• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

610

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT

DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR

Maria Noviat Ngadha DJawa

1

, H.Arham Alam

2

, Yusran Haskas

3

1STIKES Nani Hasanuddin Makassar

2STIKES Nani Hasanuddin Makassar

3STIKES Nani Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Hipertropi Prostat adalah penyakit yang biasa terjadi pada laki – laki usia lanjut dengan pertumbuhan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi jaringan fibromuscular pada daerah periurethral yang bisa menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urin yang tertahan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor obesitas, merokok, pola makan, dan aktifitas seksual dengan kejadian hipertropi prostat di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Metode penelitian: metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel ditarik secara accidental sampling dengan jumlah 40 responden sesuai dengan criteria inklusi. Hasil penelitian ini menunjukan dari 40 responden terdapat 70 % yang obesitas dan yang 30 % tidak obesitas. Terdapat 57,5 % yang merokok dan 42,5 % yang tidak merokok. Terdapat 57,5 % pola makan yang tidak sehat dan 42,5 % yang pola makannya sehat. Terdapat 55 % yang aktifitas seksualnya tidak teratur dan 45 % yang aktifitas seksual teratur. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara obesitas, merokok, pola makan, dan aktifitas seksual dengan kejadian hipertropi prostat.

Kata Kunci : Obesitas, Merokok, Pola Makan, Aktifitas Seksual dan Kejadian Hipertropi.

PENDAHULUAN

Hipertropi Prostat adalah penyakit yang biasa terjadi pada laki – laki usia lanjut dengan pertumbuhan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi jaringan fibromuscular pada daerah periurethral yang bisa menghalangi dan mengakibatkan pengeluaran urin yang tertahan. Faktor - faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah obesitas, merokak, pola makan dan aktifitas seksual.

Data dari 13 Fakultas Kedokteran Negeri di Indonesia menunjukkan kanker prostat termasuk dalam 10 penyakit keganasan tersering pada pria. Di Sub bagian Urologi, bagian bedah FKUI/RSCM, selama periode 1995-1998 ditemukan rata-rata 17 kasus pertahun dan menduduki peringkat kedua setelah kanker buli-buli (kandung kemih). Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika menyatakan bahwa angka kejadian BPH meningkat seiring bertambahnya usia. Berdasar hasil autopsi, 20 persen penderita BPH berusia antara 41 sampai 50 tahun, 50 persen berumur 51-60 tahun, dan lebih dari 90 persen berusia 80 tahun. Sayang, di Indonesia, kita tidak memiliki data atau angka kejadian yang pasti.

Berdasarkan data yang penulis dapat dari Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar pada tahun 2012 adalah 136 orang sedangkan pada tahun 2013 bulan januari sampe bulan febuari jumlah pasien hipertropi prostat mencapai 29 orang.

Dari data tersebut telah terlihat bahwa terjadinya peningkatan kasus hipertropi prostat dalam tiap tahunnya. Berdasarkan prevalensi data hipertropi prostat tersebut, maka mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut dan menelusuri berbagai penyebab, memperdalam pemahaman mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampe Juli 2013 di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Populasi dari penelitian ini adalah semua laki- laki yang terkena penyakit hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Berdasarkan jumlah pasien pada Januari 2012 – Febuari 2013, maka jumlah populasinya adalah 165 orang dengan Besar sampel yaitu 40 orang yang berkunjung di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

(2)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

611

pendekatan Cross Sectional Study. Tehnik

penarikan sampel dalam penelitian ini adalah tehnik accidental sampling, dalam hal ini, individu-individu mana yang dijadikan sampel adalah apa saja atau siapa saja yang kebetulan ditemui (Hariwijaya, 2011). Yang menjadi sampel adalah pasien yang berada di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang terkena hipertropi prostat pada saat penelitian berlangsung. Dengan kriteria inklusi yaitu Pasien yang menderita hipertropi prostat dan Pasien yang bersedia menjadi responden

Pengumpulan data dan pengolahan data Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti kepada responden. Pengumpulan data melalui kuesioner dimaksudkan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertropi prostat di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data ini diperoleh dari instansi yang terkait yaitu di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi kuesioner yang disediakan). Adapun langkah-langkah pengolahan data yaitu :

1. Selecting

Selectingmerupakan pemilihan data untuk mengklasifikasi data menurut kategori.

2. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi, meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.

3. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. 4. Tabulasi Data

Setelah dilakukan editing dan

coding dilanjutkan dengan pengolahan

data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

Analisis data

a. Analisis Univariat.

Dilakukan untuk mendapatkan

gambaran umum dengan cara

mendiskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian dengan melihat distribusi frekuensi, mean, median dan modus.

b. Analisis Bivariat.

Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara sendiri sendiri dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik Chi-Square, SPSS 16,00.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Frekuensi Responden Berdasarkan Hipertropi Prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

Hipertropi prostat n (%)

Hipertropi 24 60

Tidak hipertropi 16 40

Total 40 100,0

Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa dari 40 responden, responden yang menderita hipertropi prostat sebanyak 24 responden (60%), tidak hipertropi 16 responden (6,5%).

Tabel 2. Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

Obesitas n (%)

Obesitas 28 70

Tidak obesitas 12 30

Total 40 100.0

Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa dari 40 responden, responden yang obesitas sebanyak 28 responden (70%), dan tidak obesitas sebanyak 12 responden (30%).

Tabel 3. Frekuensi Responden Berdasarkan Merokok di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

Merokok n (%)

Merokok 23 57.5

Tidak merokok 17 42.5

Total 40 100.0

Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa dari 40 responden, jumlah responden yang merokok sebanyak 23 responden (57.5%), sedangkan yang tidak merokok sebanyak 17 responden (42.5%).

Tabel 4. Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

Pola makan n %

Tidak sehat 23 57.5

Sehat 17 42.5

(3)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

612

Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa dari 40 responden, jumlah responden yang pola makannya tidak sehat sebanyak 23 responden (57.5%), sedangkan yang pola makannya sehat sebanyak 17 responden (42.5%).

Tabel 5. Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Seksual di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013

Aktifitas seksual n % aktivitas seksual tidak teratur sebanyak 22 responden (55%), sedangkan yang tidak teratur sebanyak 18 responden (45%).

Tabel 6. Tabulasi Silang Antara obesitas dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013 bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 22 responden (55.0%) yang Obesitas, dari 22 responden tersebut 18 responden (45.0%) yang hipertropi prostat dan 4 respondenn (10.0%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang tidak obesitas diantaranya terdapat 6 responden (15.0%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (10.0%) yang tidak hipertropi prostat.

Berdasarkan uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,02 atau p > α yang artinya ada hubungan antara obesitas dengan hipertropi prostat.

Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Merokok dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang merokok, dari 23 responden tersebut, 19 responden (47.5%) yang hipertropi prostat dan 4 responden (10%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang tidak meroko diantaranya terdapat 5 responden (12.5%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (30%) yang tidak hipertropi prostat.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,001 atau p < α yang artinya ada hubungan antara merokok dengan hipertropi prostat.

Tabel 8. Tabulasi Silang Antara Pola Makan dan Terjadinya Hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Juni 2013 bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang memiliki pola makan tidak sehat, dari 23 responden tersebut, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 2 responden (5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang pola makannya sehat, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 14 responden (35.0%) yang tidak hipertropi prostat.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α yang artinya ada hubungan antara pola makan dengan hipertropi prostat.

(4)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

613

sterdapat 22 responden (57.5%) yang memiliki aktivitas seksual tidak teratur, dari 22 responden tersebut, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 1 responden (2.5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang aktivititas seksual teratur, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 15 responden (37.5%) yang tidak hipertropi prostat.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α yang artinya ada hubungan antara aktivitas seksual dengan hipertropi prostat.

PEMBAHASAN

1. Faktor Riwayat Penyakit Diabetes Melitus Berdasarkan data pada tabel 6 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 22 responden (55.0%) yang Obesitas, dari 22 responden tersebut 18 responden (45.0%) yang hipertropi prostat dan 4 respondenn (10.0%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang tidak obesitas diantaranya terdapat 6 responden (15.0%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (10.0%) yang tidak hipertropi prostat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rezki Amalia obesitas disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara jumlah makanan yang masuk dan keluar, serta kurang mengoptimalkan energi yang tersedia, pola makan makanan cepat saji juga dapat mempercepat tingkat obesitas, penelitian membuktikan bahwa orang yang makan di restoran cepat saji secara teratur atau lebih dari dua kali dalam satu minggu memiliki perbedaan bermakna antara empat sampai lima kg berat badannya bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak makan direstoran cepat saji.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,02 atau p < α yang artinya ada hubungan antara obesitas dengan hipertropi prostat.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Hastuti

Purnama Dewi (2011) pada pasien yang didiagnosa menderita kangker prostat di Rumah Sakit Moewardi Surakarta yang menunjukkan bahwa 72% responden memiliki riwayat obesitas sebelumnya.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shirley E. Otto (2005) yang mengatakan bahwa penumpukan lemak dalam tubuh dapat memicu pembentukan sel-sel prostat. Oleh sebab itu, pria obesitas memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker prostat.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti berasumsi bahwa seorang laki-laki yang obesitas akan beresiko terkena hipertropi prostat. Hal ini bisa disebabkan karena hampir semua kasus obesitas terjadi karena komsumsi lemak yang berlebihan. Sedangkan konsumsi lemak berlebihan pada penelitian saya sangat erat kaitannya dengan kejadian hipertropi prostat.

2. Faktor Lingkungan Kerja

Berdasarkan data pada tabel 7 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang merokok, dari 23 responden tersebut, 19 responden (47.5%) yang hipertropi prostat dan 4 responden (10%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang tidak meroko diantaranya terdapat 5 responden (12.5%) yang hipertropi prostat dan 12 responden (30%) yang tidak hipertropi prostat.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,001 atau p < α yang artinya ada hubungan antara merokok dengan hipertropi prostat.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Suheri (2009) yang menunjukkan bahwa sebanyak 45 responden (88,8%) yang mengalami hipertropi prostat merupakan perokok aktif.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Patric Davey (2010) yang mengatakan, kanker prostat banyak diakibatka oleh radiasi dan polutan. Polusi industri, asap rokok, kendaraan dapat menjadi pemicu munculnya sel kanker.

Berdasarkan pembahasan di atas peneliti berasumsi bahwa merokok dapat menyebabkan hipertropi prostat. Sesuai dengan peringatan bahaya rokok yang mengatakan bahwa rokok dapat

menyebabkan kanker. Rokok

(5)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

614

pembesaran prostat, yang apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik, maka akan berkembang menjadi kanker. 3. Faktor Perilaku Merokok

Berdasarkan data pada tabel 8 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 23 responden (57.5%) yang memiliki pola makan tidak sehat, dari 23 responden tersebut, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 2 responden (5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 17 responden (42.5%) yang pola makannya sehat, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 14 responden (35.0%) yang tidak hipertropi prostat.

Pola makan merupakan changeble risk faktor terjadinya kanker prostat, konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi utamanya lemak hewani akan meningkatkan resiko terkena kanker prostat. Peranan lemak dalam meningkatkan resiko kanker prostat terjadi dengan beberapa mekanisme, pertama lemak dapat mempengaruhi kadar testoteron, suatu hormon yang diperlukan untuk sel - sel prostat baik jinak maupun ganas. Pria yang mengkonsumsi sedikit lemak akan mempengaruhi kadar hormon testoteron yang relatif rendah, kedua lemak adalah sumber radikal bebas dan yang ketiga adalah hasil metabolis asam lemak merupakan zat karsinogenik contohnya asam tidak jenuh omega - 6 yang dapat memicu pertumbuhan kanker prostat.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α yang artinya ada hubungan antara pola makan dengan hipertropi prostat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Ariadi (2011) tentang riwayat gizi penderita hipertropi prostat di sebuah Rumah sakit di Samarinda. Dalam penelitian ini ditemukan, 81 % penderita memiliki riwayat konsumsi lemak berlebihan.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Shirley E. Otto (2005) yang mengatakan bahwa, kebiasaan makan sehari-hari, terutama komsumsi lemak dalam jumlah yang banyak seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang barat, yang mengakibatkan perubahan metabolisme hormon, diperkirakan menjadi faktor yang berhubungan erat dengan kejadian kanker prostat.

Dari penjelasan di atas, maka peneliti dapat menarik asumsi bahwa pola

makan yang tidak sehat dapat mempengaruhi terjadinya hipertropi prostat. Pola makan yang tidak sehat seperti komsumsi lemak berlebihan merupakan faktor yang dapat mengganggu metabolisme dalm tubuh. Sehingga gangguan ini tentunya dapat mempengaruhi timbulnya sel-sel abnormal seperti pada hipertropi prostat.

4. Faktor Perilaku Minum Alkohol

Berdasarkan data pada tabel 9 terlihat bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 22 responden (57.5%) yang memiliki aktivitas seksual tidak teratur, 21 responden (52.5%) yang hipertropi prostat dan 1 responden (2.5%) yang tidak mengalami hipertropi prostat. 18 responden (45.0%) yang aktivititas seksual teratur, diantaranya terdapat 3 responden (7.5%) yang hipertropi prostat dan 15 responden (37.5%) yang tidak hipertropi prostat.

Pembengkakan prostat

direalisasikan (disebabkan) dengan kegiatan seks berlebihan. Saat kegiatan seksual kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi, jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak permanen.

