• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Gizi (S.Gz)

KHAIRUN NIDA

08S1AJ0007

PROGRAM STUDI GIZI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HUSADA BORNEO BANJARBARU

▸ Baca selengkapnya: tuliskan faktor faktor dalam penyajian/pengemasan makanan

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

N a m a : Khairun Nida

NIM : 08S1AJ0007

Program Studi : Gizi

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum

Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penulisan karya ilmiah yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak melakukan pelanggaran sebagai berikut :

- Plagiasi tulisan maupun gagasan - Rekayasa dan manipulasi data

- Meminta tolong atau membayar orang lain untuk meneliti

- Mengajukan sebagian atau seluruh karya ilmiah untuk publikasi atau untuk memperoleh gelar atau sertifikat atau pengakuan akademik atau profesi ditempat lain

Apabila terbukti saya melakukan pelanggaran tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Khairun Nida

NIM : 08S1AJ0007

Skripsi ini telah disetujui untuk di Sidangkan

Banjarbaru, 28 Januari 2011 Pembimbing Utama,

Rusman Efendi, SKM, Msi NIDN : 1218047801

Pembimbing Pendamping,

Norhasanah, SGz NIDN : 1119098402

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Khairun Nida

NIM : 08S1AJ0007

Skripsi ini telah dipertahankan di depan dewan penguji dan disetujui Pada tanggal : 18 Maret 2011

Penguji 1 (Ketua),

Rusman Efendi, SKM, Msi NIDN : 1218047801

Penguji 2 (Anggota), Penguji 3 (Anggota),

Norhasanah, SGz Mahyuni, SSos, MPH

NIDN : 1119098402

Diketahui

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ketua Program Studi Gizi

Kesehatan Husada Borneo

Rusman Efendi, SKM, MSi Norhasanah, SGz

(5)

ABSTRAK

Khairun Nida, 08S1AJ0007

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA

MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT JIWA

SAMBANG LIHUM

Skripsi. Program Gizi. 2011 (xiii + 43 + lampiran)

Pelayanan makan pasien di rumah sakit bertujuan untuk mencukupi kebutuhan zat-zat gizi pasien guna menunjang proses penyembuhan dan mencapai status gizi optimal. Namun sampai sekarang mutu pelayanan makan rumah sakit belum dapat dikatakan memadai. Masalah yang dihadapi adalah tingkat konsumsi yang kurang sehingga menyebabkan sisa pada makanan yang disajikan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan pasien rawat inap di RS Jiwa Sambang Lihum. Rancangan penelitiaan adalah cross sectional dengan pendekatan survey. Subjek penelitian berjumlah 59 orang yaitu pasien kelas III di ruang Pinus dan ruang Nusa Indah yang sudah tenang, dapat diajak berkomunikasi dan dapat makan sendiri. Pasien yang berumur > 35 tahun sisa makanan yang paling banyak yaitu sayur 93,1 %, sedangkan yang berumur < 35 tahun yang paling banyak sisa juga sayur yaitu 43,3 % Pasien dengan pendidikan > SMA sisa makanan yang banyak adalah sayur yaitu 80 %, sedangkan yang pendidikan < SMA yang banyak sisa juga sayur yaitu 63,6 % . Cita rasa makanan memuaskan sebesar 54,2 % dan tidak memuaskan sebesar 45,8 %. Rata-rata sisa makanan pasien bersisa banyak ( > 25 % ) pada jenis makanan sayur yaitu sebesar 67,8 %, lauk hewani bersisa 52,2 % dan lauk nabati bersisa 50,8 %. Ada hubungan antara sisa makanan dengan umur dan sisa makanan dengan cita rasa makanan. Tidak ada hubungan antara sisa makanan dengan tingkat pendidikan.

(6)

ABSTRACT

Khairun Nida, 08S1AJ0007

THE FACTORS THAT RELATED TO MEAL REMNANT OF

STAY OVERNIGHT TREATMENT PATIENT IN SAMBANG

LIHUM MENTAL HOSPITAL

Script. Nutrient Program. 2011 (xiii + 43 + appendix)

The service of patient’s meal in hospital purposed to complete the necessity of substances patient’s nutrient in order to support the healing process and reach optimum nutrient status. However until now, the quality of meal service in the hospital does not said complete yet. The problema that faced is the consumption level which is less, so that it causes remnant at served meal. The purpose or this research is to know the factors that related to meal remnant of stay overnight treatment patient in Sambang Lihum Mental Hospital. The design of the research is cross sectional with survey approach. The subject of the research number in 59 people, they are patient of class III in Pinus Room and Nusa Indah Room which are already calm, can be invited to communicate and can eat by them selves. Patient’s who are more tan equal 35 years old, the most of meal remnant is vegetable 93,1 %, patient are less than 35 years old, the most of meal remnant is vegetable too, 43,3%, patient who are educated more tan equal from higt school, the most is vegetable too 80%, while patients less tan from high shcool, the most is also vegetable 63,6%. The taste of the meal is satisfying in the amount of 54,2% and not satisfying in the amount of 45,8 %. The average of the patient’s meal remnant is so much (more than 25%) to the kind of vegetable mea lis in the amount of 67,8%, animal dish is left over 52,2%, and vegetable dish is left over 50,8%. There is a relation between the meal remnant with age and the meal remnant with the taste. There is no relation between the meal remnant with education degree.

(7)

Puji melimpahk proposal menyelesai Kesehatan Yang Berh Jiwa Samb Pad besarnya k ini dapat t terhormat : 1. Bapa Kese yang 2. Ibu N Stike yang skrip 3. Bapa dan m 4. Dose Born skrip 5. Oran mem penul KATA PENGANTA

Puji dan syukur penulis panjatkan keh mpahkan Rahmat dan KaruniaNya sehingg osal ini dengan baik, yang merupak

elesaikan pendidikan pada Program Stud hatan Husada Borneo. Judul yang dijadika Berhubungan dengan Sisa Makanan Pasi Sambang Lihum Banjarmasin”.

Pada kesempatan ini penulis mengucap rnya kepada semua pihak yang telah memb

apat terwujud. Ucapan terima kasih ini p rmat :

Bapak Rusman Efendi, SKM, Msi selak Kesehatan Husada Borneo Banjar Baru yang telah memberikan petunjuk dan bimb Ibu Norhasanah, S.Gz selaku Ketua Pro tikes Husada Borneo Banjar Baru dan s yang telah dengan sabar dan teliti mem skripsi ini.

Bapak Mahyuni, Ssos, MPH selaku pengu dan masukan untuk kesempurnaan penyusu Dosen dan staf pengajar Program Studi S Borneo yang turut membantu dan membe skripsi ini.

Orang tua tersayang, juga Kakakku memberikan doa dan dorongan yang tu penulis dapat menyelesaikan pendidikan d

NTAR

an kehadirat Allah SWT yang telah ehingga penulis dapat menyelesaikan rupakan salah satu syarat untuk. Studi S1 Gizi Sekolah Tinggi Ilmu jadikan skripsi adalah “Faktor-Faktor n Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit

gucapkan terima kasih yang membantu sehingga penulisan skripsi

ini penulis sampaikan kepada yang

selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Baru dan selaku pembimbing utama

imbingannya.

Program Studi S1 Gizi Kesehatan dan selaku pembimbing pendamping, membimbing penulis menyelesaikan

penguji yang telah memberikan kritik enyusunan skripsi ini.

tudi S1 Gizi Kesehatan Stikes Husada memberi dorongan dalam penyusunan

kku dan Adik-adikku yang selalu ng tulus serta penuh kasih sehingga ikan dan penyusunan skripsi ini.

(8)

6. Suami dan anakku tercinta, yang telah sabar dan penuh pengertian selalu memberikan dukungan moril, materiil serta doa yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Gizi Alih Jenjang

Stikes Husada Borneo, semoga kekompakan dan kebersamaan kita tetap terjalin.

8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhirnya semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Banjarbaru, Maret 2011

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PERNYATAAN...ii

HALAMAN PERSETUJUAN...iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ..iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Manfaat Penelitian...4 1.5 Keaslian Penelitian... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ... 6

2.2 Landasan Teori... ... 19

2.3 Kerangka Konsep... 21

2.4 Hipotesis Penelitian... 21

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

(10)

3.4 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional... 22

3.5 Instumen Penelitian...24

3.6 Teknik Pengumpulan Data...24

3.7 Teknik Analisa Data... . 25

3.8 Prosedur Penelitian... 25

3.9 Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 27

4.1.1 Gambaran Umum RSJ Sambang Lihum ... 27

4.1.2 Gambaran Umum Instalasi Gizi RSJ Sambang Lihum...28

4.1.3 Karakteristik Pasien... 29

4.1.4 Cita Rasa Makanan Pasien... 30

4.1.5 Sisa Makanan Pasien...30

4.1.6 Hubungan sisa makanan dengan umur...31

4.1.7 Hubungan sisa makanan dengan tingkat pendidikan...33

4.1.8 Hubungan sisa makanan dengan cita rasa makanan... 34

4.2 Pembahasan... 35

4.2.1 Umur... 35

4.2.2 Tingkat Pendidikan... 35

4.2.3 Cita Rasa Makanan Pasien... 36

4.2.4 Sisa Makanan Pasien...36

4.2.5 Hubungan sisa makanan dengan umur...37

4.2.6 Hubungan sisa makanan dengan tingkat pendidikan... 38

4.2.7 Hubungan sisa makanan dengan cita rasa makanan... 38

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Standar gizi untuk penderita gangguan jiwa...10

Tabel 3.1 Definisi Operasional...23

Tabel 4.1 Distribusi Ketenagaan di Instalasi Gizi RSJ Sambang Lihum...28

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Menurut Umur...29

Tabel 4.3 Distribusi Pasien Menurut Tingkat Pendidikan...30

Tabel 4.4 Cita rasa makanan pasien...30

Tabel 4.5 Rata-rata sisa makanan menurut jenis makanan...31

Tabel 4.6 Hubungan sisa makanan dengan umur...32

Tabel 4.7 Hubungan sisa makanan dengan tingkat pendidikan...33

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Faktor yang berhubungan dengan persepsi makanan ... 20

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Karakteristik Pasien

Lampiran 2 Kuesioner Cita Rasa Makanan

Lampiran 3 Formulir Taksiran Sisa Makanan

Lampiran 4 Stuktur Organisasi Instalasi Gizi RSJ Sambang Lihum

Lampiran 5 Menu Kelas III

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 tujuannya adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dengan prilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2000).

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang memegang peranan penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Fungsi dari rumah sakit memberikan pelayanan yang sempurna, baik pencegahan maupun pengobatan penyakit. Dalam UU No. 23/1992 tentang kesehatan disebutkan berbagai sarana atau tempat untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang menangani khusus satu macam penyakit adalah Rumah Sakit Khusus, diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa (Depkes 1991-1992).

Salah satu upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus seperti Rumah Sakit Jiwa adalah pelayanan gizi yang dalam pelaksanaannya berintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain yang ada di rumah sakit. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan faktor penunjang dalam rangka meningkatkan status gizi pasien (Depkes 1990). Saat ini pelayanan gizi mulai dijadikan tolok ukur mutu pelayanan di rumah sakit karena makanan merupakan kebutuhan dasar manusia dan sangat dipercaya menjadi faktor pencegah dan membantu penyembuhan suatu penyakit.

Berdasarkan Surat Keterangan Menteri Kesehatan No. 134/Menkes/IV/1978 bahwa ada 4 kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit yaitu : 1) Kegiatan pengadaan dan penyediaan makanan, 2) Kegiatan pelayanan gizi rawat inap, 3) Kegiatan penyuluhan dan konsultasi serta rujukan gizi, 4)

(15)

Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi terapan (Depkes RI, 1991). Keempat kegiatan tersebut dilaksanakan di rumah sakit dengan pertimbangan kesiapan tenaga atau sumber daya manusia, saran dan prasarana serta manajemen yang baik.

Pelayanan makan pasien di rumah sakit bertujuan untuk mencukupi kebutuhan zat-zat gizi pasien guna menunjang proses penyembuhan dan mencapai status gizi optimal. Namun sampai sekarang mutu pelayanan makan rumah sakit belum dapat dikatakan memadai. Masalah yang dihadapi masih merupakan masalah mendasar seperti kekurangan sumber daya, biaya, tenaga dan sarana fisik. Pelayanan makanan juga merupakan komponen yang cukup besar dalam pembiayaan rumah sakit sehingga perlu dikelola secara efisien dan efektif (Depkes, 1991).

Menurut Suharjo (1989) mengkonsumsi pangan berarti juga mengkonsumsi zat gizinya. Salah satu faktor penyebab terjadinya kurang gizi adalah kurangnya intake zat gizi essensial karena makanan yang dikonsumsi tidak cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bila keadaan ini terjadi pada penderita yang dirawat di rumah sakit, selain akan menurunkan status gizi penderita, juga akan memperpanjang hari rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Berbagai faktor penyebab kurang gizi pada pasien yang dirawat, diantaranya adalah asupan zat gizi yang kurang karena kondisi pasien, hilangnya nafsu makan, faktor ekonomi, defresi (faktor stress), kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan lama dirawat yang dapat menimbulkan kebosanan terhadap makanan yang disajikan.

Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana seseorang memilih makanan yaitu kesenangan dan ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan dan ketakhyulan, aktualisasi diri, faktor agama serta psikologis dan yang paling akhir dan sering tidak dianggap penting, pertimbangan gizi dan kesehatan (Hartono,2000). Menurut Djamaluddin (2002) jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur dan cita rasa pasien juga mempengaruhi seseorang dalam memilih makanaan yang dikonsumsi .

Sisa makanan (waste) merupakan indikator penting dari pemanfaatan sumber daya dan persepsi konsumen terhadap penyelenggaraan makanan

(16)

(Frakes et al,1986). Data Sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan pelayanan makanan, serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau perorangan. Thomson et al (Cit. Djamaluddin,2002)

Berdasarkan penelitian Chanzul Rijadi (2002) pada Rumah Sakit Islam Samarinda dari 35 responden 30,4% tidak dapat menerima makanan biasa yang disajikan, padahal bila makanan yang disajikan tidak dihabiskan, apalagi berlangsung dalam waktu lama, akan menyebabkan pasien mengalami defisiensi zat-zat gizi dan ini berarti pelayanan gizi tidak tercapai. Demikian juga dengan hasil penelitian Zulfah (2002), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi rumah sakit di RSU DR. Zainoel Abidin Banda Aceh menyatakan pasien dengan intake makanan yang tidak cukup kemungkinan mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terjadinya malnutrisi rumah sakit dibandingkan dengan pasien yang intake makanannya cukup.

Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum adalah rumah sakit tipe A dengan kapasitas 250 tempat tidur, memiliki 12 kelas perawatan dan 16 pelayanan instalasi penunjang yang salah satunya adalah instalasi gizi. Dengan sistem penyelenggaran makanan sentralisasi untuk ruang pria dan desentralisasi untuk ruang wanita.

Pasien di rumah sakit jiwa adalah pasien yang mengalami gangguan kejiwaan. Pasien gangguan jiwa mempunyai perilaku makan yang berbeda-beda, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai nafsu makan yang tidak teratur. Pada suatu saat mereka mampu menghabiskan makanan yang disediakan, tetapi pada saat lain mereka bahkan tidak menyentuh makanan yang disajikan atau bahkan membuangnya (Astuti 1991). Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat konsumsi yang pada akhirnya menyebabkan sis\a pada makanan yang disajikan.

Hasil observasi secara visual yang pernah dilakukan di instalasi gizi Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, menunjukkan masih adanya sisa makanan, terutama diruang rawat inap kelas III. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan pasien di ruang rawat inap kelas III RS Jiwa Sambang Lihum. Karena menurut Almatsier (1992) makanan pasien mempunyai

(17)

nilai ekonomi yang cukup besar dalam pembiayaan di rumah sakit sehingga perlu dikelola secara efektif dan efisien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Berapa jumlah sisa makanan di RS Jiwa Sambang Lihum?

2. Faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan sisa makanan pasien rawat inap di RS Jiwa Sambang Lihum?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan pasien rawat inap di RS Jiwa Sambang Lihum

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi umur pasien rawat inap RS Jiwa Sambang Lihum 2. Mengidentifikasi tingkat pendidikan pasien rawat inap RS Jiwa

Sambang Lihum

3. Mengidentifikasi cita rasa makanan pasien rawat inap RS Jiwa Sambang Lihum

4. Mengidentifikasi jumlah sisa makanan pasien rawat inap RS Jiwa Sambang Lihum

5. Menganalisa hubungan sisa makanan pasien rawat inap RS Jiwa Sambang Lihum menurut umur.

6. Menganalisa hubungan sisa makanan pasien rawat inap RS Jiwa Sambang Lihum menurut pendidikan.

7. Menganalisa hubungan sisa makanan pasien rawat inap RS Jiwa Sambang Lihum menurut cita rasa makanan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberi manfaat bagi : a. Bagi Peneliti

(18)

Bahan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan di rumah sakit

b. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan data, khususnya sebagai bahan evaluasi terhadap penyelenggaraan makanan.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Khairunnas (2001), berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien yang dirawat inap di RS Dr. Ahmad Mochtar Bukit Tinggi.

Hasil penelitiannya, jenis hidangan yang tersisa adalah makanan pokok (45%), hal ini disebabkan karena perubahan bentuk makanan yang biasa dikonsumsi dirumah dengan yang diberikan di Rumah Sakit. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengamati sisa makanan pasien dengan metode cross sectional, perbedaannya penelitian tersebut menggunakan metode penimbangan sedangkan penelitian ini menggunakan taksiran visual comstock.

2. Murwani (2002), berjudul Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan metode Taksiran Visual Comstock “ Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akurasi visual dengan skala comstock 6 poin . Metode penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancangan cross sectional, untuk mengetahui korelasi antara metode taksiran visual comstock dan metode penimbangan digunakan pearson product moment. Hasil yang didapatkan adalah tidak ada perbedaan yang bermakna antara penentuan sisa makanan dengan metode taksiran visual Comstock 6 poin dan metode penimbangan. 3. Djamaluddin (2002), berjudul Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan

Biasa di Rumah Sakit Sarjito Yogjakarta. Jenis penelitian Observasional dengan rancangan Cross sectional. Hasil penelitian sisa makan banyak dijumpai pada waktu makan pagi terdapat pada sayuran sebesar 25,33%, nasi 23,1% dan lauk nabati 21,8%. Penelitian ini sama-sama mengamati sisa makanan pasien tetapi lebih memfokuskan pada faktor-faktornya saja, tidak dianalisis zat gizi dan biayanya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengkoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif (Depkes RI, 2003).

Instalasi gizi adalah wadah yang mengelola kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit. Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) dilihat dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Tujuan dari PGRS adalah membantu masyarakat rumah sakit (pasien, pengunjung dan petugas rumah sakit) untuk memilih dan memperoleh makananan yang memenuhi persyaratan gizi, agar mencapai status gizi yang optimal. Pengertian tentang tujuan ini bukan berarti instalasi gizi harus menyediakan makanan bagi seluruh masyarakat rumah sakit. Bantuan dapat diberikan berupa transfer pengetahuan dan ketrampilan gizi/diit kepada pasien, pengunjung dan petugas rumah sakit lain (Mukrie,1990)

Berdasarkan mekanisme kerja pelayanan gizi di rumah sakit maka kegiatan pokok PGRS dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok kegiatan yaitu kegiatan pengadaan dan penyediaan makanan bagi orang sakit atau petugas; pelayanan gizi di ruang rawat inap; penyuluhan atau konsultasi dan rujukan gizi , serta kegiatan penelitian dan pengembangan gizi terapan. Kegiatan ini berbeda untuk setiap kelas rumah sakit tergantung dari besar instalasi gizi serta luas pelayanan kesehatan yang diberikan serta beban kerja yang ditetapkan. (Depkes RI,2003)

Pelayanan gizi rawat inap, merupakan rangkaian kegiatan dimulai dari upaya perencanaan penyusunan diit pasien hingga pelaksanaan

(20)

evaluasinya diruang perawatan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengadaan atau penyediaan makanan dari instalasi gizi, yang dalam kaitannya dengan penyembuhan pasien. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan terapi diit yang sesuai dengan kondisi pasien dalam upaya mempercepat penyembuhan melalaui penyediaaan makanan khusus, upaya perubahan sikap dan prilaku terhadap makanan selama dalam perawatan, adanya peran serta masyarakat , dan mencegah kambuh penyakit (Depkes RI, 2003)

Studi visual sisa makanan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai standar pencapaian menu dan membantu dalam meningkatkan informasi dan efisiensi menu. Dengan meminimalkan sisa, sebuah menu dapat dianggap ikut pula mengoptimalkan gizi pasien (Connors,et al, 2004).

