• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Demografis dan Pertumbuhan. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan Demografis dan Pertumbuhan. pdf"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN DEMOGRAFIS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH LUAR JAWA PADA MASA KOLONIAL HINDIA BELANDA

TENGKU AZLANSYAH AZMI

PENDAHULUAN : FAKTOR PERKEMBANGAN DAERAH LUAR JAWA

Tidak bisa dipungkiri, bahkan setelah menjadi Republik Indonesia pun Jawa

masih menjadi pusat seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia. Pemerintah Hindia

Belanda sejak era kolonial memang sengaja memusatkan seluruh kegiatan

ekonominya di Jawa. Beberapa alasan pada saat itu untuk tidak menjadikan daerah

lain sebagai pusat ekonomi yang pertama, sebagian besar wilayah di luar jawa belum

memiliki fasilitas yang memadai dalam hal sarana-prasarana maupun transportasi.

Pemerintah kolonial membutuhkan effort yang ekstra untuk membangun

fasilitas-fasilitas tersebut, terutama pada awal masa pemberlakuan system tanam

paksa. Biayanya cukup besar untuk membangun jalan penghubung, fasilitas

perkebunan, gudang, serta pelabuhan yang layak. Hal kedua adalah tidak seperti di

Jawa dimana penguasa lokal sudah dapat dikontrol oleh pusat, di luar jawa tidak ada

jaminan penguasa lokal dapat diajak bekerja sama, faktor keamanan pun dinilai cukup

meragukan.

Namun pada akhir abad ke 19, pemerintah kolonial menilai Jawa dinilai sudah

tidak layak untuk membangun usaha ekonomi. Dalam periode ini pemerintah kolonial

mulai melirik posisi luar jawa. Memang sebelumnya dilakukan percobaan membuka

perkebunan di sumatera dan kalimantan, namun yang paling sukses adalah yang

dilakukan oleh Nienhuys1 di Deli. Sebagai pengusaha swasta ia sukses mendirikan

perkebunan tembakau dengan mengontrak tanah dari Kesultanan Deli di Sumatera

Timur. Hal ini menginspirasi pemerintah kolonial dan pengusaha swasta lainnya.

Selain kesuksesan Nienhuys yang dijelaskan sebelumnya, ada beberapa faktor

yang membuat pemerintah Kolonial melirik luar jawa. Pertama, Jawa dinilai sudah

jenuh dari segi kependudukan/demografis maupun ketersediaan lahan. Dalam keadaan

seperti ini sudah tidak memungkinkan mengembangkan Jawa dengan cara apapun.

Kedua, sumber eksploitasi baru terdapat diluar jawa. Lahan sudah pasti menjadi hal

(2)

utama yang dicari. Selain itu, pulau-pulau seperti sumatera dan kalimantan memiliki

banyak sumber daya yang belum dieksploitasi dan memiliki nilai yang tinggi. Faktor

ketiga, di Jawa sendiri timbul masalah besar, salah satunya adalah kemiskinian.

Pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan

ketersediaan lapangan kerja. Akibatnya banyak terjadi pengangguran. Di kota-kota

besar terbentuk slum area, angka kriminalitas meninggi, dan tingkat kesehatan

masyarakat menurun.

Faktor-faktor tersebut membuat pemerintah kolonial semakin Confidence untuk

melakukan ekspansi di luar jawa. Pembukaan lahan di luar jawa untuk perkebunan

sesungguhnya telah dilakukan sejak paruh pertama abad 19. Contohnya di sumatera

barat mulai dicoba setelah berakhirnya perang paderi2. Namun luar jawa baru

benar-benar diperhatikan sekitar akhir abad ke 19.

KEPENDUDUKAN

Tabel : Jan O. M. Broek, The Economic Development of the Outer Provinces of the Netherlands Indies

Dalam tabel tersebut dapat dilihat ketimpangan jumlah penduduk yang sangat

besar antara Jawa serta Madura dengan luar Jawa. Populasi pada tahun 1930 saja

tercatat kurang lebih 19 juta jiwa, dengan catatan daerah terpadat berada di Bali,

Lombok, dan sebagian kota di Sumatera. Wilayah yang begitu luas ini tidak memiliki

jumlah penduduk yang banyak, berbanding terbalik dengan di Jawa.

2 Kenneth R. Young, Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat : Stagnasi Ekonomi dan Jalan Buntu

(3)

Masalah pemerintah kolonial dalam mengembangkan luar jawa adalah

ketersediaan tenaga kerja. Untuk membangun usaha perkebunan, membangun sarana

publik penunjang ekonomi membutuhkan orang banyak. Kebutuhan atas tenaga kerja

menjadi hal yang mendesak.

Untuk menggerakkan tenaga lokal cukup sulit. Selain jumlahnya yang sedikit,

pemerintah kolonial tidak dapat menerapkan cara yang sama seperti di jawa untuk

menggerakkan massa dalam jumlah banyak. Jika di Jawa pemerintah kolonial cukup

memerintah para petinggi desa, maka rakyat desa tersebut akan patuh. Kuasai

kepalanya maka bawahnya akan ikut. Namun hal ini berbeda di luar jawa. Contoh di

sumatera barat, sistem masyarakat yang berlaku disini tidak seperti di jawa, di

sumatera barat dikenal suatu sistem yang disebut nagari. Nagari ini dibentuk

berdasarkan ikatan keluarga, yang menjadi kepala Nagari adalah orang yang dianggap

paling berpengaruh, dan hubungan antar tiap kepala keluarga sama rata, tidak ada

yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Lain halnya di daerah lain seperti Kalimantan.

Setiap rumah terpisah jauh dengan rumah yang lain, dan karakter masyarakat di

kalimantan jika mereka sudah tidak nyaman di tempat tersebut maka mereka akan

pindah mencari tempat baru.

Sebagai solusi akan kebutuhan tenaga kerja maka pemerintah kolonial

mengadakan transmigrasi penduduk jawa ke pulau-pulau luar jawa. Selain luar jawa

juga diadakan perekrutan tenaga kerja dari cina, tenaga kerja dari cina ini lebih

banyak dilakukan oleh pengusaha swasta. Jenis perkebunan yang membutuhkan

banyak tenaga kerja contohnya seperti tembakau dan karet.

(4)

Tabel : Jan O. M. Broek, The Economic Development of the Outer Provinces of the Netherlands Indies

Tabel diatas merupakan besaran lahan yang digunakan untuk berbagai jenis

perkebunan pada tahun 1937. Dapat dilihat bahwa di tahun tersebut karet menjadi

yang paling dominan di Sumatera Timur dan seluruh daerah luar jawa lainnya,

mencapai lebih dari 240 ribu hektar. Daerah sumatera kecuali sumatera barat serta

kalimantan barat didominasi oleh perkebunan karet, disusul dengan kelapa sawit.

Khusus di sumatera barat didominasi perkebunan teh. Hal ini wajar karena struktur

lahan sumatera barat yang berupa dataran tinggi cocok untuk perkebunan teh. Di

daerah timur kelapa menjadi yang paling dominan. Letak budidaya kelapa berada di

pesisir pantai. Daerah seperti nusa tenggara dan maluku yang kepulauan sangat

(5)

Tabel : Jan O. M. Broek, The Economic Development of the Outer Provinces of the Netherlands Indies

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan jumlah nilai ekspor

komoditas dari luar jawa setiap tahunnya semakin meningkat. Pada tahun 1933

tercatat nilai ekspornya sudah seimbang dengan nilai ekspor dari pulau jawa. Dan

pada tahun 1937 nilai ekspor dari luar jawa sudah melampaui ekspor dari jawa. Hal

ini menandakan bahwa perkembangan ekonomi si luar jawa meningkat pesat. Banyak

dibukanya perkebunan baru disertai dengan pembangunan prasarana di setiap daerah

berdampak pada semakin masifnya hasil yang didapatkan dari luar jawa. Sehingga

pada tahun 1933 keatas dapat dinilai pemerintah kolonial tidak lagi sangat bergantung

pada perekonomian di Jawa.

Kemajuan pesat perkebunan di luar jawa dipicu oleh perkembangan

perkebunan tembakau, karet, teh, kopi, dan kopra. Diantara seluruh wilayah luar jawa,

yang menjadi perkebunan utama di luar jawa adalah daerah pesisir Sumatera Timur

yang berubah dari rimba tahun1860an menjadi perkebunan nomor satu dunia3.

Wilayah sumatera timur dibangun atas 3 faktor utama. Pertama, kondisi lahan di Deli,

Serdang, Langkat mampu menghasilkan daun tembakau pembungkus terhalus dan

termahal di dunia. Kedua, kemampuan perusahaan-perusahaan swasta/negara barat

untuk menandatangani pakta jangka panjang dengan raja-raja lokal yang menjamin

tersedianya lahan yang luas yang dapat dikendalikan dalam waktu yang lama. Ketiga,

terdapat sistem kerja kontrak. Berdasarkan itulah industri perkebunan tembakau di

(6)

deli berhasil membangun suatu prasarana administrasi dan keuangan, fasilitas

pengiriman barang dengan kapal serta jaringan pengangkutan, yang jadinya menarik

perhatian perusahaan-perusahaan yang ingin mendirikan perkebunan4.

REFERENSI

Ardiani, Debi Yusmin, Kehidupan Buruh di Perkebunan Deli Maatschappij pada

tahun 1920-1942. Universitas Sumatera Utara (2011).

Basarshah, T. Lukman Sinar, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera

Timur. Yayasan Kesutanan Serdang : Medan (2006) .

Booth, Anne, William J. O’Malley, Sejarah Ekonomi Indonesia, LP3ES. (1988) Bolsma, Ulbe, The Cultivation System (1830-1870) and Its Private Entrepreneurs on

Colonial Java, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 38, No. 2 (Jun., 2007), pp. 275-291,

Cambridge University Press.

Bolsma, Ulbe, Smallpox, Vaccinations, and Demographic Divergences in

Nineteenth-Century Colonial Indonesia, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Vol.

171, No. 1 (2015), pp. 69-96, Brill.

Broek, Jan O.M. The Economic Development of the Outer Provinces of the

Netherlands Indies, Geographical Review, Vol. 30, No. 2 (Apr., 1940), pp. 187-200, American

Geographical Society.

Gambar

Tabel :  Jan O. M. Broek, The Economic Development of the Outer Provinces of the Netherlands Indies
Tabel :  Jan O. M. Broek, The Economic Development of the Outer Provinces of the Netherlands Indies
Tabel :  Jan O. M. Broek, The Economic Development of the Outer Provinces of the Netherlands Indies

Referensi

Dokumen terkait

Sampel yang diambil dalam penelitian adalah wanita hamil dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) yang di

Pada skenario 3, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk diturunkan secara drastis hingga hanya 1% dan luas RTH jenis hutan, kebun campuran, kebun teh dan

Penurunan kadar air ini disebabkan oleh adanya hidrasi ion-ion garam yang menarik ion molekul air suatu bahan pangan dimana konsentrasi garam yang rendah akan menghasilkan kadar

Kamu tidak akan jenuh mengamati Mars karena keindahannya, Dari seluruh planet, hanya Mars yang dapat teramati perubahan cuacanya.. Astronom amatir dapat melihat es

Menetapkan kebijakan pengelolaan operasional secara menyeluruh untuk Kantor Wilayah dan Kantor Cabang dilingkup tugasnya, guna memastikan kebijakan, strategi, prosedur dan tata

1) Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukanya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan

Desain kelas akan terbatas sampai dengan kode struktur data graf yang mendefinisikan kelas dan relasi antar kelas yang terdapat dalam kode program berorientasi objek

Untuk memperoleh kesenangan dan pengalaman dalam melakukan wisata, kualitas atraksi menjadi faktor pendorong utama sekalipun pemahaman kualitas produk wisata tidak hanya