• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EVALUASI GIZI Proses Pembentukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH EVALUASI GIZI Proses Pembentukan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EVALUASI GIZI

Proses Pembentukan Senyawa Bioaktif dan Zat Gizi dengan Faktor yang Mempengaruhinya

Oleh

Diah Nuryanti 201310220311133

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Zat gizi adalah, komponen pembangun tubuh manusia dimana zat tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan menyediakan energi bagi fungsi tubuh. Zat gizi yang harus ada dalam bahan pangan agar tubuh tetap sehat, dibedakan menjadi golongan protein, lemak, dan karbohidrat yang disebut zat gizi makro, serta vitamin dan mineral yang disebut zat gizi mikro. Air juga merupakan bagian penting dari gizi yang baik.

Manusia memperoleh kebutuhan zat gizi pentingnya dari bahan pangan nabati dan hewani. Biokimia tanaman, hewan dan manusia mempunyai banyak persamaan. Karena itu manusia membutuhkan komponen pembangun tubuh yang sama seperti yang terkandung dalam tanaman dan hewan.

Penelitian terhadap keragaman genetik menunjukkan bahwa kadar zat gizi dapat diperbesar, walaupun memerlukan teknologi yang lebih tinggi. Kemajuan teknologi yang berkembang sekarang ini memudahkan untuk dapat meningkatkan zat gizi tanaman sesuai dengan kebutuhan manusia. Setiap zat gizi harus disekati sendiri-sendiri berdasarkan sistemnya sendiri yang sudah menjadi bagian metabolisme dari zat tersebut. Sejarah mencatat bahwa kuantitas bahan pangan berhasil dinaikkan melalui revolusi hijau. Mungkin mutu bahan pangan sekarang dapat dinaikkan dengan cepat tanpa mengorbankan kuantitasnya.

(3)

1.2 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui pembentukan senyawa bioaktif dan zat gizi pada makanan. 2. Mengetahui sumber makanan yang mengandung senyawa bioaktif.

(4)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Senyawa Bioaktif

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang mempunyai efek fisiologis dalam tubuh yang berpengaruh positif terhadap kesehatan manusia .Peran senyawa bioaktif dalam tubuh diperoleh jika senyawa tersebut mencapai lokasi aksinya (site of action).

1.

Bioaktif Amin dari Protein, Proses Pembentukan

Protein pangan adalah sumber utama asam amino yang dikonsumsi, baik sebagai protein atau sebagai asam amino bebas. Selama proses pengolahan, protein dapat berubah menjadi asam amino bebas yang selanjutnya menjadi senyawa amin. Jadi, senyawa amin merupakan komponen minor dalam makanan yang tersedia secara alamiah atau terbentuk selama proses pengolahan. Sebagian senyawa amin tersebut aktif secara fisiologis sehingga sering disebut amin bioaktif (bioactive amine). Pada umumnya, amin bioaktif terdapat di dalam bahan makanan dalam jumlah kecil dan biasanya tidak beracun. Tetapi, dalam makanan tertentu, terutama yang diolah dengan proses fermentasi, konsentrasi beberapa amin bioaktif meningkat sehingga dapat bersifat toksis jika dikonsumsi. Amin bioaktif yang menjadi fokus perhatian para ahli kimia pangan ialah tiramin, feniletilamin, histamin, putresin, dan kadaverin. Asam amino bebas merupakan bahan baku dalam pembentukan amin toksis tersebut. Histidin, misalnya, akan diubah oleh histidin dekarboksilase menjadi histamin. Dengan cara yang sama, tirosin diubah oleh tirosin dekarboksilase menjadi tiramin, fenilalanin menjadi feniletilamin, ornitin menjadi putresin, dan lisin menjadi kadaverin.4 Keberadaan senyawa amin dalam makanan dapat menjadi indikator kerusakan makanan sekaligus sebagai indikator toksisitas, sehingga analisis senyawa amin yang terdapat dalam makanan telah dikembangkan, kemudian telah digunakan untuk menganalisis senyawa amin dalam produk ikani. 5,6,7,8 Makin tinggi kandungan senyawa amin dalam produk ikani dan daging, makin rendah mutunya yang juga berarti makin toksis.5 Ada tiga faktor yang mempengaruhi pembentukan amin toksis di dalam makanan, yaitu: (a) tersedianya asam amino bebas; (b) kehadiran dan perkembangan bakteri penghasil enzim dakarboksilase; dan (c) adanya kondisi yang mendukung pertumbuhan mikroba serta proses dekarboksilasi asam amino tersebut.

2.

Komponen Bioaktif dari Karbohidrat Serat Pangan

(5)

bagi bakteri yang hidup di kolon. Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Kebanyakan jenis karbohidrat yang sampai ke kolon tanpa terhidrolisis meliputi polisakarida yang bukan pati (non-starch polysaccharides = NSP), pati yang resisten (resistant starch = RS), dan karbohidrat rantai pendek (short chain carbohydrates = SC). 9,10,11 Serat pangan yang larut sangat mudah difermentasikan dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat serta lipida, sedangkan serat pangan yang tidak larut akan memperbesar volume feses dan akan mengurangi waktu transitnya (bersifat laksatif lemah). Monomer dari serat pangan (NSP) adalah gula netral dan gula asam, sedangkan lignin terdiri dari monomer aromatik. Gula-gula yang membentuk serat pangan yakni glukosa, galaktosa, xylosa, mannosa, arabinosa, rhamnosa, dan gula asam, yakni mannuronat, galakturonat, glukoronat, serta 4-O-metil-glukoronat.10,12 Rangkaian NSP yang dibentuk oleh monosakarida ini dihubungkan melalui ikatan b (1-4) glikosida seperti pektin, sellulosa, dan gum. Oleh karena itu, serat pangan tersebut (NSP) tidak dapat dihidrolisis oleh enzim percerna manusia. Misalnya, pektin mengandung asam galakturonat, baik yang termetilasi maupun yang tidak. Perbandingan dari metilasi dan sebagai asam (derajat metilasi) dalam polimer pektin, sangat berpengaruh terhadap sifat fungsional dari pektin. Pektin dengan derajat metilasi yang tinggi (high-methoxy pectin = HMP) yang terdapat secara alamiah pada buah dan sayuran, mungkin tidak larut dengan baik dibandingkan dengan pektin yang telah diisolasi. Hemisellolosa terdiri dari xylosa dan arabinosa dengan perbandingan tertentu yang membedakan jenis hemisellulosa tersebut. Nilai gizi dari serat pangan semula dianggap tidak menyumbangkan energi karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencerna manusia. Akan tetapi karena serat pangan difermentasikan di dalam kolon dan menghasilkan hidrogen, metana, karbon dioksida, serta asam lemak rantai pendek seperti propionat, butirat yang dapat diserap, dan menghasilkan sejumlah energi maka serat pangan dapat menghasilkan energi 0-3 kalori per gram. 9,10,12

3.

Komponen Bioaktif dari Lemak

(6)

kesehatan, yakni asam lemak essensial, omega-3, dan asam lemak tak jenuh isomer trans

--- Sayuran, buah,bijian Daging, Unggas, Ikan, Telur, susu

Konsumsi - Gizi Pengolahan – Pengawetan

Bahan pangan alami merupakan sistem hayati yang dapat cepat rusak sesudah dipanen. Karena kebutuhan manusia akan makanan dan saat panen biasanya tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, maka bahan pangan tersebut perlu diawetkan melalui pengolahanBerbagai macam bahan pangan berperan sebagai pembawa zat gizi dan mempengaruhi stabilitasnya. Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur tergantung dari cara pengolahannya. Berbagai macam cara pengolahan dapat mempercepat atau menghambat perubahan kadar zat gizi.

Semua bahan pangan mentah adalah komoditi mudah rusak, sejak panen, pemotongan hewan bahan ini mengalami kerusakan secara berangsur akibat berbagai jenis kerusakan biologis. Faktor utama kerusakan bahan pangan adalah kadar air yang secara hayati aktif dalam jumlah besar, seperti pada sayuran daun dan daging, dapat rusak hanya dalam beberapa hari, sedangkan biji-bijian kering yang hanya mengandung air struktural dapat disimpan bertahun- tahun.

(7)

Ada enam ( 6 ) prinsip dasar pengolahan pangan untuk pengawetan :

1. Penghilangan (penurunan kadar) air, pengeringan, dehidrasi dan pengentalan 2. Perlakuan panas , blansing, pasteurisasi dan sterilisasi

3. Perlakuan suhu rendah, pendinginan, pembekuan

4. Pengendalian keasaman, fermentasi dan pemberian zat tambahan 5. Berbagai macam zat kimia tambahan

6. Irradiasi

Karena makanan olahan harus disimpan sampai dikonsumsi antara dua masa panen, maka pengemasan yang baik merupakan pembantu dalam pengolahan di samping dasar dan cara pengolahannya. Metabolisme mikroba memerlukan banyak air bebas. Penghilangan air yang secara hayati aktif melalui pengeringan atau dehidrasi menghentikan pertumbuhan mikroba. Penghentian ini juga menurunkan aktivitas enzim dan reaksi kimia. Ketengikan komponen lipid menurun apabila air struktural yang melindunginya dibiarkan tetap seperti semula.

Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein, yaitu proses yang menyebabkan mikroba dan sejumlah enzim lain tidak aktif. Pasteurisasi membebaskan bahan pangan dari zat patogen dan sebahagian besar sel vegetatif mikroba, sedangkan pensterilan dapat didefenisikan sebagai proses mematikan semua mikroba yang hidup. Pensterilan dengan panas merupakan proses pengawetan pangan yang lebih efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang tak mantap, terutama vitamin, dan menurunkan nilai gizi protein, terutama melalui reaksi Maillard.

Pengawetan dengan suhu rendah, terutama pengawetan dengan suhu beku, ditinjau dari banyak segi merupakan pengawetan bahan pangan yang paling tidak merugikan. Suhu rendah menghambat pertumbuhan mikroba dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktivitas enzim dalam daging dapat berhenti akibat penyimpanan pada suhu beku, sedangkan bahan pangan nabati perlu diblansing terlebih dahulu sebelum dibekukan untuk mencegah perubahan mutu yang tidak diinginkan. Penurunan vitamin akan minimum dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan mutu adalah karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses pembekuan, penyimpanan, dan pelelehan kristal es.

(8)

yang sama. Tidak banyak kehilangan zat gizi akibat fermentasi. Dalam beberapa hal zat gizi dapat ditingkatkan melalui sintesis vitamin dan protein oleh mikroba.

Zat tambahan kimia mempunyai daya pengawet terhadap bahan pangan karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba, reaksi enzim, dan reaksi kimia. Pengolahan demikian termasuk juga penggunaan zat curing dan pengasapan daging, pengawetan sayuran dan buah melalui pemanisan, serta perlakuan dengan berbagai jenis zat tambahan kimia. Pengaruh cara ini terhadap zat gizi beragam, namun pada umumnya kecil.

Penyinaran dengan cara irradiasi merupakan cara pengawetan bahan pangan yang lebih canggih. Penggunaan cara ini tidak banyak digunakan karena penyinaran dengan energi tinggi menghasilkan senyawa baru dalam bahan pangan yang disinari, bentuk radikal bebas yang sangat reaktif. Mekanisme radikal bebas tidak hanya mematikan mikroba tetapi juga sangat merusak zat gizi, terutama vitamin. Kelemahan lain cara ini adalah perubahan yang cukup besar dalam cita rasa.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi

Pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi kadar zat gizi tanaman. Antaraksi genotipe dengan lingkungannya juga terjadi. Sejumlah penelitian telah berhasil dilakukan untuk melihat pengaruh budi daya pertanian terhadap kadar zat gizi.

1. Tomat (Lycopersicon esculentum)

Senyawa karoten dalam buah tomat merah masak adalah likopen, α karoten, β karoten dan pigmen lain tertentu, serta poliena dalam jumlah kecil. Senyawa likopen (tidak mempunyai aktivitas vitamin A) menyusun kurang lebih dari 95% pigmen dan memberikan warna merah. Sebagian besar sisanya berupa β karoten ., dan telah diteliti pengendalian genetik terhadap kandungan pigmen ini.

Dari beberapa laporang penelitian ditunjukkan bahwa kadar provitamin A dapat ditingkatkan sampai 30 kali melalui rekayasa genetika. Tetapi warna buah berubah dari merah ke jingga akibat kenaikan kadar β karoten dan penurunan kadar likopen. Penerimaan konsumen terhadap varietas baru ini tidak begitu baik karena adanya perubahan warna tersebut.

2. Wortel (Daucus carota)

(9)

tomat, akar tanaman wotel ini mengandung sedikit atau tanpa likopen. Karena warnanya jingga menyala wortel merupakan sumber provitamin A yang terbaik dibandingkan dengan sayuran lain. Kadar provitamin A wortel kurang lebih sepuluh kali buah tomat. Kadar zat gizi dan mutu buah wortel dipengaruhi oleh banyak faktor seperti varietas, tempat tumbuh, suhu kadar air,tingkat kemasakan dan lain-lain.

Dari rangkaian-rangkaian penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa varietas`wortel dapat dikembangkan menjadi wortel berkonsentrasi karoten (provitamin A) sangat tinggi. Karena vitamin A yang diperoleh dari konversi β karoten lebih besar daripada yang diperoleh dari α karoten, maka lebih menguntungkan apabila konsentrasi β karoten ditingkatkan. Pada semua genotipe yang telah diteliti ternyata konsentrasi α karoten tidak pernah melebihi konsentrasi β karoten.

3. Jagung (Zea mays)

Pada umumnya diketahui bahwa perbedaan jenis jagung banyak pati dengan jenis jagung manis diatur oleh suatu gen tertentu yang sudah diketahui, yang menurunkan laju perubahan gula menjadi pati.Dari pengetahuan tentang gen ini telah berhasil dikembangkan jagung manis yang lebih manis.

(10)

BAB III KESIMPULAN

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bird, A R.. Prebiotics: A role for dietary fibre and resistant starch. Asia Pacific J Clin Nutr.: 1999: 8(Suppl.): S32-S36.

Johnson, DB. Nutrition in Infancy: Physiology, Development, and Nutritional Recommendations. In: Roberts, BSW and Williams, SR (eds). Nutrition Throughout The Life Cycle. Fourth edition. McGrawHill. Sydney. 2000. p. 193-210.

Martin, JC., Nour,M., Lavillonniere, F.,and Sebedio, JL. Effect of Fatty Acid Positionsl Distribution and Triacylglycerol Composition on Lipid By-Products Formation During Heat Treatment: II. Trans Isomers. J Am Oil Chem Soc. 1998:75(9): 1073-1078.

Muir, JG. Location of colonic fermentation events: Importance of combining resistant starch with dietary fibre. Asia Pacific J Clin Nutr: 1999: 8(Suppl.): S14-S21

O`Brien, RD. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications. Technomic. Lancaster. 1998

Oomen, CM., Ocke, MC., Feskens, EJM., Kok, FJ., and Kromhout, D. Association between trans fatty acid intake and 10-year risk of coronary heart disease in the Zutphen Elderly Study: a prospective population-based study. Lancet. 2001: 357, March 10: 746-751.

Roberts, BSW. Lactation: The Mother and Her Milk. In: Roberts, BSW and Williams, SR (eds). Nutrition Throughout The Life Cycle. Fourth edition. McGrawHill. Sydney. 2000. p. 130-161.

Silalahi, J. Hypocholesterolemic Factors in Foods: A Review. Indonesian Food and Nutrition Progress. 2000: 7(1): 26-35.

Silalahi, J. Toksikologi senyawa amin bioaktif yang terdapat di dalam makanan. Media Farmasi. 1994: 2(1): 19-25.

(12)

Stark, A., Madar, Z. Dietary fibre. In: Goldberg, I (ed). Functional Foods: Designer Foods, Pharmafoods, and Nutraceuticals. Chapman &Hall. New York. 1994: p. 183-201.

Tomomatsu, H. Health Effects of Oligosaccharides. Food Technology,. 1994. Oct: 61-64.

Topping, DL. Physiological effects of dietary carbohydrates in the large bowel: Is there a need to recognize dietary fibre equivalents? Asia Pacific J Clin Nutr. 1999: 8(Suppl.): S22-S26.

Wills, RBH., Silalahi, J., and Wootton, M. Simultaneous determination of food-related amines by high performance liquid chromatography. J Liq Chromatog. 1987: 10: 3183-3191.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menyebabkan kemungkinan protein sederhana yang terbentuk dari hasil degradasi kapang selama fermentasi tempe kacang merah mengandung komposisi asam amino

Dalam tinjauan kimia protein adalah senyawa organik yang kompleks berbobot molekul tinggi berupa polimer dengan monomer asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida..

Misalnya pada metode Vina, asam amino yang berperan dalam interaksi hidrofobik antara protein target dengan ligan native adalah TYR75, LYS191, sehingga senyawa

Menurut T RANGGONO (1992), asam amino merupakan monomer protein yang bersifat dipolar (memiliki dua kutub). Kutub yang dimaksud adalah positif dan negatif. Kutub- kutub ini

Produk ekstrak bahan aktif dari tumbuhan melinjo mengandung senyawa yang bersifat sebagai antioksidan dan penyerap sinar UV yaitu turunan asam klorogenat (1), resveratrol (2),

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer – monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan