• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN STATUS GIZI PASIEN TB PARU SEB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN STATUS GIZI PASIEN TB PARU SEB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN STATUS GIZI PASIEN TB PARU SEBELUM DAN 6 BULAN SESUDAH PENGOBATAN DENGAN OAT

DI PUSKESMAS GANTING SIDOARJO

Oleh :

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease right lung is still a major social problem in Indonesia. The purpose of this research is to investigate the differences in the nutritional status of pulmonary tuberculosis patients before and 6 months after treatment.

This study is a retrospective descriptive study. The population in this study is that the age of TB patients in the outpatient health center Ganting Sidoarjo. Dependent variable in this study is the treatment of OAT in Patients with Pulmonary TB age, while the independent variable is the anthropometric nutritional status of patients with pulmonary TB age. The data analysis technique used in this study is different from t test (paired sample t test).

The results obtained in this study were obtained Sig. to variable nutrient status by BMI kg/m2 value (0.000) is less than 0.05, then reject H0 and accept H1 which means there are significant differences nutritional status of patients based on the value of BMI kg/m2 among pulmonary tuberculosis patients before treatment with OAT After OAT therapy.

The conclusion of this research is that there are significant differences in the nutritional status of patients based on the value of BMI kg/m2 among pulmonary tuberculosis patients before therapy OAT After therapy with OAT. The nutritional status of patients with pulmonary TB average BMI kg/m2 before the therapy values of 19.4013 OAT. The nutritional status of patients with pulmonary TB average BMI kg/m2 after therapeutic value of 20.8575 OAT.

Keywords: Tuberculosis (TB), Nutritional Status, OAT

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TBC) paru merupakan penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah utama kemasyarakatan Indonesia.

Laporan terbaru WHO (2008), yang menggambarkan situasi dunia tahun 2006, menunjukkan bahwa setiap tahun diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru (139/100.000 penduduk), 4,1 juta diantaranya (44%) adalah pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif, artinya yang menular, dan 0,7 juta pasien TB yang juga terinfeksi virus HIV (human immunodefficiency virus) (80%). Jumlah kasus baru ini meningkat dari angka 2005, yaitu 9,1 juta. Hal ini terjadi karena

meningkatnya jumlah penduduk di 5 negara penyumbang kasus TB terbesar di dunia yaitu : India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria. Incidence rate tertinggi di dunia adalah Afrika, yaitu 363/100.000 penduduk.

(2)

mengakibatkan produksi antibodi dan limfosit terhambat, sehingga proses penyembuhan akan terhambat pula.Situasi ini yang diduga sebagai salah satu penyebab utama berkembangnya kuman TBC di Indonesia. Menyadari hubungan antara perjalanan penyakit TBC dengan daya tahan tubuh dan bagaimana pengaruh gizi pada daya tahan tubuh sudah saatnya untuk tidak melihat seorang penderita hanya dengan pengobatan atau vaksinasi semata – mata. Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu upaya untuk memutus lingkaran setan penularan dan pemberantasan TBC di Indonesia.

Dalam program penanggulangan TBC paru nasional, penderita TBC paru BTA positif akan diberi paket Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori 1. Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Namun, dalam program tersebut pemantauan status gizi penderita belum mendapat perhatian

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa upaya strategi DOTS dengan pemberian OAT belum mampu mengatasi permasalahan gizi penderita, terutama penderita TB paru BTA positif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan status gizi pasien TB Paru sebelum dan setelah mendapatkan pengobatan dengan OAT.

Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui adanya perbedaan status gizi pasien TB paru sebelum dan 6 bulan sesudah pengobatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui status gizi pasien TB paru sebelun terapi dengan OAT.

b. Mengetahui status gizi pasien TB paru sebelun terapi dengan OAT. c. Membuktikan adanya perbaikan

status gizi pasien TB Paru setelah 6 bulan terapi OAT.

TINJAUAN PUSTAKA Tuberkulosis (TBC)

Penyakit tuberkulosis (TBC/TB) adalah penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Penyebaran penyakit TBC terutama melalui udara yang ditularkan pada saat penderita batuk. Bila bakteri ini masuk dan terkumpul di dalam paru – paru akan berkembang biak dan menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga dapat menginfeksi otak, ginjal saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, meskipun organ yuang paling sering terinfeksi adalah paru – paru.

Tuberkulosis dan Kejadiannya a. Penularan Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya b. Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet ruclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

(3)

yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh kosentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut

Gejala Klinis Pasien TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan

Tipe Pasien  Kasus baru

Adalah pasien yang belum diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

 Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).  Kasus setelah putus berobat (default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

 Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya  Kasus pindahan (transfe in)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.  Kasus lain :

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik,

yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah pengobatan ulangan.

Pengobatan TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Jenis OAT Sifat

Dosis yang direkomendasikan

(mg/kg) Harian seminggu3 x

Isoniazid (H) Bakterisid (4-6)5 (8-12)10

Rifampicin (R) Bakterisid (8-12)10 (8-12)10

Pyrazinamide (Z) Bakterisid (20-30)25 (30-40)35

Streptomycin (S) Bakterisid (12-18)15 (12-18)15

Ethambutol (E) Bakteriostatik (15-20)15 (20-35)30

a. Prinsip Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut :

(4)

lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan

Penilaian Status Gizi Secara Langsung Penilaian status gizi ada 2 macam, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung (Supariasa. IDN, 2002: 18). Penilaian Status Gizi secara Langsung.

 Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:

a. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu:

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan yang linear dengan tinggi badan.

Dalam keadaan normal, gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB.

5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Rumus perhitungan IMT adalah ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan

Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. 6. Tebal Lemak Bawah Kulit

Menurut Umur

(5)

METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui status gizi secara antropometri pada penderita TB Paru di Puskesmas Peterongan Jombang Untuk tujuan ini maka penelitian ini dibagi atas beberapa bagian, yakni : (1) Menentukan jumlah yang menderita TB Paru secara klinis. (2) Menentukan status gizi secara antropometris subyek penelitian pada awal terapi dan setelah 6 bulan terapi OAT.

Populasi Penelitian

1. Populasi target adalah pasien TB usia 15 – 55 tahun

2. Populasi terjangkau adalah penderita TB usia yang berobat jalan di Puskesmas Ganting Sidoarjo

Kriteria Penelitian 1. Kriteria Inklusi

a. Sampel penelitian ini adalah pasien baru yang didiagnosis TB paru pada 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012 yang berobat jalan di puskesmas sindrom bawaan, tumor yang besar. c. Mempunyai penyakit kronis yang

 Data deskriptif penelitian ini disajikan dalam bentuk teks, tabel dan/gambar.  Uji t paired test, untuk menguji ada mungkin diambil lagi untuk kelompok sampel yang lain.

Uji beda t (Paired sample t test) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Nazir, 1983 : 462) :

2 responden dalam sampel penelitian ini akan dijelaskan melalui gambar berikut ini:

(6)

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa mayoritas jenis kelamin pasien TB di Puskesmas Ganting Sidoarjo adalah perempuan sebanyak 37 orang (61.7%) dan sisanya 23 orang (38.3%) berjenis kelamin laki-laki.

2. Umur

Dari ke 60 orang yang menjadi responden dalam sampel penelitian ini akan dijelaskan melalui gambar di bawah ini:

Gambar 2 Umur

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa mayoritas umur pasien TB di Puskesmas Ganting Sidoarjo mayoritas adalah 46-55 tahun sebanyak 18 orang (30.0%).

3. Analisa Deskriptif Variabel Penelitian

a. Hasil Untuk Status Gizi Sebelum Terapi OAT

Berikut hasil pengujian status gizi sebelum terapi OAT yang disajikan pada gambar grafik di bawah ini :

Gambar 3

Status Gizi Sebelum Terapi OAT

Berdasarkan gambar 3 diketahui diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki status gizi baik sebelum terapi OAT sebanyak 39 orang (65.0%). Untuk responden yang memiliki Status Gizi Kurang sebelum terapi OAT sebanyak 12 orang (20.0%). Dan yang memiliki status Gizi Buruk sebelum terapi OAT sebanyak 9 orang (15.0%).

b. Hasil Untuk Status Gizi Sesudah OAT

Berikut hasil pengujian status gizi sesudah terapi OAT yang disajikan pada gambar grafik di bawah ini :

Gambar 4

(7)

Berdasarkan gambar 4 diatas diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki status gizi baik sebelum terapi OAT sebanyak 39 orang (65.0%). Untuk responden yang memiliki Status Gizi Kurang sebelum terapi OAT sebanyak 12 orang (20.0%). Dan yang memiliki status Gizi Buruk sebelum terapi OAT sebanyak 9 orang (15.0%).

c. Perbandingan Jumlah Pasien TB Paru dengan Status Gizi Baik Sebelum dan Sesudah Terapi OAT

Gambar 5

Grafik Perbandingan Jumlah Pasien TB Paru dengan Status Gizi Baik Sebelum

dan Sesudah Terapi OAT

Berdasarkan gambar 5 diatas dapat dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki Status Gizi baik sesudah OAT sebanyak 49 orang (81.7%), untuk responden yang memiliki Status Gizi Kurang sesudah OAT sebanyak 6 orang (10.0%), dan responden yang memiliki Status Gizi Buruk sesudah OAT hanya 5 orang (8.3%).

d. Hasil Pengujian TBC BTA Sebelum Terapi OAT

Gambar 6

Grafik TBC BTA Sebelum Terapi OAT

Berdasarkan gambar 6 diatas diketahui bahwa mayoritas responden memiliki TBC BTA negatif sebelum terapi OAT sebanyak 23 orang (38.3%), untuk responden yang memiliki TBC BTA positif 1 sebelum terapi OAT sebanyak 9 orang (15%), untuk responden yang memiliki TBC BTA positif 2 sebelum terapi OAT sebanyak 17 orang (28.3%), dan sisanya untuk responden yang memiliki TBC BTA positif 3 sebelum terapi OAT hanya 11 orang (18.3%).

e. Hasil Pengujian TBC BTA Sesudah Terapi OAT

Gambar 7

Grafik TBC BTA Sesudah Terapi OAT

Berdasarkan gambar 7 diatas diketahui bahwa mayoritas responden memiliki TBC BTA negatif sesudah terapi OAT sebanyak 57 orang (95.0%), untuk responden yang memiliki TBC BTA positif

(8)

1 sesudah terapi OAT sebanyak 2 orang (3.3%), sedangkan responden yang memiliki TBC BTA positif 2 sesudah terapi OAT hanya 1 orang (1.7%).

4. Analisis Uji Beda

Analisis uji beda t paired test yang bertujuan untuk ada tidaknya perbedaan status gizi pasien TB paru sebelum dan 6 bulan sesudah pengobatan dengan OAT. Status gisi dalam hal ini dilihat dari nilai IMT Kg/m2 untuk masing-masing pasien.

Langkah pengujian hipotesis Berdasarkan hasil analisis uji beda didapatkan nilai Sig. untuk variabel Status Gizi berdasarkan nilai IMT Kg/m2 (0.000)

lebih kecil dari 0,05, maka tolak H0 dan

terima H1 yang berarti ada perbedaan yang

signifikan status gizi pasien berdasarkan nilai IMT Kg/m2 antara pasien TB Paru

sebelum terapi OAT dengan Sesudah terapi OAT. Hal ini juga dapat diketahui dari nilai IMT Kg/m2 pasien TB Paru sesudah terapi

OAT lebih besar dari nilai IMT Kg/m2

pasien TB Paru sebelum terapi OAT. Rata-rata nilai IMT Kg/m2 Pasien TB

Paru sesudah Terapi OAT mengalami peningkatan sebelum adanya Terapi OAT. Sebelum adanya Terapi OAT, nilai IMT Kg/m2 pasien sebesar 19.4013 kemudian

setelah diberikan Terapi OAT, nilai IMT Kg/m2 pasien meningkat menjadi 20.8575.

PEMBAHASAN

1. Status Gizi Pasien TB Paru Sebelum Terapi dengan OAT

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990).

Tabel 1

Karakteristik Responden Pasien TB Paru Berdasarkan Berat Badan dan

Umur

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa umur penderita TB paru antara 15 sampai 25 tahun mayoritas memiliki berat badan awal antara 41 sampai 50 kg dengan jumlah sebanyak 7 pasien (11.7% dari 60 pasien). Begitu pula pada umur penderita TB paru antara 26 sampai 35 tahun, 36 sampai 45 tahun, dan 46 sampai 55 tahun masing-masing mayoritas memiliki berat badan awal 41 sampai 50 kg

2. Karakteristik Responden Pasien TB Paru Berdasarkan Tinggi Badan dan Umur

pengukuran tinggi badan Pasien TB Paru sebelum terapi dengan OAT berdasarkan umur adalah seperti yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 2

Karakteristik Responden Pasien TB Paru Berdasarkan Tinggi Badan dan

Umur

(9)

badan adalah sebagai berikut, umur penderita TB paru antara 15 sampai 25 tahun mayoritas memiliki tinggi badan antara 147 sampai 164 cm dengan jumlah sebanyak 6 pasien (10% dari 60 pasien). Begitu pula pada umur penderita TB paru antara 26 sampai 35 tahun, 36 sampai 45 tahun, dan 46 sampai 55 tahun masing-masing mayoritas memiliki tinggi badan antara 147 sampai 164 cm.

3. Status Gizi Pasien TB Paru Sesudah Terapi dengan OAT.

Pengukuran berat badan Pasien TB Paru sesudah terapi dengan OAT berdasarkan umur adalah seperti yang tertera pada tabel berikut

Tabel 3

Karakteristik Responden Pasien TB Paru Berdasarkan Berat Badan Setelah

6 Bulan dan Umur

Berdasrkan tabel 3 didapatkan hasil bahwa umur penderita TB paru antara 15 sampai 25 tahun setelah mengikuti terapi dengan OAT mayoritas memiliki berat badan antara 41 sampai 50 kg dengan jumlah sebanyak 6 pasien (10% dari 60 pasien). Begitu pula pada umur penderita TB paru antara 26 sampai 35 tahun mayoritas juga memiliki berat badan antara 41 sampai 50 kg dengan jumlah sebanyak 6 pasien (10% dari 60 pasien). Sedangkan umur penderita TB paru antara 36 sampai 45 tahun dan 46 sampai 55 tahun mayoritas memiliki berat badan lebih dari 50 kg.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ada perbedaan yang signifikan status gizi pasien berdasarkan nilai IMT Kg/m2 antara pasien TB Paru sebelum

terapi OAT dengan Sesudah terapi OAT. Hal tersebut diketahui dari nilai Sig. (0.000) lebih kecil dari 0,05, maka tolak H0. Status gizi pasien penderita

OAT lebih baik setelah diberikan terapi OAT.

2. Status gizi pasien TB paru dengan rata-rata nilai IMT Kg/m2 sebelum terapi

OAT sebesar 19.4013. Dimana pasien TB paru yang memiliki status gizi baik sebelum terapi OAT sebanyak 43 orang (71.7%). Untuk pasien TB paru yang memiliki Status Gizi Kurang sebelum terapi OAT sebanyak 11 orang (18.3%). Dan pasien TB paru yang memiliki status Gizi Buruk sebelum terapi OAT sebanyak 6 orang (10.0%). 3. Status gizi pasien TB paru dengan

rata-rata nilai IMT Kg/m2 sesudah terapi

OAT sebesar 20.8575. Dimana pasien TB paru yang memiliki status gizi baik sesudah OAT sebanyak 53 orang (88.3%), untuk pasien TB paru yang memiliki status gizi kurang sesudah OAT sebanyak 4 orang (6.7%), dan pasien TB paru yang memiliki status gizi buruk sesudah OAT hanya 3 orang (5.0%).

Saran

(10)

obat, hasil konversi BTA pada dahaknya akan memberikan hasil yang maksimal

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kesesuaian pemilihan paduan obat antituberkulosis (OAT) berdasarkan dosis dan frekuensi OAT, serta selain pemberian OAT yang tepat dan akurat perlu diperhatikan beberapa hal yang akan membantu penyembuhan dan pencegahan tuberkulosis paru seperti pemahaman tentang penyakit terhadap penderita maupun pada keluarganya, terutama mengenai perbaikan gizi maupun melalui cara hidup sehat.

Kepada dinas pelayanan kesehatan atau pengambil kebijakan tentang pengelolaan nutrisi disarankan untuk dapat memperhatikan dan meningkatkan status gizi pasien selama perawatan. Dan pemberian motivasi yang baik sangat berperan dalam meningkatkan status gizi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., Bahar, A., 2007.. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Internal Publishing, 988-994.

Badan Penagawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepatuhan: factor penting dalam keberhasilan terapi. BPOM. 2006;7(5) p: 2-4. Chan J, Tian Y, Tanak KE., 1996. Effect of

Protein Calorie Malnutrition on Tuberculosis in Mice, Proc Natl

Acad Sci USA (XII); 93: 14857-61.

Dalam: Usman, S.,2008. Konversi BTA Pada Penderita Paru Kategori I dengan Berat Badan Rendah Dibandingkan Berat Badan Normal yang Mendapakatkan Terapi Intensif. USU e-Repository.

