TUGAS PENGANTAR HUBUNGAN INTERNASIONAL 2
“Demokrasi dan HAM”
Aedeline Desyanti
170210130058
Program Studi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
Jatinangor
Apakah suatu negara bertanggung jawab atas perlindungan Hak Asasi Manusia di negara lain?
Kasus pelanggaran HAM tidak kunjung berhenti, selalu saja ada kasusnya bahkan dari kadar yang kecil dimana korbannya individu atau beberapa individu saja sampai kadar yang tertinggi seperti halnya pemusnahan masal atau yang lebih sering dikenal dengan genosida. Situasi seperti itulah yang memunculkan konsep perlindungan HAM bahkan sekarang
berkembang kepada konsep “RtoP” yaitu Responsibility to Protect yang seolah sangatlah mengutamakan perlindungan HAM dan bahkan dari konsep ini juga muncul konsep
“Sovereignty as Responsibility”.
Jika ada suatu negara yang mengalami masalah pelanggaran HAM dan bahkan negara tersebut tidak bisa mengatasi pergolakan yang terjadi di negaranya, maka menurut saya sangatlah
“halal” jika negara lain ikut menangani masalah HAM yang ada di negara tersebut. Karena
memang masalah pelanggaran HAM bukanlah masalah yang sepele, ini menyangkut hak hidup dan bahkan nyawa, kedaulatan itu perlu dikesampingkan jika menyangkut HAM. Saya tidak membenarkan jika kedaulatan itu tidak penting, tapi jika sudah menyangkut persoalan pelanggaran HAM dan negara itu tidak bisa menangani situasi krusial di wilayahnya, maka konsep RtoP sangatlah halal.
Ada beberapa keadaan atau situasi yang tidak bisa diselesaikan secara mandiri atau independen oleh suatu negara karena banyak faktor keterbatasan dan tentunya situasi ini sangatlah memerlukan bantuan negara lain atau mungkin aktor lain dan tentunya ini sekaligus menyiratkan bahwa negara lain atau aktor lain pun juga ikut bertanggungjawab, dan masalah kedaulatan itu bukanlah sesuatu yang krusial yang berarti negara tersebut bebas menentukan seperti apa dan keputusan apa yang akan diambil negara tersebut tanpa adanya intervensi, melainkan kedaulatan itu adalah dimana kontrak sosial itu terwujud dimana negara mampu
melindungi rakyatnya, jadi jika “RtoP” terbebani oleh kedaulatan, maka itu adalah salah, justru
kedaulatan suatu negara itu yang harusnya “menerima bantuan negara atau aktor lain”
dikarenakan negara(pemerintah) tersebut memiliki kontrak sosial dengan rakyatnya, maka inilah
yang sangat pantas jika ada konsep “Sovereignty as Responsibility”.
bertahan saat ada sesuatu hal yang tidak bisa ditangani oleh negara tersebut. Jika manusia mementingkan ego “gengsi” ketimbang meminta atau menerima bantuan dari orang lain padahal dirinya butuh maka akan fatal akibatnya, begitupun sebuah negara, jika mementingkan ego
“kedaulatan” ketimbang meminta atau menerima bantuan dari negara atau aktor lain maka akan
fatal pula akibatnya, terlebih dalam kasus pelanggaran HAM, justru disini kedaulatan harus menjadi unsur pendorong untuk menyelesaikan suatu masalah pelanggaran HAM dikarenakan itu tadi konsep kedaulatan itu adalah kontrak sosial dengan rakyatnya, percuma jika sangat anti intervensi namun rakyat negara tersebut sengsara, menderita, tidak sejahtera, padahal kedaulatan yang murni adalah konsep dimana ada kontrak sosial terwujud.
Jadi memang negara itu seperti manusia, makhluk sosial, saling membutuhkan. Terlebih dalam kasus pelanggaran HAM, setiap negara haruslah mampu melindungi rakyatnya sendiri dari pelanggaran HAM dan juga mempunyai tanggung jawab untuk melindungi (RtoP) sebagai bagian dari masyarakat internasional. Dalam RtoP juga seharusnya ego kedaulatan
dikesampingkan karena memang bukan masalah “intervensi yang akan ada” namun tentang
“kontrak sosial” dengan rakyat negara tersebut. Sebagai bagian dari masyarakat internasional