• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Civil Society Posisi Masyarakat d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Civil Society Posisi Masyarakat d"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

Tugas Review 3 Teori Hubungan Internasional I (Marxisme)

NPM : 1506685233

Kelas : THI B

Sumber Utama : Craig N. Murphy, “Understanding IR: Understanding Gramsci” dalam

Review of International Studies, Vol.24 No.3 (Cambridge University

Press, 1998), hlm.417—425.

Konsep Civil Society: Posisi Masyarakat dalam Sistem Negara dan Sistem Ekonomi

Antonio Gramsci (1891-1937) atau lebih dikenal Gramsci adalah seorang filsuf Italia,

penulis, dan Marxis. Ia pernah menjadi Anggota pendiri dan kemudian menjadi pemimpin

Partai Komunis Italia, Gramsci sempat menjalani hukuman penjara pada masa berkuasanya

rezim Fasis Benito Mussolini. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir orisinal utama dalam

tradisi pemikiran Marxis. Ia juga dikenal sebagai pencetus konsep civil society sebagai cara

untuk menjadi bagian di antara interaksi ideologi fasisme dalam sebuah tatanan sosial

masyarakat. Dalam kosakata politik kontemporer, civil society termasuk salah satu frasa atau

jargon yang popular dan banyak sirkulasinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa bersama jargon

lain seperti globalisasi, istilah ini kerap beredar tanpa kejelasan makna dan batasan. Namun,

semenjak jatuhnya rezim Uni Soviet di Polandia dan rezim-rezim otoriter lain, istilah dan

konsep ini kian populer. Civil Society yang merupakan hasil pemikiran dari Gramsci pun

mendapat banyak tanggapan dan respon di dalam kalangan komunitas epistemik pada saat itu.

Salah satu ilmuwan sosial yang ikut memberikan tanggapan terhadap pemikiran

Gramsci mengenai civil society adalah Craig Murphy dengan Randall Germain dan Michael

Kenny. Dalam tulisannya Understansing IR: Understanding Gramsci, Murphy membahas

mengenai keterkaitan pemikiran civil society yang dicetuskan oleh Gramsci dalam konteks

hubungan internasional. Berangkat dari hal tersebut, tulisan ini akan mencoba akan membagi

menjadi tiga bagian mengenai kaitan civil society dengan hubungan internasional; pertama,

penulis akan menyampaikan secara ringkas mengenai tulisan Craig Murphy dalam

Understanding IR: Understanding Gramsci; kemudian akan dilanjutkan dengan paparan

perbandingan pendapat ilmuwan Hubungan Internasional lain dalam membahas konsep civil

(2)

pendapat-2

pendapat scholars dalam konteks pembahasan civil society di hubungan internasional dan

ditutup dengan kesimpulan.

Pengertian Pendapat Mengenai Konsep Civil Society

Sebelum lebih jauh membahas mengenai tulisan Murphy dalam Understanding IR:

Understanding Gramsci, penulis akan terlebih dahulu memberikan penjelasan singkat

mengenai konsep civil society yang dicetuska oleh Gramsci. Menurut Gramsci, civil society

adalah sekelompok masyarakat yang memiliki privasi dan otonom yang membuatnya terlepas

dari proses produksi, yaitu semua organisasi yang membentuk masyarakat dalam sebuah

jaringan kerja dari praktik-praktik dan hubungan sosial yang kompleks antara masyarakat

dengan negara yang kemudian melahirkan civil society yang berada di antara interaksi

tersebut.1 Kemudian berangkat dari tulisan Craig Murphy yang membahas mengenai pemikiran Gramsci dalam lingkup Anglophone IR, menurut Murphy Robert W. Cox dianggap sebagai

sosok yang signifikan dalam membawa konteks pemikiran Gramsci dalam tradisi Anglophone

IR dan juga turut terlibat dalam merumuskan pemikiran Gramsci yang dibalut ulang dengan

pemikiran strukturalis seperti Wallerstein dan Polanyi.2

Dalam hal ini Murphy menjelaskan mengenai konsep civil society yang dicetuskan oleh

Gramsci dengan memberikan tanggapan terhadap pendapat Germain dan Kenny yang

menyatakan dengan tegas bahwa civil society yang berangkat dari pemikiran Gramsci

merupakan sebuah kesatuan ruang saat negara lebih dulu ada dan barulah muncul civil society

sebagai komponen di dalamnya namun hal ini justru sering dimanfaatkan oleh negara dalam

menerapkan ideologi pemerintahan yang dijalankan olehnya.3 Berlawanan dengan Murphy,

menurut Murphy instrumen-instrumen yang terdapat di dalam civil society justru berperan sebagai

pembentuk formasi sistem nation-state di Italy pada masa itu. Murphy juga mengatakan bahwa civil

society sebagai sebuah salah satu entitas yang dinamis dan cenderung tidak memiliki formasi yang baku.

Hal ini yang menurut Murphy berdampak pada civil society yang berpotensi untuk bisa diarahkan

menuju keinginan penguasa saat prilaku negara bersifat koersif dan lebih jauhnya lagi, saat negara sudah

mulai memikirkan untuk menuju pemikiran-pemikiran kapitalis dimana kapitalisme memiliki source of

power yang cukup mumpuni untuk menciptakan persetujuan terhadap civil society.4

Namun, seperti yang penulis sudah paparkan pada awal pembahasan mengenai definisi konsep

civil society Gramsci, Gramsci juga mengemukakan bahwa civil society berada di antara negara dan

1 Abd. Malik Haraman, dkk, Pemikiran-pemikiran Revolusioner (Yogyakarta: Averroes, 2001), hlm 61—62. 2 Craig Murphy, “Understanding IR: understanding Gramsci”, Review of International Studies, no. 24 (Cambridge University Press: 1998), hlm. 417.

(3)

3

sistem ekonominya. Berangkat dari hal ini, Gramsci menilai bahwa civil society juga dapat dijadikan

sebagai media untuk memperoleh power dalam masyarakat terkait dengan tindakan progresif. Pendapat

Gramsci ini didasari atas observasinya saat kekuasaan kapitalisme di Italy terjadi saat itu pemerintah

tidak berhasil mewujudkan pertumbuhan ekonomi karena civil society tidak setuju dengan

dijalankannya sistem kapitalisme oleh pemerintah. Dalam memaksimalisasi peranan civil society di

tatanan negara dan sosial masyarakat, menurut Murphy harus terdapat agen yang bisa menjadi

penggerak dari tindakan progresif civil society itu sendiri.

Pendapat Scholars Mengenai Konsep Civil Society

Murphy berpendapat bahwa Gramsci telah berhasil memproyeksikan keadaan dimana

international civil society muncul sebagai katalisator dalam upayanya menahan persebaran kapitalisme.

Gramsci melalui pemikirannya berpendapat bahwa kekuatan sistem ekonomi-kapitalis akan berusahap

untuk semakin melebarkan wilayah jangkaunnya demi terciptanya suatu kawasan yang terintegrasi

dalam sistem ekonomi melalui ide kapitalisme dan Pan-Eropa.5 Hal ini bukan saja terjadi di beberapa

wilayah negara di Eropa melainkan juga terjadi di wilayah Balkan dan Skandinavia yang pada akhirnya

memunculkan organisasi-organisasi yang berasal dari civil society sebagai bentuk pertahanannya

terhadap sistem ekonomi kapitalis yang juga meletakan dirinya sebagai batas antara pemerintah dan

sistem ekonomi negara. Berangkat dari hal ini lah memunculkan organisasi-organisasi pergerakan

seperti International Labour Organization (ILO).

