• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek jangka pendekakut pajanan radiasi UV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek jangka pendekakut pajanan radiasi UV"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FOTOPROTEKSI

Prasetyowati Subchan, Diah Adriani Malik, Wieke Trifosa Nahason

Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK Universitas Diponegoro/ RSUP dr. Kariadi, Semarang

ABSTRAK

Pajanan radiasi ultraviolet (UV) terhadap kulit menimbulkan banyak masalah, dua masalah penting yang utama, yaitu photoaging dan peningkatan risiko kanker kulit. Efek pajanan radiasi

UV pada kulit yang tidak terlindungi dapat dibagi menjadi efek jangka pendek/akut dan efek

jangka panjang/kronik

Fotoproteksi merupakan cara yang dilakuk an sedemikian rupa untuk meminimalisasi kerusakan pada tubuh manusia saat terpajan radiasi UV. Efek merugikan radiasi UV terhadap

manusia meningkatkan kebutuhan akan fotoproteksi.

Terdapat berbagai bahan yang mempunyai sifat fotoproteksi antara lain fotoproteksi alami yang terdapat di atmosfer, lingkungan maupun di kulit; fotoproteksi fisik (pakaian, topi, kacamata,

kaca, dan tabir surya); antioksidan (endogen dan eksogen); serta fotoproteksi lainnya (osmolit,

dan enzim-enzim DNA repair).(MDVI 2011; 38/3:141 - 148)

Kata kunci: radiasi UV, fotoproteksi, tabir surya, antioksidan, enzim DNA repair

ABSTRACT

Exposure of ultraviolet (UV) radiation to the skin can cause many problems, the most

important are photoaging and increased skin cancer risk. Effects of UV radiation to the unprotected

skin are divided in to short time/acute effects and long time/chronic effects.

Photoprotection is a group of mechanisms that has been developed to minimize the damage

that the human body suffers when exposed to UV radiation. The deleritious effect of UV radiation

on humans has increased the need for photoprotection.

There are many agents with photoprotective properties, such as natural photoprotection at

the atmosphere and environment and at the skin; physical photoprotection (clothes, hats, sunglasses, glass, and sunscreens); antioxidants (endogen and exogen); and other photoprotection (osmolit,

and DNA repair enzymes).(MDVI 2011; 38/3:141 - 148)

Key words: UV radiation, photoprotection, sunscreen, antioxidant, DNA repair enzyme

Korespondensi : Jl. Dr. Moestopo No.6-8 Semarang

Telp/Fax: 024-85444571

(2)

PENDAHULUAN

Pajanan radiasi ultraviolet (UV) terhadap kulit menimbulkan dua masalah penting yang utama, yaitu photoaging dan peningkatan risiko kanker kulit.1,2 Efek

pajanan radiasi UV pada kulit yang tidak terlindungi dapat dibagi menjadi efek jangka pendek/akut dan efek jangka panjang/kronik.1,3

Fotoproteksi merupakan upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kerusakan tubuh manusia saat terpajan radiasi UV.4 Kulit merupakan organ tubuh yang paling sering

terpajan radiasi UV sehingga fotoproteksi menitikberatkan pada upaya melindungi kulit terhadap berbagai kerusakan yang diinduksi oleh radiasi UV.2,4

Fotoproteksi kulit manusia terutama tercapai melalui perubahan internal DNA, protein, dan melanin yang mengubah energi foton UV menjadi panas dalam jumlah kecil yang tidak berbahaya. Jika energi foton UV tidak dapat diubah menjadi panas, akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau spesies kimia reaktif berbahaya lainnya (oksigen singlet, radikal hidroksil, dan sebagainya). 4

Berbagai upaya fotoproteksi telah dilakukan sejak lama, mulai dari menggunakan pakaian, kerudung, sorban, topi, payung, dan menghindari sinar matahari langsung. Bangsa Mesir kuno menggunakan minyak zaitun sebagai tabir surya dan para wanitanya menggunakan timah dan kapur untuk memutihkan wajah mereka. Di Yunani dan Roma pada pertengahan abad ke-10 penggunaan arsen untuk memutihkan kulit lebih disukai. Pada abad ke-16 Ratu Elizabeth I dari Inggris menggunakan arsen dan derivat merkuri pada wajahnya untuk memutihkan kulit dan perlindun gan ter hadap matahari. Wanita Perancis men un ggan g kuda den gan men utupi wajah n ya menggunakan kerudung untuk mencegah tanning. 5

Laporan ilmiah per tama tentang fotopr oteksi didapatkan pada akhir abad ke-19 di Jerman. Pada tahun 1887, Veiel melaporkan penggunaan tannin sebagai fotoprotektor, namun penggunaannya dibatasi karena dapat mewar n ai dan kotor. Pada tah un 1891, Hammer merekomendasikan penggunaan tabir surya kimiawi untuk mencegah sunburn. Pada awal abad ke-20, petrolatum dan minyak sayur dikombinasikan dengan seng oksida, garam magnesium, dan bismut digunakan sebagai tabir surya.5 Pada

tahun 1928 di Amerika Serikat tabir surya komersial pertama diperkenalkan di pasaran, mengandung benzil salisilat dan benzil sinamat.Sedangkan di Jerman tabir surya komersial pertama diperkenalkan pada tahun 1933 dalam bentuk salap, mengandung benzylimidazole sulfonic acid (Delial®). Di

Perancis, tabir surya komersial pertama diperkenalkan tahun 1936 dengan nama dagang Ambre Solaire®, mengandung

benzil salisilat. Pada tahun 1943, para-aminobenzoic acid (PABA) pertama kali dipatenkan sebagai tabir surya.5,6

