• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM Pidana Sihol Marito Manalu 085

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM Pidana Sihol Marito Manalu 085"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ilmu hukum merupakan ilmu yang mempelajari keterkaitan antar individu satu dengan yang lain sehingga menghasilkan suatu kesepakatan yang secara nyata dan kesinambungan akan membentuk tata kehidupan tersendiri yang menyebabkan kesepakatan yang tadi dibentuk menjadi suatu perjanjian yang akan di taati secara bersama dalam kurun waktu yang relatif lama.

Setelah sekian lama aturan itu berlaku pasti ditengah suatu kesepakatan terdapat keganjelan-keganjelan yang menyebabkan hal itu menjadi suatu keributan atau kekakuan dalam tindakan sehingga menimbulkan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul. Karena hanya mengatur suatu sistem dimana kesepakatan itu belaku tetapi tidak mengatur bagaimana apabila kesepakatan tersebut dilanggar maka hal tersebut menjadi tabu dalam menyelesaikanya.

Dalam hal ini lalu dibuatlah suatu kesepakatan adanya hukum pidana dimana diadakan guna memenuhi suatu ketabuan dalam kesepakatan hal ini dinilai dapat membuat kesepakatan dapat terjalin sempurna kembali, setidaknya kesepakatan dapat ditaati sebagaimana mestinya dikarenakan didalam hukum pidana terdapat sanksi-sanksi pidana apabila yang melanggar suatu aturan atau kesepakatan dapat dipidanakan.

I.2 Rumusan Masalah

(2)

I.3 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi definisi hukum pidana menurut beberapa pakar hukum, pembagian hukum pidana, tujuan hukum pidana, peristiwa hukum pidana, sistematika hukum pidana, asas-asas dalam hukum pidana, jenis-jenis hukuman dalam pidana, ruang lingkup berlakunya hukum pidana, penggolongan bentuk kejahatan tindak pidana, alasan penghapus tindak pidana.

BAB III PENUTUP

Dalam bab ini, berisi kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA Berisi sumber-sumber yang didapat untuk

(3)

BAB II PEMBAHASAN

II.1 DEFINISI HUKUM PIDANA MENURUT BEBERAPA PAKAR HUKUM

Beberapa pendapat pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut:

1. POMPE, menyatakan bahwa hukum pidana adalah kesseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.1

2. SIMONS, Hukum pidana dibagi menjadi hukum pidana objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Simons merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai:

1. Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati;

2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan;

3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

Hukum pidana dalam arti subjektif atau iuspuniendi bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:

Dalam arti luas:

Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;

Dalam arti sempit:

Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan peradilan. Jadi ius puniendi

adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius

(4)

puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana. Dengan kata lain, ius puniendi harus berdasarkan kepada iuspoenale.

3. W.F.C. VAN HATTUM, Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.

Beberapa pendapat pakar hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut:

1. R. SOESILO, Hukum Pidana adalah perasaan tidak enak / sengsara yang dijatuhkan oleh Hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar UU Hukum Pidana.

2. E. MOELJATNO, Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut

 Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan2

 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

3. F. WIRJONO PRODJODIKORO, hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” berarti hal yang

2 Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli dari

(5)

“dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.3

Jadi, Hukum Pidana adalah keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur perbuatan apa yang dilarang dan sanksi apa yang di ancamkan

atas larangan tersebut

.

II.2PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut :

1

. Hukum Pidana Obyektif (ius punale) dan Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi).

A. Hukum Pidana Obyektif (ius punale)

Hukum pidana obyektif (ius punale) adalah hukum pidana yang dilihat dari aspek larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Jadi hukum pidana obyektif memiliki arti yang sama dengan hukum pidana materiil. Sebagaimana dirumuskan oleh Hazewinkel Suringa, ius punale adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah dan keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana bagi si pelanggarnya.4

Hukum pidana obyektif dibagi dalam :

a. Hukum Pidana Materiil ialah semua peraturan-peraturan yang menegaskan :

 Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.

 Siapa yang dapat dihukum.

 Dengan hukuman apa menghukum seseorang.

Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum. Jadi Hukum Pidana Materiil ialah peraturan-peraturan hukum atau perundang-undangan yang berisi penetapan mengenai perbuatan-perbuatan

3 Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli dari

http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017 Pukul 19.03

4

Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari

(6)

apa saja yang dilarang untuk dilakukan (perbuatan yang berupa kejahatan/pelanggaran), siapa sajakah yang dapat dihukum, hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku kejahatan/pelanggaran tersebut dan dalam hal apa sajakah terdapat pengecualian dalam penerapan hukum ini sendiri dan sebagainya.

b. Hukum Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana ialah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana cara pelaksanaan/penerapan Hukum Pidana Materiil dalam praktek hukum sehari-hari menyangkut segala hal yang berkenaan dengan suatu perkara pidana, baik didalam maupun di luar acara sidang pengadilan (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materiil). Hukum Acara Pidana terkumpul atau diatur dalam Reglemen Indonesia yang di baharui disingkat dahulu R.I.B. (Herziene Inlandsche Reglement = H.I.R.) yang sekarang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tahun 1981.5 Secara sederhana, hukum pidana materiil dapat pula diartikan sebagai aturan hukum yang menetapkan perbuatan-perbuatan apakah yang pembuatnya dapat dihukum, siapa-siapakah yang dapat dihukum, dan ancaman sanksi pidana apakah yang dapat dijatuhkan terhadap pembuat tindak pidana, contohnya KUHP. Adapun hukum pidana formil diartikan sebagai aturan hukum pidana yang mengatur tentang proses peradilan pidana atau dapat diartikan sebagi aturan hukum pidana yang dibentuk untuk mempertahankan dan menegakkan hukum pidana materiil, contohnya KUHAP.6

B. Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi).

Hukum pidana subyektif (ius puniendi) ialah hak dari negara atau alat-alat perlengkapannya untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu. Hukum

5

Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari

http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html, Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.47

(7)

pidana subyektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan dari hukum pidana obyektif terlebih dahulu.

Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh negara yang berarti bahwa tiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindak pidana (perbuatan melanggar hukum = delik). Hukum pidana subyektif sebagai aspek subyektifnya hukum pidana, merupakan aturan yang berisi atau mengenai hak atau kewenangan negara :

1. Untuk menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai ketertiban umum.

2. Untuk memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan tersebut.

3. Untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh negara pada si pelanggar hukum pidana tadi.7

2. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus.

a. Hukum Pidana Umum

Hukum pidana umum ialah hukum pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan. Hukum pidana umum secara definitif dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana yang berlaku umum yang tercantum dalam KUHP serta perundangan-undangan yang merubah dan menambah KUHP.

b. Hukum Pidana Khusus

Hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang yang tertentu. Hukum pidana khusus sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus, diluar KUHP baik perUU

7

Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari

(8)

Pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP).

Contoh:

 Hukum Pidana Militer, berlaku khusus untuk

anggota militer dan mereka yang dipersamakan dengan militer.

 Hukum Pidana Pajak, berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib pajak).8

3. Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional.

a. Hukum Pidana Nasional adalah Hukum Pidana yang dibentuk oleh Negara tertentu, yang ruang lingkup berlaunya hanya terbatas dalam yurisdiksi negara tersebut, misalnya KUHP, KUHAP, dan undang-undang lain yang memuat ketentuan pidana.

b. Hukum Pidana Internasional adalah hukum pidana yang dibentuk oleh masyarakat internasional melalui organ-organ PBB yang berlaku secara internasional. Hukum Pidana Internasional antara lain dapat ditemukan dalam Statuta Roma yang dibentuk untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat.9

II.3 TUJUAN HUKUM PIDANA

Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :

 Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.

 Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya

8

Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil dari

http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html, Pada tanggal 9 Mei 2017 pukul 22.53

(9)

Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Sebaliknya menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus memerhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran ini mendapat pengaruh dari perkembangan kriminologi.

Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.

II.4 PERISTIWA HUKUM PIDANA

Peristiwa Pidana atau Delik

Tindak pidana ialah suatu perbuatan / rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yang bertentangan dengan kaedah-kaedah Hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana. Tindak Pidana sering juga disebut dengan perbuatan pidana / peristiwa pidana atau dalam istilah asing, disebut dengan (Delict). Menurut

Prof. Mulyanto, S.H. Strafbaarfeit adalah Perbuatan

Pidana. Strafbaarfeit yaitu perbuatan manusia yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, yang dapat

dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan. Strafbaarfeit juga merupakan kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.Suatu peristiwa hukum dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila, Suatu peristiwa hukum tersebut telah memenuhi unsur obyektif dan unsur subyektif.10

Unsur Obyektif dan Unsur Subyektif tersebut ialah:

1. Unsur obyektif, yaitu adanya suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh

(10)

hukum dengan ancaman pidananya. Menjadi titik utama dari pengertian obyektif ini adalah tindakannya.

2. Unsur subyektif, yaitu adanya perbuatan seseorang atau beberapa orang yang berakibat pada hal yang tidak dikehendaki oleh undang-undang. Menjadi titik utama dari pengertian subyektif ini adalah adanya seseorang atau beberapa orang yang melakukan tindakan.

Adapun syarat yang harus dipenuhi sebagai unsur obyektif dan subyektif dalam suatu peristiwa pidana adalah sebagai berikut:

 Harus ada perbuatan orang / beberapa orang. dimana

perbuatan itu dapat dipahami orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa.

 Perbuatan itu harus bertentangan dengan Norma Hukum  Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang disebutkan

dalam ketentuan hukum

 Harus terbukti ada kesalahan yang dapat

dipertanggungjawabkan

 Harus tersedia ancaman hukuman terhadap perbuatan yang

dilakukan yang termuat dalam peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

II.5 SISTEMATIKA HUKUM PIDANA

Hukum Pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembangannya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang, hukum pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannnya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari zaman pemerintah penjajahan Belanda.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri atas 569 pasal, secara sistematik dibagi dalam:

Buku 1 : Memuat tentaang Ketentuan – ketentuan Umum (Algemene Leerstrukken Bapalengen) Pasal 1-103.

(11)

Buku 3 : Mengatur tentang Pelanggaran (Overstrdingen) Pasal 489 – 569.

Menurut Rancangan KUHP tahun 2006, terdiri dari 2 buku:

Buku 1 : Memuat tentang Ketentuan Umum (Pasal 1 – 208).

Buku 2 : Memuat tentang Tindak Pidana (Pasal 209 – 272)11

II.6 ASAS – ASAS DALAM HUKUM PIDANA

Asas-asas Hukum Pidana menurut tempat :

1. Asas Teritorial

Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.

Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalan kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.

Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana.

2. Asas Personal (Nasionaliteit aktif)

yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-jahatan meskipun terjadi di luar Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia, apabila pelaku kejahatan yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia—-sedangkan perbuatan pidana yang dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang telah menghapus hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP.

(12)

3. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI;

2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara; 3. Keamanan perekonomian;

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;

5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI

2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara; 3. Keamanan perekonomian

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI

(13)

4. Asas Universal

Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidana dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asas ini melihat hukum pidana berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal kejahatan ini perlu dicegah dan diberantas.

5. Asas Legalitas

Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan” Dalam bahasa Latin: ”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yang dapat diartikan harfiah dalam bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Sering juga dipakai istilah Latin: ”Nullum crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan: ”Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas”.

Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas).

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

(14)

Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-undang

7. Asas retroaktif

Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut. Artinya hukum yang baru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang hukum tersebut mengatur perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM berat.12

II.7 JENIS-JENIS HUKUMAN DALAM PIDANA

Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dimana hukuman yang akan dijatuhkan.13

Pidana terdiri atas:

1. Pidana Pokok:

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

c. Kurungan

d. Denda

2. Pidana Tambahan:

a. Pencabutan hak – hak tertentu

b. Perampasan barang – barang tertentu

c. Pengumuman putusan hakim14

12 Asas-Asas dalam Hukum Pidana dari https://masalahukum.wordpress.com/2013/09/01/asas-asas-dalam-hukum-pidana/, pada tanggal 11 mei 2017 pukul 20.56

(15)

1. Pidana Pokok

a. Pidana Mati

Sejak zaman dahulu telah dikenal dengan hukuman mati, baik pada zaman hukuman Romawi, Yunani, Jerman. Pelaksanaan hukuman mati pada waktu tersebut adalah sangat kejam, terutama pada zaman Kaisar Romawi, cukup terkenal sejarah zaman Nero yang ketika itu banyak dijatuhkan pidana mati pada orang Kristen dengan cara mengikatnya pada suatu tiang yang dibakarnya sampai mati. Adanya Pidana mati menimbulkan pro dan kontra. Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan ditembak sampai mati, Cara-cara pelaksanaan untuk terpidana justiabel peradilan sipil diatur dalam pasal 2 sampai pasal 16 Undang-undang No. 2 Pnps Tahun 1964, sedang untuk terpidana yustiabel peradilan militer diatur dalam pasal 17. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 2 Pnps Tahun 1964, ketentuan dalam Pasal 11 KUHP sudah tidak berlaku.15

b. Pidana Penjara

Pidana Penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan kemerdekaan. Ada beberapa sistem dalam pidana penjara, yaitu :

1. Pensylvanian System: Terpidana menurut sistem ini dimasukkan kedalam sel-sel tersendiri, ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar maupun sesama narapidana, ia tidak boleh bekerja di luar sel satu-satunya pekerjaan adalah membaca buku suci yang diberikan kepadanya. Karena pelaksanaannya dilakukan di sel-sel maka disebut juga Cellulaire System.

2. Auburn System: Pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara tersendiri-sendiri, pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan narapidana lainnya, tetapi tidak boleh saling berbicara dengan Silent System.

3. Progressive System: Cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini adalah bertahap, biasa disebut dengan English / Ire System.

c. Pidana Kurungan

(16)

Pidana Kurungan ini juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi pidana kurungan ini dalam beberapa hal lebih ringan daripada pidana penjara. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut

1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole. Yang artinya mereka mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri/ Pasal 23 KUHP.

2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan tetapi lebih ringan dibandingkan terpidana penjara/ Pasal 19 KUHP

3. Meskipun ancaman pidana kurungan adalah satu tahun. Maksimum ini boleh sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, atau karena ketentuan Pasal 52 atau Pasal 52 a (Pasal 18 KUHP )

4, Apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing di situ tempat permasyarakatan, maka terpidana harus terpisah tempatmya. (Pasal 28 KUHP)

5. Pidana kurungan biasanya dilaksanakan di dalam daerahnya terpidananya sendiri /biasanya tidak di luar daerah yang bersangkutan.

d. Pidana Denda

Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Minimum pidana denda adalah Rp. 0,25 x 15, meskipun tidak ditentukan secara umum melainkan dalam pasa-pasal tindak pidana yang bersangkutan dalam Buku I dan Buku II KUHP. Di luar KUHP biasanya ditentukan dalam pasal yang mendahuluinya.

(17)

dalam hal terjadi pengulangan, perbarengan atau penerapan Pasal 52 atau Pasal 52 a KUHP.

Untuk beberapa perundang-undangan hukum pidana ketentuan dalam Pasal 30 ayat 2 KUHP tidak diterapkan. Hal ini terutama ditentukan kepada penyelesaiannya diharapkan untuk kelancaran pengisian kas negara (Pasal 14 Undang - undang Tindak Pidana Ekonomi).16

b. Pidana Tambahan:

1. Pencabutan hak-hak tertentu

Hal ini diatur dalam pasal 35 KUHP yang berbunyi: (1) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang umum lainnya, ialah

 Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;  Masuk balai tentara;

 Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan

karena undang-undang umum;

 Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau

pengampu atau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan ankanya sendiri;

 Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri;

 Melakukan pekerjaan tertentu;

(2) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya apabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang semata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.

2. Perampasan Barang Tertentu

Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan

(18)

kejahatannya. Hal ini diatur dalam pasal 39 KUHP yang berbunyi: (1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengan kejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan

kejahatan, boleh dirampas.

(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidak dengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran dapat juga dijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan

oleh undang-undang.

(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapi

hanyalah atas barang yang telah disita.

3. Pengumuman Putusan Hakim

Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepada khalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atas biaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusan hakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).17

II.8 RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA

Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana, dan Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi .

Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan.

Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana menurut waktu dapat dilihat dari Pasal 1 KUHP yang berbunyi :

17 Jenis-Jenis hukum pokok dalam pasal 10 KUHP dari

(19)

1. Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, melainkan atas kekuatan

ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu.

2. Jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka pada tersangka dikenakan ketetuan yang menguntungkan baginya. Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana. Berlakunya hukum pidana menurut tempat ini dapat dibedakan menjadi empat asas yaitu: asas teritorialitateit, asas personaliteit, asas perlindungan atau asas nasionaliteit pasif, dan asas universaliteit. Ketentuan tentang asas berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 KUHP.18

I. PENGGOLONGAN BENTUK KEJAHATAN TINDAK PIDANA

Penggolongan berbagai tindak pidana dalam KUHP merupakan kehendak dari pembentuk undang-undang untuk membedakan jenis-jenis tindak pidana yang satu dengan yang lain. Penggolongan jenis tindak pidana tersebut dimaksudkan, mengingat begitu banyaknya jenis tindak pidana yang merumuskan dalam KUHP. Secara prinsip, penggolongan berbagai tindak pidana dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukum yang ingin dilindunginya, penggolongan tindak pidana dalam KUHP selalu didasarkan pada kepentingan hukum yang ingin diberikan perlindungan.

1. Penganiayaan

secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiyaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka yang sedemikan rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.

Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja (penganiayaan) dapat dibedakan menjadi 5 macam yakni:

 Penganiayaan biasa (Pasal 351)

(20)

Disebut dengan penganiayaan pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan Pasal 351 yaitu pada hakikatnya semua penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan penganiayaan ringan. Mengamati Pasal 351 KUHP maka ada 4 jenis penganiayaan biasa, yakni:

 Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat maupun kematian dan dihukukm dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. (ayat 1)

 Penganiyaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun (ayat 2)

 Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum

dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun (ayat 3)

 Penganiayaan berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)19

 Penganiayaan Ringan (Pasal 352 KUHP)

Hal ini diatur dalam Pasal KUHP. Menurut pasal ini, penganiayaan ringan ini ada dan diancam maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda tiga ratus rupiah apabila tidak masuk dalam rumusan pasal 353 dan 356, dan tidak menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Hukuman ini bisa ditambah dengan sepertiga bagi orang yang melakukan penganiayaan ringan ini terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada di bawah perintah. Penganiyaan tersebut dalam Pasal 352 ayat 1 KUHP yaitu suatu penganiayaan yang tidak menjadikan terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.

 Penganiyaan Berencana (Pasal 353 KUHP)

Pada penganiayaan berencana, ada pemisahan antara timbulnya kehendak/diambilnya keputusan untuk bebruat dengan pelaksanaan perbuatan.

 Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)

Hal ini diatur oleh pasal 354 KHUP. Perbuatan berat atau dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan sengaja oleh orang yang menganiaya.

 Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)

(21)

Kejahatan ini merupakan gabungan antara penganiayaan berat dan penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara serentak/bersama. Oleh karena itu harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. 20

 Penganiayaan Memberatkan Hukuman (Pasal 356 KUHP)

Terdapat dua hal yang dapat memberatkan berbagai penganiayaan diatas, yaitu: kualitas korban dan cara atau modus penganiayaan.

 Penganiayaan Dengan Hukuman Tambahan (Pasal 357 KUHP).

Merupakan tambahan hukuman yang diatur dalam Pasal 357 KUHP yang menyatakan bahwa, “Pada waktu menjatuhkan hukuman terhadap kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 353 dan 355 KUHP, dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak sebagaimana Pasal 35 nomor 1 sampai dengan 4”.

 Turut Serta Dalam Penyerangan Atau Perkelahian

Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 358 KUHP. Jika dirinci dari rumusan Pasal 358, unsur-unsur dari turut serta dalam penyerangan dinamakan tindaka pidana pembunuhan, akibat yang timbul merupakan syarat yang mutlak.22 Perbuatan yang dilarang adalah akibat hilangnya nyawa orang lain, bukan cara-cara yang dilakukan seseorang untuk menghilangkan nyawa orang. Apakah dengan cara memukul, menganiaya, mencekik, memberi racun pada minuman dan menenggelamkan dalam laut ataua dalam air dan lain sebagainya. Jika akibat perbuatan yang dilakukan seseorang itu tidak menimbulkan matinya orang lain, maka perbuatan itu merupakan percobaan pembunuhan.

20 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2, Surabaya, hal. 5-6

21 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2, Surabaya, hal. 9-11

(22)

Secara umum bentuk kejahatan terhadap nyawa dapat dikelompokam menjadi tiga jenis dalam KUHP:

a. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Sengaja

 Tindak Pidana Pembunuhan Biasa

 Tindak Pidana Pembunuhan Disertai Perbuatan Laintindak Pidana Pembunuhan Yang Direncanakan

 Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak

 Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak Yang Direncanakan

 Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Anak

 Tindak Pidana Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri

 Tindak Pidana Menghasut Untuk Bunuh Diri

 Tinda Pidana Terhadap Gugurnya Kandungan

 Tindak Pidana Terhadap Gugurnya Kandungan Tanpa Izin

 Tindak Pidana Gugurnya Kandungan Atas Izin Perempuan

 Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Tabib

b. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Tidak Sengaja

tindak pidana ini dilaukan dengan tidak sengaja atau karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang lain. Jenis tindak pidana ini juga merupakan tindak pidana terhadap nyawa. Berbeda dengan tindak pidana yang sengaja, terdiri dari beberapa bentuk, tindak pidana yang dilakukan tidak dengan sengaja ini hanya ada satu bentuk. Tindak pidana ini dikenal dengan istilah (culpa delict) yaitu karena kelalalain atau kealpaan mengakibatkan matinya orang lain.

Karena Kelalaiannya Membuat Mati Orang Lain.

Karena Kelalaiannya Membuat Orang Luka Berat

Karena Kelalaian Dalam Jabatannya, Membuat Orang Mati.23

3. Pencurian

Tindak pidana pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari peristiwa ini sering terjadi. Kejahatan terhadap harta benda bahkan terbesar diantara jenis-jenis kejahatan yang mengganggu kepentingan manusia dalam menjalankan

(23)

aktivitasnya, bahkan menganggu ketentraman dan keamanan dalam masyarakat.

a. Tindak Pidana Pencurian Dalam Bentuk Pokok

Tindak pidana pencurian sebagaiamana ditelah diatur dalam Bab XXII, Pasal 362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk pokok. Adapun unsur-unsurnya, yaitu unsur “obyektif” ada perbuatan mengambil, yang diambil sesuatu barang tersebut seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Ada “perbuatan” dan perbuatan itu dilarang oleh undang-unang, apabila dilanggar akan mendapat sanksi pidana berupa penjara. Sedangkan unsur “subyektif” yaitu dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum.

b. Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP, prinsip unsur yang terkandung pasa ini sama dengan unsur-unsur dalam pasal 362 pencurian pokok. Dalam pasal ini ada unsur-unsur pemberatan, yang ancaman hukuman lebih berat yaitu penjara selama-lamanya 7 tahun.

c. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

Tindak pidana Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365. Unsur-unsur dalama Pasal 365, yaitu semua unsur yang telah diuraikan dalam pasal 363 ayat 1, kecuali unsur di jalan umum, di dalam kereta api atau term yang sedang berjalan.

d. Tindak Pidana Pencurian Dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP)24

4. Pemerasan Dan Pengancaman

Tindak pidana pemerasan dan oengancaman suatau tindakan oleh pelaku yang disertai kekerasan dan ancaman terhadap seseorang dengan maksud agar seseorang yang menguasai barang dengan mudah untuk menyerahkan sesuatu barang yang dikuasai dibawah kekerasan dan ancaman, seseorang menyerahkan barang tidak ada jalan lain kecuali untuk menyerahkan sesuatu barang kepada pelaku kekerasan dan dengan disertai ancaman.

(24)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), diatur dalam Bab XXII, Pasal 368-371 KUHP).25

5. Penggelapan

Tindak pidana penggelapan telah diatur dalam bab XXIV (Buku II) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 372 – 377 KUHP). Selain diatur dalam Bab XXI, terdapat rumusan penggelapan, yaitu pasal 415 dan 417 yang merupakan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang sudah dimassukkan ke dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Oleh karenanya dimuat dalam bab tentang kejahatan dalam jabatan (Bab XXVIII).

 Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bentuk Pokok

 Tindak Pidana Penggelapan Ringan

 Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan

 Tindak Pidana Penggelapan Berkaitan Dengan Wasiat26

6. Penipuan

Tindak pidana penipuan telah diatur Bab XXV Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan dalam 20 Pasal. Di antara bentuk-bentuk penipuan itu memiliki nama sendiri yang khusus. Yang dikenal sebagai penipuan adalah kejahatan yang dirumuskan di dalam Pasal 378 s/d 395.27

J. ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Ketika kita membicarakan masalah tindak pidana dalam bab sebelumnya, seorang pelaku delik dapat dijatuhi jika terdapat hubungan antara perbuatan criminal pidana (criminal act) tanpa alasan pembenar dan pertanggungjawaban kriminal/pidana tanpa alasan pemaaf.28

1. Alasan Pembenar

Alasan pembenar ini bersifat mengahapuskan sifat melawan hukum dan perbuatan yang di dalam KUHP dinyatakan sebagai dilarang. Karena sifat melawan hukumnya dihapuskan, maka perbuatan yang semula melawan

25 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2, Surabaya, hal. 47

26 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2, Surabaya, hal. 51

27 Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Yahman, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, jilid 2, Surabaya, hal. 57

(25)

hukum itu menjadi dapat dibenarkan, dengan demikian pelakunya tidak dipidana. Alasan pembenar ini kita jumpai di dalam:

 Perbuatan yang merupakan pembelaan darurat (Pasal 49 ayat 1 KUHP)

 Perbuatan untuk melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50

KUHP).

 Perbuatan melaksanakan perintah jabatan dari penguasa yang sah (Pasal 51 ayat 1 KUHP)

2. Alasan Pemaaf

Alasan pemaaf ini menyangkut pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya atau criminal responbility. Alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik atas dasar beberapa hal. Alasan ini dapat kita jumpai di dalam hal orang itu melakukan perbuatan dalam keadaan:

 Tidak dipertanggungjawabkan (ontoerekeningsvaatbaar)

 Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer excess)

 Daya paksa (overmacht) 3. Alasan Penghapus Tuntutan

Kecuali adanya alasan pembenar yang menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan dan alasan pemaaf yang menghilangkan pertanggungjawaban pidana pelaku yang dengan demikian menghapus pemidanaan terhadap pelaku, terdapat pula alasan yang mendahului alasan penghapus pidana tersebut. Jika alasan ini dapat diterima maka jaksa tidak dapat melakukan penuntutan.

Alasan-alasan itu adalah : Alasan dengan tempat belakunya KUHP (locus delicti). Ini menjawab pertanyaan apakah perbuatan yang dilakukan oleh tersangka berada di dalam ruang lingkup kawasan KUHP. Kita harus mengingat Pasal 2 - 8 KUHP. Jika memang perbuatan itu dilakukan dalam pasal tersebut di atas, maka penuntutan tidak dapat dilakukan.

4. Alasan Penghapus Pidana

M.v.t menyebutkan dua alasan pidana, yaitu:

 Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak

(26)

dan menurut pasal ini seseorang tidak dapat dihukum, karena jiwanya dihinggapi oleh suatu penyakit atau jiwanya tidak tumbuh dengan sempurna.

 Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak

di luar orang itu (uitwendig).

Dalam hal ini, sebab-sebab seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya itu terletak di luar pelaku. Hal-hal ini diatur dalam:

a. Pasal 48 KUHP (overmacht)

b. Pasal 49 KUHP (Noodwer)

c. Pasal 50 KUHP: Menjelaskan Undang-Undang. d. Pasal 51 KUHP: Menjalankan perintah jabatan.

Alasan penghapus pidana yang khusus, ini hanya berlaku terhadap beberapa delik tertentu, misalnya adalah seperti yang tercantum dalam: a. Pasal 166 KUHP

b. Pasal 221 KUHP29

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Hukum Pidana adalah keseluruhan norma-norma hukum yang mengatur perbuatan apa yang dilarang dan sanksi apa yang diancamkan atas larangan tersebut. Hukum Pidana memiliki pembagian yaitu Hukum Pidana Obyektif (ius punale) dan Hukum Pidana Subyektif (ius puniendi), Hukum

(27)

Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus, Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional. Tujuan Hukum Pidana salah satunya adalah untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik. Peristiwa Hukum Pidana adalah suatu perbuatan / rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yang bertentangan dengan kaedah-kaedah Hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana. Juga terdapat sistematika hukum pidana, asas-asas dalam hukum pidana, Jenis-jenis hukuman yang ada dalam pidana terdapat Pasal 10 KUHP yaitu Pidana Mati, Penjara, Kurungan, dan Denda. Adapun ruang lingkup berlakunya hukum pidana yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana, dan sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi. Penggolongan bentuk kejahatan tindak pidana adalah penganiayaan, pembunuhan, pencurian, dll. Serta, alasan menghapus tindak pidana yaitu adanya alasan pembenar, alasan pemaaf, alasan penghapus tuntutan, alasan penghapus pidana.

III.2 Saran

Saran saya sebagai penulis dalam menyelesaikan makalah ini adalah bahwa didalam hukum pidana sangatlah luas, dari pengertian hukum pidana sampai kepada alasan penghapus pidana, yang menjelaskan bahwa hukum di Indonesia ini masihlah harus banyak yang harus diperbaiki dan penerapannya belum maksimal, banyak ketidakrataan dalam pelaksanaannya. Alangkah baiknya kita menjadikan hukum di indonesia kita ini lebih baik lagi khususnya hukum pidana. Terlebih lagi jika kita sendiri yang turut ambil bagian. Mencapai tujuan dari Hukum pidana itu sendiri. Dimana keadilan dan kepastian hukum tetap mengikuti, sekian makalah saya kritik dan saran saya terima.

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

 Prasetyo Teguh (2013), Hukum Pidana Edisi Revisi, Yogyakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

 Gunadi Ismu, Efendi Jonaedi, Yahman (2011), Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, Surabaya: Prestasi Pustaka.

(28)

2. PERUNDANG – UNDANGAN

 Hamzah Andi (2016). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jakarta: Rineka Cipta. 3. SUMBER ELEKTRONIK

 Dwi Keyen, Definisi Atau Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli http://dwiikeyen.blogspot.co.id/2012/07/definisi-atau-pengertian-hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017

 Anang Setiyo Wibowo, Materi Hukum Pidana Materiil dan Formil,

http://anangsetiyowibowo.blogspot.co.id/2012/04/materi-hukum-pidana-materiil-dan-formil.html, Pada tanggal 11 Mei 2017

 Rudi Hendrawan, Peristiwa Hukum Pidana,

http://rudihendrawan93.blogspot.co.id/2013/07/makalah-peristiwa-hukum-pidana.html, Pada tanggal 11 Mei 2017

 Masalah Hukum, Asas-Asas dalam Hukum Pidana,

https://masalahukum.wordpress.com/2013/09/01/asas-asas-dalam-hukum-pidana/, pada tanggal 11 mei 2017

Fahun Marabit, Jenis-Jenis hukum pokok dalam pasal 10 KUHP

http://fhunmarabit.blogspot.co.id/2010/01/jenis-jenis-hukum-pokok-pasal-10.html, pada tanggal 12 Mei 2017

Alvin, Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana

http://alviprofdr.blogspot.co.id/2010/11/ruang-lingkup-berlakunya-hukum-pidana.html, pada tanggal 13 Mei 2017

MAKALAH

(29)

NAMA

: SIHOL MARITO MANALU

NIM

: 1610611085

MATA KULIAH : HUKUM PIDANA 1

DOSEN : Dr. M. Ali Zaidan, SH., M. Hum

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang bertema ”Hukum pidana” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. M. Ali Zaidan, SH., M. Hum selaku dosen dan Dinda Dinanti S.H., M.H selaku asisten dosen mata kuliah Hukum pidana 1 UPNVJ dan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

(30)

sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, Mei 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

I.1 Latar Belakang Masalah...1

I.2 Rumusan Masalah...1

I.3 Sistematika Penulisan...1

BAB II PEMBAHASAN...3

II.1 Definisi Hukum Pidana menurut beberapa Pakar Hukum...3

(31)

II.3 Tujuan Hukum Pidana...8

II.4 Peristiwa Hukum Pidana...9

II.5 Sistematika Hukum Pidana...10

II.6 Asas-Asas Dalam Hukum Pidana...11

II.7 Jenis-Jenis Hukuman Dalam Pidana...14

II.8 Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana...18

II.9 Penggolongan Bentuk Kejahatan Tindak Pidana...19

II.10 Alasan Penghapus Tindak Pidana...24

BAB III PENUTUP ...27

III.1 Kesimpulan ...27

III.2 Saran...27 DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui kinerja industri kue Bangkit dan Bolu di kota pekanbaru dilakukan dengan cara menghitung PCM (price cost margin) industri kue Bangkit dan

BIS BISNIS BI NIS BIDA DANG IND NG INDUST USTRI KREA RI KREAT TIF IF Y Y .. USAHA USAHA YA YANG BERKA NG BERKAITA ITAN DENGA N DENGAN GADGE N GADGET T.. MENDI MENDIRIKA RIKAN

Empat tahun belakangan ini mereka mencoba untuk menjadi full service agency ditandai dengan ulang tahun ke-25, maka mereka menawarkan produk brand activation yang meliputi

Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi. Sebagai contoh ada seseorang yang sangat kehausan dan kehabisan koin untuk membeli minuman dari mesin minuman yang ada

Berdasarkan data pada tabel 8 tingkat kepuasan pengunjung objek wisata Puncak Temboan mengenai dimensi jaminan berada pada rata-rata 77.71% atau pada kriteria

Dari hal yang menarik tersebut, maka kitab Jāmi‘ al-Bayān karya Muhammad bin Sulaiman akan dikaji lebih mendalam lagi dengan mengungkap empat aspek penting yaitu penamaan

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji dunnett pertambahan berat kering tajuk semai X.granatum pada berbagai konsentrasi salinitas. Anova dari Data Berat keringTajuk

memperjelas makna kalimat matematika dalam perkalian bilangan. d) Keterbatasan alat peraga (jumlah tidak mencukupi), sehingga dalam pelaksanaan proses pembelajaran