Di sisi lain, Hegel berpendapat apabila civil society digambarkan sebagai masyarakat

pasca Revolusi Prancis yaitu masyarakat yang diwarnai dengan kebebasan yakni, terbebas dari

belenggu feodalisme.6 Dalam penggambaran Hegel ini, civil society diibaratkan sebagai sebuah bentuk masyarakat dimana orang-orang di dalamnya bisa memilih hidup apa saja yang

mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sejauh mereka mampu. Negara tidak

memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota civil society seperti yang terjadi dalam

masyarakat feodal karena negara dan civil society terpisahkan. Hegel juga mengungkapkan

bahwa masyarakat sipil terdiri atas individu-individu yang masing-masing berdiri sendiri atau

dengan istilah Hegel bersifat atomis.7 Akibatnya, anggota dalam masyarakat sipil (civil society) tidak mampu mengobyektifkan kehendak dan kebebasan mereka. Kehendak dan kebebasan

mereka bersifat subyektif-partikular. Meskipun demikian, masing-masing anggota dalam

mengejar pemenuhan kebutuhannya saling berhubungan satu sama lain.8Civil society menjadi tempat pergulatan pemenuhan aneka kebutuhan dan kepentingan manusia yang menjadi

5 Ibid., hlm. 422

6 J.S. McClelland, A History of Western Political Thought (Fifth Ed.: London, 1996), hlm. 531.

(4)

4

anggotanya. Dalam kerangka penggambaran ini, masyarakat sipil adalah masyarakat yang

bekerja. Karena kegiatan masyarakat sipil tidak dibatasi oleh negara, maka dalam masyarakat

sipil terjadilah usaha penumpukan kekayaan yang intensif.9 Bagi Hegel, negara adalah kesatuan mutlak. Oleh karena itu, Hegel menolak pembagian kekuasaan di dalam negara.10 Di dalam negara, tidak ada pembagian kekuasaan tetapi yang ada adalah pembagian pekerjaan

untuk masalah-masalah universal.

Dalam hal ini, Marx memandang civil society sebagai masyarakat yang dicirikan oleh

pembagian kerja, sistem pertukaran dan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pandangan

ini memang sama dengan pandangan Hegel, tetapi kemudian ia menambahkan bahwa

masyarakat sipil itu terbagi dalam dua bagian yaitu kaum majikan atau kaum borjuis sebagai

pemilik alat produksi (property-owners) dan kaum buruh atau kaum proletar yang tidak

memiliki alat produksi (property-less).11 Pembagian struktur dalam masyarakat sipil itu merupakan akibat dari adanya hak atas milik pribadi. Sistem hak milik pribadi dalam

masyarakat sipil mengakibatkan manusia mengalami alienasi. Buruh terasing dari

pekerjaannya karena pekerjaan itu tidak lagi mencerminkan tindakan paling luhur manusia

tetapi menjadi sesuatu yang rutin, membosankan dan tanpa makna, demi mendapatkan upah.

Buruh juga terasing dengan majikan karena masing-masing mencari kepentingan

sendiri-sendiri. Buruh juga terasing dengan sesama buruh karena mereka saling berebut pekerjaan.12

Analisis Penulis terhadap Konsep Civil Society

Berangkat dari perbandingan analisis scholars di atas, penulis berpendapat bahwa

pemikiran mengenai civil society mengalami pasang surut dalam perjalanan sejarah. Dalam

pemikiran Hegel, civil society adalah masyarakat yang hidupnya tidak dicampuri urusannya

oleh negara. Hegel belum memaksudkan civil society seperti yang dikemukakan oleh Larry

Diamond. Hegel masih mengartikan sebagai sebuah masyarakat biasa, komunitas yang terdiri

dari individu-individu, yang kehidupannya tidak dicampuri oleh negara. Dalam kaitan ini,

negara dipandang Hegel sebagai pengatur dan pemersatu civil society melalui hukum,

lembaga-lembaga peradilan dan lembaga kepolisian. Pemikiran Hegel ini diinterpretasikan

oleh Marx dalam kerangka perjuangan kaum buruh. Masyarakat sipil dipandang sebagai

kelompok yang teralieanasi sehingga masyarakat membutuhkan negara. Masyarakat sipil

9 Ibid., hlm. 231.

10 Ibid., “Hegel’s Philosophy of Right,” hlm. 234

11 Edward Shils, “The Virtue of Civility.” Selected Essay on Liberalism, Tradition and Civil Society, Ed. Steven Grosby (Indiana Polis : 1997), hlm.324.

(5)

5

adalah masyarakat dimana terjadi penghisapan buruh oleh majikan. Negara juga dipandang

sebagai alat di tangan kaum borjuis untuk mempertahankan kedudukannya. Maka Marx

mencita-citakan sebuah masyarakat tanpa kelas sehingga individu-individu mendapatkan

kebebasan dan bekerja seturut kodratnya sebagai manusia. Dalam kondisi seperti ini, negara

mati dengan sendirinya.

Perwujudan utopi itu dilakukan melalui revolusi yang akan menghapus kepemilikan

alat produksi dari kaum borjuis. Gramsci menentang teori ekonomistis Marx ini dengan

mengatakan bahwa perubahan masyarakat sosialis harus bertolak dari kondisi yang ada.

Perubahan harus dilakukan oleh kelompok buruh melalui hegemoni dalam masyarakat sipil.

Civil society dalam pemikiran Gramsci sudah mulai dipikirkan adanya organisasi-organisasi

atau kelompok-kelompok yang otonom. Meskipun organisasi-organisasi itu saling membangun

hegemoni sendiri, negara juga tidak ketinggalan membangun hegemoni di antara

kelompok-kelompok itu. Negara disamping memiliki kekuatan untuk membangun hegemoni civil society,

juga memiliki masyarakat politik sebagai alat koersif negara.

Kesimpulan

Berangkat dari pemaparan di atas, pemikiran dan pandangan Gramsci, Hegel, Marx,

dan sudut pandang penulis mengenai civil society, civil society masih memiliki relevansi

dengan jalannya sistem hubungan internasional pada masa sekarang ini. Penulis dalam hal ini

juga sejalan dengan konsep pemikiran civil society karena konsep civil society mampu bersikap

kritis terhadap negara sehingga memungkinkan terciptanya tatanan yang lebih baik dengan

dilandasi pada rasionalitas dan kebebasan manusia. Karena adanya konsep civil society, hal ini

membawa negara untuk tetap terus menerus menyandarkan diri dalam rasionalitasnya agar

tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan berupa penyalahgunaan lembaga-lembaga koersifnya

maupun penyalahgunaan kemampuan hegemoniknya melalui struktur hukum, ideologi, atau

(6)

6

DAFTAR PUSTAKA

Haraman, Abd. Malik, dkk.. 2001. Pemikiran-pemikiran Revolusioner. (Yogyakarta: Averoes)

Knox, T.M.. 1981. Hegel’s Philosophy of Right (translate by T.M. Knox). (London: Reprint).

Magnis, Suseno Franz. 1991. Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.

(Jakarta).

McClelland, J.S.. 1996. A Historian of Western Political Thought. (London: Fifth Edition).

Murphy, Craig. 1998. “Understasing IR: Understanding Gramsci,” Review of International Studies, Vol. 24 No.3. (England: Cambridge University Press).

Shils, Edward. 1997. “The Virtue of Civility,”.” Selected Essay on Liberalism, Tradition and

Referensi

Dokumen terkait

Kadar abu pada snack bars tepung millet dan tepung pisang ini cenderung lebih tinggi dari penelitian yang telah dilakukan Pradipta dan Lapin tahun 2011 karena

masalah psikososial dan gangguan jiwa sering dijumpai pada keluarga yang fungsi afektifnya tidak terpenuhi. Pasien perilaku kekerasan mungkin berasal dari keluarga yang kurang saling

Rujukan terhadap pasien dilakukan dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan memastikan tidak mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien berdasarkan hasil pemeriksaan awal secara

(2) Bagaimana hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan MPL dilengkapi dengan Bagaimana respon siswa terhadap MPIMF pada mata pelajaran IML di SMK Seperti yang

Dalam penelitian ini, pemberitaan tentang pelayanan BPJS Kesehatan pada surat kabar merupakan stimulus dan respon yang diharapkan adalah citra BPJS Kesehatan di

tambah dan admin memasukkan data menu baru kemudian klik simpan, maka sistem menyimpan data pada database restoran melalui controller_menuminuman simpan() dan menampilkan

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan nilai- nilai dan filosofi yang ada pada rumah tradisional masyarakat dusun Sade sangt kental dengan kehidupan masyarakt

Hasil penelitian sejalan dengan Dyan Ayu Marisa, (2013) dengan judul hubungan antara pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga terhadap kejadian diabetes melitus