Tabir surya yang pertama kali digunakan secara luas adalah Red Vet Pet atau red veterinary petrolatum yang

dihasilkan pada tahun 1944 di Amerika Serikat oleh Benjamin Greene, seorang ahli farmasi. Pada perang dunia ke II bahan ini digunakan oleh para tentara sebagai fotoprotektor dengan menghambat radiasi secara fisik.5,7 Walaupun bahan

ini tidak sebaik tabir surya modern, namun dari sinilah tabir surya mulai dikenal dan berbagai upaya fotoproteksi makin berkembang hingga saat ini.7

RADIASI ULTRAVIOLET

Radiasi gelombang elektromagnetik yang mencapai permukaan bumi terdiri atas radiasi UV, sinar tampak (visible light), dan sinar inframerah (infrared).8-10 Radiasi UV

merupakan 10 % dari radiasi sinar yang mencapai permukaan bumi, dan dibedakan berdasarkan panjang gelombangnya, terdiri atas UVC (270-290 nm), UVB (290-320 nm), dan UVA (320-400 nm). Radiasi dengan panjang gelombang semakin pendek memiliki kekuatan energi semakin besar dan potensial bersifat lebih merusak dibandingkan radiasi dengan panjang gelombang lebih panjang.9

Sifat radiasi UV

Radiasi UVB dan UVA dapat mencapai permukaan bumi, sedangkan UVC tertahan karena diabsorbsi seluruhnya oleh lapisan ozon di stratosfer sehingga tidak mencapai permukaan bumi.3,11-15 Namun jika lapisan ozon menipis, maka

radiasi UVC juga dapat mencapai permukaan bumi dan ikut berperan menimbulkan sunburn ser ta photoaging.7

Besarnya radiasi UVB dan UVA yang mencapai permukaan bumi dipengaruhi berbagai faktor, antara lain garis lintang, ketinggian dari permukaan laut/bumi (letak geografik), waktu, cuaca, awan, dan lapisan ozon.7,9,12

Radiasi UVA merupakan 90-95% radiasi UV yang mencapai permukaan bumi. Radiasi UVA menembus lapisan kulit lebih dalam (mid-dermis) dan menyebabkan warna kulit menjadi coklat (tanning). Radiasi UVA juga men yebabkan ker usakan DNA, men gin duksi fotokarsinogenesis, fotoimunosupresi, dan berbagai fotodermatosis, serta berperan utama menyebabkan photoaging.3,7,9 Efek yang ditimbulkan UVA terutama akan

tampak beberapa tahun setelah pajanan. Selain itu UVA juga berperan dalam drug-induced photosensitivity.3,9 Radiasi

UVB sebagian diabsorbsi lapisan ozon, hanya 5% yang mencapai permukaan bumi dan hanya menembus epidermis dan sebagian dermis (upper dermis), tidak sedalam UVA.

5,8,15 Radiasi UVB hampir seluruhnya diabsorbsi oleh awan,

sedangkan UVA tidak. Kaca mengabsorbsi UVB dan UVA2, namun tidak mengabsorbsi UVA1.9,15 Radiasi UVB

merupakan penyebab utama sunburn/eritema dan juga bertanggung jawab terhadap terjadinya photoaging, fotokarsinogenesis, fotoimunosupresi, dan katarak. 7,12

Efek jangka pendek/akut pajanan radiasi UV

(3)

adalah sunburn/eritema, edema, pigment darkening yang kemudian diikuti dengan delayed tanning, penebalan epidermis dan dermis, serta sintesis vitamin D. Eritema yang diinduksi UVB terjadi kira- kira 4 jam setelah pajanan, mencapai puncak dalam 8-24 jam, dan kemudian memudar. Pada kulit terang dan usia lanjut, eritema dapat menetap selama beberapa minggu. Efektivitas UV menginduksi eritema berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Untuk menimbulkan respons eritema yang sama, dibutuhkan dosis radiasi UVA 1000x lebih besar dibandingkan dosis radiasi UVB. Eritema yang diinduksi UVA bersifat bifasik, yaitu terjadi segera setelah berakhirnya radiasi, memudar dalam beberapa jam, kemudian timbul delayed erythema setelah 6 jam yang mencapai puncak dalam 24 jam. Radiasi UVA dan UVB dapat menimbulkan tanning dan sunburn, namun UVA lebih efektif menimbulkan tanning, sebaliknya UVB lebih efektif menimbulkan sunburn.12,14

Immediate pigment darkening (IPD) yang terjadi dalam beberapa detik setelah pajanan radiasi UVA dan sinar tampak dan menghilang dalam 2 jam setelah pajanan, merupakan hasil fotooksidasi melanin. Pada radiasi UVA yang kuat (8-25 J/cm2), IPD akan berlanjut menjadi persistent pigment darkening (PPD) yang terjadi 2 sampai 24 jam setelah pajanan. Sama seperti IPD, PPD juga disebabkan oleh fotooksidasi melanin. Delayed tanning mencapai puncak 72 jam setelah pajanan, disebabkan aktivitas tirosinase dan pembentukan melanin baru, yang kemudian menyebabkan peningkatan jumlah melanosit, melanosom, dan melanogenesis.12,14

Efek menguntungkan dari UVB yang merupakan respons akut adalah meningkatkan sintesis vitamin D melalui prekursornya pada kulit, yaitu dengan mengubah 7-dehydrocholesterol menjadi provitamin D (cholecalciferol).14

Efek jangka panjang/kronik pajanan radiasi UV

Setelah radiasi UV diabsorbsi oleh kulit, selain energi UV diubah menjadi panas, juga dihasilkan photoproducts antara lain pyrimidine dimers (cyclobutane-type pyrimidine dimers/CPD sebanyak 85 % dan pyrimidine (6-4) pyrimidone/6’4’-DNA photoproducts sebanyak 10-30 %) dan reactive oxygen species/ROS.16-18 Pyrimidine dimers

akan menginduksi kerusakan DNA sehingga terjadi mutasi, sedangkan ROS menyebabkan stres oksidatif, bergantung besarnya dosis, waktu pajanan, dan panjang gelombang radiasi.16 Meskipun keratinosit epidermis kaya antioksidan,

misalnya superoxide dismutase, catalase, thioredoxin reductase, glutathione peroxidase, tocopherol, glutathione, dan asam askorbat, namun ROS masih dapat berikatan dengan protein, lipid, dan DNA.16,19

Molekul-molekul sangat reaktif ini dapat menyebabkan putusnya DNA rantai tunggal, DNA-protein cross linking, dan perubahan basa nukleat.16 Adanya ROS juga meningkatkan

sin tesis melan in yan g men yebabkan tanning dan peroksidasi lipid membran sel yang menyebabkan inflamasi

kulit.12 Bila absorbsi dan perubahan energi UV pada kulit ini

terjadi secara kronik dan berulang, akan berperan dalam menimbulkan kanker kulit dan photoaging.1

FOTOPROTEKSI ALAMI

Atmosfer dan lingkungan

Ozon (oksigen triatomik) merupakan zat fotoproteksi utama yang terdapat di lapisan stratosfer. Ozon menyerap hampir seluruh radiasi UVC, sebagian besar radiasi UVB, dan sedikit sekali radiasi UVA. Lapisan ozon mempunyai ketebalan berbeda- beda, yang paling tebal adalah di kutub utara dan selatan. Namun penelitian dalam 15 tahun terakhir menunjukkan bahwa lapisan ozon telah menipis, terutama di kutub selatan.Kloroflurokarbon (CFC) yang digunakan sebagai bahan bakar aerosol pada lemari es dan pendingin ruangan bersifat merusak ozon. Penelitian menunjukkan bahwa berkurangnya konsentrasi ozon sebesar 1% akan meningkatkan mortalitas melanoma 1-2 %.12

Zat polutan, awan, dan kabut dapat mengurangi besarnya radiasi UV yang mencapai permukaan bumi dengan cara penghamburan. Radiasi dengan panjang gelombang lebih pendek mengalami penghamburan lebih besar dibandingkan radiasi dengan panjang gelombang lebih panjang.12

Salju, es, pasir, kaca, dan logam memantulkan lebih dari 85% radiasi UVB. Salju, es, dan pasir dapat memantulkan seper tiga r adiasi UV. Per mukaan tan ah biasan ya memantulkan radiasi UV kurang dari 10%, sedangkan air bukan bahan fotoproteksi yang baik karena radiasi UV dapat menembus ke dalam air hingga 60 cm. Pohon dengan daun lebat dapat melawan pajanan radiasi UVB.12

Kulit

Epidermis secara normal dapat mengabsorbsi radiasi UVB dan UVC, dapat memantulkan radiasi dengan panjang gelomban g an tar a 250-3000 n m, ser ta dapat menghamburkan sebagian besar sinar kasat mata.12

Kromofor merupakan molekul- molekul yan g mengabsorbsi energi cahaya. Kromofor sel utama yang mengabsorbsi radiasi UVB adalah basa pirimidin dan purin pada DNA, porfirin, karotenoid, 7-dehydrocholesterol, eumelanin, asam urokanat (UCA) serta protein (fenilalanin, sistein, histidin, dan terutama triptofan serta tirosin).Protein lain yang juga dapat mengabsorbsi radiasi UVB adalah NAD dan NADPH, kuinon, flavins, dan kofaktor heterosiklik lainnya, misalnya tetrahidrobiopterin.12,20 Protein kofaktor

dan metabolit yang dapat larut juga dapat mengabsorbsi radiasi UVA. Selain itu, trans-urokanat dan melanin juga diketahui mampu mengabsorbsi radiasi UVA.20

UCA merupakan kromofor utama yang mengabsorbsi UV yang terdapat pada epidermis manusia.20 UCA memiliki

(4)

trans-urokanat diisomerasi menjadi bentuk cis yang terlibat pada proses fotoimunosupresi dan fotokarsinogenesis.4,20

Melanin melindungi kulit dengan cara menghambat dan menghamburkan radiasi UV serta mengubah energi yang diabsorbsi menjadi panas dan menyebarkannya di antara rambut dan kapiler.12,20 Melanin merupakan bahan

fotoproteksi yang sangat efektif karena lebih dari 99,9% radiasi UV yang diabsorbsi akan diubah menjadi panas, sehingga hanya kurang dari 0,1% molekul melanin akan mengalami reaksi kimia berbahaya atau menghasilkan radikal bebas.4 Melanin juga menangkap OH- dan molekul oksigen

serta melindungi DNA dari pembentukan photoproducts.20

Kekuatan fotoproteksi epidermis bergantung pada ketebalan kulit dan pigmen kulit konstitusional. Oleh karena itu sunburn cenderung lebih parah pada wajah dan mengapa photoaging lebih mudah terjadi pada warna kulit fototipe I dan II.12

FOTOPROTEKSI FISIK

Pakaian

Kain menghamburkan lebih banyak radiasi UVB dibandingkan dengan UVA.4 Protektivitas kain terhadap

UVB diukur menggunakan UV Protection Factor (UPF), yang pertama digunakan pada tahun 1996 di Australia.12,21

