• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Sifat Fisik Kompos

Dalam proses pengomposan dengan perlakuan P1 selama 34 hari, telah dilaksanakan dengan melakukan pengamatan sifat fisik kompos yang meliputi suhu, warna, bau dan pH. Perubahan suhu, warna, bau dan pH. Salundik (2008), Kompos dapat dinyatakan jadi, apabila suhu ruang stabil, tidak berbau, dan warna kompos menjadi kehitaman, hal ini sesuai dengan pendapat Salundik (2008), yang menyatakan bahwa kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan ketanaman, jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Kompos yang matang dapat dikenali dengan memperhatikan keadaan fisiknya, yaitu, terjadi perubahan warna, tidak mengeluarkan bau busuk dan bentuk fisiknya sudah merupai tanah yang berwarna kehitaman, jika dilarutkan, kompos yang sudah matang akan mudah larut dan strukturnya remah, serta tidak mengumpal.

Bedasarkan hasil dari pengamatan pengomposan, suhu ruang mengalami kenaikan dan penurunan yang disebabkan oleh peroses pengomposan. Pengukuran suhu dilakuan setiap hari dari awal sampai akhir pengomposan yang terdiri dari pengukuran suhu yang dilakukan

sore hari untuk mengetahui perubahan suhu selama proses pengomposan berlangsung. Dalam proses pengomposan ini suhu kompos berkisar antara 32-28 untuk perlakuan P1. Pada P2 dalam proses pengomposan, perubahan suhu berkisar 30-28 . Menurut Salundik (2008), kematangan kompos yang sempurna dapat dilihat sebagai berikut :

a. Suhu

Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu meningkat pada awal pengomposan yaitu dan akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Menurut Isroi (2008) hal ini menunjukkan terjadinya dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif oleh mikroorganisme mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO , uap dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, mak a suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat itu terjadi pematangan kompos, yaitu pembentukan komplek liat humus.

b. Warna

Warna hasil penelitian dalam permentasi yang berlangsung Pupuk kompos batang pisang yang sudah matangakan berwarna coklat kehitaman atau coklat tua. Sedangkan pada awal pengomposan bahan organik batang pisang masih berwarna putih kehitaman. Djuarnani (2006),

c. Bau

Bau atau aroma organik dari batang pisang yang sudah matang yakni hampir menyerupai bau tanah. Sedangkan aroma atau bau awal saat pengomposan tidak berbau, masing-masing perlakuan

masih menyerupai bau batang pisang itu sendiri. Hal ini disebabkan karena bahan yang digunakan tidak sama seperti bahan organik pada umumnya, karena bahan yang digunakan sulit untuk terurai

Djuarnani (2006).

2. Sifat Kimia Kompos

Berdasarkan uji analisis Laboratorium, kompos yang dihasilkan memiliki kandungan kimia yang berbeda pada setiap perlakuan, baik perlakuan P1, maupun P2. Untuk analisis kimia C/N rasio, C-Organik, pH,unsur N, unsur P dan unsur K. Menurut peraturan menteri Permentan-SR-140-10-2011 kandungan kimia beserta standar nilai yang ditentukan ialah sebagai berikut :

a. Kadar (pH)

Untuk perlakuan P1, kadar keasaman (pH) organik dari batang pisang yang sudah matang ini bernilai 6. Pada awal pengomposan kadar keasaman bernilai 6,2. Pada proses pengomposan terjadi penurunan kadar pH. EM , dilakukan dalam kondisi anaerob (sebenarnya semi anaerob). Pupuk kompos batang pisang akan terasa lunak jika dihancurkan. Bentuk organik masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-remes akan mudah hancur

(Isroi, 2008).

b. Kandungan Unsur Hara Nitrogen (N)

Pada perlakuan P1 memiliki nilai N sebesar 1,512 sedangkan pada perlakuan P2 1,372 bel um memenuhi setandar mutu pupuk,

menurut Permentan Pertanian NS/140/10/2011 menurut

terjadinya penguraian protein menjadi pengomposan dengan bantuan kegiatan mikroorganisme heterotropik seperti bakteri.

c. Kandungan Unsur Hara Fospor (P)

Pada perlakuan p1 memiliki nilai sebear 0,073 sedangkan pada P2 memiliki nilai sebesar 0,072. Menurut Hadisuwito unsur P merupakan zat yang penting, tetapi selalu berda dalam keadaan kurang di dalam tanah. Unsur P sangat penting sebagai sumber energi. Fospor rendahnya kadar fospor dikompos perlakuan P2 diduga Karena kadar P yang ada pada batang pisang di gunakan sebagai makanan oleh mikroorganisme yang ada selama proses pengomposan berlangsung hinga kompos matang.

d. Kandungan Unsur Hara Kalium (K)

Dalam penelitian ini EM unsur kalium total P1 memiliki kandungan unsur hara sebnayak 0,112 sedangkan pada perlakuan P2 memiliki kandungan unsur hara kalium sebanyak 0.133. EM dapat menpengaruhi tinggi dan rendahnya nilai unsur kalium dalam proses pengomposan. Diduga bahwa kandungan unsur K pada kompos P1

lebih rendah dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme yang memanfaatkan kalium untuk kegiatan metabolismenya sehingga keberadaan unsur K pada kompos P1 rendah sedangkan pada kompos P2 unsur K lebih tinggi ini karena pemberian EM tidak sebanding pada pemberian kompos P2. Menurut pendapat Hidayati (2010), kalium tidak terdapat dalam protein, kalium bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Sehingga kalium (K)

yang terkandung di dalam bokashi azolla lebih sedikit karena banyak digunakan oleh mikroorganisme sebagai katalisator.

e. Rasio C/N

Dalam penelitian pupuk kompos dari batang pisang ini pada perlakuan P1 memiliki C/N rasio sebesar 23,90%. Sedangkan pada perlakuan P2 memiliki C/N rasio sebesar 20,77%. Sudah memenuhi standar mutu pupuk organik, permentan peraturan menteri pertanian SN/140/10/2011.

Nisbah karbon dan nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan mikroorganisme selama proses pembuatan kompos berlangsung. Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen untuk membentuk protein (Sutanto, 2002).

Sedangkan penurunan rasio C/N kompos selama proses pengomposan disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh jasad mikro, sebab bahan organik merupakan sumber energi dan unsur hara bagi jasad yang hidup dalam proses asimilasi dan pembentukan selnya. Lebih lanjut dinyatakan, dalam proses dekomposisi, bahan organik akan dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sampai akhirnya senyawa tersebut tidak dapat didekomposisikan lagi. Hasil akhir pelapukan meyebabkan kandungan C-organik dan rasio C/N menurun sedangkan N meningkat. (Sutanto, 2002).

f. Unsur karbon-C

Dalam penelitian kompos batang pisang pada perlakuan P1

memiliki C sebesar 36,14% sedangkan perlakuan P2 memiliki C sebesar 28,50.

Unsur karbon pada kompos batang pisang dengan bantuan bakteri basillus Sp. yang ikut membantu dalam proses penguraian bahan organik, protein, karbohidrat dan lemak secara biologis.

Selama proses dekomposisi mikroorganisme memerlukan sumber karbon sebagai sumber energi untuk membentuk sel-sel baru

(Arlinda, 2011). Proses pembentukan sel-sel baru tersebut akan

membebaskan CO2 dan H2O Pada aktivator EM4 nilai C-organik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena mikroorganikme memanfaatkan unsur karbon (C) sebagai sumber energi dan membebaskan dalam bentuk CO2.

Hara karbon ini sangat penting yakni sebagai pembangun bahan organik karena sebagian besar bahan kering terdiri dari bahan organik. Fungsi hara karbon yaitu sebagai sumber energi makanan bagi mikroba. Sehingga nilai unsur karbon (C) dibokasi azolla lebih rendah karena bakteri mikroba menggunakan karbon (C) tersebut sebagai sumber energi. (Wahyono dkk, 2003).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait