki nilai N sebesar 1,512 sedangkan
pada perlakuan P2 1,372 bel um memenuhi setandar mutu pupuk,
menurut Permentan Pertanian NS/140/10/2011 menurut Lumpkin (1982) meningkat kandungan nitrogen pada P1 akibat
terjadinya penguraian protein menjadi pengomposan dengan bantuan kegiatan mikroorganisme heterotropik seperti bakteri.
c. Kandungan Unsur Hara Fospor (P)
Pada perlakuan p1 memiliki nilai sebear 0,073 sedangkan
pada P2 memiliki nilai sebesar 0,072. Menurut Hadisuwito unsur P
merupakan zat yang penting, tetapi selalu berda dalam keadaan kurang di dalam tanah. Unsur P sangat penting sebagai sumber energi. Fospor rendahnya kadar fospor dikompos perlakuan P2 diduga
Karena kadar P yang ada pada batang pisang di gunakan sebagai makanan oleh mikroorganisme yang ada selama proses pengomposan berlangsung hinga kompos matang.
d. Kandungan Unsur Hara Kalium (K)
Dalam penelitian ini EM unsur kalium total P1 memiliki
kandungan unsur hara sebnayak 0,112 sedangkan pada perlakuan P2 memiliki kandungan unsur hara kalium sebanyak 0.133. EM dapat
menpengaruhi tinggi dan rendahnya nilai unsur kalium dalam proses pengomposan. Diduga bahwa kandungan unsur K pada kompos P1
lebih rendah dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme yang memanfaatkan kalium untuk kegiatan metabolismenya sehingga keberadaan unsur K pada kompos P1 rendah sedangkan pada kompos
P2 unsur K lebih tinggi ini karena pemberian EM tidak sebanding pada
pemberian kompos P2. Menurut pendapat Hidayati (2010), kalium
tidak terdapat dalam protein, kalium bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Sehingga kalium (K)
yang terkandung di dalam bokashi azolla lebih sedikit karena banyak digunakan oleh mikroorganisme sebagai katalisator.
e. Rasio C/N
Dalam penelitian pupuk kompos dari batang pisang ini pada perlakuan P1 memiliki C/N rasio sebesar 23,90%. Sedangkan pada
perlakuan P2 memiliki C/N rasio sebesar 20,77%. Sudah memenuhi
standar mutu pupuk organik, permentan peraturan menteri pertanian SN/140/10/2011.
Nisbah karbon dan nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan mikroorganisme selama proses pembuatan kompos berlangsung. Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen untuk membentuk protein (Sutanto, 2002).
Sedangkan penurunan rasio C/N kompos selama proses pengomposan disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh jasad mikro, sebab bahan organik merupakan sumber energi dan unsur hara bagi jasad yang hidup dalam proses asimilasi dan pembentukan selnya. Lebih lanjut dinyatakan, dalam proses dekomposisi, bahan organik akan dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sampai akhirnya senyawa tersebut tidak dapat didekomposisikan lagi. Hasil akhir pelapukan meyebabkan kandungan C-organik dan rasio C/N menurun sedangkan N meningkat. (Sutanto, 2002).
f. Unsur karbon-C
Dalam penelitian kompos batang pisang pada perlakuan P1
memiliki C sebesar 36,14% sedangkan perlakuan P2 memiliki C
sebesar 28,50.
Unsur karbon pada kompos batang pisang dengan bantuan bakteri basillus Sp. yang ikut membantu dalam proses penguraian bahan organik, protein, karbohidrat dan lemak secara biologis.
Selama proses dekomposisi mikroorganisme memerlukan sumber karbon sebagai sumber energi untuk membentuk sel-sel baru (Arlinda, 2011). Proses pembentukan sel-sel baru tersebut akan membebaskan CO2 dan H2O Pada aktivator EM4 nilai C-organik
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena mikroorganikme memanfaatkan unsur karbon (C) sebagai sumber energi dan membebaskan dalam bentuk CO2.
Hara karbon ini sangat penting yakni sebagai pembangun bahan organik karena sebagian besar bahan kering terdiri dari bahan organik. Fungsi hara karbon yaitu sebagai sumber energi makanan bagi mikroba. Sehingga nilai unsur karbon (C) dibokasi azolla lebih rendah karena bakteri mikroba menggunakan karbon (C) tersebut sebagai sumber energi. (Wahyono dkk, 2003).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan yaitu, untuk perlakuan P1 dan P2 dari pembuatan pupuk kompos
dari limbah batang pisang dengan larutan aktivator EM dan pupuk kandang sapi, yang memiliki kandungan unsur hara yang belum memenuhi standar Peraturan Menteri Pertanian Permentan/SR.140/10/2011 yaitu unsur nitrogen (N), fospor (P), dan kalium (K). Adapun kandungan unsur hara yang telah mencukupi standar mutu pupuk dari peraturan menteri pertanian Permentan/SR.140/10/2011 ialah kandungan C/N rasio, C-karbon.
B. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut dapat meningkatkan kandungan unsur hara N, P dan K, dengan aktivator yang berbeda sehingga dapat memenuhi standart mutu pupuk kompos dari limbah batang pisang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Menilik-berbagai-manfaat-kompos dari kotoran sapi html (5/8/2015). Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anonim, 2010. Pisang. http:/idampa,org.(5/8/2015).
Arlinda, 2011. Studi Perbandingan Kualitas Kimia Kompos dari kompos batang pisang. Testis Pasca Sarjana UNAD. Jakarta.
Djuarnani, N, Kristian Setiawan, B.S 2006. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fuad, 2011. http://fuadmje. 2011/11/06/kompos. html (11/7/ 2015) .
Indriani, YH. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat.Penebar Swadaya. Jakarta. Indriani, 2012. Mempercepat Proses Pengomposan. Penebar Swadaya. Jakarta. Jujun, 2011. http://jujuni:/2011/09/pembuatan-pupuk-kompos.html. (11/7/ 2015). Anonim, 2011. Kementerian Pertanian Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan
Pembenah Tanah, Jakarta.http://perundangan.pertanian.go.id.Tanggal Akses 2 Oktober 2014. (Peraturan Menteri Pertanian, tidak diterbitkan). Lingga, Pinus. 2006. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Depok.Murbandaono HS. 1992. Membuat Kompos. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Rismunandar. 2001. Bertanam Pisang. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Rukmana. 2006. Usaha Tani Pisang. Kanisius. Yogyaka
Redaksi AgroMedia. 2007.Cara perktis membuat kompos. Jakarta.
Satuhu,S. Supryadi, A. 2007. Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pa sar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugito, Y., Yulia N, dan Ellis N. 1995. Fakultas Pertanian. Jakarta.
Tjitrosoepomo. 2000. Taksonomi tumbuhan spermathophyta. (ditinjauan pustaka) cetakan ke-9, UGM Press, Yogyakarta
Wahyono.W, 2003. Menglolah Sampah Menjadi Kompos Sistem Open Winddrow Bergulir Sekala Kawasan. Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta. .
Lampiran 1. Standarisasi pupuk organik berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011.
*) Kadar air atas dasar berat basah. No. STANDAR MUTU PARAMETER SATUAN Granul/Pelet Remah/Curah Murni Diperkaya Mikroba Murni Diperkaya Mikroba
1. C-Organik % Min 15 Min 15 Min 15 Min 15
2. C/N Rasio - 15-25 15-25 15-25 15-25
3. Bahan Ikutan
(Plastik, kaca, kerikil)
% Maks 2 Maks 2 Maks2 Maks 2
4. Kadar Air *) % 8-20 10-25 15-25 15-25 5. Logam Berat: As Hg Pb Cd ppm ppm ppm ppm Maks10 Maks 1 Maks 50 Maks 2 Maks10 Maks 1 Maks 50 Maks 2 Maks10 Maks 1 Maks 50 Maks 2 Maks10 Maks 1 Maks 50 Maks 2 6. pH - 4-9 4-9 4-9 4-9 7. Hara makro
(N+P2O5+K2O) % Min 4 Min 4 Min 4 Min 4
8. Mikroba kontaminan : - E.coli, - Salmonella sp MPN/g MPN/g Maks 102 Maks 102 Maks 102 Maks 102 Maks 102 Maks 102 Maks 102 Maks 102 9. Mikroba fungsional - Penambat N - Pelarut P Cfu/g Cfu/g - - Min 103 Min 103 - - Min 103 Min 103 10. Ukuran butiran 2-5 mm % Min 80 Min 80 - - 11. Hara mikro : - Fe total atau - Fe tersedia - Mn - Zn ppm ppm ppm ppm Maks 9000 Maks 500 Maks 5000 Maks 5000 Maks 9000 Maks 500 Maks 5000 Maks 5000 Maks 9000 Maks 500 Maks 5000 Maks 5000 Maks 9000 Maks 500 Maks 5000 Maks 5000 12. Unsur lain : - La - Ce ppm ppm 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 2. Hasil pengamatan suhu, warna, bau, dan pH dari perlakuan P1
Perlakuan P1 Suhu Warna Bau pH
1 Coklat muda Belum berbau 6,2
2 Coklat muda Belum berbau 6
3 Coklat muda Belum berbau 6,1
4 Coklat muda belum berbau 6,2
5 Coklat muda Belum Berbau 6
6 Coklat muda Belum Berbau 6,4
7 Coklat muda Belum Berbau 6,8
8 Coklat muda Belum Berbau 6,9
9 Coklat muda Berbau 6,8
10 Coklat muda Berbau 6,9
11 Coklat muda Berbau 6,9
12 Coklat kehitaman Berbau 6,8
13 Coklat kehitaman Berbau 6,9
14 Coklat kehitaman Berbau 6,9
15 Coklat kehitaman Berbau 6,9
16 Coklat kehitaman Berbau 6,9
17 Coklat tua Berbau 6,9
18 Coklat tua Berbau 6,8
19 Coklat tua Berbau 6,8
20 Hitam tua Berbau 6,6
21 Hitam tua Berbau 6,2
22 Hitam tua Berbau 5,4
23 Hitam tua Berbau 6,6
Lampiran 3. Hasil pengamatan suhu, warna, bau, dan pH dari perlakuan P2
Perlakuan P2 Suhu Warna Bau pH
1 Coklat muda Belum berbau 5,3
2 Coklat muda Belum berbau 6,3
3 Coklat muda Belum berbau 6,3
4 Coklat muda Belum berbau 6,3
5 Coklat muda Belum berbau 6,2
6 28°c Coklat muda Belum berbau 6,2
7 27°c Coklat muda Belum berbau 6,2
8 28°c Coklat muda belum Berbau 6,9
9 28°c Coklat muda Belum Berbau 6,8
10 26°c Coklatkehitaman Berbau 6,9
11 26°c Coklat kehitaman Berbau 6,9
12 27°c Coklat kehitaman Berbau 6,9
13 27°c Coklat kehitaman Berbau 6,9
14 28°c Coklat kehitaman Berbau 6,7
15 28°c Coklat kehitaman Berbau 6,7
16 26°c Coklat tua Berbau 6,7
17 26°c Coklat tua Berbau 6,7
18 26°c Coklat tua berbau 6,8
19 29°c Coklat tua berbau 6,4
20 27°c Coklat tua berbau 6,6
21 Coklat tua berbau 6,2
22 Coklat tua berbau 5,4
23
Hitam tua berbau 6,6
24 Hitam tua berbau 6,5
25 Hitam tua Tidak berbau 6,6
Lampiran 4. Dokumentasi Bahan dan Alat Pembuatan Pupuk
Gambar 1. Penimbangan bahan pembuatan kompos
Lampiran 5. Pencampuran Batang Pisang, Kotoran Sapi dan EM 4
Gambar 3. Pencampuran EM
Lampiran 6. Dokumentasi Pengukuran pH, Suhu dan perubahan Warna
Gambar 5. Pengukuran pH dan Suhu untuk perlakuan p1
Lampiran 7 dokumentasi perubahan warna pada kompos
Gambar 7. Perubahan Warna Pupuk Kompos Untuk Perlakuan P1
Lampiran 8. Dokumentasi Pupuk Kompos Yang Sudah Jadi
Gambar 9. Pupuk Kompos yang telah jadi P1
Gambar 10. Pupuk kompos yang jadi P2