Departemen Kesehatan RI. 2005.

Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Tuberkulosis. Direktorat

Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan; p. 24-78

Departemen Kesehatan RI, 2002.

Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.

DEPKES RI. 1994. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Dirjen.Bina Gizi Masyarakat. Jakarta

Dodor, EA, 2008. Evaluation of Nutritional Status of New Tuberculosis Patients at the

Effia-Nkwanta Regional Hospital. Ghana

Med J 42 (1): 22-28.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Ed ke-2. New York : oxford University Press.

Gibson. 1990. Pengertian Status Gizi. http:/www.rajawana.com diakses pada 15 Pebruari 2011

Hutapea TP. Pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. RSUD Dr Syaiful Anwar Malang. [homepage on the internet]. No date [cited 2011 May 8]. Available from:

http://jurnalrespirologi.org.

Khan, A., Sterling, T.R., Reves, R., Vernon, A., Horsburgh C, R., and

(11)

Linder, MC., 1991. Nutritional biochemistry and metabolism with clinical applications. UK: Prentice Hall Int: 87-108. Dalam: Usman, S.,2008. Konversi BTA Pada Penderita Paru Kategori I dengan

Berat Badan Rendah

Dibandingkan Berat Badan Normal yang Mendapakatkan Terapi Intensif. USU e-Repository. Mariono, S., 2003. Nutrisi untuk Pasien

Paru di Rumah Sakit dan Rawat Jalan, Respina V. Dalam: Usman, S.,2008. Konversi BTA Pada Penderita Paru Kategori I dengan

Berat Badan Rendah

Dibandingkan Berat Badan Normal yang Mendapakatkan Terapi Intensif. USU e-Repository. Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Balai Aksara.

Perdana, P. 2008.Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru selama Pengobatan di Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur [Skripsi Tidak diterbitkan]. Jakarta: UI.

Sidabutar B, Soedibyo S, Tumbelaka A. 2004. Nutritional status of under five pulmonary tuberkulosis patiens before and after six month therapy.

Pediatrica Indonesia ; 44(2) p:

21-24.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Supriasa, I Dewa Nyoman, Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Triwanti, Fakhrurrozi M., Waspada C.,2005. Perubahan Indeks Massa Tubuh Penderita Tuberkulosis Paru Setelah Mendapat Obat AntiTuberkulosis Fase Intensif. Berita Kedokteran Masyarakat XII : 117- 123.

Usman, S.,2008. Konversi BTA Pada Penderita Paru Kategori I dengan

Berat Badan Rendah

Dibandingkan Berat Badan Normal yang Mendapakatkan Terapi Intensif. USU e-Repository. Vasantha M, Gopi P G, Subramani R.,

2008. Weight Gain in Patients With Tuberculosis Treated Under Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS). Indian J Tubrc 2009, (56): 5-9.

Wahyu R, Tri.2008. Hubungan kondisi fisik rumah dan praktik kesehatan dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Masopati Kabupaten Magetan [Tidak diterbitkan]. Semarang: UNDIP.

Gambar

Gambar 2UmurBerdasarkan  gambar  3  diketahui  diatas
Tabel 2Karakteristik Responden Pasien TB

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbandingan Sato lmo dan tepung terigu dalam pembuatan mie Sato lmo dengan penambahan ekstrak bayam

Hanya untuk menegaskan bahwa Allah tak pernah meninggalkan Nabi Muhammad saw, tidak juga marah terhadapnya, Allah memulai surat ini dengan bersumpah dengan waktu

Pengujian ini dilakukan pada saat kondisi rumah dalam kondisi malam hari atau lampu mati dengan sudut pengambilan 40 derajat, didapatkan data sebagai berikut

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kelas eksperimen yang akan diberi tindakan lebih tinggi, namun untuk lebih melihat ada atau tidaknya pengaruh penerapan

Melihat kondisi demikian maka teknik penanaman sayur hidroponik sangat sesuai sebagai metode tanam sayur untuk keperluan rumah tangga sehari- hari atau warga

Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya

b. Kelengkapan fasilitas praktik merupakan hal yang paling menunjang dalam proses pembelajaran. Senantiasa peka terhadap perkembangan dunia pendidikan serta senantiasa

Menurut pendapat Bapak/Ibu, apabila nantinya diterapkan teknologi pengelolaan sampah perkotaan maka aktifitas teknologi tersebut harus mampu menumbuhkan lapangan usaha lain yang