• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK USIA LANJUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK USIA LANJUT"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Kelompok Usia Lanjut Dengan Masalah Post Stroke Di Ruang Santo Fransiscus Assisi Panti Werda Pangesti Lawang – Malang, disahkan pada :

Hari : Tanggal :

Mengetahui,

Mahasiswa

( Kelompok 6 )

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

( ) ( )

NIP. NIP.

Kepala Ruangan

( )

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)

A. Definisi Lansia

Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).

Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).

Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

B. Batasan Lansia

Menurut WHO, batasan lansia meliputi:

1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun 2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun

(3)

Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI), mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:

1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun 2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun

3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun 4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

C. Tipe-tipe Lansia

Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:

1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.

2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan. 3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang

menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.

4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.

5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.

D. Teori-teori Proses Penuaan

(1). Teori Biologi

 Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

 Teori radikal bebas

(4)

 Teori autoimun

Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organisme pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan produk autoantibodi.

 Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.

 Teori telomer

Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.

 Teori apoptosis

Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.

(2). Teori Kejiwaan Sosial

 Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)

(5)

 Keperibadian lanjut (Continuity theory)

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.

 Teori pembebasan (Disengagement theory)

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.

(3). Teori Lingkungan

 Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat percepatan proses penuaan.

 Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan ultrafiolet dari alat-alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan mutasi DNA.

 Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi mengandung subtansi kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang dpat mempercepat proses penuaan.

 Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar kortisol dalam darah. Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat proses penuaan.

Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia :

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

(1) Perubahan Fisik  Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.

(6)

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

 Sistem Penglihatan.

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.

 Sistem Pendengaran.

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

 Sistem Cardiovaskuler.

Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.

 Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

 Sistem Respirasi.

(7)

batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

 Sistem Gastrointestinal.

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

 Sistem Genitourinaria.

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

 Sistem Endokrin.

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.

 Sistem Kulit.

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

 System Muskuloskeletal.

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

 Perubahan Mental

(8)

2. Kesehatan umum. 3. Tingkat pendidikan. 4. Hereditas.

5. Lingkungan.

6. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap. 7. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.

8. Kenangan lama tidak berubah.

9. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari factor waktu.

 Perubahan Psikososial

o Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif.

o Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.

o Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi

o Sadar akan datangnya kematian.

o Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.

o Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.

o Penyakit kronis.

o Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.

o Gangguan syaraf panca indra.

o Gizi

o Kehilangan teman dan keluarga.

o Berkurangnya kekuatan fisik.

Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.

(1). Perubahan biologis meliputi :

(9)

 Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.

 Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.

 Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir .  Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat

kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.

 Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.

 Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.

 Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.

(2). Kemunduran psikologis

 Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaian– penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.

(3). Kemunduran sosiologi

(10)

kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Perawatan Lansia

 Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:

Pendekatan Psikis.

 Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.

Pendekatan Sosial.

 Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa persaudaraan.

Pendekatan Spiritual.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmawan. 2008.Lansia Sebaiknya Jangan Kelebihan atau Kekurangan gizi.www. Keluarga Berencana & Kependudukan.com tanggal 5 januari 2009 jam 14.00.

2. Maryam, S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya .Salemba Medika:Jakarta

3. Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta

4. Nursalam.2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:

(12)

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE ATAU CEDERA CEREBROVASKULAR (CVA)

A. Pengertian

Stroke atau cerebrovaskula accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

Stroke diklasifikasikan menjadi dua : 1. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).

2. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).

B. Etiologi

(13)

1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:

1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

C. Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).

(14)
(15)
(16)

D. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

E. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:

a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

(17)

dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:

a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.

b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

(18)

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).

Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999) adalah : a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot). Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.

b. Sirkulasi

Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.

Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

c. Integritas Ego

Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

d. Eliminasi

Gejala: perubahan pola berkemih

Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif. e. Makanan/ Cairan

(19)

Tanda: kesulitan menelan, obesitas. f. Neurosensori

Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.

g. Kenyamanan / Nyeri

Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot h. Pernapasan

Gejala: merokok

Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.

i. Keamanan

Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.

j. Interaksi Sosial

Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi k. Penyuluhan/ Pembelajaran

Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.

2. Diagnosa Keperawatan

(20)

spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan: 1. Interupsi aliran darah

2. Gangguan oklusif, hemoragi 3. Vasospasme serebral

4. Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan: 1. Kerusakan neuromuskuler

2. Kelemahan, parestesia 3. Paralisis spastis

4. Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan 1. Kerusakan sirkulasi serebral

2. Kerusakan neuromuskuler

3. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial 4. Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

1. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit) 2. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:

1. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

(21)

f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:

1. Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:

1. Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan: 1. Kurang pemajanan

2. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat 3. Tidak mengenal sumber-sumber informasi

3. Perencanaan

Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan.

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :

A. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.

1. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah

2. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

3. Intervensi;

(22)

Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran. b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan. c) Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral). Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan

meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)

Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan..

B. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.

1. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum

2. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas. 3. Intervensi;

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan

b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

(23)

d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga

3) Intervensi;

a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi

Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral

b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)

Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud

e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

(24)

D. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.

1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.

2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.

3) Intervensi;

a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.

Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.

b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh

Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba.

Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.

d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.

Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.

e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.

Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.

E. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

(25)

3) Intervensi;

a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.

Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri

b) Bantu klien dalam personal hygiene.

Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari

Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan

F. Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.

1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri

2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.

3) Intervensi;

a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya. Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.

b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.

(26)

Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.

d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.

Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.

e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.

Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

G. Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.

1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.

2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.

3) Intervensi;

a) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.

Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini. b) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan

Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.

c) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.

Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.

d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.

Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.

(27)

Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

H. Diagnosa keperawatan ketujuh: kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya 2) Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar 3) Intervensi;

a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien

Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien

b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.

Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien

c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.

Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya

d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.

Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga

e) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir

Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.

4. Pelaksanaan

(28)

merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan stroke.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 1999).

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.

2.

Harnawatiaj. (2008). Format Dokumentasi Keperawatan (http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16 Juli 2010.

3. Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.

4. Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC

5. Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC

6. Wanhari, M.A. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke (http://askepsolok.blogspot.com/ 2008/08/stroke.html) di akses 19 Juli 2010.

(30)

ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANJUT USIA

DENGAN MASALAH RESIKO CIDERA

SEHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN OTOT

DI RUANG SANTO FRANCISCUS ASSISI

PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG MALANG

A. DATA UMUM

Nama Panti : Panti Werdha Pangesti Lawang Malang Alamat Panti : Jl. Sumber Mlaten 3 Lawang Malang

B. DATA INTI

a. Sejarah berdirinya Panti Werdha

Bermula dari Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan di salah satu Paviliun dirawat beberapa orang lanjut usia (St. Anna Paviliun). Dalam perjalanan waktu, para lansia semakin banyak. Pada tahun 1972 Tarekat Misericordia mendapat tawaran dari keuskupan Malang untuk menempati gedung seminari marianum yang bertempat di Jl. sumberwuni 14 Lawang. Kami menerima tawaran tersebut dan mempersiapkan sebagai rumah khusus untuk para lanjut usia. Tepatnya pada tanggal 21 februari 1972 kami mulai menempati gedung tersebut bersama para lansia yang berada di St. Anna Paviliun yan kemudian disebut Panti Werdha Pangesti

Kami merawat para lanjut usia disana, sampai suatu waktu para suster mempunyai keinginan untuk mempunyai gedung sendiri. Setelah berkeliling melihat-lihat dan mempertimbangkan dengan pro dan kontra yang kami alami, akhirnya pada tahun 2007 kami memutuskan untuk membeli tanah di Jl. sumber mlaten 3 Lawang.

(31)

b. Data Demografi

- Jumlah anggota : 19 Orang - Distribusi Lansia menurut:

 Tabel 2.1 Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin NO (57,89%) berjenis kelamin perempuan dan 8 lansia (42,11 %) berjenis kelamin laki-laki.

 Tabel 2.2 Distribusi Menurut Umur NO (47,36%) dan yang paling sedikit adalah lansia yang berumur 90 ke atas yaitu 1 orang (5,26%).

(32)

NO

2. Belum kawin 5 26,31%

3. Janda 2 10,52%

4. Duda 2 10,52%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 2.3 diketahui dari 19 lansia di ruang fransiscus yang paling banyak adalah kawin yaitu sebanyak 10 orang (52,63%) yang sudah menikah dan yang paling sedikit lansia yang janda-duda rata-rata 2 orang ( 10,52%).

Tabel 2.4 Distribusi Menurut Agama NO

Berdasarkan tabel 2.4 diketahui agama yang paling banyak dianut di ruang Fransiscus adalah yang paling banyak beragama khatolik yaitu 11 orang (57,89%) dan yang paling sedikit adalah beragama Islam yaitu 2 orang (10,53%).

Tabel 2.5 Distribusi Menurut Pendidikan Terakhir NO

.

PENDIDIKAN TERAKHIR

(33)

1. SD 6 31,57%

2. SMP 8 42,11%

3. SMA/SMK 5 26,3%

4. Perguruan Tinggi -

-5. Tidak Sekolah -

-Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 2.5 diketahui bahwa pendidikan terakhir para lansia yang paling banyak adalah SMP yaitu sebanyak 8 orang ( 42,11% ) dan yang paling sedikit pendidikan lansia adalah SMA sebanyak 5 orang ( 26,3% ).

Tabel 2.6 Distribusi Menurut Hidup Bersama : NO

.

HIDUP BERSAMA

JUMLAH PRESENTASE

1. Sendiri 4 21,05%

2. Anak/Cucu 6 31,57%

3. Keluarga 9 47,38%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 2.6 diketahui bahwa lansia yang tinggal dirumah paling banyak tinggal bersama keluarga sebanyak 9 orang ( 47,38% ) dan lansia yang paling sedikit tinggal sendiri sebanyak 4 orng ( 21,05% ).

c. Vital Statistik

Data Status Kesehatan Kelompok Usia Lanjut :

 Masalah Kesehatan Saat ini :

(34)

 Tabel 3.1 Distribusi Masalah Kesehatan saat ini NO

.

JENIS PENYAKIT

JUMLAH PRESENTASE

1. Hipertensi 5 26,31%

2. Diabetes Melitus 0 0% 3. Post Stroke 7 36,84% 4. Dermatitis 2 10,52% 5. Gout Arthritis 3 15,78% 6. Rematoid Arthritis 1 5,27%

7. Kontraktur 1 5,27%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa dari 19 lansia penyakit yang paling banyak diderita oleh lansia di ruang Fransiscus adalah Post Stoke yaitu sebanyak 7 orang (36,84%).

 Tabel 3.2 Distribusi Menurut Kegiatan hidup sehari-hari NO

.

PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI MAKAN

JUMLAH PRESENTASE

1. 3 kali sehari 18 94,73% 2 Tidak mau makan 1 5,27%

Jumlah 19 100%

(35)

Berdasarkan tabel 3.2 diketahui bahwa dari 19 lansia dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi makan yang paling banyak di ruang Fransiscus adalah 3 kali sehari sebanyak 18 orang(94,73%) dan yang paling sedikit adalah tidak mau makan sebanyak 1 orang (5,27%). Menu makanan dipanti : (makan pagi dan siang : nasi, lauk, sayur, buah [pepaya/pisang], minum teh/air putih), Snack (singkong, ketela, lumpia, donat, susu, teh)

 Tabel 3.3 Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Minum

NO

1. 5-8 gelas sehari 3 15,8% 2. 3-4gelas sehari 10 52,63% 3. 1-2 gelas sehari 6 31,57%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 3.3 diketahui bahwa dari 19 lansia dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi minum yang paling banyak di ruang Fransiscus adalah 3-4 gelas sehari sebanyak 10 orang (52,63%),dan yang paling sediki adalah 5-8 gelas sebanyak 3 orang (15,8%). Minuman yang diberikan pada lansia berupa teh, susu, dan air putih. Namun untuk gula agak dikurangi.

(36)

Berdasarkan tabel 3.4 diketahui bahwa dari 19 lansia dalam Pola istirahat tidur yang paling banyak di ruang Fransiscus adalah 6-7 jam sebanyak 15 orang (78,94%) dan yang paling sedikit adalah 8-9 jam 4 orang (21,06%). Para lansia tidur pada siang hari pada pukul 11.00-13.00 WIB dan pada malam hari pada pukul 18.00-03.00 WIB.

 Tabel 3.5 Pola Eliminasi Uri NO 2. Inkontinensia uri 13 68,43%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 3.5 diketahui bahwa dari19 lansia dalam pola eliminasi uri yang paling banyak di ruang Fransiscus adalah mengalami inkontinensia uri (menggunakan popok dan pampers jadi untuk melihat berapa kali eliminasi uri tidah bisa di hitung) sebanyak 13 orang (68,43%) dan untuk eliminasi uri sebanyak 1-3 kali sehari adalah 6 orang (31,57%)

 Tabel 3.6 Pola Eliminasi Alvi NO 3. 3 kali seminggu 2 10,52% 4. Inkontinensia alvi 13 68,44%

Jumlah 19 100%

(37)

Berdasarkan tabel 3.6 diketahui bahwa dari 19 lansia dalam eliminasi alvi yang paling banyak adalah inkontinensia alvi (menggunakan popok dan pampers jadi untuk melihat berapa kali eliminasi alvi tidah bisa di hitung) sebanyak 13 orang (68,44%) dan rata-rata sama sekitar 10,52% normal dalam eliminasi alvi.

 Tabel 3.7 Mandi

NO. MANDI JUMLAH PRESENTASE

1. 1 kali sehari -

-2. 2 kali sehari 15 78,94 %

3. Seka 4 21,06 %

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan data 3.7 diketahui bahwa dari 19 lansia di ruang Fransiscus yang paling banyak mandi 2xsehari sebanyak 15 orang 78,94% dan yang paling sedikit mandi 1 kali sehari yaitu 0 %.

 Tabel 3.8 Distribusi Menurut Alat Bantu yang digunakan : NO

.

ALAT BANTU JUMLAH PRESENTASE

1. Tanpa Bantuan 7 36,85% 2. Kursi Roda 11 57,89%

3. Tongkat 1 5,26%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 3.8 diketahui bahwa dari 19 lansia yang paling banyak adalah menggunakan alat bantu kursi roda sebanyak 11orang (57,89%) dan yang paling sedikir adalah dengan alat bantu tongkat sebanyak 1 orang (5,26%).

(38)

NO

Berdasarkan tabel 3.9 diketahui bahwa dari 19 lansia yang paling banyak rata-rata untuk indeks baerthel bisa melakukan aktivitas secara mandiri dan sebagian sebanyak masing-masing 7 orang (36,85%), dan yang paling sedikit secara total tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebanyak 5 orang (26,30%).

 Tabel 3.10 Short portable mental status questioner NO

.

SPMSQ JUMLAH PRESENTASE

1. Fungsi Intelektual utuh 3 15,78% 2. Fungsi intelektual adalah mengalami fungsi intelektual kerusakan ringan yaitu sebanyak 6 orang (31,57%) dan yang paling sedikit yaitu fungsi intelektual utuh sebanyak 3 orang (15,78%).

(39)

NO. MMSE JUMLAH PRESENTASE 1. Tidak ada gangguan

kognitif

3 15,78%

2. Gangguan kognitif sedang

13 68,44%

3. Gangguan kognitif berat dan yang paling sedikit adalah yang mengalami gangguan kognitif berat dan tidak ada gangguan kognitif masing-masing adalah 3 orang (15,78%).

 Tabel 3.12 Pengkajian Keseimbangan

NO. KESEIMBANGAN JUMLAH PRESENTASE

1. Resiko jatuh tinggi 7 36,86% 2. Resiko jatuh sedang 6 31,57% 3. Resiko jatuh rendah 6 31,57%

Jumlah 19 100%

Interpretasi data :

Berdasarkan table 3.11 diketahui bahwa dari 19 lansia di ruang fransiscus yang paling banyak untuk keseimbangan adalah resiko jatuh tinggi sebanyak 7 orang (36,84%) dan yang paling sedikir resiko jatuh rendah dan sedang sebanyak masing-masing 6 orang (31,57%).

 Tabel 3.13 Tekanan Darah

(40)

(160-180/100-110

Berdasarkan table 3.12 diketahui bahwa dari 19 lansia di ruang fransiscus yang terbanyak adalah mengalami tekanan darah normal yaitu 18 orang (94,74%) dan yang paling sendikit menderita tekanan darah sedang dan berat yaitu tidak ada (0%).

 Table 3.15 Perilaku terhadap kesehatan NO

2. Minum kopi 2 10,52%

3. Minum alkohol -

-4. Suka manis 3 15,78%

5. Suka asin 4 21,05%

6. Lemak 2 10,52%

7. Tidak sama sekali 5 26,31%

(41)

Interpretasi data :

Berdasarkan tabel 3.12 diketahui dari pengkajian beberapa lansia di ruang fransiscus yang berjumlah 19 orang, yang terbanyak baik pada perilaku kesehatan sebanyak 5 orang (26,31%) dan yang paling sedikit perilaku hidup suka minum kopi dan makan lemak sebanyak 2 orang (10,52%).

 Table 3.13 Keluhan lansia saat ini No

5. Sulit berdiri dan berjalan

Berdasarkan tabel 3.13 diketahui bahwa keluhan yang saat ini para oma opa di ruang fransiscus yang terbanyak adalah sulit berdiri dan berjalan (kebanyakan oma opa menggunakan kursi roda, sehingga ada keluhan untuk kesulitan berdiri maupun berjalan) yaitu 14 orang (73,68%) dan yang sedikit adalah pusing yaitu sebanyak 1 orang (5,26%)

d. Nilai dan Kepercayaan terhadap kesehatan

(42)

Untuk pemenuhan gizi para lansia, disesuaikan dengan kondisi pasien dan diet yang sudah dianjurkan oleh dokter yaitu yang lebih banyak untuk makanan lansia yaitu dengan rendah lemak dan tinggi kalori. (makan pagi dan siang : nasi, lauk, sayur, buah [pepaya/pisang], minum teh/air putih), Snack (singkong, ketela, lumpia, donat, susu, teh)  di sesuaikan dengan diet dari penyakit, namun rata-rata di ruang fransiscus sama makanannya yang terpenting rendah lemak dan tinggi kalori.

C. DATA SUBSISTEM 1. Lingkungan Fisik a) Sarana Perumahan

Konstruksi bangunan permanen, luas bangunan sekitar 1 hektar, lantai bagian dalam keramik dan bagian luar dipaving untuk lantai sudah cukup baik untuk lansia karena di desain lantai yang tidak licin dan tidak berbahaya bagi lansia. Namun untuk warna dari keramiknya kurang cerah sedikit sebab apabila ada air di lantai terkadang tidak kelihatan , penerangan dan pencahayaan baik, semua ruangan dan lorong diberi lampu, tiap ruangan memiliki beberapa ventilasi udara, kebersihan terjaga, setiap hari di sapu dan dipel (setiap melakukan tindakan, seperti setelah makan, setelah mandi, dll), jumlah ruangan kamar ada 5, yaitu: 1. R. VIP tiap kamar berisi 1-2 orang, ada 5 kamar (Santo Yusuf)

2. R. Kelas I tiap kamar berisi 2 orang, ada 7 kamar (Santa Maria) 3. R. Kelas II tiap kamar berisi 4 orang, ada 6 kamar (Santo Antonius) 4. R. Kelas IIIA tiap kamar berisi 5 orang, ada 6 kamar (Santo Michael)

5. R. Kelas IIIB tiap kamar berisi 12 orang, ada 2 kamar (Santo Fansiscus Assisi)

Selain ruang kamar tersebut ada ruangan lain, yaitu:

1. R. Administrasi 11. R. Temu Keluarga

2. R. Serbaguna 12. R. Makan Oma Opa/Fisioterapy 3. R. Jahit/Gudang 13. R. Dapur

(43)

5. R. Makan Asrama 15. R. Cuci Baju 6. R. Isolasi 16. R. Doa 7. R. Klinik 17. Asrama

8. R. Perawat 18. R. Kepala Ruangan 9. R. Obat 19. R. Jenazah

10. R. Jaga Malam b) Pekarangan

Pekarangan cukup luas, namun keadaan masih belum tertata dengan rapi karena ada pembangunan, dan dimanfaatkan untuk menanam tanaman hias,sayur,buah. c) Sarana Sumber Air Bersih

Sarana air bersih memadai berasal dari PDAM dan sumur bor, namun air yang keluar kurang jernih, tiap kamar dan tiap ruangan mempunyai kamar mandi dan terdapat pula sarana sapitank di depan asrama

d) Sarana Pembuangan Sampah

Sarana pembuangan sampah baik, di depan ruangan disediakan tempat sampah kering dan basah serta untuk tempat pembuangan sampah terakhir dengan cara dibakar. (untuk pampers dari oma/opa) namun, dengan adanya pembakaran akan menghasilkan asap yang bisa menyebabkan polusi dan mengganggu pemukiman di sekitar panti.

e) Sarana Pembuangan Kotoran Manusia

Pembuangan kotoran manusia dibuang melalui kloset dan disalurkan melalui saluran sapic tank dan sungai. Jarak sapic tank dengan sumber air bersih kurang lebih 100 meter.

f) Sarana Mandi

(44)

mandi, terdapat ventilasi yang memadai, kondisi lantai tidak licin, dan terdapat pegangan di dinding kamar mandi

g) Sarana SPAL

Tidak mempunyai sarana SPAL. 2. Pelayanan Kesehatan dan Sosial a. Jumlah Petugas, terdiri dari

Jumlah Pegawai 53 orang yaitu : 17 orang laki-laki dan 36 perempuan Jumlah biarawati 6 orang

b. Pengalaman petugas mengikuti pelatihan kesehatan -Pernah: 1 orang

-Belum: 52 orang

Jenis Pelatihan: seminar keperawatan lansia c. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

Pagi jam 2.30 WIB para lansia mandi. Setelah itu jam 07.00 makan pagi. Setelah makan ada beberapa lansia yang berjemur. Jam 09.30 para lansia makan makanan kecil/snack. Makan siang jam 11. Setelah makan siang para lansia beristirahat. Jam 13.30 para lansia mandi. Jam 17.00 jadwal para lansia untuk makan. Setelah makan para lansia beristirahat. Setiap hari minggu dilakukan penyaluran hobi

- Fisioterapi (Jadwal ditentukan ruangan) - Misa kebaktian (tiap jam 5 pagi)

(45)

Jadwal Kegiatan Lansia selama 1 minggu

No Jam Hari

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu 1

03.30-Mandi Pagi Mandi Pagi Mandi Pagi

05.00-Makan Pagi Makan Pagi Makan Pagi

(46)

14.30 Sore Sore Sore

14.30-16.00

Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat

16.00 Makan Snack

Makan

Snack Makan Snack Makan Snack Makan Snack Makan Snack Makan Snack

17.00-4. Perguruan Tinggi 3 3,8% 5. Tidak Sekolah -

-Total 53 100%

Interpretasi Data :

Berdasarkan tabel 3.1 didapatkan data bahwa status pendidikan pegawai dip anti werdha pangesti yang paling banyak adalah berpendidikan sampai SMA/SMK yaitu sebanyak 23 orang (44,2%) dan yang paling sedikit yaitu berpendidikan samapai perguruan tnggi sebanyak 3 orang (3,8%).

4. Transportasi, Keamanan dan Keselamatan

a. Sarana jalan dan transportasi di lingkungan kelompok lansia

(47)

b. Keamanan lingkungan

Terdapat pos satpam di bagian depan panti werdha dan selalu ada satpam yang berjaga, ditiap sudut ruangan dan sudut kamar juga terdapat cctv untuk mempermudah dalam menjaga para lansia.

5. Politik dan Pemerintahan

(48)

YAYASAN

PIMPINAN

PERAWATAN PENUNJANG ADMINISTRASI /

UMUM

TAMAN TUKANG KAMAR

JAHIT KAMAR

CUCI DAPUR

BESAR

(49)

PERAWATAN LANSIA

KEBERSIHA RUANGAN DAN

LINGKUNGAN

DAPUR RUANGAN

PERSONALIA / INFORMASI

SOPIR / KENDARAAN SATPAM /

(50)

- Sistem Pendanaan Panti

Sistem pendanaan Panti Werdha Pangesti Lawang ini berasal dari Bantuan Pemerintah, Bantuan dari donatu dan juga berasal dari keluarga dari para lansia yang ada di dalam panti.

6. Komunikasi

Ditiap ruangan terdapat telefon untuk sarana komunikasi antar ruangan maupun sarana komunikasi untuk kepentingan panti telepon ini di pasang secara paralel, dan didekat tempat tidur pasien terdapat bel untuk memudahkan pasien memanggil perawat sewaktu-waktu.

7. Ekonomi

 Dari Dalam Panti untuk kehidupan Lansia : Pemasukan : Rp. 126.521.500

Pengeluaran : Rp. 125.925.573

 Status Pekerjaan Anggota Kelompok Lansia

Di dalam ruang fransiscus status pekerjaan dari para lansia bermacam-macam jenisnya, ada yang dulunya bekerja di pabrik, pembantu, Swasta, Wiraswasta.

 Tingkat Pendapatan Anggota Kelompok

Tingkat pendapatan setelah di dalam panti tidak ada karena mereka tidak bekerja lagi, sehingga mereka tidak mendapatkan uang.

(51)

Saran ekonomi yang tersedia di dekat panti ada toko dan warung selain itu juga dekat dengan pasar jaraknya kira-kira 3km dari panti untuk mencapai pasar.

8. Rekreasi

(52)

Denah Ruang Fransciscus

Keterangan :

1 Ruang Fransciscus Putri 2 Ruang Fransciscus Putra 3 Gudang

4 Gudang

(53)

7 Kamar Mandi Putri 8 Kamar Mandi Putra 9 Gudang

(54)

PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN KOMUNITAS

Nama Komunitas : Ruang Fransiscus (Panti Werdha Pangesti Lawang) Nama Masalah : Post Stroke

Data Fokus Masalah Etiologi

DS :

 Berdasarkan

pengkajian yang telah dilakukan oleh kelompok di dapatkan bahwa sebagian besar lansia mengeluh sulit berdiri dan berjalan sebanyak 16 orang (73,68%) berkaitan dengan kelemahan otot, sehingga hanya menggunakan kursi roda.

DO :

 Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan didapatkan data bagwa

lansia yang

(55)

menggunakan alat bantu kursi roda sebanyak 11orang (57,89%)  Berdasarkan pengkajian

keseimbangan yang telah dilakukan di dapatkan bahwa para lansia yang memiliki Resiko jatuh tinggi sebanyak 7 orang (36,84%).

 Berdasarkan data yang telah di dapat jumlah lansia yang menderita stoke sebanyak 7 orang.  Barthel indeks di

dapatkan data bawa lansia yang secara total tidak bisa melakukan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari sebanyak 5 orang (26,32%).

(56)

 diketahui bahwa dari 19 lansia nadi yang di dapat berdasarkan pengukuran dalalam batas normal pada semua lansia di ruang fransiscus (100%).

DS :

-DO : berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan di dapatkan hasil :

Usia 75-90 tahun paling banyak di ruang

fransiscus (mempengaruhi pengetahuan dari para lansia)

Perilaku kesehatan pada lansia di ruang

fransiscus yang tidak baik, di dapatkan hasil bahwa para lansia

(57)

menyukai makanan asin dan berlemak sebanyak 21,05% dan 10,52%. Berdasarkan SPMSQ di

dapatkan data bahwa Masing-masing pasien yang mempunyai fungsi intelektual kerusakan sedang dan berat sebanyak 26,32%, sehingga mempengaruhi tingkat pengetahuan lansia mengenai penyakit yang di derita. Berdasarkan MMSE

didapatkan data bahwa 15,8% lansia diruang fransiscus mempunyai gangguan kognitif berat

(58)

1. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan otot, di tandai dengan Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh kelompok di dapatkan bahwa sebagian besar lansia mengeluh sulit berdiri dan berjalan sebanyak 16 orang (73,68%) berkaitan dengan kelemahan otot, sehingga hanya menggunakan kursi roda, Berdasarkan pengkajian keseimbangan yang telah dilakukan di dapatkan bahwa para lansia yang memiliki Resiko jatuh tinggi sebanyak 7 orang (36,84%)dan berdasarkan data yang telah di dapat jumlah lansia yang menderita stoke sebanyak 7 orang.

Gambar

Tabel 2.4 Distribusi Menurut Agama
Tabel 2.6 Distribusi Menurut Hidup Bersama :
Tabel 3.1 Status Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menulis permulaan adalah jenis menulis yang diajarkan kepada kelas I dan II SD dalam penulisan huruf dan kedudukan atau fungsinya di dalam kata (Muchlison, dkk, 1993:

Skenario Normal 1 Memilih tombol Bantuan 2 Menerima permintaan dari user , lalu menampilkan halaman yang berisi tata cara penggunaan aplikasi atau fungsi tiap tombol menu

1) Keotentikan dari gambar yang digunakan sebagai media. 2) Sederhana, sehingga mudah dipahami siswa. 3) Mempunyai ukuran yang dapat disesuaikan dengan ruangan. 4) Sesuai

Pada ketiga desa kasus di Jawa Barat tidak dilibatkannya sebagain besar warga masyarakat desa dalam proses pelaksanaan pengembangan desa, khususnya dalam

Metsähakkeen tienvarsi- ja terminaalihaketuksen tuotannon logistiikan kestävyysvaikutukset Päijät-Hämeessä.. Mika Korvenranta 175534 Itä-Suomen yliopisto Historia- ja

Dari pengolahan konsep utama terbuka dengan berlandaskan karakter syukur yang kemudian terbagi menjadi tiga, yakni Syukur kepada Tuhan, Syukur kepada Alam, dan

PT SUMI INDO KABEL Tbk... PT SUMI INDO

Setelah berdiskusi, siswa mampu menuliskan pokok pikiran setiap paragraf dalam bacaan dengan rinci4. Setelah melakukan percobaan, siswa mampu menjelaskan tentang