Analog dengan SPF pada tabir surya, UPF dinilai dengan mengukur transmisi radiasi UVB dan UVA yang menembus kain den gan men ggun akan alat yan g ber n ama spektrofotometer.12,22 UV Protection Factor (UPF) dihitung

dengan menggabungkan transmisi radiasi UV dengan penyinaran spektrum matahari dan efektivitas menimbulkan eritema pada setiap panjang gelombang UV. Hasil perhitungan UPF menunjukkan bahwa kain lebih efektif member ikan per lin dun gan melawan radiasi UVB dibandingkan terhadap UVA.12

Comité Européen de Normalisation (CEN), the European Committee for Standardization, menetapkan spesifikasi standar dan teknik fotoproteksi kain di Eropa. Standar yang ditentukan untuk UPF adalah lebih besar dari 30.12 Di Amerika Serikat klasifikasi UPF untuk kain adalah

good protection (UPF 15-24), very good protection (UPF 25-39), dan excellent (UPF 40-50+).23

Faktor-faktor yang menentukan besarnya UPF, antara lain kepadatan jahitan, ketebalan kain, jenis kain, keregangan kain, warna kain, hidrasi, pencucian, penambahan bahan-bahan kimia (pewarna, bleaching agents, UV absorbers), dan jarak antara pakaian dengan kulit.12,21,24 Di antara

beberapa faktor tersebut di atas, faktor yang paling menentukan adalah kepadatan jahitan.12,21 Kain dengan

jahitan rapat mempunyai UPF lebih besar dibandingkan dengan jahitan renggang. Kain yang lebih tebal lebih sedikit meneruskan radiasi UV.4 Kain wol dan bahan sintetik

misalnya polyester mempunyai UPF yang besar, sebaliknya katun, linen, acetate, dan rayon memiliki UPF<15.12,22 Kaos

memiliki UPF 5-9, tetapi jika basah UPF akan menurun menjadi 3-4 karena air meningkatkan transmisi radiasi UV.12 Bahan

jeans memiliki UPF 1700.12,22 Pencucian kain juga

mempengaruhi UPF, terutama pada saat pertama kali mencuci, kain akan memiliki UPF yang lebih besar, disebabkan kain mengalami penyusutan setelah dicuci. Baju rajut/sweater cen derung meregan g saat dikenakan sehingga menurunkan besarnya UPF. Lycra dapat memblok radiasi UV 100%, namun jika meregang, UPF akan turun sebesar 2. Kain yang mengalami bleaching; misalnya rayon, memiliki UPF lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak, misalnya sutra. Kain berwarna gelap memiliki UPF lebih besar dibandingkan dengan warna terang. Semakin dekat jarak pakaian ke kulit, maka UPF semakin kecil. 12,25

Topi

Topi memberikan proteksi terhadap kepala dan leher, bergantung pada lebarnya bagian tepi topi, bahan, dan tenunannya. Topi dengan bagian tepi lebar (>7,5 cm) mempunyai Sun Protection Factor (SPF) 7 untuk hidung, 5 untuk leher, dan 2 untuk dagu. Topi dengan bagian tepi sedang (2,5-7,5 cm) mempunyai SPF 3 untuk hidung, 2 untuk pipi dan leher, dan tidak mempunyai SPF untuk dagu. Sedangkan topi dengan bagian tepi sempit (2,5 cm) hanya mempunyai SPF 1,5 untuk hidung. 12

Kacamata

Untuk memberikan perlindungan mata secara benar, organisasi kesehatan mata di Amerika Serikat telah merekomendasikan kacamata yang dapat mengabsorbsi 99-100% spektrum UV lengkap (hingga 400 nm) dan perlindungan tambahan untuk retina dengan lensa kaca yang dapat mengurangi transmisi sinar violet/biru.12

Keefektifan kacamata dalam melawan radiasi UV bergantung pada ukuran dan bentuknya, UV absorbers yang terkandung pada lensa kaca, dan pantulan dari permukaan lensa posterior. Kacamata transparan mengabsorbsi sebagian besar radiasi UV dengan panjang gelombang < 320 nm. Sebaliknya radiasi UVA dapat menembus kacamata transparan, oleh karena itu perlu ditambahkan lapisan film yang mengandung seng, krom, nikel, atau logam lainnya untuk menghambat transmisi UVA. Lensa kaca dengan warna gelap mampu menghambat radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang, termasuk UVA dan sinar kasat mata.12

Kaca

Kaca terbuat dari campuran silika dan bahan lain, misalnya salt cake, limestone, dolomite, feldspar, soda ash, dan cullet.24,25 Kaca transparan mengabsorbsi radiasi

(5)

Kaca mobil, terutama bagian depan, terbuat dari kaca yang telah dilaminasi lapisan film yang mengandung seng, krom, nikel, atau logam lain yang menghambat radiasi UV, sinar kasat mata, dan inframerah.12,24 Kaca depan mobil hanya

meneruskan radiasi UV < 1%.24 Di Amerika Serikat standar

minimum untuk transmisi sinar kasat mata pada kaca depan mobil adalah 70%, serta kaca samping dan belakang adalah 20-35 %. 12,24,26

Tabir surya

Tabir surya (sunscreen) adalah bahan yang dapat mengabsorbsi, memantulkan, atau menghamburkan radiasi UV sehingga dapat menjaga kulit dari efek UV yang membahayakan. Tabir surya dibagi menjadi tabir surya fisik dan kimiawi berdasarkan mekanisme kerjanya.7 Tabir surya

modern harus mengandung campuran keduanya dan memenuhi persyaratan, antara lain dapat memberikan perlindungan terhadap radiasi UVB dan UVA, fotostabil, dan kedap air.6

Efektivitas penggunaan tabir surya topikal bergantung pada berbagai faktor, antara lain sediaan tabir surya, cara aplikasi, tujuan pemakaian, lingkungan, dan kondisi kulit.18

Penilaian efektivitas tabir surya menggunakan SPF, pada awalnya ditetapkan oleh seorang ilmuwan Austria, Franz Greiter pada tahun 1962. Setelah itu diadopsi oleh banyak industri kosmetik dan farmasi hingga saat ini, termasuk oleh Food and Drug Association (FDA) pada tahun 1978.7,23 SPF

menunjukkan berapa lama kulit yang terlindungi tabir surya akan mengalami eritema jika dibandingkan dengan kulit yang tidak dilindungi. SPF merupakan perbandingan antara jumlah energi radiasi UVB yang diperlukan untuk menimbulkan eritema minimal (MED) pada kulit yang dilindungi tabir surya dengan jumlah energi yang diperlukan untuk menimbulkan eritema yang sama pada kulit yang tidak dilindungi.7,27 SPF

menunjukkan besarnya perlindungan tabir surya pada kulit terhadap efek radiasi UVB. Sedangkan untuk menilai besarnya perlindungan tabir surya pada kulit terhadap efek radiasi UVA sering digunakan dengan pengukuran persistent pigment darkening (PPD).7 FDA menyetujui jumlah penggunaan tabir

surya untuk mendapatkan perlindungan kulit yang optimal, yaitu 2 mg tiap cm2 luas kulit.7,27

Penelitian menunjukkan bahwa perlindungan terbaik didapatkan melalui penggunaan tabir surya 15-30 menit sebelum pajanan diikuti dengan penggunaan ulang sekali lagi 15-30 menit sesudah pajanan radiasi UV. Penggunaan ulang hanya dibutuhkan sesudah berenang, berkeringat, dan menggosok tubuh.7

Untuk melindungi permukaan tubuh orang dewasa seluas 1,73 m2, dibutuhkan kurang lebih 35 ml tabir surya.

Takaran sendok teh dalam menggunakan tabir surya adalah sebagai berikut: mengoleskan tipis lebih dari setengah sendok teh tabir surya ( ~ 3 ml) untuk setiap lengan, wajah, dan leher. Pada setiap tungkai, dada, dan punggung, oleskan tipis lebih dari satu sendok teh tabir surya ( ~ 6 ml).7

Tabir surya fisik (physical blocker/particulate sunblocks/inorganic sunscreens) merupakan serbuk tidak tembus cahaya yang memantulkan atau menghamburkan radiasi UV.12 Tabir surya fisik mengandung partikel mineral

inert, misalnya titanium dioksida (TiO2), seng oksida (ZnO), talk (magnesium silikat), magnesium oksida, kaolin, fero atau ferioksida, barium sulfat, silika, mika, dan red petrolatum. 8,28

Seng oksida dan titanium dioksida merupakan tabir surya fisik yang paling efektif, seng oksida microfine mengabsorbsi semua radiasi UV dan titanium dioksida mengabsorbsi UVB dan menghamburkan UVA.18 Titanium dioksida dan seng

oksida bersifat fotostabil dan tidak diabsorbsi secara sistemik. Tabir surya ini dapat memberikan perlindungan pada penyakit fotosensitivitas yang diinduksi oleh sinar kasat mata, misalnya porfiria.12 Jenis yang paling sering digunakan adalah

titanium dioksida ultrafine yang oleh karena ukuran partikelnya, tidak tampak jika digunakan sehingga secara estetik dapat diterima. Titanium dioksida stabil secara kimia, tidak menyebabkan fotoalergi atau dermatitis kontak, tidak rusak sepanjang waktu, serta sangat kecil kemungkinannya menyebabkan iritasi kulit.7 Sedangkan seng oksida microfine

memberikan perlindungan terhadap spektrum luas UVA, termasuk UVA1, bersifat fotostabil, dan tidak bereaksi dengan tabir surya organik/kimiawi.12

Tabir sur ya kimiawi (chemical blocker/active sunscreen/organic sunscreen) adalah penyaring radiasi UV secara parsial/total, yang bila diaplikasikan di permukaan kulit tampak tipis dan tidak terlihat, umumnya tidak berwarna, sehingga dari segi estetik lebih dapat diterima.18 Tabir surya

kimiawi biasanya merupakan komponen aromatik yang berkonjugasi dengan kelompok karbonil. Struktur ini menyebabkan molekul mampu mengabsorbsi radiasi UV energi tinggi dan mengubahnya menjadi energi rendah sehingga tidak menyebabkan kerusakan kulit.7

ANTIOKSIDAN

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa reaktif dengan elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan komponen molekul atau sel (lipid, karbohidrat, atau protein/DNA) dan mempengaruhi fungsi sel tersebut.18 Beberapa radikal bebas,

antara lain anion superoksida, radikal peroksil, dan radikal hidroksil, bersifat sangat reaktif, berumur pendek, serta bereaksi di tempat pembentukannya. Molekul oksigen reaktif lainnya, misalnya oksigen molekular, oksigen singlet, dan hidrogen peroksida, sebenarnya bukan radikal bebas, namun mampu memicu reaksi oksidatif dan membentuk spesies radikal bebas lainnya. Semua radikal bebas dan molekul oksigen reaktif disebut reactive oxygen species (ROS).29,30

Antioksidan endogen

(6)

kerusakan atau mempertahankan fungsi terhadap gangguan radikal bebas.18

Antioksidan enzimik lebih banyak bekerja intrasel. Glutation peroksidase dan glutation reduktase mereduksi h idr ogen peroksida dan h idr oksiperoksida lipid menggunakan glutation. Enzim katalase menetralkan hidrogen peroksida dan merupakan antioksidan yang penting di peroksisom. Superoksida dismutase tembaga-seng dan superoksida dismutase mangan melindungi sel terhadap radikal superoksida, sedangkan superoksida dismutase ekstrasel memberikan perlindungan di ruang ekstrasel. Aktivitas antioksidan enzimik pada kulit manusia lebih tinggi di epidermis dibandingkan dengan dermis, katalase adalah yang paling aktif. 29

Antioksidan nonenzimik dengan berat molekul rendah meliputi asam L-askorbat dalam bentuk cair, glutation dalam kompartemen selular, vitamin E pada membran, dan ubikuinol di mitokondria. Asam L-askorbat adalah antioksidan utama di kulit dengan konsentrasi 15 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan glutation, 200 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E, dan 1000 kali lebih tinggi diban din gkan ubikuin ol/ubikuin on . Kon sen tr asi antioksidan lebih tinggi di epidermis dibandingkan di dermis, yaitu 6 kali lipat lebih tinggi untuk asam L-askorbat dan glutation, serta 2 kali lipat lebih tinggi untuk vitamin E dan ubikuinol/ubikuinon.29

Antioksidan eksogen

Antioksidan eksogen merupakan antioksidan yang didapatkan dari luar tubuh, antara lain dengan cara oral maupun topikal. Antioksidan dirusak atau mengalami perubahan karena oksidasi saat netralisasi radikal bebas dan berkurang kadarnya sehingga perlu ditambah dengan mengoleskannya langsung ke kulit. Meskipun antioksidan dapat dihantarkan ke kulit melalui diet dan suplemen oral, namun proses fisiologis yang meliputi penyerapan, kelarutan, dan pengangkutan membatasi jumlah antioksidan yang sampai ke kulit. Pengolesan langsung memberi keuntun gan pada bagian kulit yang membutuh kan perlindungan.29,31 Antioksidan eksogen, antara lain vitamin,

mikronutrien, dan antioksidan botanikal. 31

Vitamin C adalah antioksidan paling penting dalam cairan ekstrasel dan terlibat dalam berbagai fungsi sel.32

Selain sebagai antioksidan, vitamin C juga berperan pada biosintesis kolagen. Vitamin C juga dapat menghambat biosintesis elastin sehingga mengurangi peningkatan akumulasi elastin pada kulit yang mengalami photoaging.29

Asam L-askorbat juga mengurangi sintesis pigmen di kulit dengan menghambat enzim tirosinase.29,33 Pemberian

suplemen dosis tinggi dibatasi oleh mekanisme kontrol biologik sehingga jumlah yang dihantarkan ke kulit terbatas.34 Maka pemberian asam L-askorbat secara topikal

adalah satu-satun ya car a un tuk men in gkatkan konsentrasinya di kulit. Penyerapan asam L-askorbat di kulit

dicapai pada formulasi pH di bawah 3,5. Dengan formula tadi, kadar dalam kulit akan maksimal setelah pengolesan solusio asam L-askorbat 15% selama 3 hari. Di kulit molekul vitamin C akan stabil dengan waktu paruh 4 hari.35 Penelitian

menggunakan solusio asam L-askorbat 10% yang dioleskan selama 5 hari sebelum irradiasi UVB menunjukkan penurunan bermakna dosis eritema minimal dibandingkan dengan kontrol vehikulum.32 Vitamin C topikal juga mencegah

eritema, pembentukan sel sunburn, dan reaksi fototoksik akibat psoralen-UVA (PUVA). Vitamin C topikal juga terbukti mencegah imunosupresi akibat UV dan hipersensitivitas kontak.12

Fungsi utama vitamin E sebagai antioksidan adalah mencegah peroksidasi lipid.36 Penelitian pada manusia

dengan sediaan vitamin E topikal 2% yang dioleskan 30 menit sebelum radiasi UV menunjukkan penurunan eritema yang bermakna pada dosis satu MED.37 Sediaan topikal asam

L-askor bat 15% dan α-tokofer ol 1% member ikan perlindungan 4 kali lipat terhadap eritema kulit akibat UV dibandingkan bila tiap sediaan diberikan terpisah.31

Selenium adalah zat gizi mikro yang sangat penting bagi glutation peroksidase dan tioredoksin reduktase.38

Penelitian pada man usia membuktikan bah wa L-selenometionin topikal meningkatkan dosis eritema minimal.29 Seng adalah unsur yang sangat penting bagi

manusia, berperan sebagai katalisator bagi enzim-enzim yang berperan dalam replikasi DNA, transkripsi gen, dan sintesis protein maupun RNA. Seng memiliki efek antioksidan yang penting pada jaringan. 29

Antioksidan botanikal bersifat melawan oksigen singlet, anion superoksida, radikal hidroksil, radikal peroksil, dan hidroksiperoksida. Sebagian besar antioksidan botanikal dikelompokkan menjadi karotenoid, flavonoid, dan polifenol. Flavonoid dan polifenol mempunyai struktur polifenolik, sedangkan karotenoid merupakan derivat vitamin A.31

FOTOPROTEKSI LAIN

Osmolit

(7)

(TAUT). Semua jaringan tubuh, misalnya hati, ginjal, sel saraf, dan keratinosit epidermal mempunyai “strategi osmolit” yang spesifik. 39

St r es ok sid ati f yan g d isebabkan r a dia si UV mempengaruhi hidrasi sel, termasuk keratinosit. Radiasi UVB dan UVA menginduksi uptake betaine, myoinositol, dan terutama taurine, namun tidak menginduksi efflux osmolit. Sehingga disimpulkan bahwa uptake taurine merupakan mekanisme pertahanan sel alami melawan efek buruk UV. 39

Enzim DNA repair

Radiasi UV diketahui dapat menyebabkan kerusakan DNA, oleh sebab itu diperlukan cara untuk memperbaiki kerusakan DNA tersebut. Aktivitas enzim dalam memperbaiki kerusakan DNA, antara lain melalui nucleotide excision repair, base excision repair atau direct reversal. 39

Protein kecil T4 endonuclease V yang berasal dari bakteriofag mampu mengenali photoproduct CPD yang dihasilkan pada kerusakan DNA akibat UV. Enzim serupa juga terdapat pada ekstrak Micrococcus luteus. Transpor T4 endonuclease V menuju kulit yang terpajan radiasi menghasilkan peningkatan perbaikan CPD dari 10% menjadi 18% selama lebih dari 6 jam serta berkurangnya pelepasan sitokin IL-10 dan TNF-α.39

Enzim photolyase yang banyak didapatkan pada tanaman, reptil, amfibi, dan marsupial bekerja dengan mekanisme direct reverse CPD dengan cara mengabsorbsi sinar kasat mata dan memecah cincin cyclobutane. Enzim photolyase dapat mengurangi apoptosis pada sel kulit manusia yang terpajan radiasi UV. 39

Radikal oksigen sering mengoksidasi basa guanin DNA menjadi 8-oxo-guanine (8oG) yang bersifat mutagenik. Oxoguanine glycosylase 1 (OGG1) merupakan enzim yang bekerja dengan mekanisme base excision repair. Transpor enzim arabidopsis OGG1 pada keratinosit epidermal dapat meningkatkan perbaikan 8oG. Tanpa enzim ini, perbaikan 8oG terjadi dalam 2-6 jam, sedangkan dengan enzim ini perbaikan 8oG selesai dalam 2 jam. 39

KESIMPULAN

Radiasi UV, selain memberikan manfaat bagi kehidupan di bumi, juga mempunyai berbagai efek merugikan terutama bagi kulit manusia. Efek merugikan radiasi UV terdiri atas efek jangka pendek/akut dan efek jangka panjang/ kronik.

Pengetahuan akan berbagai efek buruk radiasi UV telah mendorong upaya fotoproteksi. Upaya fotoproteksi sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, mulai dari cara sederhana hingga cara yang lebih modern. Dengan mengetahui berbagai cara fotoproteksi, diharapkan dapat mencegah atau mengurangi berbagai efek buruk radiasi UV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nash JF, Tanner PR. Sunscreens. Dalam: Draelos ZD, Thaman LA, editor. Cosmetic formulation of skin care products. New York: Taylor and Francis Group ; 2006. h.135-52.

2. Nguyen N, Rigel DS. Photoprotection and the prevention of photocarcinogenesis. Dalam: Draelos ZD, Thaman LA, editor. Cosmetic formulation of skin care products. New York: Taylor and Francis Group; 2006. h.153-66.

3. Barnetson RSC. The sun and the skin. Dalam: Buxton PK, editor. ABC of dermatology. Edisi ke-4. London: BMJ Publishing Group Ltd; 2003. h. 65-7.

4. P hotoprotection. Tersedia on lin e pada: http:// en.wikipedia.org/wiki/Photoprotection. 17 Maret 2010. 5. Roelandts R. History of photoprotection. Dalam: Lim HW,

Draelos ZD, editor. Clinical guide to sunscreens and photoprotection. New York: Informa Healthcare; 2009. h.1-10 6. Lim HW, Thomas L, Rigel DS. Photoprotection. Dalam: Rigel DS, Weiss RA, Lim HW, editor. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc; 2004. h.73-88.

7. Rai R, Srinivas CR. Photoprotection. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2007;73: 73-9.

8. Baumann L, Avashia N, Tardan MPC. Sunscreens. Dalam : Baumann L, Sagh ari S, Weisberg E , editor. C osmetic dermatology principles and pactice. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill; 2009. h.245-55.

9. R ou ger A, Seite S, Lim HW. Novel developmen ts in photoprotection: part II. Dalam: Lim HW, Honigsmann H, Hawk JLM, editor. Photodermatology. New York: Informa Healthcare; 2007. h.297-310.

10. Dore JF, Boniol M. The usefulness of sunscreens. Dalam: Ringborg U, Brandberg Y, Breitbart EW, Greinert R, editor. Skin cancer prevention. New York: Informa Healthcare; 2007. h.241-78.

11. Kullavanijaya P, Lim HW. Photoprotection. J Am Acad Dermatol. 2005; 52: 937-58.

12. Benson HAE. Sunscreens: efficacy, skin penetration, and toxicological aspects. Dalam: Walters KA, Roberts MS, editor. Dermatologic, cosmeceutic, and cosmetic development -therapeutic and novel approaches. New York: Informa Healthcare; 2008. h. 419-36.

13. Rhodes LE, Lim HW. The acute effects of ultraviolet radiation on the skin. Dalam: Lim HW, Honigsmann H, Hawk JLM, editor. Photodermatology. New York: Informa Healthcare; 2007. h.75-90.

14. Ultraviolet radiation and the skin. Dalam: Gawkrodger DJ, editor. Dermatology an illustrated colour text. Edisi ke-3. London: Churchill Livingstone; 2003. h.100-1

15. B en jamin CL, Ananthaswamy HN. E tiology of nonmelanocytic skin cancer. Dalam: Ringborg U, Brandberg Y, Breitbart EW, Greinert R, editor. Skin cancer prevention. New York: Informa Healthcare; 2007. h.21-48.

16. Kumar R. Molecular epidemiology of skin cancer. Dalam: Ringborg U, Brandberg Y, Breitbart EW, Greinert R, editor. Skin cancer prevention. New York: Informa Healthcare; 2007. h. 225-40.

(8)

18. Darvin M, Lademann J. Antioxidants in the skin: dematological and cosmeceutical aspects. Dalam: Walters KA, Roberts MS, editor. Dermatologic, cosmeceutic, and cosmetic development - therapeutic and novel approaches. New York: Informa Healthcare; 2008. h.373-84.

19. Svobodova A, Walterova D, Vostalova J. Ultraviolet light induced alteration to the skin. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub. 2006; 150(1): 25-38. 20. Hatch KL, Block L, Gies P. Photoprotection by fabric. Dalam:

Lim HW, Draelos ZD, editor. Clinical guide to sunscreens and photoprotection. New York: Informa Healthcare; 2009. h. 223-42.

21. Lim HW, Osterwalder U. Novel developmen ts in photoprotection: part I. Dalam: Lim HW, Honigsmann H, Hawk JLM, editor. Photodermatology. New York: Informa Healthcare; 2007. h. 279-96.

22. Lim HW. Photoprotection and sun protective agents. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al, edsitor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: Mac Graw-Hill Inc; 2008. h.2137-42.

23. Lim HW, Honigsmann H. Photoprotection. Dalam: Lim HW, Honigsmann H, Hawk JLM, editor. Photodermatology. New York: Informa Healthcare; 2007. h.267-78.

24. Tuchinda C, Lim HW. Photoprotection by glass. Dalam: Lim HW, Draelos ZD, editor. Clinical guide to sunscreens and photoprotection. New York: Informa Healthcare; 2009. h. 243-56.

25. Levy SB. Sunscreens and photoprotection: eMedicine dermatology. Tersedia on line pada: http:// emedicine.medscape.com/article/1119992-overview. 13 Januari 2009.

26. Draelos ZD. Cosmeceutical botanicals : part 1. Dalam: Draelos ZD. Cosmeceuticals. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h.71-8.

27. More BD. Physical sunscreens: On the comeback trail. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2007; 73: 80-5.

28. Levy SB . Su nscreen s. Dalam: Wolverton SE , editor. Comprehensive dermatologic drug therapy. Edisi ke-2. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 703-17.

29. Bergendi L, Benes L, Durackova Z, Ferencik M. Chemistry, physiology and pathology of free radicals. Life Sci. 1999; 65: 1865-74.

30. Murray JC, Burch JA, Streilein RD, Iannacchione MA, Hall RP, Pinnell SR. A topical antioxidant solution containing vitamins C and E stabilized by ferulic acid provides protection for hu man skin against damage cau sed by ultraviolet irradiation. J Am Acad Dermatol. 2008; 59: 418-25. 31. Eberlein-Konig B, Ring J. Relevance of vitamins C and E in

cutaneous photoprotection. J Cosmet Dermatol. 2005; 4:4-9. 32. Pasonen-Seppanen S, Suhonen TM, Kirjavainen M, Sulhko E , Urttl A, Miettinen M, et al. Vitamin C enh an ces differentiation of a continuous keratinocyte cell line (REK) into epidermis with normal stratum corneum ultrastructure and functional permeability barrier. Histochem Cell Biol. 2001; 116: 287-97.

33. Stahl W, Mukhtar H, Afaq F, Sies H. Vitamins and polyphenols in systemic photoprotection. Dalam: Gilchrest BA, Krutmann J, editor. Skin aging. Berlin: Springer; 2006. h.113-22. 34. Pinnell SR, Yang HS, Omar M, Riviere NM, DeBuys HV,

Walker LC, et al. Topical L-ascorbic acid: percutaneous absorption studies. Dermatol Surg. 2001; 27:137-42. 35. Ak. Levine M, Wang YH, Padayatty SJ, Morrow J. A new

recommended dietary allowance of vitamin C for healthy young women. Proc Natl Acad Sci USA 2001; 98: 9842-6. 36. Baumann L, Allemann IB. Antioxidants. Dalam: Baumann L,

Saghari S, Weisberg E, editor. Cosmetic dermatology principles and pactice. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill; 2009. h. 292-311.

37. Sorg O, Antille C, Saurat JH. Retinoids, other topical vitamins, and antioxidants. Dalam: Rigel DS, Weiss RA, Lim HW, editor. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc; 2004. h.89-116. 38. Krutmann J, Yarosh D. Modern photoprotection of human skin. Dalam: Gilchrest BA, Krutmann J, editor. Skin aging. Berlin: Springer; 2006. h. 103-12.

Referensi

Dokumen terkait

menghindari efek sinar ultraviolet karena tabir surya merupakan substansi dengan formula yang mengandung senyawa kimia aktif yang dapat.. menyerap, memantulkan, dan

Konsentrasi ekstrak kering wortel yang terpilih dapat memberikan efek proteksi terhadap sinar UV dengan parameter SPF sebagai krim tabir surya dan dimetikon dapat

Berdasarkan pada data tersebut dapat dilihat bahwa sediaan krim sunscreen ekstrak kulit buah nanas konsentrasi 20% masuk pada tingkat kemampuan tabir surya, akan

Skripsi yang berjudul, “Uji Efektifitas Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Manis ( Citrus sinensis ) Sebagai Tabir Surya Secara Spektrofotometer UV-Vis” yang disusun oleh Fatma

Tabir surya merupakan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk.. melindungi kulit dari sengatan sinar matahari terutama ultra

Tabel 11 Hubungan Radiasi Sinar Ultra Violet (UV) dengan Keluhan Fotokeratitis pada Pekerja Las di Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat Tahun 2019

mengkaji kemampuan ETBP dalam memberikan proteksi terhadap kerusakan DNA yang disebabkan paparan radiasi UV-B dengan mempelajari secara in vivo pengaruhnya pada

kekhawatiran bahwa bahan nanopartikel pada produk tabir surya dapat menembus kulit yang rusak... Resiko