• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia dan Kebutuhan Akan Konsistensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Indonesia dan Kebutuhan Akan Konsistensi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA DAN KEBUTUHAN AKAN KONSISTENSI KEBIJAKAN EKONOMI NASIONAL Oleh: Kodrat Wibowo, Ph.D1

1. Latar Belakang

Setelah sekian lama mengecap kemerdekaannya, Indonesia selayaknya telah mencapai beberapa tahap pembangunan yang sekiranya menurut kacamata ekonomi memang harus dilalui suatu negara berdasarkan perubahan struktur perekonomiannya. Menurut teori Rostov, setidaknya Indonesia sekarang seharusnya sudah melewati tahap tinggal landas dan sudah kuat dalam aktifitas sektor industri pengolahannya, termasuk pengolahan SDA dan pertaniannya sebagai suatu modifikasi terhadap paham ekonomi yang cenderung mengabaikan keunikan dan kekhususan ekonomi suatu negara. Sebagai catatan, amanat RPJPN 2001-2024, mengaspirasikan bahwa pada periode 2014-2019 Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 ekonomi terbesar di dunia dan sejajar dengan negara-negara berpendapatan tinggi.

Secara teori ekonomi pula seharusnya Indonesia telah berada pada tahap pemerataan dan telah melewati tahap pertumbuhan ekonomi yang cenderung memperburuk distribusi pendapatan (Hipotesa Kuznet). Walaupun memang tahapan ekonomi tidak dapat hanya dilihat melalui dimensi waktu saja, karena jangka pendek dalam arti ekonomi adalah kondisi dimana total produksi sebuah negara yang diterjemahkan kedalam produk domestik bruto (PDB) masih mengandalkan beberapa input Sumber daya produksi saja dengan sumber daya lain konstan, sedangkan jangka panjang diartikan sebagai kondisi dimana PDB sebuah negara dihasilkan melalui proses produksi yang secara optimal menggunakan seluruh sumber daya produksi yang tersedia secara optimal sesuai dengan efisiensi dan kapasitas negara tersebut. Dengan demikian lamanya nikmat pertumbuhan ekonomi dan turunnya angka kemiskinan hasil kemerdekaan yang diperoleh selama ini memang tidak identik dengan jalannya waktu, karena justru Indonesia sampai saat ini belum mampu memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (PDB percapita) dan penurunan tingkat kemiskinan yang tercipta menjadi tingkat pemerataan pendapatan yang lebih baik (Indeks Gini), jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

(2)

19

PDB Per kapita (2000$) Indeks Gini (%) Kemiskinan (%)

P

Sumber: Solusi Peningkatan Daya Saing Indonesia, Unpad Press (2013)

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pemerataan Pendapatan

Sehingga pertanyaan yang timbul adalah mengapa setelah sekian lama Indonesia meredeka masih saja berkutat dengan pola pembangunan jangka pendek? Mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun kurang menyentuh tujuan pembangunan ekonomi lainnya seperti pemerataan pendapatan. Secara pendekatan Perencanaan pembangunan jangka tahunan, menengah dan panjang seperti REPELITA pada masa ORBA dan RPJP, RPJM di masa reformasi sepertinya masih belum bisa membawa Indonesia ke tahapan pembangunan yang secara sistematis mampu memanfaatkan seluruh sumber daya yang dimiliki Indonesia: Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Modal Keuangan, dan Modal sosial.

2. Permasalahan

(3)

Dengan kata lain seluruh unsur bernilai luhur yang melekat pada sistem kapitalisme dan sosialisme, bahkan ekonomi Islam/Syariah terakomodasi dalam sistem perekonomian kita. Kenapa kita menghabiskan waktu berdebat untuk sesuatu yang sesungguhnya hanya butuh implementasi daripada debat berkepanjangan.

Tidak mengherankan akibatnya wajah proses pembangunan ekonomi Indonesia dari tiap masa pemerintahan terasa sangat lambat perkembangannya bahkan pada saat momentum ekonomi nasional sedang berada pada titik puncaknya sering mudah jatuh karena kebijakan ekonomi kita seringkali berubah via kebijakan ekonomi instan tanpa pernah menyadari bahwa hakikinya ekonomi initinya adalah mempelajari perilaku individu dalam memenuhi kebutuhannya dengan menyadari keterbatasan pada sumber daya. Bila keterbatasan sumberdaya ini selalu ada dalam aktifitas ekonomi maka kemampuan pemerintah dalam kebijakan ekonomilah yang harus dapat mengelola keterbatasan yang dimiliki setiap individu yang menjadi masyarakatnya. Kondisi ini, tampaknya telah mendorong pula kecenderungan lahirnya berbagai kebijakan ekonomi yang orientasinya bersifat jangka pendek dan cenderung tidak menyeluruh (holistik) sifatnya di dalam melihat suatu permasalahan. Kecenderungan dibuatnya kebijakan ekonomi yang sifatnya jangka pendek dan sangat reaktif ini di dalam jangka panjang dapat memunculkan situasi tumpang tindih pengaturan (overlapping regulation).

3. Inkonsistensi Kebijakan Pembangunan Ekonomi

Berikut adalah beberapa kebijakan terkait pembangunan ekonomi yang krusial dan jelas menunjukkan adanya inkonsistensi.

3.1. Ketersediaan Lahan Pangan Baku Yang Berkelanjutan Sesuai Dengan Tingkat Kebutuhan Pangan Nasional

Pertanian tidak dipungkiri merupakan urat nadi perekonomian Indonesia yang secara endownment memang tergolong negara agraris, hingga saat ini mayoritas lapangan kerja masyarakat Indonesia masih berada pada kegiatan terkait sektor pertanian. Terlebih dengan fungsi pertanian sebagai penyedia kebutuhan pokok manausia yaitu makanan, maka segala hal terkait pertanian dimulai dari sisi produksi hingga distribusinya selalu menjadi masalah krusial.

(4)

peraturan-peraturan tersebut belum mampu mencegah konversi lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian yang memberikan nilai ekonomi lebih tinggi karena berbenturan dengan belum tersedianya peraturan, Undang-Undang serta peraturan daerah tentang Pertanahan/Agraria untuk mengoperasionalkan jaminan ketersediaan lahan pertanian tersebut. Diharapkan UU pertanahan ini segera diselesaikan sehingga konsisten dengan arah peningkatan produktifitas pertanian yang semakin turun kontribusinya.

3.2. Skema Insentif pajak dan non pajak

Aturan insentif pajak saat ini hanya berdasarkan aturan menteri keuangan PMK 130/PMK.011/2011 di mana insentif pajak tersebut masih dianggap belum pro industri, karena Insentif dan pajak sering tidak sesuai dalam mendorong hilirisasi industri, yaitu untuk mendorong pengolahan lebih lanjut SDA untuk menghasilkan nilai tambah baik pada industri hulu, antara, dan hilir. Insentif yang tinggi di sektor hulu tetapi pajak yang tinggi di sektor antara menyulitkan peningkatan nilai tambah industri secara makro. Dengan demikian arahan mendorong investasi dan pengembangan usaha menjadi terhambat. Karenanya dibutuhkan upaya membangun kebijakan berupa skema harmonisasi insentif pajak dan fasilitas fiskal lainnya yang konsisten dengan niatan mendorong perekonomian lebih cepat dan mensejahterakan masyarakat. Skema insentif ini sekurang-kurangnya dapat memenuhi beberapa syarat, a.l.:

 Pemberian insentif pajak untuk setiap sub-industri berdasarkan tingkat keterkaitan antara industri hulu, antara, dan hilir.

 Pemberian insentif pajak dan non pajak yang lebih besar untuk perusahaan

manufaktur yang melakukan ekspansi dari sektor hulu ke sektor antara atau sektor hilir.

 Pemberian insentif pajak dan non pajak yang lebih menarik untuk industri manufaktur orientasi ekspor

 pemberian insentif pajak dan non pajak untuk mendorong pembangunan industri

yang ramah lingkungan (green industry).

 Luwes dan fleksibel dengan kemampuan insentif fiskal di tingkat daerah

3.3. Pengelolaan Sumber Daya Alam

(5)

pengelolaan kegiatan usaha hulu migas pemerintah mengeluarkan kebijakan Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas, yang kemudian dibentuk Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas sebagai pengganti fungsi BP Migas yang berada di bawah Kementerian Ekonomi Sumber Daya dan Mineral (ESDM). Namun disadari bahwa pembentukan SKK Migas oleh Pemerintah sifatnya sementara sampai adanya aturan yang baru atau merevisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Sampai saat ini upaya revisi masih dilakukan sementara tugas fungsi SKK tetap dipertanyakan dan diperdebatkan sehingga menghalangi kinerja dan efisiensi SKK Migas dalam pengelolaan Usaha Migas Hulu sementara produksi Migas tetap mandek terutama menyikapi kenaikan harga minyak mentah internasional yang meningkatkan beban subsidi BBM dan jelas menggerogoti kapasitas APBN sebagai dinamisator dan panduan peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi melalui penyediaan barang dan jasa publik.

3.4. Investasi Asing dan Penanaman Modal

Peran penting dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai salah satu sumber penggerak pembangunan ekonomi dan juga alat menjaga kondisi current account

nasional tidak dapat disangkal lagi. Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dikeluarkan oleh pemerintah sebagai pengganti dua undang-undang yang telah berlaku puluhan tahun yaitu Undang-undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal dalam Negeri dan undang-undang No 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri memiliki tujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dan ketidakpastian dalam penanam modal. Tetapi dalam pelaksanaanya tetap saja timbul berbagai inkonsistensi terutama masalah Pelayanan Terpadu satu Pintu.

(6)

UU No 39 tahun 2007 tentang Cukai, UU No 17 tahun 2006 tentang kepabeanan, UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba, dan Peraturan menteri lainnya tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dan penerbitan SIUP.

4. Kesimpulan

Kebijakan ekonomi memang tidak hanya berbentuk UU saja, banyak juga kebijakan dikeluarkan melalui jenis-jenis produk hukum lainnya seperti Perpres, Kepmen, dan PP. Demikian juga kebijakan ekonomi ditingkat Propinsi, Kota dan kabupaten seperti Perda, PerGub atau Perwal. Kebijakan ekonomi juga tidak dilahirkan dengan kebijakan yang mencantumkans secara eksplit kata “ekonomi” sebagai nomenclature dan kosa kata karena kebijakan sosial dan budaya contohnya akan sangat terkait dengan kesejahteraan ekonomi baik langsung dan tidak langsung. Namun benang merah yang jelas terlihat adalah kuatnya peran politisi DPR dan DPRD dalam proses produk kebijakan ekonomi baik sebagai lembaga yang mensahkan UU atau Perda namun juga sebagai pihak yang dikonsultasikan atau didiskusikan, baik formal dan informal. Anggota wakil rakyat yang mampu menalar arti dan pentingnya bidang ekonomi dalam seluruh bidang yang mereka wakili sepertinya adalah suatu keharusan. Memang kebijakan ekonomi akan melibatkan kepentingan banyak stakeholders, namun upaya menuju terciptanya konsistensi kebijakan ekonomi memang sepertinya tidak bisa ditunda-tunda lagi.

-Sekian-

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pemerataan Pendapatan

Referensi

Dokumen terkait

Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya, yang dihubungkan dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama

Sebelum melaksanakan pekerjaan pembongkaran dan Pemasangan, Pihak Pelaksana terlebih dahulu koordinasi dengan Direksi Pekerjaan atau Manajer Proyek Penggantian Line

dan Sumatera Barat) yang berperan penting dalam meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme masyarakat Indonesia. Hasil dari wawancara kami menunjukkan bahwa hanya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diazinon (pestisida) terhadap tingkat keberhasilan larva yang terbentuk dan waktu dari setiap tahap perkembangan

Penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata

Kampus hijau yang sudah terbentuk akan menjadi pusat kegiatan dan pemberdayaan pemangku kepentingan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Tempo,

Caranya dengan membentuk fungsi baru yaitu penjumlahan fungsi asli ditambah hasil kali pengganda Lagrange  dengan fungsi

Dalam tahap ini, penulis melakukan analisa terhadap kebutuhan sistem, serta menganalisa sistem seperti apa yang dibutuhkan dalam mebangun aplikasi Web Point of