• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

V PEMBAHASAN

5.1 Data dan Analisis

5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk

Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang besar dalam perubahan kualitas lingkungan suatu DAS karena dengan bertambahnya penduduk maka turut terjadi penambahan ruang kehidupan seperti perumahan, sarana sosial, sarana ekonomi dan sarana lain yang tentunya akan mengkonversi penggunaan ruang seperti ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung mengalami kenaikan dari tahun 1993 sebesar 156.546 jiwa menjadi 240.685 jiwa pada tahun 2008 atau dengan kata lain dalam kurun lima belas tahun terjadi panambahan jumlah penduduk sebesar 84.139 jiwa. Jumlah penduduk yang dihitung berasal dari total jumlah penduduk per desa/kelurahan dengan pertimbangan bahwa desa/kelurahan tersebut wilayah administrasinya berada di dalam kawasan hulu DAS Ciliwung atau sebagian besar wilayah administrasinya masuk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung. Data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah DAS Hulu Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Berdasarkan Tabel 7, laju pertumbuhan penduduk rata-rata di kawasan hulu DAS Ciliwung adalah sebesar 2,91% per tahun. Kenaikan jumlah penduduk ini berkorelasi positif terhadap kenaikan tingkat kepadatan penduduk dengan pertimbangan bahwa luas wilayah tetap, sehingga didapatkan kenaikan kepadatan penduduk dari 15,27 jiwa/Ha pada tahun 1993 menjadi 23,48 jiwa/Ha di tahun 2008 (Tabel 8). Berdasarkan nilai laju pertumbuhan penduduk setiap tahun, maka dapat dilakukan prediksi jumlah penduduk pada tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010. Penghitungan ini menggunakan metode trend yang didasarkan atas asumsi bahwa laju pertumbuhan penduduk pada masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang (Tarigan,2006). Hasil dari penghitungan menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 1994 adalah 161.100 jiwa, tahun 2001 berjumlah 196.912

(2)

jiwa, tahun 2005 berjumlah 220.845 jiwa dan pada tahun 2010 adalah berjumlah 254.892 jiwa.

Tabel 7 Jumlah Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Menurut Desa Tahun 1993, 2000 dan 2008

No Nama Desa Jumlah Penduduk (Jiwa)

Tahun 1993 Tahun 2000 Tahun 2008

1 Batu layang 5.677 5.672 8.611 2 Bojong Murni 2.704 3.579 4.737 3 Cibeureum 9.156 10.804 14.628 4 Cilember 5.499 5.683 8.816 5 Cipayung Datar 16.659 19.702 22.922 6 Cipayung Girang 6.329 7.320 9.272 7 Cisarua 6.297 6.744 8.773 8 Citeko 7.425 8.503 11.644 9 Gadog 5.049 5.101 6.650 10 Jogjogan 4.534 5.182 7.549 11 Kopo 12.127 16.863 19.595 12 Kuta 3.723 4.543 5.902 13 Leuwimalang 5.271 5.511 6.886 14 Megamendung 4.543 4.575 6.103 15 Pandansari 4.709 6.595 8.421 16 Sindang Rasa 5.576 7.969 13.657 17 Sindang Sari 5.950 5.822 8.421 18 Sukagalih 4.818 6.252 7.497 19 Sukakarya 4.296 5.266 6.571 20 Sukamahi 5.318 6.448 8.288 21 Sukamaju 5.048 5.287 6.382 22 Sukamanah 5.059 6.408 6.921 23 Sukaresmi 3.175 3.456 4.556 24 Tugu Selatan 10.933 12.218 17.372 25 Tugu Utara 6.671 7.123 10.511 Total Penduduk 156.546 182.626 240.685

Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009

Salah satu masalah kependudukan yang terdapat di wilayah DAS Hulu Ciliwung adalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Jika ditinjau dari tiap desa, dapat diamati bahwa jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah ini belum terdistribusi secara merata. Jumlah penduduk tertinggi pada tahun 2008 berada pada desa Cipayung Datar yaitu sebesar 22.922 jiwa dan jumlah penduduk terendah pada tahun yang sama berada pada desa Sukaresmi sebesar 4.556 jiwa. Desa yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan desa lainnya adalah desa Sindang Rasa yaitu sebesar 128,84 jiwa/Ha, sedangkan desa

(3)

yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah desa Tugu Utara sebesar 6,18 jiwa/Ha.

Distribusi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung relatif tetap dari tahun 1993 hingga tahun 2008, dengan laju pertumbuhan yang berbeda tiap desa. Berdasarkan penghitungan, desa yang laju pertumbuhannya paling tinggi adalah Desa Sindang Rasa yaitu dengan persentase sebesar 6,15% per tahun. Sedangkan desa yang paling rendah laju pertumbuhan penduduknya adalah Desa Leuwimalang sebesar 1,80% per tahun.

Tabel 8 Kepadatan Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1993, 2000 dan 2008

No Nama Desa

Luas (Ha)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) Tahun 1993 Tahun 2000 Tahun 2008 1 Batu layang 226 25,12 25,01 38,10 2 Bojong Murni 161 16,79 22,23 29,42 3 Cibeureum 1.129 8,11 9,57 12,96 4 Cilember 200 27,49 28,41 44,08 5 Cipayung Datar 775 21,49 25,42 29,58 6 Cipayung Girang 235 26,93 31,15 39,45 7 Cisarua 200 31,48 33,72 43,86 8 Citeko 461 16,11 18,44 25,26 9 Gadog 192 26,30 26,57 34,63 10 Jogjogan 154 29,44 33,65 49,02 11 Kopo 453 26,77 37,22 43,26 12 Kuta 180 20,68 25,24 32,79 13 Leuwimalang 135 39,04 40,82 51,01 14 Megamendung 637 7,13 7,18 9,58 15 Pandansari 186 25,32 35,46 45,27 16 Sindang Rasa 106 52,60 75,18 128,84 17 Sindang Sari 90 66,11 64,69 93,57 18 Sukagalih 237 20,33 26,38 31,63 19 Sukakarya 339 12,67 15,53 19,38 20 Sukamahi 196 27,13 32,9 42,29 21 Sukamaju 210 24,04 25,18 30,39 22 Sukamanah 182 27,80 35,20 38,03 23 Sukaresmi 151 21,03 22,89 30,17 24 Tugu Selatan 1.712 6,39 7,17 10,15 25 Tugu Utara 1.702 3,92 4,18 6,18 Total 10.249 15,27 17,82 23,48

(4)

5.1.2 Interpretasi Penutupan Lahan Dari Citra Landsat ETM+ 2005 dan Foto Udara 2010

Interpretasi citra Landsat ETM+ 2005 dan foto udara 2010 dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakkan masing-masing penutupan lahan pada citra dan foto udara yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi. Masing-masing penutupan lahan memiliki unsur interpretasi yang unik. Pada daerah penelitian, tipe penutupan lahan dibagi menjadi enam, yaitu ruang terbangun, hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah/tegalan.

Ruang terbangun di dalam foto udara menunjukkan bentuk persegi/spot kecil dengan pola menyebar, memanjang di kiri-kanan jalan dengan ukuran relatif kecil. Berwarna abu-abu atau cokelat tua dengan tekstur relatif kasar. Pada citra Landsat, ruang terbangun memiliki tekstur halus sampai kasar, berwarna magenta atau ungu kemerahan, pola disekitar jalan utama.

Hutan mempunyai kenampakkan bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran cukup luas, menyebar, kadang-kadang bergerombol di tengah kebun teh. Berwarna hijau gelap, tekstur relatif kasar, memiliki bayangan igir-igir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Sedangkan dalam citra Landsat, ditemukan dengan bentuk, ukuran dan pola yang tidak jauh berbeda dengan di foto udara, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar.

Kebun campuran memiliki ciri-ciri bentuk dan pola yang menyebar. Umumnya dijumpai di sepanjang aliran sungai, terkadang bercampur dengan kawasan ruang terbangun. Berwarna gelap dengan tekstur relatif kasar. Kenampakkan pada citra Landsat memiliki tekstur yang relatif kasar, berwarna hijau bercampur dengan sedikit magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang tanggul sungai, seringkali bercampur dengan ruang terbangun.

Kebun teh memiliki kenampakkan bentuk dan pola yang lebih teratur, berwarna hijau agak kelabu dengan tekstur relati halus dan seragam pada lereng-lereng yang landai hingga curam. Pada citra Landsat, kebun teh memiliki tekstur halus dan berwarna hijau muda.

(5)

Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara ruang terbangun dan sawah/tegalan. Berwarna abu-abu terang dengan tekstur halus. Di dalam citra Landsat menunjukkan warna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus. Keberadaannya cukup sulit dideteksi mengingat luas sebarannya relatif kecil.

Sawah/tegalan memiliki warna abu-abu agak gelap, bentuk berpetak-petak dan berteras dengan pola sebaran di daerah dataran dengan lereng yang landai dan dekat dengan tubuh air. Di dalam citra Landsat menunjukkan tekstur kasar berwarna hijau tua bercampur dengan sedikit magenta, biru dan kuning.

Tubuh air (sungai utama) di dalam foto udara berbentuk garis memanjang, pola berkelok-kelok berwarna abu-abu gelap. Jalan ditemui berwarna gelap dengan bentuk garis yang relatif lurus. Di dalam citra Landsat, tubuh air berwarna biru dengan bentuk berkelok-kelok, sedangkan jalan berwarna ungu dengan bentuk garis yang relatif lurus dan pola lebih teratur.

Sebelum melakukan proses digitasi, saluran warna (band) citra Landsat ETM+ 2005 terlebih dahulu digabungkan dan kemudian dilakukan koreksi geometri dengan bantuan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9.1. proses digitasi dilakukan secara on screen dengan menggunakan perangkat lunak ARC VIEW 3.2 dan kemudian menghasilkan peta penutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung.

5.1.3 Pola Penutupan Lahan

Pola penutupan lahan di daerah penelitian hasil pengamatan tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010 masing-masing digambarkan pada Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut, daerah penelitian memiliki luas total 15.191 Ha dengan 6 tipe penutupan lahan yaitu ruang terbangun, hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Fenomena penutupan lahan yang terjadi di wilayah DAS Hulu Ciliwung adalah adanya kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari area tak terbangun menjadi area terbangun. Hal ini turut mempengaruhi kualitas lahan dalam menginfiltrasi curah hujan karena area resapan yang semakin berkurang. Luas masing-masing kelas dan persentase penutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 9.

(6)

42

 

(7)

43

 

(8)

44

 

(9)

45

 

(10)

Data pada tabel menunjukkan bahwa pada tahun 1994, pola penutupan lahan di wilayah DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh lahan kebun teh dan hutan. Luas kebun teh pada tahun ini adalah 3852,51 Ha atau sama dengan 25,36% dari total luas daerah penelitian. Luas lahan hutan sebesar 3801,49 Ha atau 25,05% dari total luas. Selanjutnya adalah area sawah/tegalan, ruang terbangun dan kebun campuran yang memiliki luasan yang cukup besar dengan luas masing-masing 3166,91 Ha (20,85%), 2663,13 Ha (17,53%) dan 1655,86 Ha (10,90%). Sisanya adalah lahan terbuka yang memiliki luas lebih kecil dibanding tipe penutupan lahan lainnya yaitu sebesar 50,89 Ha atau 0,33% dari total luas keseluruhan.

Tabel 9 Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010

Klasifikasi Penutupan Lahan

Luas 1994 Luas 2001 Luas 2005 Luas 2010

(Ha) % (Ha) % (Ha) % (Ha) %

Ruang Terbangun 2663,13 17,53 3627,79 23,88 4244,63 27,94 4656,85 30,66 Hutan 3801,49 25,03 3204,24 21,09 3071,02 20,22 3042,17 20,02 Kebun Campuran 1655,86 10,90 1757,98 11,57 1609,22 10,59 1592,83 10,49 Kebun Teh 3852,51 25,36 3264,59 21,49 3090,63 20,34 3001,26 19,76 Lahan Terbuka 50,89 0,33 2,15 0,02 10,55 0,07 1,93 0,01 Sawah/Tegalan 3166,91 20,85 3334,02 21,95 3164,73 20,84 2895,74 19,06 Total 15190,79 100 15190,77 100 15190,78 100 15190,78 100

Pada tahun 2001, area ruang terbangun mengalami peningkatan luas yang cukup besar yaitu sebesar 964,66 Ha dari tahun 1994 sehingga menjadikannya sebagai area penutupan lahan terluas yaitu sebesar 3627,79 Ha atau 23,88% dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Selanjutnya berturut-turut adalah lahan sawah/tegalan, kebun teh dan hutan yang memiliki luasan relatif sama yaitu sebesar 3334,02 Ha (21,95%), 3264,59 Ha (21,49%) dan 3204,24 Ha (21,09%). area lahan kebun campuran mengalami kenaikan luas yang relatif kecil dengan luas pada tahun ini sebesar 1757,98 Ha atau 11,57% dari total luas. Area lahan terbuka mengalami penurunan luas yang cukup drastis sehingga cukup sulit ditemukan, luas lahan terbuka pada tahun 2001 adalah sebesar 2,15 Ha atau 0,02 dari total luas DAS Hulu Ciliwung.

Penutupan lahan pada tahun 2005 masih didominasi oleh area ruang terbangun yang terus mengalami tren peningkatan, luas area ruang terbangun yaitu

(11)

sebesar 4244,63 Ha atau 27,94% dari total luas, diikuti oleh sawah/tegalan, kebun teh dan hutan yang sedikit mengalami penurunan luas dengan luas masing-masing sebesar 20,84%, 20,34% dan 20,22%. Sisanya adalah kebun campuran (10,59%) dan lahan terbuka (0,07%).

Pada tahun 2010, area ruang terbangun masih mendominasi sebagai area dengan luas terbesar dari tipe penutupan lahan lainnya yaitu sebesar 4656,85 Ha atau 30,66% dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Selanjutnya adalah area hutan, kebun teh, sawah/tegalan dan kebun campuran dengan luas masing-masing 20,02%, 19,76%, 19,06% dan 10,49% dari total luas. Area lahan terbuka semakin mengalami penurunan luas sehingga keberadaannya sudah semakin sulit ditemukan. Luas lahan terbuka pada tahun ini adalah sebesar 1,93 Ha atau hanya 0,01% dari total luas keseluruhan.

5.1.4 Perubahan Penutupan Lahan

Perubahan pola penutupan lahan dalam periode tahun 1994 sampai dengan 2010 dapat diamati melalui proses tumpang tindih (overlay) peta pada ArcView. Data perubahan tipe dan luas penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada periode 1994-2001 terjadi perubahan penutupan lahan yang cukup cepat, yaitu meningkatnya area ruang terbangun, kebun campuran dan sawah/tegalan, serta berkurangnya luas hutan, lahan terbuka dan kebun teh. Area ruang terbangun meningkat seluas 964,66 Ha atau 6,35% dari total luas keseluruhan yang merupakan hasil konversi lahan dari hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Kebun campuran juga mengalami peningkatan luas sebesar 102,12 Ha atau 0,67% dari total luas daerah penelitian, merupakan hasil konversi lahan dari hutan, kebun teh, sawah/tegalan dan lahan terbuka. Luas area sawah/tegalan mengalami peningkatan sebesar 167,11 Ha atau 1,1% dari total luas yang merupakan hasil konversi dari lahan terbuka, hutan, kebun campuran, dan kebun teh.

Di sisi lain, area hutan dan kebun teh mengalami penurunan luas yang cukup besar. Luas hutan berkurang sebesar 597,25 Ha atau 3,94% yang terkonversi menjadi kebun campuran, kebun teh, dan sawah/tegalan. Sementara luas kebun teh juga berkurang sebesar 587,92 Ha atau 3,87% dari total luas yang

(12)

terkonversi menjadi kebun campuran, ruang terbangun dan sawah/tegalan. Demikian juga halnya dengan lahan terbuka yang ruang terbangun, sawah/tegalan dan kebun campuran sebesar 48,74 Ha atau 0,31% dari total luas keseluruhan.

 

Gambar 16 Perubahan Luas Penutupan Lahan (Ha) di Kawasan Hulu DAS Ciliwung pada Periode Tahun 1994-2001, 2001-2005 dan 2005-2010. Pada periode tahun 2001-2005 kembali terjadi peningkatan luas yang cukup besar pada area ruang terbangun dan penurunan luas pada hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan, sementara lahan terbuka mengalami sedikit peningkatan luas setelah pada periode sebelumnya mengalami penurunan. Area ruang terbangun mengalami peningkatan luas sebesar 616,84 Ha atau 4,06% dari total luas wilayah DAS Hulu Ciliwung yang merupakan hasil konversi dari kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan. Lahan terbuka mengalami peningkatan luas sebesar 8,4 Ha (0,05%) yang merupakan hasil konversi dari ruang terbangun, kebun campuran dan sawah/tegalan.

Sementara itu, hutan terus mengalami penurunan luas sebesar 133,22 Ha atau 0,87% dari total luas keseluruhan yang terkonversi menjadi kebun campuran, sawah/tegalan dan kebun teh. Kebun campuran mengalami penurunan luas sebesar 148,76 Ha atau 0,98%, yang terkonversi menjadi ruang terbangun, sawah/tegalan dan kebun teh. Kebun teh mengalami penurunan luas sebesar 173,96 Ha atau 1,15% dari total luas, terkonversi menjadi kebun campuran,

‐800 ‐600 ‐400 ‐200 0 200 400 600 800 1000 Luas  (Ha) Periode Tahun

Ruang Terbangun Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Lahan Terbuka Sawah/Tegalan

(13)

sawah/tegalan dan ruang terbangun. Area lain yang mengalami penurunan luas adalah lahan sawah/tegalan sebesar 169,29 Ha atau 1,11% dari total luas yang terkonversi menjadi lahan terbuka, kebun campuran, kebun teh dan ruang terbangun.

Periode tahun 2005-2010, area ruang terbangun masih terus mengalami peningkatan luas sebesar 412,22 Ha atau 2,72% dari total luas daerah penelitian yang merupakan hasil konversi dari kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Selain ruang terbangun, tipe penutupan lahan lain yang mengalami peningkatan luas adalah kebun campuran yaitu sebesar 94,33 Ha atau 0,62% yang merupakan hasil konversi dari kebun teh, lahan terbuka, ruang terbangun dan sawah/tegalan.

Pada periode ini sejumlah area penutupan lahan mengalami penurunan luas, diantaranya adalah hutan, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan. Luas hutan berkurang sebesar 28,85 Ha atau 0,2% dari total luas yang terkonversi menjadi kebun teh dan kebun campuran. Kebun teh mengalami penurunan luas sebesar 89,37 Ha atau 0,58% dari total luas keseluruhan yang terkonversi menjadi kebun campuran, sawah/tegalan dan ruang terbangun. Lahan terbuka mengalami penurunan sebesar 8,62 Ha atau 0,06% yang terkonversi menjadi kebun campuran, ruang terbangun dan sawah/tegalan. Sementara sawah/tegalan juga mengalami penurunan luas sebesar 379,7 Ha atau 2,5% dari total luas wilayah DAS Hulu Ciliwung, terkonversi menjadi ruang terbangun, kebun campuran dan kebun teh.

5.1.5 Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Fungsi Hidrologi

DAS merupakan suatu sistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara komponen penyusunnya. Curah hujan dan tipe penutupan lahan sebagai salah satu komponen penyusun sistem DAS pada akhirnya akan mempengaruhi karakteristik aliran sungai. Salah satu karakteristik aliran sungai yang dapat mengalami perubahan adalah debit aliran sungai yang merupakan akumulasi dari aliran permukaan di seluruh areal DAS. Vegetasi penutup dan tipe penutupan lahan mempengaruhi besarnya aliran permukaan karena memiliki fungsi konservasi air yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adanya konversi penutupan lahan akan berdampak pada perubahan aliran permukaan.

(14)

Kebun campuran merupakan lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman baik tanaman tahunan, buah-buahan maupun tanaman semusim secara bersama-sama. Kebun campuran memiliki kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman mampu mengurangi laju aliran permukaan. Tanaman tahunan mempuyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim atau tanaman bawah mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan keduanya dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun tanaman semusim atau tanaman bawah.

Gambar 17 Tipe Penutupan Lahan Kebun Campuran

Lahan sawah pada kawasan ini umumnya dalam keadaan jenuh air (Gambar 18) sehingga jika terjadi hujan maka air hujan tersebut hampir seluruhnya akan menjadi aliran permukaan dan debit aliran sungai dengan cepat dapat meningkat. Areal tegalan memiliki tajuk tanaman semusim yang sempit sehingga membuat kemampuannya untuk mengintersepsi air rendah. Selain itu, sistem perakaran tanaman semusim yang dangkal dan terbatas tidak mampu menahan air dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan sebagian besar jumlah air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir di permukaan tanah dan masuk ke dalam sungai. Kelebihan air hujan yang menjadi aliran permukaan pada areal tegalan ini akan mengalir dengan cepat karena kurangnya hambatan dari semak atau sisa-sisa tanaman. Secara umum sebagian besar lahan sawah/tegalan di kawasan ini telah

(15)

diteras (Gambar 19) sehingga air hujan yang jatuh akan tertahan dan tergenang pada bidang teras dan secara perlahan-lahan air akan terinfiltrasi dalam waktu yang lama.

Gambar 18 Kondisi Lahan Sawah yang Jenuh Air

Gambar 19 Lahan Sawah yang Berteras-teras

Kebun Teh juga memiliki tajuk tanaman semusim yang sempit sehingga membuat kemampuannya untuk mengintersepsi air rendah. Sistem perakaran tanaman teh dangkal dan terbatas sehingga tidak mampu menahan air dalam jumlah besar. Perakaran teh yang hanya satu lapis dari vegetasi homogen tumbuhan teh sulit menahan lapisan tanah sehingga potensi terjadinya longsor cukup besar (Gambar 20). Namun pada beberapa tempat, terdapat pohon yang ditanam diatasnya agar sistem perakaran di dalam tanah tersusun berlapis-lapis (heterogen) sehingga lebih kuat mencengkeram tanah dan dapat menangkap air hujan dalam jumlah yang lebih besar (Gambar 21).

(16)

Gambar 20 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen

Gambar 21 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen

Hutan pada kawasan ini merupakan hutan lindung dan sebagian merupakan hutan produksi. Dengan adanya hutan, air hujan yang jatuh akan diterima dahulu oleh tajuk hutan sebelum jatuh pada lahan hutan sehingga volume air hujan yang jatuh akan berkurang dan potensinya untuk menjadi aliran permukaan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu air hujan yang jatuh pada lahan tersebut akan mengalami infiltrasi dan perkolasi. Permukaan tanah pada lahan hutan tertutup oleh serasah dan humus yang membuat tanah menjadi gembur sehingga air dengan mudah meresap ke dalam tanah dan mengisi persediaan air tanah. Dengan demikian, vegetasi hutan dapat menyimpan air dan melepaskan air tersebut ke sungai lebih terkendali di musim kering dibandingkan wilayah yang tidak berhutan.

(17)

Gambar 22 Tipe penutupan Lahan Hutan

Pada lahan terbuka, tidak adanya vegetasi penutup membuat curah hujan seluruhnya akan langsung jatuh ke permukaan tanah. Karena tidak adanya sistem perakaran maka sebagian besar curah hujan akan langsung menjadi aliran permukaan. Pada sebagian areal memiliki vegetasi penutup berupa rumput ataupun semak. Namun, sistem perakaran yang dangkal tidak mampu menahan air dalam jumlah besar.

Gambar 23 Tipe Penutupan Lahan Terbuka

Area ruang terbangun berupa pemukiman, jalan dan infrastruktur lain umumnya memiliki perkerasan yang menutupi permukaan tanah sehingga curah hujan yang jatuh seluruhnya akan menjadi aliran permukaan yang melalui sistem drainase dan selanjutnya mengalir ke sungai. Ruang terbangun berpengaruh besar terhadap jumlah aliran permukaan pada kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Keberadaan pemukiman pada daerah bantaran sungai akan meningkatkan potensi terjadinya erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada dasar sungai (Gambar 24).

(18)

Gambar 24 Pemukiman pada Bantaran Sungai

5.1.6 Penghitungan Komponen Hidrologi

Komponen hidrologi yang menjadi parameter kualitas lingkungan pada kawasan hulu DAS Ciliwung ini adalah nilai koefisien aliran permukaan (C). Nilai C menunjukkan perbandingan antara besar debit aliran terhadap besar curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah DAS Ciliwung mengalami gangguan (fisik). Nilai curah hujan didapatkan dari stasiun pengamat Panjang, Pasir Muncang, Gunung Mas dan Katulampa. Sedangkan nilai debit aliran didapatkan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa yang merupakan outlet dari wilayah DAS Ciliwung bagian hulu ini.

Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 25, dapat dilihat bahwa nilai koefisien aliran permukaan (C) di kawasan hulu DAS Ciliwung dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan. Hal ini dikarenakan banyaknya perubahan penggunaan ruang yang awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Semakin tinggi nilai C menandakan bahwa kualitas lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung semakin berkurang. Potensi terjadinya banjir dan erosi pun menjadi semakin besar. Sehingga diperlukan adanya perbaikan lingkungan dan tata ruang (lanskap) pada area terbangun agar laju kenaikan nilai C dapat ditekan. Perbaikan lingkungan ini dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan penanaman vegetasi terutama pepohonan dan penataan ruang pada area terbangun, sehingga area yang berfungsi sebagai daerah resapan air dapat dilestarikan untuk menjaga kualitas lingkungan secara keseluruhan.

(19)

Tabel 10 Prakiraan Angka Koefisien Aliran permukaan (C) DAS Ciliwung Hulu

Tahun Curah hujan rata-rata (mm) Volume Curah Hujan (106 m3) Volume Aliran permukaan (106 m3) Volume ET + L (106 m3) Koefisien Aliran permukaan (C) 1998 4.828 552 28,57 704,43 0,0518 1999 4.651 567 41,56 665,44 0,0733 2000 3.631 521 21,01 530,99 0,0403 2001 4.422 600 51,54 620,46 0,0859 2002 3.656 441 77,36 477,64 0,1756 2003 3.374 455 11,37 501,63 0,0250 2004 3.891 487 45,18 545,82 0,0929 2005 4.212 462 64,49 575,51 0,1396 2006 2.932 321 8,69 436,31 0,0271 2007 3.744 436 33,43 535,57 0,0767 2008 3.843 448 82,35 501,65 0,1837

Gambar 25 Grafik Perbandingan Nilai C Rata-rata DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan data nilai C tahun 1998 hingga tahun 2008 pada Tabel 11, dapat dilakukan penghitungan untuk memprediksi nilai C pada tahun 1994 dan 2010 karena data pada tahun tersebut diperlukan pada proses pemodelan. Penghitungan dilakukan dengan metode regresi linear yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai variabel tak bebas (dalam hal ini adalah nilai C pada tahun 1994 dan 2010) dari nilai satu atau lebih variabel bebas (nilai C pada Tabel 11) (Walpole, 1995). Dari hasil penghitungan, diperoleh prediksi nilai C pada tahun 1994 adalah 0,0345 dan pada tahun 2010 adalah 0,1302.

y = 0,006x ‐ 11,89 R² = 0,126 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Nilai  C Tahun

(20)

5.2 Model Dinamik

Berdasarkan struktur model casual loop yang telah dibuat, diketahui bahwa jumlah penduduk mempengaruhi luas tiap jenis RTH serta luas RTH secara keseluruhan. Kemudian, luas RTH mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Tahapan awal pada pengujian model sistem dinamik adalah menentukan persamaan fungsi regresi linear antara variabel X dan Y unteuk melihat apakah persamaan-persamaan yang digunakan sudah benar. Sebelumnya perlu dibuat diagram pencar yang menggambarkan hubungan antara variabel X dan Y. diagram pencar antar variabel dapat dilihat pada Gambar 26, Gambar 27, Gambar 28, Gambar 29, Gambar 30, Gambar 31, dan Gambar 32.

Tabel 11 Jumlah Penduduk, Nilai C dan Perubahan RTH Kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010

Tahun 1994 2001 2005 2010 Jml Penduduk 161.100 Jiwa 196.912 Jiwa 220.845 Jiwa 254.892 Jiwa

Nilai C 0.0345 0,0767 0,1008 0,1302

Klasifikasi RTH Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)

Hutan 3.801,49 3.204,24 3.071,02 3.042,17 Kebun Campuran 1.655,86 1.757,98 1.609,22 1.592,83 Kebun Teh 3.852,51 3.264,59 3.090,63 3.001,26 Lahan Terbuka 50,89 2,15 10,55 1,93 Sawah/Tegalan 3.166,91 3.334,02 3.164,73 2.895,74 Total RTH 12.527,66 11.562,98 10.946,15 10.533,93 Luas DAS 15.190,79 15.190,77 15.190,78 15.190,78

Gambar 26 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Hutan (Y) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Luas  Hutan  (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa)

(21)

Gambar 27 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Campuran (Y)

 

Gambar 28 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Teh (Y)

Gambar 29 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Lahan Terbuka (Y)

0 500 1000 1500 2000 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Luas  Kebun  Campuran  (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Luas  Kebun  Teh  (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) 0 10 20 30 40 50 60 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Luas  Lahan  Teruka  (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa)

(22)

Gambar 30 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Sawah/Tegalan (Y)

Gambar 31 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas RTH (Y)

Gambar 32 Diagram Pencar Hubungan Linear Luas RTH (X) dan Koefisien Aliran permukaan (Y)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Luas  Sawah/Tegalan  (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Luas  RTH  (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Koefisien  Aliran  Permukaan Luas RTH (Ha)

(23)

Berdasarkan gambar diagram pencar, diketahui bahwa hubungan linear antara jumlah penduduk dengan luas tiap jenis RTH dan luas RTH secara keseluruhan adalah negatif. Artinya, semakin banyak jumlah penduduk, luas hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah/tegalan semakin berkurang sehingga luas total RTH juga ikut berkurang. Begitu pula hubungan luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan juga berkorelasi negatif. Jadi, semakin berkurangnya luas RTH, nilai koefisien aliran permukaan di wilayah DAS Hulu Ciliwung semakin meningkat. Dari hubungan linear antara variabel X dan Y tersebut dapat diketahui nilai koefisien korelasi serta persamaan fungsinya yang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 12 Nilai Koefisien Korelasi dan Persamaan Fungsi dari Hubungan Linear Variabel X dan Y

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y) r r2 Persamaan

Jumlah Penduduk Hutan -0,999 0,997 y=4.945,85-7,995*10-3x Jumlah Penduduk Kebun Campuran -0,532 0,283 y=1.862,32-9,995*10-4x Jumlah Penduduk Kebun Teh -0,930 0,866 y=5.180,46-9,011*10-3x Jumlah Penduduk Lahan Terbuka -0,799 0,639 y=114,83-4,723*10-4x Jumlah Penduduk Sawah/Tegalan -0,677 0,458 y=3.787,6-3,105*10-3x Jumlah Penduduk Luas RTH -0,984 0,968 y=15.891,06-2,15*10-2x Luas RTH Koefisien Aliran

permukaan

-0,994 0,988 y=0,61-4,6406*10-5x Nilai r pada tabel tersebut menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel X dan Y, sedangkan r² menunjukkan persentase keragaman dalam nilai-nilai Y yang dapat dijelaskan oleh hubungan linear dengan X. Jadi, nilai r yang semakin mendekati -1 atau +1 dikatakan memiliki hubungan linear yang sangat kuat. Sedangkan, nilai r² yang mendekati 1 menunjukkan hampir 100% di antara keragaman nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X.

Oleh karena itu, berdasarkan koefisien korelasi dan persamaan regresi linear yang diperoleh, diketahui bahwa secara umum pertambahan jumlah penduduk di wilayah DAS Hulu Ciliwung berpengaruh terhadap penurunan tiap jenis RTH serta luas total RTH di wilayah tersebut. Pengaruh terkuat terjadi pada lahan hutan dan pengaruh terendah adalah pada lahan kebun campuran. Selanjutnya, diketahui pula bahwa penurunan luas total RTH berpengaruh kuat terhadap penurunan kemampuan lahan menginfiltrasi curah hujan dalam hal ini dinyatakan dalam nilai koefisien aliran permukaan.

(24)

Berdasarkan tabel 12, diperoleh laju pengurangan luas RTH akibat penambahan jumlah penduduk per tahun adalah sebesar 0,021256. Artinya, setiap penambahan penduduk sebesar 10.000 jiwa dibutuhkan 212,56 Ha dari luas RTH untuk dikonversi menjadi ruang terbangun seperti tempat tinggal dan infrastruktur lainnya. Selanjutnya dibuat struktur model yang memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap luas jenis tiap RTH dan RTH secara keseluruhan, dan luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan. Berikut adalah gambar struktur model yang dibuat (Gambar 33).

Gambar 33 Struktur Model Simulasi

Struktur model tersebut selanjutnya disimulasikan dengan skenario yang telah dibuat. Dasar dari simulasi penentuan daerah RTH yang terkonversi menjadi ruang terbangun diantaranya yaitu mengacu pada peta kemiringan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung. Diasumsikan perubahan RTH menjadi ruang terbangun diprioritaskan terjadi pada area kemiringan 0-15%. Berdasarkan hasil penghitungan luas melalui proses overlay peta tutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 2010 dan peta kemiringan lahan, diketahui luas RTH yang berada pada kemiringan 0-15% adalah 4.382,01 Ha, sehingga alih guna lahan yang akan terjadi diharapkan tidak melebihi luasan tersebut.

(25)

Proporsi RTH di kawasan hulu DAS Ciliwung saat ini adalah sebesar 79,34% dari luas total. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor, RTH perkotaan dialokasikan sebesar 30% dari luas kawasan. Sedangkan menurut Danoedjo (1990), sebagai kawasan resapan air diperlukan RTH yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan yaitu antara 40%-60% agar keseimbangan lingkungan suatu daerah/kota tetap terjaga. Asumsi yang digunakan pada simulasi adalah batas minimal RTH sebesar 40% luas kawasan atau sebesar 6.076,31 Ha pada akhir simulasi, karena keberadaan RTH sangat penting dalam proses infiltrasi curah hujan sehingga dapat meminimalisir besarnya aliran permukaan yang terjadi di kawasan hulu DAS Ciliwung ini.

Proses simulasi model menggunakan program STELLA 9.0.2 yang dapat membantu penyusunan konstruksi model simulasi serta running model simulasinya. Model disimulasikan untuk melihat kondisi pada masa 25 tahun mendatang dengan skenario yang berbeda. Berdasarkan struktur model simulasi, terdapat laju penambahan dan pengurangan pada setiap veriabel. Laju penambahan dan pengurangan dipengaruhi oleh koefisien laju desakan pada tiap variabel. Pada penelitian ini, laju desakan luasan tiap jenis RTH merupakan hasil pembagian dari pengurangan luas RTH keseluruhan yang dipengaruhi oleh penambahan penduduk setiap tahun. Nilai laju desakan tiap jenis RTH didapatkan dari hasil penghitungan Tabel 14 yaitu, perbandingan proporsi luas tiap jenis RTH yang berkurang terhadap total luas RTH yang berkurang.

Tabel 13 Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Pada Tiap Skenario

Skenario Ke- Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun

Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH

Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Lahan Terbuka Sawah/ Tegalan Total 1 0,0291 0,3808 0,0316 0,4270 0,0246 0,1360 1 2 0,0250 0 0,1268 0,5222 0,1198 0,2312 1 3 0,0100 0 0 0 1 0 1 4 0,0200 0 0,1268 0,5222 0,1198 0,2312 1 5 0,0200 0 0,5035 0 0,4965 0 1 6 0,0150 0 0,5035 0 0,4965 0 1

(26)

Berikut adalah penjelasan dari setiap skenario: A. Skenario 1

Skenario 1 merupakan skenario agresif. Pada skenario 1, diasumsikan bahwa penambahan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2,91 %, akan mendesak semua jenis RTH. Jadi, setiap jenis RTH akan mengalami konversi penutupan lahan akibat desakan dari penambahan ruang terbangun.

Model tersebut disimulasikan untuk keadaan 25 tahun mendatang. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), pada tahun ke 25 luas total RTH adalah 4.853.08 Ha (31,95%) dengan nilai koefisien aliran permukaan sebesar 0,38.

Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2.91%.

Gambar 34 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,91%

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa luas RTH menurun sejak tahun pertama yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk pada kawasan ini. Nilai koefisien aliran permukaan cenderung beranjak naik seiring dengan berkurangnya luas RTH. Pada skenario ini, luas RTH 40% hanya dapat bertahan hingga tahun ke-20. Hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 36. Peta penutupan lahan hasil skenario ini merupakan hasil pengolahan peta

(27)

penutupan lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung tahun 2010 yang menggambarkan kondisi penutupan lahan pada tahun ke-25 simulasi yang bersifat ilustrasi dan tidak merepresentasikan kondisi penutupan lahan sebenarnya.

B. Skenario 2

Skenario 2 merupakan skenario semi-agresif. Pada Skenario 2, laju pertumbuhan penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung diasumsikan diturunkan menjadi 2,5% dan luas hutan diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga luas hutan tetap dari tahun ke tahun sebesar 3.042,17 Ha. Penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan.

Struktur model yang telah dibuat tersebut kemudian disimulasikan untuk keadaan 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), pada tahun ke-25 luas RTH adalah 5.907,27 Ha (38,88%) dengan nilai koefisien aliran permukaan 0,34.

Gambar 35 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,5%.

Gambar 35 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,5%

(28)

64

 

(29)

65

 

(30)

Berdasarkan grafik Skenario 2 pada Gambar 35, luas RTH menurun cenderung lebih lambat dari grafik Skenario 1. Luas RTH 40% hanya dapat bertahan hingga tahun ke-24. Gambar 37 merupakan Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial.

C. Skenario 3

Skenario 3 merupakan bentuk skenario dengan konsep konservasi. Pada skenario 3, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk diturunkan secara drastis hingga hanya 1% dan luas RTH jenis hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan diproteksi, sehingga penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak lahan terbuka atau dengan kata lain, pengurangan luas RTH seluruhnya dibebankan pada lahan terbuka.

Kemudian struktur model yang telah dibuat tersebut disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), luas lahan terbuka tidak dapat dipertahankan untuk menahan desakan akibat penambahan luas ruang terbangun. Pada tahun ke-1 luas lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk. Hal itu diakibatkan karena lahan terbuka di kawasan hulu DAS Ciliwung ini memiliki luasan yang sangat kecil yaitu hanya 0,01% dari total luas seluruhnya. Gambar 38 adalah grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1%.

Gambar 38 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1%

(31)

Gambar 39 Skenario 3 P

(32)

Gambar 39 merupakan hasil simulasi secara spasial yang mengilustrasikan konversi lahan terbuka menjadi ruang terbangun pada tahun pertama.

D. Skenario 4

Skenario 4 merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 2%. Luas hutan tetap diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawah/tegalan.

Struktur model tersebut disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), pada tahun ke-25 luas RTH adalah sebesar 7.063,14 dengan nilai koefisien aliran permukaan 0,28.

Gambar 40 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2%. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 40 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2%

(33)

69

 

(34)

E. Skenario 5

Skenario 5 merupakan bentuk pengembangan dari skenario 4. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk sama dengan skenario 4 yaitu sebesar 2%. Selain hutan, luas kebun teh dan sawah/tegalan juga diproteksi dengan pertimbangan pertanian merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Sehingga, luas hutan, kebun teh dan sawah/tegalan tetap dari tahun ke tahun dan penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak luas kebun campuran dan lahan terbuka.

Struktur model tersebut kemudian disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), luas kebun campuran hanya dapat bertahan hingga tahun ke-16 sedangkan luas lahan tebuka sudah habis sejak tahun pertama. Hal itu berarti, kebun campuran dan lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk selama 25 tahun.

Gambar 42 menujukkan grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2% dengan tidak memperhatikan laju desakan dari tiap jenis RTH. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 43.

Gambar 42 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2%

(35)

71

 

(36)

F. Skenario 6

Skenario 6 merupakan bentuk pengembangan dari skenario 5. Pada skenario ini diasumsikan hutan, kebun teh dan sawah/tegalan tetap diproteksi. Laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5% dengan harapan penambahan luas ruang terbangun tidak terlalu besar sehingga luas kebun campuran dan lahan terbuka dapat dipertahankan hingga tahun akhir skenario.

Struktur model tersebut kemudian disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi (terlampir), luas kebun campuran ternyata hanya dapat dipertahankan hingga tahun ke-20 sedangkan luas lahan terbuka sudah habis sejak tahun pertama. hal itu berarti luas kebun campuran dan lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk meskipun laju pertumbuhannya diturunkan sampai 1,5%.

Gambar 44 menujukkan grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 1,5% dengan tidak memperhatikan laju desakan dari tiap jenis RTH. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 45.

Gambar 44 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1,5%

(37)

73

 

(38)

Berdasarkan hasil dari skenario-skenario yang telah dibuat, dipilih skenario terbaik sebagai dasar penyusunan rekomendasi. Pada skenario 1, pertumbuhan penduduk akan menekan semua jenis RTH. Hal itu mengakibatkan luas hutan juga ikut bekurang, padahal hutan berfungsi penting dari sisi ekologi dan perlindungan tata air di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Pada waktu akhir simulasi, luas RTH yang tersisa pun masih dibawah harapan 40%. Sehingga skenario 1 kurang baik untuk digunakan.

Pada skenario 2, luas hutan diproteksi dan laju pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 2,5%. Hasil dari skenario 2 lebih baik dari skenario 1 jika dilihat dari luas total RTH dan nilai koefisien aliran permukaannya. Namun, luas kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan mengalami pengurangan luas per tahun yang lebih besar sehingga tidak menutup kemungkinan jenis RTH tersebut akan habis dalam jangka waktu lebih cepat. Luas RTH yang tersisa pada akhir simulasi masih di bawah harapan 40%

Skenario 3 dengan konsep konservasi merupakan skenario terbaik untuk melindungi RTH sehingga fungsi hidrologis DAS Ciliwung hulu juga dapat terjaga. Namun skenario ini tidak dapat digunakan karena luas lahan terbuka tidak dapat mengakomodasi kebutuhan ruang akibat kenaikan jumlah penduduk meskipun laju pertumbuhannya dikurangi hingga hanya 1%.

Skenario 4, 5 dan 6 merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario 4, luas hutan tetap diproteksi sedangkan laju pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 2% sehingga luas kebun campuran, kebun teh dan sawah/tegalan mengalami penurunan luas per tahun yang lebih kecil dari skenario 2 dan luas jenis RTH tersebut masih bisa dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama. Luas total RTH pada tahun ke-25 juga masih berada di atas 40% dari total luas kawasan sehingga kawasan hulu DAS Ciliwung ini masih memiliki fungsi hidrologis yang lebih baik karena nilai koefisien aliran permukaannya lebih kecil dibanding dengan skenario 1 dan 2.

Skenario 5 merupakan pengembangan lanjutan dari skenario 4 dimana laju pertumbuhan penduduk tetap sebesar 2%. Namun, pada skenario ini luas jenis RTH yang diproteksi ditambahkan kebun teh dan sawah/tegalan sehingga luas jenis RTH yang mengalami desakan akibat penambahan luas ruang terbangun

(39)

hanya dibebankan kepada kebun campuran dan lahan terbuka. Asumsi tersebut dibuat dengan mempertimbangkan lahan pertanian sebagai salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung. Hasil skenario menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu bertahan hingga tahun ke-16 sehingga skenario ini tidak dapat dipergunakan.

Skenario 6 dibuat atas dasar hasil dari skenario 5 dimana laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5% dan luas jenis RTH yang diproteksi sama dengan skenario 5 yaitu hutan, kebun teh dan sawah/tegalan. Struktur model tersebut dibuat dengan harapan luas kebun campuran dan lahan terbuka masih dapat bertahan hingga tahun akhir skenario. Hasil dari skenario menunjukkan bahwa ternyata kedua jenis RTH tersebut hanya mampu bertahan hingga tahun ke-20 sehingga skenario ini pun tidak dapat dipergunakan.

Dari semua skenario yang dibuat, skenario yang paling baik adalah skenario 4. Pada skenario ini, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan setelah disimulasikan untuk kondisi 25 ahun mendatang adalah 7.063,14 Ha (46,49%) dan 0,26. Luas RTH pada skenario ini merupakan yang terbaik dibanding dengan hasil skenario lainnya dan nilai koefisien aliran permukaan pada skenario ini merupakan yang terkecil dibanding dengan skenario lain sehingga memiliki fungsi hidrologis yang lebih baik.

Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk antara lain adalah dengan pengendalian tingkat kelahiran yaitu dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Selain itu, diperlukan pembatasan jumlah migrasi penduduk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah pembangunan secara vertikal, sehingga ruang terbangun tidak terlalu memerlukan lahan yang luas. Namun kebijakan ini perlu mendapat perhatian khusus dalam penentuan lokasi, jumlah dan tinggi bangunannya agar tidak melebihi daya dukung lahan setempat atau dapat mempengaruhi fungsi hidrologis di lokasi tersebut.

Selanjutnya, kebijakan yang dapat dibuat dengan mempertimbangkan luas lahan pertanian dan perkebunan yang semakin berkurang adalah dengan memberikan pelatihan ketenagakerjaan kepada penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung yang memiliki keahlian terbatas (pertanian) sehingga dapat

(40)

mendapatkan pekerjaan pada bidang keahlian yang lain. Kebijakan ini diperlukan untuk mengantisipasi besarnya tingkat pengangguran dan kemiskinan pada wilayah ini.

Meskipun skenario 4 memiliki pencapaian hasil yang lebih baik dari skenario lainnya, ancaman bencana banjir di daerah hilir maupun di daerah hulu itu sendiri tetap dapat terjadi. Hal itu turut disebabkan oleh kondisi penutupan lahan di daerah hilir yang sangat didominasi oleh ruang terbangun dan hilangnya daerah-daerah resapan air. Oleh karena itu, untuk mewujudkan perbaikan fungsi hidrologi DAS Ciliwung secara keseluruhan diperlukan partisipasi secara keseluruhan pula dari kawasan hulu hingga hilir dalam hal ini adalah peran serta masyarakat serta penerapan kebijakan yang tegas dan konsisten dari pihak-pihak terkait (terutama dalam hal ini adalah pemerintah).

Gambar

Tabel 7  Jumlah Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Menurut Desa Tahun  1993, 2000 dan 2008
Tabel 8  Kepadatan Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1993, 2000  dan 2008
Tabel 9 Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994,  2001, 2005 dan 2010
Gambar 16   Perubahan Luas Penutupan Lahan (Ha) di Kawasan Hulu DAS  Ciliwung pada Periode Tahun 1994-2001, 2001-2005 dan 2005-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Refleksi merupakan kegiatan menganalisis semua data atau informasi yang.. dikumpulkan dari penelitian tindakan yang dilaksanakan, sehingga dapat diketahui berhasil

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan judul “Pengaruh Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Pemberdayaan terhadap Kinerja pada

Pakan ikan adalah campuran dari berbagai bahan pangan (biasa disebut bahan mentah), baik nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah dimakan dan

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti3. Pendidikan Pancasila

Berdasarkan hasil pengamatan dan karakteristik lahan pada Tabel 1, maka didapat kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi gogo di lokasi penelitian yang termasuk ke dalam

Karakteristik orang yang bekerja pada pondok pesantren adalah memiliki pikiran yang selalu positif (khusnuzon) sehingga penilaian yang dilakukan oleh atasan terhadap

serti fi kat/I aporan Noviarly lranny Putri , AMAK (lmunologi rentang normal) ; Endang Yiati Suhartati ; Amalia , AMAK (hematologi , kimia klinik , urinalisa dalam

Teman – teman Perbankan Syariah, khususnya kelas PS.A yang selalu memberikan motivasi serta hal – hal konyolnya yang telah membuat saya nyaman dalam melakukan