• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM DAN KECEPATAN REAKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM DAN KECEPATAN REAKSI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOPSIKOLOGI II

Nama Mahasiswa : Haritz Hamam El Islami (14/362352/PS/06654) Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 17 Tahun

Pendidikan : Mahasiswa S1 Psikologi UGM Nama Percobaan : Waktu Reaksi terhadap Cahaya No. Percobaan : 1.1

Nama Subjek : Haritz Hamam El Islami Nama Pemeriksa : Algad Nunumete

Tanggal Percobaan : 19 November 2015 Waktu Percobaan : 16.15-17.45

Tempat Percobaan : Laboratorium Faal Psikologi Fakultas Psikologi UGM

I. TUJUAN PERCOBAAN

Mengetahui kecepatan reaksi waktu terhadap stimulus visual.

II. DASAR TEORI

(2)

pesan ke neuron yang disebut sel bipolar, sel bipolar mengirim pesan ke sel ganglion, axon dari sel-sel ganglion berkumpul membentuk saraf optik yang berjalan menuju otak.

Mata manusia dapat bereaksi pada stimulus pada durasi 0.2s dan mencapai puncak responnya pada durasi 0.5-1,0s.(Guyton,2008) Bagian otak yang bertanggung jawab atas hal ini ialah area premotorik yang merupakan area di daerah otak yang sinyal-sinyal syaraf yang dibentuk di area ini menyebabkan banyak pola pergerakan yang lebih kompleks daripada pola yang terbentuk di dalam korteks motorik primer. Dalam hal ini dapat dimisalkan adanya pola yang mengatur posisi bahu dan lengan sehingga tangan terarah secara benar untuk menjalankan tugas spesifik (Guyton, 2008) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shenvi dan Balasubramanian (1994) mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki waktu reaksi terhadap stimulus visual dengan rata-rata 0.47 detik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan wanita dimana rata-ratanya sebesar 0.42 detik. Penggunaan tatapan pada aktivitas ini sangatlah spesifik pada tugas tertentu, temuan yang wajar adalah subjek mampu mengontrol pergantian tatapan dan fiksasi proaktif untuk memperoleh informasi visual untuk memandu pergerakan [ CITATION Rol01 \l 1057 ].

III. ALAT YANG DIGUNAKAN

Reaction Time Apparatus

IV. JALANNYA PERCOBAAN

1. Reaksi Waktu Terhadap Cahaya

a. Percobaan dilakukan di dalam ruang laboratorum.

b. Tester menjelaskan prosedur dan tujuan percobaan, serta cara kerja Reaction Time Apparatus.

c. Tester terlebih dahulu menulis urutan stimulus warna yang diinginkan sebanyak 5 buah urutan warna kombinasi dari warna biru, hijau, kuning, biru dan merah.

d. Tester dan OP duduk berhadapan, tester menjelaskan kegunaan dan cara operasi alat tes terlebih dahulu.

(3)

f. OP lalu dituntut untuk menekan tombol dengan warna yang sesuai dengan stimulus yang muncul seraya menyuarakan warna yang dipilihnya.

g. Saat melakukan kesalahan, stopwatch pada layar yang menghadap tester akan terus berjalan hingga OP berhasil menekan tombol warna yang sesuai.

h. Setelah OP menekan tombol warna yang sesuai, tester mencatat waktu yang ditunjukkan di layar pada lembar jawab beserta detai berapa kali jumlah kesalahan menekan tombol dilakukan.

i. Percobaan diulangi hingga ke 5 kombinasi warna terpenuhi.

2. Gangguan Reaksi Waktu Terhadap Cahaya

a. Percobaan dilakukan di dalam ruang laboratorium.

b. Tester terlebih dahulu menulis urutan stimulus warna yang diinginkan sebanyak 5 buah urutan warna kombinasi dari warna biru, hijau, kuning, biru dan merah.

c. Pada percobaan kali ini, stimulus warna dimunculkan disertai dengan gangguan berupa stimulus warna lain yang berkedip, sedangkan stimulus yang sebenarnya menyala tanpa berkedip.

d. Tester dan OP duduk berhadapan, tester menjelaskan kegunaan dan cara operasi alat tes terlebih dahulu.

e. Pada percobaan pertama, tester akan menekan tombol untuk memunculkan gangguan terlebih dahulu, kemudia tester baru menekan tombol stimulus warna yang sesungguhnya yang diinginkan.

f. Tester lalu dituntut untuk menekan tombol dengan warna yang sesuai dengan stimulus yang muncul seraya menyuarakan warna yang dipilihnya.

g. Saat melakukan kesalahan stopwatch pada layar yang menghadap tester akan terus berjalan hingga OP berhasil menekan tombol warna yang sesuai. Setelah OP menekan tombol warna yang sesuai, tester mencatat waktu yang ditunjukkan di layar pada lembar jawab beserta detail jumlah kesalahan menekan tombol yang dilakukan OP.

(4)

V. HASIL PERCOBAAN

Reaksi Waktu Terhadap Cahaya

Percobaan Warna Lampu Waktu Reaksi Benar/Salah

1 Merah 00 : 00 : 04 : 04 : 06 Benar

2 Biru 00 : 00 : 03 : 01 : 08 Benar

3 Hijau 00 : 00 : 05 : 06 : 02 Benar

4 Kuning 00 : 00 : 09 : 00 : 03 2x Salah 5 Kuning 00 : 00 : 07 : 00 : 08 2x Salah

Pada percobaan ini, subjek mengalami 2 kali kesalahan dalam menekan tombol warna yang sesuai dengan warna lampu yang muncul. Hal ini terjadi 2x pula dengan warna yang sama pula, yaitu warna kuning. Waktu reaksi tercepat reaksi subjek adalah 00 : 00 : 03 : 01 : 08 sedangkan waktu terlama reaksi subjek ialah 00 : 00 : 09 : 00 : 03

Pada percobaan ini, subjek mengalami 1 kali gangguan dalam menekan tombol warna yang sesuai dengan warna lampu yang muncul. Waktu reaksi tercepat reaksi subjek adalah 00 : 00 : 02 : 02 : 00sedangkan waktu terlama reaksi subjek ialah 00 : 01 : 00 : 00 : 01

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Guyton (2008) menyatakan bahwa mata manusia dapat bereaksi pada stimulus pada durasi 0.2s dan mencapai puncak responnya pada durasi 0.5-1,0s, sejalan dengan hasil percobaan diatas memiliki rata-rata 0.61 detik. Juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shenvi dan Balasubramanian (1994) yang mengungkapkan bahwa wanita memiliki rata-rata waktu reaksi sebesar 0.42 detik.

(5)

Dapat memperhitungkan waktu reaksi rata-rata yang dibutuhkan untuk mengerem mobil ketika melihat lampu merah belakang kendaraan yang ada didepannya

Eye–hand coordination is complex because it involves the visual guidance of both the eyes and hands, while simultaneously using eye movements to optimize vision. Since only hand motion directly affects the external world, eye movements are the slave in this system. This eye–hand visuomotor system incorporates closed-loop visual feedback but here we focus on early feedforward mechanisms that allow primates to make spatially accurate reaches. First, we consider how the parietal cortex might store and update gaze-centered representations of reach targets during a sequence of gaze shifts and fixations. Recent evidence suggests that such representations might be compared with hand position signals within this early gaze-centered frame. However, the resulting motor error commands cannot be treated independently of their frame of origin or the frame of their destined motor command.

Behavioral experiments show that the brain deals with the nonlinear aspects of such reference frame transformations, and incorporates internal models of the complex linkage geometry of the eye–head–shoulder system. These

transformations are modeled as a series of vector displacement commands, rotated by eye and head orientation, and implemented between parietal and frontal cortex through efficient parallel neuronal architectures. Finally, we consider how this reach system might interact with the visually guided grasp system through both parallel and coordinated neural algorithms.

Dhangauri Shenvi et al.

(6)

to res light was significantly lower than to the green light in both sexes. No statistically significant difference was observed in the response to high and low pith sound stimuli in both sexes.

Johansson

We analyzed the coordination between gaze behavior, fingertip movements, and movements of the manipulated object when subjects reached for and grasped a bar and moved it to press a target-switch. Subjects almost exclusively fixated certain landmarks critical for the control of the task. Landmarks at which contact events took place were obligatory gaze targets. These included the grasp site on the bar, the target, and the support surface where the bar was returned after target contact. Any obstacle in the direct movement path and the tip of the bar were optional landmarks. Subjects never fixated the hand or the moving bar. Gaze and hand/bar movements were linked concerning landmarks, with gaze leading. The instant that gaze exited a given landmark coincided with a kinematic event at that landmark in a manner suggesting that subjects monitored critical kinematic events for phasic

verification of task progress and subgoal completion. For both the obstacle and target, subjects directed saccades and fixations to sites that were offset from the physical extension of the objects. Fixations related to an obstacle appeared to specify a location around which the extending tip of the bar should travel. We conclude that gaze supports hand movement planning by marking key positions to which the fingertips or grasped object are subsequently directed. The salience of gaze targets arises from the functional sensorimotor

requirements of the task. We further suggest that gaze control contributes to the development and maintenance of sensorimotor correlation matrices that support predictive motor control in manipulation.

Yogyakarta, 25 November 2015

(7)

Guyton, A. C. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Johansson, R. S., & al., e. (2001). Eye–Hand Coordination in Object Manipulation. The Journal of Neuroscience , 6917–6932.

Kalat J.W. 2014. Biopsikologi edisi 9 buku 1.Jakarta:Salemba Humanika Shenvi D, Balasubramanian P. A comparative study of visual and auditory

Gambar

Gambar 1.1.1 dan 1.1.2

Referensi

Dokumen terkait