KONSEP
STRES DAN
ADAPTASI
PENDAHULUAN
Stres merupakan fenomena universal. Semua orang mengalaminya. Orang tua mengalami stres dalam membesarkan anak, pekerja membicarakan stres yang dialami dalam pekerjaan mereka, dan pelajar tingkat apapun membirakan mengenai stres mereka ditempat sekolah. Stres dapat memberi stimulus terhadap perubahan dan pertumbuhan, dan dalam hal ini, suatu stres adalah positif dan bahkan diperlukan.Stres dapat disebabkan oleh pengalaman positif dan negatif. Namun demikian, terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penyesuaian yang buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap masalah
KONSEP STRES 1. DEFINISI STRES
Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap perubahan dalam status keseimbangan normal (Kozier, 2011).
Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu berespon dan melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Potter dan Perry, 2005).
Stressor adalah setiap kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu mengalami stres. Ketika seseorang menghadapi stressor, responnya disebut sebagai strategi koping, respon koping, atau mekanisme koping.
2. SUMBER STRES
Terdapat banyak sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal atau eksternal, atau stressor perkembangan atau situasional.
a. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh, demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah, kanker atau perasaan depresi.
perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.
c. Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stres.
d. Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun sepanjang hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Contoh
1) Kematian anggota keluarga 2) Pernikahan atau perceraian 3) Kelahiran anak
4) Pekerjaan baru 5) Penyakit
Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada tahap perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat lebih menimbulkan stres bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang yang berusia 40 tahun
3. MACAM –MACAM STRES
Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya: 1) Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.
2) Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obatobatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.
3) Stres mikrobiologik
4) Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lainlain.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
6) Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul, 2008).
4. MODEL STRES
Asal dan efek stress dapat diperiksa dalan istilah kedokteran dan model teoritis perilaku. Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stresor bagi individu tertentu dan memprediksi respons individu tersebut terhadap stresor. Setiap model menekankan aspek stres yang berbeda.
Model stres membantu perawat mengidentifikasi stresor dalam situasi tertentu dan untuk memprediksi respon individu. Perawat dapat menggunakan pengetahuan mengenai model tersebut untuk membantu klien memperkuat respon koping yang sehat dan dalam menyesuaikan respons yang tidak sehat dan tidak produktif. Tiga model utama stres adalah model berbasis stimulus, berbasis respons, dan berbasis transaksi.
a. Model Berbasis Stimulus
hidup. Skala peristiwa hidup yang menimbulkan stres digunakan untuk mendokumentasikan pengalam individu yang relatif baru, seperti perceraian, kehamilan, dan pensiun. Dalam sudut pandang ini, baik peristiwa positif maupun negatif dianggap menimbulkan stres.
Skala serupa juga dikembangkan, tetapi semua skala harus digunakan dengan hati-hati karena derajat stres yang dipicu peristiwa yang terjadi sangat invidual. Sebagai contoh, perceraian dapat menjadi sangat traumatik bagi seseorang, sementara bagi orang lain mungkin hanya menimbulkan relatif sedikit ansietas. Selain itu, banyak skala belum diuji terhadap usia, status sosial ekonomi, atau kepekaan budaya. b. Model Berbasis Respon
Stres dapat juga dipertimbangkan sebagai satu respons. Definisi ini dikembangkan dan dijabarkan oleh Selye (1956, 1976) sebagai respons nonspesifik tubuh setiap tuntutan yang ditimbulkan” (1976, hlm 1). Schafer (2000) mendefinisikan stres sebagi ”pembangkitan pikiran dan tubuh sebagai respons terhadap tuntutan yang ditimbulkannya.
Reaksi Alarm
Reaksi awal tubuh adalah reaksi alarm, yang menyiagakan pertumbuhan tubuh. Selye (1976) membagi tahap ini kedalam dua bagian, yaitu: fase syok dan fase kontersyok.
Selama fase syok, stresor dapat dirasakan secara sadar atau tidak sadar oleh individu. Pada semua kasus, sistem saraf otonom bereaksi, dan sejumlah besar epinefrin (adrenalin)dan kortison dilepakan ketubuh. Individu kemudian siap untuk respons “lari atau lawan”. Respon primer ini berlansung singkat, dari 1 menit hingga 24 jam.
Stresor
Reaksi Alarm
Fase syok
Kortison Katabolisme
protein glukoneogenesis Norepinefrin
↓ aliran darah ke ginjal ↑ renin Epinefrin
Takikardi ↑ kontraktilitas
miokardium ↑ dilatasi bronkhi
↑ pembekuan darah ↑ metabolisme
Fase Kontersyok
Tahap Resistensi
Tahap Kelelahan
Istirahat kematian
Tahap resistansi
Tahap kedua dalam sindrom GAS dan LAS, tahap resistansi, terjadi ketika tubuh beradaptasi. Dengan kata lain, tubuh berusaha menghadapi stresor dan untuk membatasi stresor ke area tubuh yang paling kecil yang dapat menghadapinya.
Tahap kelelahan
Selama tahap ketiga, tahap kelelahan, adaptasi yang dibuat tubuh selama tahap kedua tidak dapat dipertahankan. Hal ini berarti bahwa cara yang digunakan untuk menghadapi stresor telah mengalami kelelahan
c. Model Berbasis Transaksi
Teori stress transaksional didasarkan pada hasil penelitian Lazarus (1996), yang menatakan bahwa teori stimulus dan teori respons tidak mempertimbangkan perbedaan individu. Kedua teori tersebut tidak menjelaskan factor yang membuat sebagian orang, tetapi tidak membuat sebagian yang lain, berespons secara efektif. Selain itu kedua teori tidak dapat mengiterpretasi mengapa sebagian orang mampu beradaptasi dalam periode waktu yang lebih lama dibandingkan sebagian lainnya.
Lazarus menyadari bahwa tuntutan dan tekanan dan tekanan lingkungan tertentu menimbulkan stres pada cukup banyak orang, namun menekankan bahwa kepekaan dan kerentanan orang dan kelompok terhadap peristiwa tertentu berbeda, demikian pula dengan interpretasi dan reaksi mereka. Sebagai contoh dalam menghadapi penyakit, individu dapat berespons dengan penyangkalan, individu lain dengan ansietas, dan yang lainnya dengan depresi.
ketika tuntutan lingkungan, tuntutan internal, atau keduanya membebani atau melebihi sumber adaptif, system social, atau system jaringan individu. Individu berespons terhadap persepsi perubahan lingkungan dengan respons adaptif atau koping.
5. FAKTOR PENGARUH RESPON TERHADAP STRESOR
Respons terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis, kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor tersebut. sifat stresor mencakup faktor-faktor berikut ini:
a. Intensitas b. Cakupan c. Durasi
d. Jumlah dan sifat dari stresor
Setiap faktor mempengaruhi respons terhadap stresor. Seseorang dapat saja mencerap intensitas atau besarnya stresor sebagai minimal, sedang, atua berat. Makin besar stresor, makin besar respons stress yang ditimbulkan. Sama halnya, cakupan dari stresor dapat digambarkan sebagai terbatas, sedang, atau luas. Makin besar cakupan stresor, makin besar respons klien yang ditujukan terhadap stresor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Perry dan Potter, 2005).
6. TAHAPAN STRES
a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas , bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.
7. REAKSI TUBUH TERHADAP STRES
Menurut seorang pelopor penelitian mengenai stres yang dilahirkan di Austria, Hans Selye (1974, 1983), stres sebenarnya adalah kerusakan yang dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya. Berapapun kejadian dari lingkungan atau stimulus yang menghasilkan respon stres yang sama pada tubuh. Selye mengamati pasien yang memiliki masalah yang berbeda-beda: kematian seseorang yang dekat, kehilangan pekerjaan, ditangkap karena melakukan penggelapan. Tanpa memperhatikan masalah seperti apa yang dihadapi oleh seorang pasien, gejala yang serupa muncul: hilangnya nafsu makan, otot menjadi lemah, dan menurunnya minat terhadap dunia.
ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri dari tiga tahap: peringatan, perlawanan, dan kelelahan. Pertama, pada tahap peningkatan alarm, individu memasuki kondisi shock yang bersifat sementara, suatu masa di mana pertahanan terhadap stres ada di bawah normal. Individu mengenali keberadaan stres dan mencoba menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu tubuh menurun, dan tekanan darah juga menurun. Kemudian tubuh mengalami apa yang disebut countershock, di mana pertahanan terhadap stres mulai muncul; korteks adrenal mulai membesar, dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm berlangsung singkat. Tidak lama kemudian, individu bergerak memasuki tahap perlawanan (resistence), di mana pertahanan terhadap stres menjadi semakin intensif, dan semua upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada tahap pertahanan, tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres; tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernapasan semua meningkat. Bila semua upaya yang dilakukan untuk melawan stres ternyata gagal dan stres tetap ada, individu pun memasuki tahap kelelahan (exhausted), di mana kerusakan pada tubuh semakin meningkat, orang yang bersangkutan mungkin akan jatuh pingsan di tahap kelelahan ini, dan kerentanan terhadap penyakit pun meningkat.
Walupun demikian tidak semua stres itu buruk. Eustress adalah konsep Selye yang menggambarkan sisi positif dari stres. Berkompetisi di suatu kejuaraan atletik, menulis karangan, atau mengajar seseorang yang membuat tubuh menghabiskan energi. Selye tidak mengatakan bahwa kita harus menghindari semua pengalaman seperti ini dalam kehidupan kita, namun ia menekankan bahwa kita harus meminimalkan kerusakan pada tubuh kita.
persepsi mereka, dan konteks di mana stresor, atau penyebab stres, muncul (Hobfoll, 1989).
8. INDIKATOR STRES
Indikator stress individu dapat fisiologis, psikologis atau kognitif a. Indikator fisiologik
Respons terhadap stress bervariasi, bergantung pada persepsi individu terhadap peristiwa. Tanda dan gejala fisiologis stress muncul akibat aktivasi system simpatetik dan system neuroendokrin tubuh.
b. Indikator Psikologis
Manifestasi psikologis stress mencakup ansietas, takut, marah depresi, dan mekanisme pertahanan ego yang tidak disadari. Beberapa pola koping tersebut dapat membantu; yang lain menjadi penghalang, bergantung pada situasi dan lama waktu mekanisme tersebut digunakan atau dialami.
1) Ansietas
Reaksi umum terhadap stress adalah ansietas, satu kondisi kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan, atau firasat atau perasaan putus asa karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman antisipasi yang tidak dapat diidentifikasikan terhadap diri sendiri atau terhadap hubungan yang bermakna. Ansietas dapat dialami pada tingkat sadar, setengah sadar, atau tidak sadar. Empat hal yang membedakan ansietas dengan takut adalah:
a) Sumber ansietas tidak dapat diidentifikasi; sumber rasa takut dapat diidentifikasi
b) Ansietas dikaitkan dengan masa depan, yaitu, untuk kejadian yang diantisipasi. Rasa takt dikaitkan dengan kondisi saat ini.
c) Ansietas bersifat tidak jelas, sementara rasa takut bersifat pasti. d) Ansietas merupakan akibat konflik psikologis atau emosi; rasa
Ansietas dapat dimanifestasikan pada empat tingkat:
a) Ansietas ringan mencipttakan kondisi sedikit bergairah yang meningkatkan kemampuan persepsi, pembelajaran dan produktif. Sebagian besar individu yang sehat mengalami ansietas ringan, mungkin sebagai perasaan gelisah ringan yang mendorong seseorang untuk mencari informasi dan mengajukan pertanyaan. b) Ansietas sedang meningkatkan status gairah ke satu titik ketika
seseorang mengekspresikan perasaan tegang, cemas, atau khawatir. Kemampuan persepsi semakin sempit. Perhatian lebih difokuskan pada aspek tertentu situasi dibandingkan aktivitas perifer.
c) Ansietas berat menghabiskan sebagian besar energy individu dan membuuhkan intervensi. Persepsi mengalami penurunan lebih lanjut. Individu tidak mampu berfokus terhadap apa yang benar-benar terjadi dan hanya focus pada satu detail spesifik situasi yang menimbulkan ansietas.
d) Panic adalah tingkat kecemasan yang menakutkan dan sangat membebani sehingga membuat individu kehilangan kendali. Panic lebih jarang dialami dibandingkan dengan tingkat kecemasan lain. 2) Takut
Marah adalah status ekonomi yang terdiri dari perasaan subjektif rasa bermusuhan atau ketidak senangan yang kuat. Individu dapat merasa bersalah ketika meraka marah karena diajarkan bahwa merasa marah itu salah. Akan tetapi, marah dapat diekspresikan dalam cara verbal yang tidak membuat Si empunya marah dijauhi; dengan demikian, marah dipertimbangkan sebagai emosi positif dan sebagai tanda kedewasaan emosi karena pertumbuhan dan manfaat interaksi yang doitimbulkannya.
Ekspresi marah verbal dapat dipertimbangkan sebagai tanda terhadap orang lain atas ketidak nyamanan psikologis internal individu dan sebagai permintaan bantuan untuk menghadapi persepsi stress. Sebaliknya, permusuhan biasanya ditandai dengan antagonism dan perilaku merusak atau destruktif; agresi adalah serangan tanpa pemicu atau tindakan atau pandangan bermusuhan, mencederai, atau merusak; dan kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik untuk mencederai atau menganiaya. Kemarahan diekspresikan secara verbal, berbeda dari rasa bermusuhan, agresi, dan kekerasan, , tetapi dapat mengakibatkan kekerasan dan kerusakan apabila marah menetap dan tak jua reda.
Komunikasi verbal marah yang diekspresikan secara jelas, ketika orang yang marah mengatakan kepada orang lain mengenai kemarahannya dan dengan cermat mengidentifikasi sumbernya merupakan tindakan konstruktif. Kejelasan komunikasi ini membuat kemarahan “dikeluarkan” sehingga orang lain dapat memahami rasa marah tersebut dan membantu meredakannya. Orang yang marah “meluapkan” kemarahannya dan mencegah akumulasi emosi.
4) Depresi
kejadian pemicu. Gejala emosi mencakup perasaan kelelahan, kesedihan,kehampaan, atau mati rasa. Tanda perilaku depresi termasuk iritabilitas, ketidak mampuan untuk berkonsentrasi, kesulitan dalam membuat keputusan, kehilangan gairah seksual, menangis, gangguan tidur, dan menarik diri. Tanda fisik depresi mencakup kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, konstipasi, sakit kepala, dan limbung. Banyak orang menalami depresi periodesingkat sebagai respons terhadap kejadian pemicu stress yang sangat banyak, seperti kematian orang yang dicintai atau kehilangan pekerjaan; akan tetapi, depresi berkepanjangan, merupakan penyebab kekhawatiran dan dapat membutuhkan penanganan.
5) Mekanisme Pertahanan Ego Yang Tak Disadari
Mekanisme pertahanan ego yang tak disadari adalah mekanisme adaptif psikologik, atau dalam pernyataan Sigmund Freud (1946), mekanisme mental yang brkembang saat personalitas berupaya mempertahankan diri, menciptakan gangguan terhadap impuls, yang bertentangan, dan meredakan ketegangan di dalam diri. Mekanisme pertahanan adalah pikiran yang tidak disadari yang bekerja untuk melindungi individu dari ansietas. Mekanisme pertahanan dapat dipertimbangkan sebagai precursor mekanisme koping kognitif yang disadari yang akhirnya memecahkan masalah. Seperti beberapa respons verbal dan motoric, mekanisme pertahanan melepaskan ketegangan. Deskripsi mekanisme ini dan contoh penggunaannya yang adaptif dan mal adaptif.
c. Indikator Kognitif
menganalisis atau mendefinisikannya, memilih alternative, melaksanakan alternative yang dipiih, dan mengevaluasi apakah solusinya berhasil.
Penstrukturan adalah perencanaan atau menipulasi situasi sehingga kejadian yang mengancam tidak tejadi. Sebagai contoh seorang perawat dapat menstruktur atau mengontrol wawancara dengan klien dengan mengajukan hanya pertanyaan lansung dan tertutup. Penstrukturan dapat menjadi produktif pada situasi tertentu. Individu menjadwalkan pemeriksaan gigi enam bulan sekali untuk mencegah penyakit gigi yang parah menggunakan penstrukturan yang produktif.
Kontrol diri (disiplin) adalah menunjukan perilaku dan ekspresi wajah yang menggambarkan rasa dapat mengontrol atau berwenang. Ketika control diri mencegah panic dan tindakan membahayakan atau tindakan non produkif dalam situasi yang mengancam, control diri merupakan respons bermanfaat yang menunjukkan kekuatan. Akan tetapi, control diri terlalu ekstrem dapat menunda pemecahan masalah dan mencegah individu menerima dukngan dari orang lain, yang mungkin menganggapnya mampu menangani situasi dengan baik, tenang, atau tidak khawatir.
Supresi adalah menempatkan pikiran atau perasaan di luar ingatannya secara disadari dan disengaja. “saya tidak mau menghadapi hal itu hari ini. Saya akan melakukannya besok.” Respons ini menurunkan stres sementara, tetapi tidak memecahkan masalah. Seorang pria yang tetap mengabaikan sakit gigi, dengan menekannya diluar ingatan karena ia takut merasa sakit,tidak akan meredakan gejala yang dialaminya.
memfantasikan bahwa dokter bedah mengatakan. “Anda tidak mengidap kanker.” Respons fantasi dapat membantu apabila menimbulkan pemecahan masalah. Sebagai contoh, klien yang menunggu hasi biopsy payudara dapat berkata pada dirinya sendiri, “meskipun dokter mengatakan, ‘Anda mengidap kanker’, asalkan ia juga mengatakan bahwa kanker tersebut dapat disembuhkan, saya dapat menerimanya.” Fantasi dapat destruktif dan non produktif apabila indivdu menggunakannya secara berlebihan dan melarikan diri dari kenyataan.
9. KONSEP ADAPTASI (MEKANISME PENYESUAIAN DIRI) a. Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain:
1) W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri)”. Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis), misalnya seorang bidan desa harus dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa tempat ia bertugas.
Sebaliknya, apabila individu berusaha untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri, sifatnya adalah aktif (alloplastis), misalnya seorang bidan desa ingin mengubah perilaku ibu-ibu di desa untuk meneteki bayi sesuai manajemen laktasi.
2) Menurut Soeharto Heerdjan (1987), “Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.
Adaptasi adalah suatu cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas (task oriented).
b. Tujuan Adaptasi
1) Menhadapai tuntutan keadaan secara sadar 2) Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik 3) Mengahdapi tuntutan keadaan secara objektif 4) Menhadapi tuntutan keadaan secara rasional
Cara yang ditempuh dapat bersifat terbuka maupun tertutup, antara lain: 1) Menghadapi tuntutan secara frontal (terang-terangan)
2) Regresi (menarik diri) atau tidak mau tahu sama sekali 3) Kompromi (atau kesepakatan)
Contoh:
Seorang mahasiswa gagal dalam ujian akhir program, mungkin ia akan bekerja keras (terang-terangan), regresi dengan keluar dari pendidikan, serta mungkin mau mengulang lagi dengan berusaha semampunya (kompromi)).
c. Jenis Adaptasi
1) Adaptasi fisiologik – bisa terjadi secara lokal atau umum
Contoh: Seseorang mampu mengatasi stres, tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar, serta wajahnya tidak pucat.
2) Adaptasi psikologis – bisa terjadi secara:
a) Sadar: Individu mencoba memecahkan/menyesuaikan diri dengan masalah.
b) Tidak sadar: Menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism).
c) Menggunakan gejala fisik (konversi) atau
psikofisiologik/psikosomatik
dapat menimbulkan stres. Stres bisa terjadi apabila tuntutan atau keinginan diri tidak terpenuhi.
10. MANAJEMEN STRES
Istilah manajemen stres merujuk pada identifikasi dan analisis terhadap permasalahan yang terkait dengan stres dan aplikasi berbagai alat teraupetik untuk mengubah sumber stres atau pengalaman stres (Cotton dalam Intan 2012). Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha untuk mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu dan menampung akibat fisiologikal dari stress.
Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, makadapat dilakukan dengan cara :
a. Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh.
b. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki selsel yang rusak.
c. Olah Raga atau Latihan Teratur
dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lamalama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
d. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.
e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
f. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
g. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
h. Terapi Psikofarmaka
tubuh yang lain. Obatobatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.
i. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh yang lain.
j. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lainlain.
k. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan problem solving dan meningkatkan dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi, retrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lainlain.
Daftar Pustaka
1. Kozier, Barbara. Erb, Glenora. Berman, Audrey. Snyder, Shirlee J. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.