• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA K (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA K (2)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN POPULASI SERANGGA AIR SEBAGAI BIOINDIKATOR DI SUNGAI SIAK KOTA PEKANBARU

BIDANG KEGIATAN PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh: Ejiadi (130202005) Angkatan 2013

Yopy Marlyandika (150202050) Angkatan 2015 Dimas Putra Duara (150202040) Angkatan 2015

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU PEKANBARU

(2)
(3)

iii

Halaman Pengesahan ... ii

Daftar Isi... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Batasan Masalah... 1

1.3Rumusan Masalah ... 2

1.4Tujuan Penelitian ... 2

1.5Kegunaan Penelitian... 2

1.6Luaran Yang diharapkan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Sungai ... 2

2.2Sungai Siak ... 2

2.3Serangga Air... 3

2.4Ordo Serangga Air ... 3

2.5Bioindikator ... 4

BAB III. METODO0LOGI PENELITIAN 3.1Waktu & Tempat Pelaksana ... 6

3.2Alat & Bahan... 6

3.3Metode Penelitian... 6

3.4Prosedur Kerja ... 6

3.4.1 Langkah Persiapan ... 6

3.4.2 Penempatan Plot Penelitian ... 6

3.4.3 Penangkapan Serangga Air ... 6

3.4.4 Analisa Data ... 7

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 4.1Anggaran Biaya ... 8

4.2Jadwal Kegiatan ... 8

(4)
(5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sungai Siak merupakan salah satu sungai utama di Provinsi Riau, sungai ini membelah Kota Pekanbaru dan menjadi sungai tersibuk di Provinsi Riau. Berbagai kegiatan berlangsug di sepanjang Sungai Siak seperti pelayaran kapal, berbagai industri serta pemukiman penduduk. Berbagai kegiatan tersebut diperkirakan akan berpengaruh dan memberikan dampak buruk terhadap sungai tersebut. Yuni et al (2013), menyatakan bahwa Sungai Siak merupakan salah satu sungai terdalam di Indonesia yang kondisi perairannya paling buruk di Riau. Kondisi ini terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas industri, buangan domestik, penambangan minyak bumi, penebangan hutan dan intensifnya penggunaan sungai sebagai transportasi air, sehingga perairan mengalami tekanan yang mempengaruhi kualitas perairan dan makhluk hidup di dalamnya.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Bapedal Propinsi Riau (2005), bahwa disamping sebagai sumber air minum dan lainnya Sungai Siak juga merupakan tempat penampungan berbagai kegiatan industri, pertanian, perkebunan dan lain sebagainya mulai dari hulu sampai ke hilir. Sebagai suatu ekosistem, sungai merupakan habitat berbagai jenis makhluk hidup.

Menurut Haneda (2013), salah satu kelompok yang penting dari organisme di ekosistem air yaitu serangga air. Serangga air merupakan kelompok serangga yang sebagian hidupnya berada di badan air seperti sungai.

Popoola dan Otalaker (2011), menyatakan bahwa serangga air merupakan indikator yang baik bagi kualitas air. Beberapa dari serangga air sensitif terhadap polusi sedangkan sebagian dapat hidup dan berkembang biak terhadap polusi. Keberadaan serangga sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik (Ruslan, 2009). Pada ekosistem perairan serangga air berperan dalam siklus nutrien dan merupakan komponen penting dari jaringan makanan di perairan (Jana et al., 2009).

Melihat begitu pentingnya keberadaan serangga air untuk menggabarkan kualitas lingkungan dan juga belum pernah dilakukan penelitian tentang keanekaragaman serangga air di daerah aliran Sungai Siak Kota Pekanbaru. Maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Keanekaragaman Populasi Serangga Air Sebagai Bioindikator di Sungai Siak Kota Pekanbaru”.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui keanekaragaman populasi serangga air dan potensinya untuk dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran di Sungai Siak Kota Pekanbaru.

(6)

Pencemaran air cenderung mempengaruhi keanekaragaman serangga air secara berbeda, sehingga berbagai penelitian tentang serangga airterus dikembangkan pada berbagai ekosistem. Dalam hal ini penulis akan melihat keanekaragaman populasi serangga air dan potensinya untuk dijadikan sebagai bioindikator di Sungai Siak Kota Pekanbaru.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman dari serangga air, dan potensinya untuk dijadikan sebagai bioindikator di Sungai Siak Kota Pekanbaru.

1.5 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tetang serangga air yang didapat dijadikan bioindikator untuk mengetahui keseimbangan lingkungan hidup. Selain itu meningkatkan pengetahuan tentang keanekaragaman yang penting dalam membantu sebagai peringatan dini terjadi pencemaran air pada aliran Sungai Siak di Kota Pekanbaru.

1.6 Luaran Yang Diharapkan

Ditemukan jenis keanekargaman populasi serangga air serta potensinya sebagai sebagai bioindikator di Sungai Siak Kota pekanbaru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai

Sungai merupakan ekosistem akuatik yang mengalir dari daratan tinggi ke daratan rendah. Walaupun sungai menempati daerah yang relatif kecil dibandingkan dengan habitat laut dan daratan, namun arti yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Habitat air tawar berdasarkan gerakan aliran airnya dapat digolongkan dalam habitat air mengalir atau disebut juga habitat lotik, misalnya sungai dan habitat air tergenang atau disebut juga habitat lentik, misalnya danau, rawa, dan kolam (Yudyanugraha FH, 2012).

2.2 Sungai Siak

(7)

Perubahan fungsi hidro-orologis tersebut akhirnya mengakibatkan kurang idealnya pola ketersediaan air.

2.3 Serangga Air

Serangga Air merupakan jenis serangga yang sebagian atau keseluruhan fase hidupnya barada di dalam air. Biasanya habitat dari fase nimfanya berbeda dengan fase imago yaitu nimfanya biasanya hidup di dalam air. Pada naiads terdapat alat bernapas semacam insang dan habitatnya di air, sedangkan pada fase imago habitatnya di darat atau di udara dan alat pernapasannya menggunakan trakea (Ike WP, 2013).

Beberapa ordo yang masuk ke dalam kelompok serangga air antara lain Ephemeroptera, Odonata, Plecoptera, Trichoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Hemiptera, Diptera, Megaloptera, dan Neuroptera. Mereka hidup sebagai herbivora, karnivora, dan detrivora. Serangga akuatik dan komponen biota akuatik lainnya dapat digunakan sebagai indikator untuk melalui tingkat cemaran (Sudaryanti et al.,2001).

2.4 Ordo Serangga Air

Menurut Yudyanugraha FH (2012), bahwa serangga dari ordo Coleoptera baik tahap larva maupun dewasa kebanyakan bersifat akuatik dan hidup di bawah permukaan air. Pada tahap akhir larva, insekta ini umumnya berpindah ke daratan membentuk pupa, lalu kembali lagi ke air untuk berubah menjadi tahap dewasa penuh. Coleoptera akuatik memiliki kebiasaan makan yang beragam, kebanyakan merupakan predator, baik larva ataupun dewasa

Trichoptera merupakan insekta holometabola dengan larva dan pupa berada di air, sedangkan dewasa berada di darat. Ditemukan sangat beragam di habitat dingin yang mengalir. Trichoptera berarti “sayap rambut”, yang disamakan dengan rambut seperti setae yang menutupi sayap pada saat dewasa.

Lepidoptera akuatik merupakan insekta darat utama yang bersifat fitofagus. Kebanyakan larva spesies ini memakan jaringan tumbuhan tingkat tinggi, pamakan daun atau membuat lubang dan akar.