Seks yang berlebihan akan

mengakibatkan infeksi prostat yang meningkatkan BPH sehingga terjadilah hipertropi prosta. Seks yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang pria menjadi kurus akibat ini terjadi karna tingginya intensitas seks yang dilakukan oleh pria tidak didukung dengan asupan makanan dan kecukupan latihan fisik yang baik. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormone testoteron.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,000 atau p < α yang artinya ada hubungan antara aktivitas seksual dengan hipertropi prostat.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Joice (2010) yang menemukan bahwa 65 % penderita hipertropi prostat memiliki kebiasaan seks yang buruk atau yang tidak teratur disebabkan karena kegiatan seks berlebihan.

(6)

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721

615

patogen tertentu, kadmium, bahan-bahan

kimia industri dan urbanisasi.

Dari penjelasan di atas maka peneliti dapat berasumsi bahwa kebiasaan seksual yang tidak teratur, dapat mempengaruhi timbulnya hipertropi prostat. Ini bisa tertjadi karena, pada saat melakukan hubungan, maka kelenjar prostat akan bekerja dalam membantu ereksi. Apabila kerja dari prostat ini tidak teratur maka akan memicu gangguan pada sel dalam prostat tersebut. Gangguan inilah yang berpotensi menimbulkan hipertropi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertropi prostat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Ada Hubungan yang bermakna antara Obesitas dengan kejadian hipertropi prostat.

2. Ada Hubungan yang bermakna antara merokok dengan kejadian hipertropi prostat.

3. Ada Hubungan yang bermakna antara Pola Makan dengan kejadian hipertropi prostat.

4. Ada Hubungan yang bermakna antara Aktifitas Seksual dengan kejadian hipertropi prostat.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan,maka saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar dapat meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kejadian yang berhubungan dengan hipertropi prostat serta dapat melakukan kegiatan monitoring prevalensi kejadian hipertropi prostat yang dilaksanakan secara berkesenambungan.

2. Disarankan bagi masyarakat lebih waspada terhadap kejadian hipertropi prostat terutama bagi laki – laki yang berumur lebih dari 40 tahun.

3. Disarankan bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti tentang kejadian hipertropi prostat agar penelitian dapat dilakukan dalam skala besar dengan jumlah sampel yang besar dan tempat penelitian diperluas ke rumah sakit lainnya sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Atika, Proverawaty. 2010, Obesitas dan Gangguan Prilaku , Yogyakarta : Maha Medika.

Burnett, dkk. 2010, Panduan untuk Penderita Kanker Prostat, Jakarta : Permata Puri Media

Brunner & Suddarth, 2012, Buku Ajar Keperawatan Bedah , Jakarta : Selemba Medika. Bustam, 2007, Epidemiologi Penyakot tidak Menular, Jakarta : Rineka.

Danny, dkk. 2008, Ar A Glance Sistim Reproduksi.

Ellizabet Aula, 2011, Skarang atau tidak sama sekali, Makassar.

Muttaqin,Arif. Dkk, 2012, Asuhan Keperawatan Sistim Perkemihan, Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Rahayu, 2009, Mengenal, Mencegah, dan Mengobati kanker, Viktory Inti Cipta.

Sulistyoningsih, 2011, Gizi untuk Kesehatan Anak, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Tarwato, 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.

Verawaty, dkk., 2011, Merawat dan Menjaga Kesehatan Seksual Pria, Bandung, Grafindo.

Gambar

tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Sejarah yang cukup panjang dari misi Kristen baik yang Katolik maupun Protestan menjadikan proses ini meninggalkan banyak cerita dan kisah. Tidak hanya kisah ini menarik

Perpaduan bentuk bangunan kolonial Belanda dengan rumah tradisional Bugis pada Villa Yuliana tersebut oleh Van de Wall dan Parmono Atmadi disebut sebagai bangunan

Selaras dengan permasalahan yang telah diuraikan, peneliti ingin mengembangkan game pembelajaran bahasa Korea menggunakan unity yang nantinya materi yang ada pada

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Sekolah Pascasarjana).

Hasil penelitian ramuan formula jamu aprodisiaka yang terdiri dari infusa rimpang temulawak 15 gram, buah cabe jawa 3 gram, herba pegagan 9 gram, buah krangean 3

8.2.2 Bahwa Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha

‘This thing’s starting to crack open.’ The Doctor locked eyes with Paak for one moment of understanding, then they were hauling the still confused Flyn to her feet and Bernice

Hak-hak yang termasuk dalam daftar hak fundamental adalah hak untuk hidup, kebebasan dari tindakan penyiksaan, dari perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat,