Ontologi Post-Positivisme
Perspektif post-positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologism, post-positivisme bersifat critical realism. Critical realism memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hokum alam, tetapi suatu hal yang mustahil bila manusia (peneliti) dapat melihat realitas tersebut secara benar.
Untuk memahami basis filosofis post-positivisme ada baiknya kita mencermati tiga bentuk ontology yang berkembang, yaitu : realism, nominalisme, dan konstruksionisme sosial. Kalangan realitas meyakini bahwa realitas yang dapat diamati adalah realitas sebenarnya(mutlak). Sedangkan kalangan nominalis mengajukan gagasan bahwa fenomena sosial yang terwujud dalam batas nama dan label yang subjek berikan pada realitas tersebut. Sementara kalangan konstruksionis sosial menekankan bahwa realitas itu dianggap ada atau tidak tergantung pada pengaruh makna sosial yang dimiliki subjek-makna sosial ini dibentuk melalui interaksi historis yang dialami subjek.
Kalangan peneliti dalam tradisu post-positivisme sendiri bisa dilihat sebagai kalangan realis kritis. Mereka masih meyakini bahwa keberadaan fenomena bersifat lepas dari presepsi dan teori-teori kita( Philips,1987). Realisme seperi ini dicirikan dengan gagasan bahwa subjek peneliti tidak akan bisa mengerti realitas secara utuh, begitupun dengan mekanisme dunia sosial tidak akan bisa ditangkap secara penuh.
Philip sendiri beragumen bahwa ontology post-positivisme sebenarnya tidak menolak gagasan-gagasan realism dalam berbagai pendekatan yang menekankan “konstruksi sosial atas realitas”. Bedanya hanya pada cara memandang realitas itu. Positivisme memandang bahwa realitas yang diamati adalah sebagaimana adanya, maka post-positivisme memandang adanya peran serta subjek yang menentukan ada tidaknya realitas.Philips memberikan gambaran tentang pemisahan antara kepercayaan atas realitas dan realitas objektif yang dilakukan kaum post-positivistik. Pemisahan ini membuaut kaum post-positivis menerima dan menyelidiki realitas yang beragam dan yang dibangun oleh kolektivitas sosial melalui interaksi komunikatif.
Dengan demikian, ontology kalangan post-positivis sama dengan ontology konstruksionis sosial. Ontologi ini meyakini bahwa fenomena sosial yang memiliki pola-pola alamiah proses konstruksi sosial dan memiliki dampak umum yang dapat diprediksi. Dengan demikian ontology post-positivisme berbeda dengan positivism yang meyakini realitas sosial sebagi fenomena yang tetap, abadi dan tidak berubah. Sedangkan ontology post-positivismenlebih menekankan pada kepercayaan tentang keteraturan dan pola dalam interaksi manusia dengan ynag lainnya.
Daftar Pustaka