Ephemeroptera merupakan insekta hemimetabola, nimfa hidup akuatik, sedangkan dewasa hidup di kolam atau aliran air dan di udara. Larva umumnya bersifat herbivora, memakan detritus atau alga. Beberapa spesies bersifat “filter feeders (Kolektor) atau karnivora. Ordo ini sangat unik karena memiliki 2 tahap pembentukan sayap. Sayap awal muncul pada tahap subimago (tahap akhir larva) dan seringkali tanpa pengamatan seksual.

(8)

dipengaruhi banyak hal diantaranya keadaan air, besar kecilnya arus air dan faktor-faktor ekologi lain.

Pleceoptera merupakan insekta hemimetabola, larva ordo ini dicirikan hidup pada air dingin yang mengalir. Kebanyakan larvanya bersifat herbivora terutama memakan detritus dari tanaman, beberapa kelompok ada yang bersifat karnivora tetapi pada tahap larva awal dari semua spesies pemakan detritus.

2.5Bioindikator

Salah satu cara yang digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi di dalam suatu ekosistem adalah pemanfaatan bioindikator. Swasta (2003) menyatakan bahwa bioindikator ekologis adalah mahluk yang diamati penampakannya untuk dipakai sebagai petunjuk tentang keadaan kondisi lingkungan dan sumber daya pada habitatnya. Selain itu, menurut Kopciuch (2004) bioindikator adalah indikator biologis terhadap suatu kualitas lingkungan yang dapat memberikan suatu gambaran situasi ekologi. Menurut Odum (1993) adapun pedoman mengenai mahluk yang dapat digunakan sebagai bioindikator ekologis yaitu:

1. Spesies steno (kisran toleransinya sempit) lebih baik dipakai sebagai indikator dibandingkan dengan spesies yang euri (kisaran toleransinya luas).

2. Spesies yang dewasa lebih baik dipakai sebagai indikator dibandingkan dengan yang masih muda.

3. Sebelum mempercayai penampakan mahluk sebagai indikator ekologis, maka terlebih dahulu harus ada bukti yang cukup bahwa suatu faktor yang dipermasalahkan memang benar dapat membatasi.

4. Banyak hubungan diantara jenis, populasi, dan seluruh komunitas seringkali memberikan indikator yang lebih dapat dipercaya daripada satu jenis yang tunggal karena integrasi keadaan yang lebih baik dicerminkan oleh keseluruhan daripada oleh sebagian.

Yohanes AH (2001), menyatakan bahwa bioindikator yang dapat digunakan untuk memantau keadaan polusi di suatu tempat sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap perubahan lingkungan.

2. Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator memiliki kebiasaan hidup menetap di suatu tempat atau pemencarannya terbatas.

3. Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator mudah dilakukan pengambilan sampel dan merupakan organisme yang umum dijumpai di lokasi pengamatan.

(9)

Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator lebih disukai yang berumur panjang, sehingga dapat diperoleh individu contoh dari berbagai stadium atau dari berbagai tingkatan umur. Selanjutnya menurut Shahabuddin (2003), bahwa beberapa kriteria umum yang dapat digunakan untuk menggunakan suatu jenis organisme sebagai bioindikator adalah:

1. Secara taksonomi telah stabil dan cukup diketahui. 2. Sejarah alamiahnya diketahui

3. Siap dan mudah disurvei dan dimanipulasi

4. Taksa yang lebih tinggi terdistribusi secara luas pada berbagai tipe habitat

5. Taksa yang lebih rendah spesialis dan sensitif terhadap perubahan habitat.

6. Pola keanekaragaman mengambarkan atau terkait dengan taksa lainnya yang berkerabat atau tidak.

Yohanes AH (2001), menyatakan bahwa memilahkan spesies indikator polutan menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Sentinel Suatu spesies organisme yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap polutan, yang mana spesies organisme ini umumnya diintroduksikan ke suatu habitat untuk mengetahui dan memberi peringatan dini terjadinya polusi.

2. Detektor suatu spesies organisme, penghuni asli di suatu habitat, yang mampu menunjukkan adanya perubahan yang dapat diukur (misalnya perilaku, kematian, morfologi) pada lingkungan yang berubah.

3. Eksploitor Suatu spesies organisme yang kehadirannya menunjukkan adanya suatu goncangan atau polusi di suatu tempat, bahkan jumlah individunya berlimpah di tempat terjadinya polusi (karena kurangnya kompetisi dengan spesies lain yang tidak mampu hidup di tempat terjadinya polusi).

4. Akumulator uatu spesies organisme yang mengambil dan mengakumulasikan senyawa-senyawa kimia dalam jumlah yang dapat diukur.

(10)

BAB III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2017 di Sungai Siak Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Identifikasi Serangga air di lakukan di Laboratorium Universitas Muhammadiyah Riau.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Insecting net, tali raffia, botol sampel, pinset,meteran, Mikroskop Disecting, perangkap serangga Rigging an Emergent Trap, kaca lup, thermoghymeter, gunting, kuas kecil, sarung tangan, kamera dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian in adalah kantong plastik, kertas label, Alkohol 70% dan formalin 4 %.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dari penelitian ini yaitu dari data primer dan sekunder. Data primer berupa pengkoleksian serangga air dengan metode menggunakan perangkap serangga yaitu Rigging an Emergent Trap. Data sekunder berupa informasi yang telah tersedia dari data lokasi penelitian seperti luas lokasi, kondisi iklim, dan topografi.

3.4. Prosedur Kerja 3.4.1. Langkah Persiapan

Langkah persiapan meliputi survei lapangan atau observasi awal untuk memperoleh gambaran tentang lokasi penelitian. pemilihan lokasi penelitian ini adalah di Sungai Siak Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

3.4.2. Penempatan Plot Penelitian

Dalam pengambilan sampling terdapat 3 stasiun yang telah ditentukan yaitu stasiun 1 terletak di Permukiman penduduk yang berada dikawasan tepi sungai, stasiun 2 berada tepat di samping industry Karet, dan stasiun 3 berada dikawasan yang tidak terdapat permukiman penduduk dan kawasan industri.

3.4.3. Penangkapan Serangga Air

(11)

berukuran kecil. Serangga air dimasukkan ke dalam botol koleksi yang telah diberi Formalin 4% dan diberi label.

3.4.4. Analisi Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kemudian ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel.

A. Analisis Data Serangga

1. Indeks Keanekaragaman Serangga

Indeks Keanekaragaman dihitung dengan rumus Shannon-Wiener (Odum,1996).

Dimana: H’= Indeks keanekaragaman

ni = Jumlah individu dalam genus ke-I (per plot). N = Jumlah total individu (per plot).

Dengan kriteria :

Jika H < 1 = Keanekaragaman rendah Jika 1<H<3 = Keanekaragaman sedang Jika H>3 = Keanekaragaman tinggi 2. Indeks Dominansi Serangga

(

)

2

Dimana :

C = Indeks Dominansi

ni = Jumlah individu setiap genus I (per plot)

N = Jumlah total individu seluruh genus (per plot) (Odum, 1996). Dengan kriteria :

Jika nilai C < 0,50 = Dominansi rendah Jika nilai 0,50 < C < 0,75 = Dominansi sedang Jika nilai 0,75 < C < 1 = Dominansi tinggi 3. Indeks Kesamaan

Indeks Kesamaan suku serangga pada dua habitat dihitung dengan Uji Sorenson :

IS = 2C X 100%

(12)

Dimana :

IS = Indeks Kesamaan.

C = Jumlah suku serangga yang ada di kedua habitat

A,B = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama dan kedua.

Dengan kriteria :

Jika IS < 0,75 berarti nilai kesamaan rendah Jika IS > 0,75 berarti nilai kesamaan tinggi

BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 4.1. Anggaran Biaya

No. Jenis pengeluaran Biaya

1. Peralatan penunjang Rp. 2.450.000

2. Bahan Habis Pakai Rp. 853.000

3. Transportasi Rp. 2.300.000

4. Lain-lain Rp. 1.100.000

Jumlah Rp. 6.703.000

4.2. Jadwal Kegiatan

No. Bulan

Jenis Kegiatan februari Maret April

1. Survei lokasi 2. Pemasan transek

3. Penangkapan serangga air 4. Idenhtifikasi

5. Analisis data, Pelaporan dan Hasil

BAB V DAFTAR PUSTAKA

Borror DJ, Long DM, Triplehorn CA. 2005. An Introduction to the Study Of Insects. Philadelphi ; Saunders & Collage Publishing.

Haneda F N, Kusmana C, Kusuma D F. 2013. Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 04 No. 01 April 2013, Hal. 42 – 46 ISSN: 2086-8227

(13)

Iskandar J dan Dahiyat Y. 2012. Keaneka Ragaman Ikan Di Sungai Siak Riau. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. ISSN 1411-0903. Vol. 14, No. 1, Maret 2012: 51 – 58.

Jana S, Pahari PR, Dutta TK, Bhattacharya T, 2009. Diversity and community structure of aquatic insects in a pond in Midnapore town, West Bengal, India.

Kopciuch, G., B. Berecka, J. Bartoszewicz, B. Buszewski. 2004. Some Considerations About Bioindicators in Environmental Monitoring Polish Journal of Environmental Studies (PJES) 13(5): 453-462.

Mahajoeno, E., Efendi, M., dan Ardiansyah. 2001. Keanekaragaman Larva Insekta pada Sungai-sungai Kecil di Hutan Jobolarangan. Jurusan Biologi FMIPA UNS. Surakarta. Biodiversitas, 2(2)

Odum, P.E. 1996. Dasar - Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan oleh Koesbiono, D. G. Bengon, M. Eidmen & Sukarjo. PT. Gramedia. Jakarta. Putri P E, Henny H dan Dahelmi. 2015. Inventarisasi Semut Subfamili Formicinae

di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 4(1) Maret 2015: 15-25 (ISSN : 2303-2162)

Rizali A, Buchori D, Triwidodo H. 2002. Keanekaragaman Serangga pada Lahan Persawahan-Tepian Hutan, Indikator untuk Kesehatan Lingkungan. Jurnal Hayati Vol. 9, No. 2. hlm. 41-48. ISSN 0854-8587

Ruslan, H. 2009. Komposisi Dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah Pada Habitat Hutan Homogen dan Heterogen Di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (Ppka) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Biologi. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta. Issn 1978-9513. Vol. 02 No. 1

Shahabuddin. 2004. Potensi dan Metode Penggunaan Serangga Sebagai Bioindikator Kesehatan Hutan (Potential and Methods of Using Insects as Bioindicator of Forest Health). Program Doktoral Entomologi Pertanian: IPB.

Siwi. 1991. The Insects of Australia A textbook for Students and Research Workers. Cornell University Press, New York.

Soegianto, A. 2010. Ekologi Perairan Tawar. Airlangga University Press. Surabaya.

Sudaryanti, S., Soehardjan, M., dan Wardojo, S. 2001. Status Pengetahuan Tentang Potensi Serangga Akuatik dan Pengembangannya sebagai Indikator Cemaran Air. Prosiding SimposiumKeanekaragaman Hayati artropoda pada Sistem Produksi Pertanian. PEI & Yayasan Kehati.

Swasta, I. B.J. 2003. Diktat Ekologi Hewan Jurdik Biologi Un diksha: Singaraja. Web design and Development by the UNT Library Multimedia Development Lab.

(14)

Yohanes AH. 2001. Pemanfaatan Serangga Akuatik sebagai Bioindikator Kontaminasi Insektisida Di Sungai Citarum. Institut Pertanian Bogor Juni 2001.

Yudyanugraha, FH. 2012. Keanekaragaman Serangga Air Sebagai Penduga Kualitas Perairan Pada Sungai Maron dan Sungai Sempur, Seloliman, Trawas, Mojokerto. Skripsi.Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga.

(15)

BAB V LAMPIRAN-LAMPIRAN

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)

6.2 Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan Gunting 3 Pemotongan tali transek Rp 15.000/pcs Rp 45.000 Sepatu Bot 3 Penunjuk arah pembuatan transek Rp 150.000/pcs Rp 450.000

Meteran 1 Untuk mengukur Rp. 75.000/pcs Rp 75.000

Thermoghymeter 2 Pegukuran tanah Rp. 100.000/pcs Rp. 200.000 Kaca Lup 3 Melihat serangga yang kurang jelas Rp. 20.000/pcs Rp. 60.000 Alat Bedah 1 Alat untuk mengambil serangga Rp. 300.000/pcs Rp. 300.000 Sarung Tangan 1/pac Pengaman Tangan Rp. 60.000/box Rp. 60.000 Buku Identifikasi

serangga

1/buku Mengidentifikasi serangga Rp. 400.000 Rp. 400.000 Perangkap

serangga

3 Alat penangkap Serangga Air Rp. 120.000/pcs Rp. 360.000

Sub Total Rp. 2.450.000

2. Bahan Habis Pakai

Material Justifikasi

Pemakaian Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp) Formalin Pengawet Sampel 1000 ml Rp 30.000/ 1ml Rp. 300.000/liter Kertas Label Menandai Sampel 1 pac Rp 3.000/pac Rp. 3.000

Tali rafia Pembuatan garis

transek 10 gulung Rp. 8.000/glng Rp. 80.000 Botol sampel Tempat sampel 50 botol Rp. 5. 000/botol Rp. 250.000 Ember 10 liter Tempat air yang

akan diambil 3 ember Rp. 20.000/ember Rp. 60.000 Sarung Tangan Pengaman

Tangan 1/pac Rp. 60.000/box Rp. 60.000 Alkohol 70% Pengawet sampel 1000 ml Rp. 100.000/liter Rp. 100.000

Sub Total Rp. 853.000

3. Perjalanan

Material Justifikasi Perjalanan Kuantitas Harga Satuan

(23)

Tempat

menginap/beristirahat

1.000.000 Transportasi

Lokal

Tranportasai Penelitian 5 x Rp 200.000 Rp. 1.000.000

Sub Total Rp.

2.300.000

4. Lain-lain

Material Justifikasi

Perjalanan Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah Publikasi Publikasi jurnal

nasional

1x Rp 500.000 Rp. 500.000

Dokumentasi Pencetakan photo penelitian

1x Rp 150.000 Rp. 150.000 Komunikasi Komunikasi 3x Rp 150.000/orang Rp. 450.000

Sub Total Rp. 1.100.000

(24)

6.3. Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas

1 Ejiadi/130202005 Sarjana Biologi 21

Jam/minggu

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Namun, satu hal yang penting diteliti adalah keberadaan perpustakaan kejujuran dengan mekanisme peminjaman dilakukan secara mandiri oleh siswa, jika tidak

Jadi penerapan Metode Diskusi menggunakan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa tentang Struktur dan Fungsi Bagian Tumbuhan pada

Perlakuan terbaik pasta mangga Podang Urang yaitu konsentrasi dekstrin sebesar 5% dan penggunaan autoklaf pada suhu 100 o C dengan waktu 15

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Yousuf, Matthew &amp; Michael, 2018), dari 26 sampel acak diperoleh adanya peningkatan pengetahuan nyeri, kepatuhan

Pihak pengurus pesantren dan orang tua santri dapat mengetahui sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, sehingga dapat

prosedur pelayanan sangat sederhana tidak berbelit-belit sehingga pemohon jasa layanan tidak ada yang merasa bingung karena dari awal sampai selesai pelayanan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan buku teks yang digunakan di 5 dari 27 SMA negeri di kota Bandung, berdasarkan tiga kriteria tahap seleksi