2.1.2 Standar Makanan Rumah Sakit

Setiap orang dalam hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit. Menurut Moehyi (1995) makanan dalam upaya penyembuhan penyakit berfungsi sebagai salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan atau tindakan medis.

Pemberian makanan pada orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan penyakitnya dengan memperhatikan konsistensi makanan dan kandungan gizinya agar orang sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi penyakit dan faktor stress (Depkes 2003).

Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien.

(21)

Makanan yang diberikan kepada orang sakit disesuaikan dengan keadaan penyakitnya. Oleh karena itu, banyak sekali kemungkinan modofikasi yang dapat dilakukan. Modifikasi dapat berkenaan dengan : Konsistensi makanan yaitu dari makanan biasa menjadi makanan lunak,

makanan saring, atau makanan cair

Kandungan kalori dalam makanan, terutama berkenaan dengan jumlah hidrat arang, protein dan zat lemak.

Kandungan unsur gizi tertentu, baik mengenai jenis ataupun jumlah unsur gizi.

Apapun modifikasi yang dilakukan haruslah senantiasa diperhatikan agar orang sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya (Moehyi, 1999).

2.1.3 Kesehatan Jiwa

Berdasarkan UU No 3 tahun 1996 dijelaskan yang dimaksud dengan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sedangkan gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi kejiwaan. Yang dimaksud dengan fungsi kejiwaan adalah proses berfikir, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk berbicara.

Penyebab timbulnya gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psychose) merupakan akibat dari tidak mampunya orang dalam menghadapi kesukaran dengan wajar atau ia tidak sanggup menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa antara lain frustasi (tekanan perasaan), konflik/pertentangan batin dan kecemasan. (Daradjat, Z 2001).

Dari hasil berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, walaupun kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala antara lain ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan

(22)

murung, gelisah/cemas, perbuatan yang terpaksa (compulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran buruk. Semuanya itu mengganggu ketenangan hidup misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya. Ada perbedaan antara neurose dan psychose. Orang yang terkena neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang kena psychose kepribadiannya sangat terganggu, tidak ada integritas dan hidup jauh dari alam kenyataan (Daradjat, Z 2001).

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III gangguan jiwa diartikan sebagai adanya kelompok gejala-gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan (distress) dan berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang. Bila disimpulkan ganguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental diantaranya emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomorik dan verbal (Maslim, R 1996).

Penderita gangguan jiwa mempunyai perilaku makan yang berbeda-beda, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai nafsu makan yang tidak teratur. Pada suatu saat mereka mampu menghabiskan makanan yang disediakan, tetapi pada saat lain mereka bahkan tidak menyentuh makanan yang disajikan atau bahkan membuangnya (Astuti 1991).

Keadaan nafsu makan yang tidak teratur disebabkan karena adanya waham, halusinasi, keinginan bunuh diri, hiperaktif, hipertim (keadaan yang sangat menggembirakan), hipotim (keadaan yang menyedihkan), suasana baru yang mencekam dan membosankan serta berfikiran bahwa makanan mempunyai arti simbolik (Depkes 1997).

Pengaturan diet dan penyusunan menu makanan untuk pasien gangguan jiwa dan neurologi, disesuaikan dengan individu pasien dan penyakit yang diderita. Berbagai kondisi fisiologis pasien bervariasi dan berbeda pada penyakit yang menyerang susunan saraf pusat yang menimbulkan gangguan antara lain kejang, kesadaran menurun dan dimensia yang membutuhkan diet khusus. Pemberian diet disini bertujuan

(23)

untuk mempertahankan status gizi normal, dengan memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien, dimana kalori dan protein diberikan sesuai kondisi berat ringannya penyakit (Depkes 2003). Diet yang direkomendasikan untuk penderita gangguan jiwa antara lain :

1. Memberikan diet ketogenik dengan menyesuaikan lemak sebagai sumber energi utama bertujuan untuk menurunkan serangan kejang. 2. Pemberian makanan tinggi kalori pada kesadaran menurun untuk

mengoreksi adanya stress. Protein, lemak, vitamin dan mineral disesuaikan dengan penyakitnya.

3. Bentuk makanan cair, lunak atau makanan biasa dapat diberikan secara oral, enteral atau parenteral sesuai dengan tingkat kesadaran pasien. 4. Pada dimensia, pengaturan diet dan penyusunan menu makanan sesuai

status gizi pasien.

5. Pemberian vitamin dan mineral disesuaikan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Departemen Kesehatan menetapkan peraturan pemberian makanan untuk penderita gangguan jiwa dengan diet tinggi kalori tinggi protein (Depkes 1991).

Tabel 1 Standart gizi untuk penderita gangguan jiwa

No Komponen Berat (gram) Kkal

1 Beras 500 1.750 2 Daging 100 190 3 Telur 50 95 4 Tahu / tempe 100 160 5 Susu 15 76 6 Sayuran 200 78 7 Buah-buahan 200 80 8 Bumbu 25 0 9 Garam 10 0 10 Minyak Goreng 15 135 11 Gula Pasir 20 72 12 Kecap 5 0 13 Teh 3 0 Jumlah 2.636

(24)

2.1.4.Karakteristik Pasien 2.1.4.1 Umur

Umur seseorang adalah jumlah hari, bulan, tahun yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu.

Umur disini maksudnya adalah masa pada keadaan tertentu yang dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa antara lain :

a. usia bayi

Yang dimaksud masa adalah menjelang usia 2-3 tahun, dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi.

b. Usia prasekolah ( antara 2-7 tahun)

Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh displin dan otoritas.

c. Usia anak sekolah

Masa ini tandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga

d. Usia remaja

Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian) sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan yang hebat. Pada masa ini, seorang remaja mulai (hak-hak seperti orang dewasa), sedang dilain pihak belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya. Egosentrik bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.

e. Usia dewasa muda

Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri

(25)

dan umunya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan-gangguan jiwa.

f. Usia dewasa tua

Sebagai patokan, masa ini dicapai apabila status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap.

g. Usia tua

Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan masa ini berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah pahaman orangtua terhadap orang dilingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya, keterbatasan gerak, dapat menimbulkan kesulitan emosional cukup hebat (Yosep Iyus, 2007)

Menurut Almatsier umur pasien berhubungan dengan asupan makanan pasien. Umur pasien 41-90 tahun mempunyai kemungkinan 0,4 kali lebih kecil dalam asupan makanan pasien rawat inap dibandingkan dengan umur pasien 15-40 tahun.

2.1.4.2 Tingkat Pendidikan

Perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya dan diluar faktor dalam diri meliputi semua potensi individu sejak lahir , setiap manusia mempunyai potensi yang mengembangkan pikiran, perasaan segi sosial bakat dan minat dalam potensi ini akan tetep terpendam jika tidak dikembangkan melalui pendidikan, sehingga ditinjau dari potensi pendidikan mempunyai tugas untuk mengaktualisasikan potensi tersebut. Melalui pendidikan diharapkan terbentuk kepribadian seseorang yang boleh dikatakan hampir semua kelakuan individu dipengaruhi dan pada orang lain (Nasution 1995)

(26)

Menurut Tirtaraharja (2000), pendidikan dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk yaitu :

1. Pendidikan formal ( lingkungan sekolah )

dilingkungan sekolah, peserta didik untuk memeperluas bekal yang telah diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap. Bekal dimaksud baik berupa bekal dasar lanjutan (dari SD dan sekolah lanjutan) ataupun bekal kerja yang langsung dapat digunakan secara aplikatif (sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi). Kedua macam bekal tersebut dipersaipkan secara formal dan berguna sebagai sarana penunjang pembangunan diberbagai bidang.

2. Pendidikan Informal (lingkungan keluarga)

didalam lingkungan keluarga anak dilatih bertbagai kebiasaan yang baik (habit information) tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan dan moral. Disamping itu, kepada mereka ditanamkan keyakinan-keyakinan yang penting utamnya hal-hal yang bersifat religius. Hal-hal tersebut sangat tepat dilakukan pada masa kanak-kanak sebelum perkembangannya rasio mendominasi perilakunya. Kebiasaan baik dan dan keyakinan-keyakian penting yang mendarah dading merupakan landasan yang sangat diperlukan untuk pembangunan

3. pendidikan non formal (lingkungan masyarakat)

dilingkungan masyarakat, peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya melalui jalur formal. Pada masyarakat kita (sebagai masyarakat yang sedang berkembang). Sistem pendidikan non formal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini bertalian erat dengan semakin berkembangnya sektor swasta yang menunjang pembangunan. Disegi lain, hal tersebut dapat diartikan bernilai positif karena dapat mengkonpensasikan keterbatasan lapangan

(27)

kerja formal dilembaga-lembaga pemerintah. Disamping itu juga dapat memperbesar jumlah angka kerja tingkat dan menengah yang sangat diperlukan untuk memelihara proporsi yang selaras antara pekerja rendah, menengah dan tinggi. Hal demikian dapat dipandang sebagai upaya untuk menciptakan kestabilan nasional.

2.1.5 Sisa Makanan

Keberhasilan suatu pelayanan gizi di ruang rawat inap di evaluasi dengan pengamatan sisa makanan yang tidak di konsumsi setelah makanan disajikan (Sutarjo, 1999)

Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit. Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan aspek perilaku pasien. Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam menyusun menú pasien karena untuk orang sakit kebutuhan gizinya akan meningkat. Pemberian makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran dan buah dalam jumlah yang cukup, dan dapat dihabiskan oleh pasien (Moehyi, 1992).

Pasien yang menjalani rawat inap dalam waktu yang cukup lama, makanan yang disajikan dari rumah sakit seringkali tidak habis. Hal ini dimungkinkan akan berakibat terjadinya kekurangan zat gizi pada pasien. Kekurangan zat gizi tersebut sangat memudahkan terjadinya infeksi dan mendorong terjadinya malnutrisi.

Sisa makanan dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Waste yaitu makanan yang hilang karena tidak dapat diperoleh/diolah atau makanan hilang karena tercecer.

2. Platewaste yaitu makanan yang terbuang karena setelah dihidangkan tidak habis dikonsumsi.

Menurut ilmu kesehatan keseluruhan dari benda atau hal-hal yang tidak digunakan, tidak dipakai , tidak disenangi atau harus dibuang disebut

(28)

benda-benda bekas (waste). Sisa pengolahan ataupun sisa makanan yan mudah membusuk dalam ilmu kesehatan lingkungan disebut garbage (Azwar, 1996).

Dalam memberikan makanan di rumah sakit ada beberapa faktor bagaimana seseorang memilih makanannya. Faktor-faktor tersebut adalah kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan , kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama serta psikologis dan yang paling tidak dianggap penting, pertimbangan gizi serta kesehatan (Hartono,2000).

Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan, kelas perawatan, lama perawatan dan penyakit mempengaruhi sisa makanan pasien.

Jika faktor-faktor ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan akan baik sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan sisa.

2.1.6 Cita Rasa Makanan

Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera penglihatan, indera pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajukan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi, 1992).

Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu di makan. Kedua aspek itu sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan (Moehyi, 1992).

Dua aspek yang berkaitan dengan cita rasa adalah sebagai berikut: a. Penampilan makanan

(29)

Penampilan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan. Beberapa faktor berikut ini yang berkaitan dengan penampilan makanan yaitu: 1. Warna Makanan

Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan (West dan Wood, 1998).

Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat merangsang selera makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai daya tarik untuk dilihat, karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada konsumen.

Makanan yang bergizi, enak dimakan dan aromanya juga enak, tidak akan dimakan apabila warnanya memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1992)

2. Bentuk Makanan

Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan ketertarikan dalam menu karena dari bermacam-macam bentuk makanan yang disajikan (Spear dan Vaden,1984). Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi, 1992)

3. Besar Porsi

Besar porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan, porsi untuk setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan.Porsi yang terlalu besar atau terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan. Posi makanan juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang disajikan (Muchatab,1991) 4. Penyajian Makanan

Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan sebelum dikonsumsi, penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara penyusunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian makanan juga merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan (Moehyi, 1992).

(30)

Cara penyajian makanan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan (Depkes RI, 2003). Penelitian Dwiyanti (2003) menunjukkan penampilan yang menarik akan meningkatkan selera makan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang dihidangkan di rumah sakit.

b. Rasa Makanan

Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan cecapan (lidah), penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis asam dan pahit (Winarno,1997).

Mengkombinasikan berbagai rasa sangat diperlukan dalam mencipatakan keunikan sebuah menu. Dominasi satu macam rasa sangat tidak disukai.

Menurut Moehyi, (1992) Rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan merupukan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri, adapun beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan yaitu :

1. Aroma Makanan

Aroma Makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang dikeluarkan oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan yang berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 1992 )

2. Bumbu Masakan

Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk mendapatkan rasa yang enak dan khas dalam setiap pemasakan.

(31)

3. Tekstur Makanan

Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan dalam mulut. Gambaran dari tekstur makanan meliputi krispi, empuk, berserat, halus, keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan (krispi) ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya (Moehyi, 1992). Bermacam-macam tekstur dalam makanan lebih menyenangkan daripada satu macam tekstur.

4. Suhu Makanan

Suhu makanan waktu disajkan memegang peranan dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingan sangat mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa makanan sehingga dapat menguranggi selera untuk memakannya (Moehyi, 1992).

2.1.7 Metode Taksiran Visual

Prinsip dari metode taksiran visual adalah para penaksir (enumenator) menaksir secara visual banyaknya sisa makanan yang ada untuk setiap golongan makanan atau jenis hidangan. Hasil estimasi tersebut bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam bentuk gram atau dalam bentuk skor bila menggunakan skala pengukuran.

Metode taksiran visual dengan menggunakan skala pengukuran dikembangkan oleh comstock dengan menggunakan skor skala 6 poin dengan kriteria sebagai berikut :

0 : Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100% dikonsumsi)

1 : Jika tersisa ¼ porsi ( hanya 75% yang dikonsumsi)

2 : Jika tersisa ½ porsi ( hanya 50% yang dikonsumsi)

3 : Jika tersisa ¾ porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)

4 : Jika tersisa hampir mendekati utuh ( hanya dikonsumsi sedikit atau 5%)

(32)

Skala comstock tersebut pada mulanya digunakan para ahli biotetik untuk mengukur sisa makanan. Untuk memperkirakan berat sisa makanan yang sesungguhnya, hasil pengukuran dengann skala comstock tersebut kemudian dikonversi kedalam persen dan dikalikan dengan berat awal. Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara taksiran visual dengan persentasi sisa makanan (Comstock,1991).

Metode taksiran visual mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode taksiran visual antara lain: waktu yang diperlukan relatif cepat dan singkat, tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya dan dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan kemampuan menaksir dan pengamatan yang tinggi dan sering terjadi kelebihan dalam menaksir (over estimate) atau kekurangan dalam menaksir (under estimate) (Comstock, 1991).

2.2 Landasan Teori

Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu usaha kesehatan di rumah sakit yang bertujuan agar tercapainya kesembuhan pasien dalam waktu sependek mungkin. Pelayanan makanan yang baik, akan meningkatkan selera makan pasien selama masa rawat, sehingga juga meningkatkan asupan pasien dan kemungkinan terpenuhinya kebutuhan nutrisi pasien juga meningkat.

Dimensi yang berhubungan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi meliputi kualitas makanan, ketepatan waktu penyajian, reabilitas pelayanan, temperatur makanan, sikap petugas, distribusi makanan dan perlakuan lain terhadap pasien. Dube dkk. (1994). Kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi dapat diukur dengan pengamatan sisa makanan sebagai indikatornya.

Selain mutu produk makanan (penampilan dan rasa makanan), ada faktor lain yang berhubungan dengan persepsi pasien terhadap makanan yaitu demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan), lingkungan dan selera makan. Jika faktor-faktor ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan

(33)

akan baik sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan sisa. Hal ini dapat dilihat pada kerangka teoritis di bawah ini :

Gambar 1 : Faktor yang berhubungan dengan persepsi makanan (Almatsier,1992) Sistem penyelenggaraan makanan Menu Produksi Distribusi Sarana Tenaga Kontrol mutu Kontrol harga Mutu makanan Palatibilitas Akseptabilitas Penampilan - warna - bentuk - besar porsi - cara menata Rasa - Suhu - Bumbu - Tekstur - Bau Demografi - Umur - Gender - Pendidikan Lingkungan - Jenis RS - Kelas perawatan - Lama perawatan - Jenis diit Persepsi tentang makanan Selera makan - Penyakit - Pengobatan - Psikis

(34)

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Ket :

_______ = Variabel yang diteliti --- = Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2 : Kerangka konsep

2.4 Hipotesis

1. Ada hubungan sisa makanan menurut umur.

2. Ada hubungan sisa makanan menurut tingkat pendidikan 3. Ada hubungan sisa makanan menurut cita rasa makanan

Umur

Sisa makanan Pendidikan

Cita Rasa Makanan

Makanan dari luar RS Jenis kelamin

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan survey.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di RS Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin Sedangkan waktu penelitian pada Bulan Agustus – Oktober 2010.

3.3 Subjek Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah pasien kelas III yang dirawat inap di Ruang Pinus dan ruang Nusa Indah.

Subjek yang diteliti adalah pasien di ruang pinus dan nusa indah dengan kriteria sebagai berikut:

1. Bersedia menjadi subjek penelitian.

2. Pria dan wanita dewasa berusia 18 tahun keatas 3. Bisa di ajak berkomunikasi

4. Kondisi pasien dalam keadaan tenang dan dapat makan sendiri.

3.4 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel penelitian

Variabel bebas : karakteristik pasien (umur, pendidikan, cita rasa makanan.

(36)

3.4.2 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Skala Kriteria Objektif

Umur Lama waktu hidup

sejak lahir hingga penelitian berlangsung

Ordinal < 35 tahun ≥ 35 tahun (Juju, 2007) Pendidikan Jenjang pendidikan

formal yang pernah diikuti oleh responden dinyatakan dalam jenjang SD, SMP, SMA dan Sarjana

Ordinal Pendidikan tinggi (≥ SMA) Pendidikan rendah (< SMA) (Juju, 2007) Cita rasa makanan

Total skor penilaian sampel terhadap makanan yang di sajikan RS terdiri dari besar porsi, warna makanan, penyajian, aroma, rasa bumbu dan kematangan.

Ordinal Sangat memuaskan (76% - 100%) Memuaskan (51% - 75,9%) Tidak memuaskan (26% - 50,9%) Sangat tidak memuaskan (<26%) (Juju, 2007) Sisa Makanan

Jumlah makanan yang diberikan oleh RS (Makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayur, buah) yang tidak dikonsumsi oleh pasien

Ordinal Sisa makanan banyak (> 25%)

Sisa makanan sedikit (≤ 25)

(37)

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

i. Form untuk mendapatkan karakteristik pasien ( umur dan pendidikan). ii. Form untuk menilai cita rasa makanan pasien.

iii. Form skala Comstock 6 poin untuk menaksir sisa makanan pasien.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data Primer

Terdiri dari :

a. Data karakteristik pasien, seperti umur dan pendidikan yang diperoleh dari catatan medis pasien.

b. Data Cita rasa makanan pasien yang diperoleh melalui wawancara

dengan menggunakan kuesioner selama tiga hari pengamatan kemudian

dirata-ratakan pada hari terakhir penelitian. Sampel diminta untuk

menjawab sangat memuaskan (4), memuaskan (3), tidak memuaskan (2)

dan sangat tidak memuaskan (1). Pencapaian skor nilai dibagi skor hasil

dikali dengan 100, dikatakan sangat memuaskan bila prosentasinya:

76%- 100%, memuaskan: 51% - 75%, tidak memuaskan: 26% - 50,9%

dan sangat tidak memuaskan : < 25,9%.

c. Data sisa makanan pasien yang diperoleh melalui pengamatan (taksiran visual) dengan menggunakan skala Comstok 6 poin untuk setiap makan pagi, makan siang dan makan sore selama 3 hari.

2. Data Sekunder

Terdiri dari data gambaran umum Instalasi Gizi RS Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin diperoleh dari buku laporan tahunan Instalasi Gizi RS Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin.

(38)

3.7 Teknik Analisis Data

Analisa data yang digunakan adalah : a. Analisa Univariat

Digunakan untuk menginformasikan suatu variabel dalam kondisi tertentu tanpa dikaitkan dengan variabel lain yang dinyatakan dengan sebaran frekuensi baik secara angka-angka mutlak maupun secara persentase.

Dalam hal ini variabelnya adalah data karakteristik pasien (umur dan pendidikan), data cita rasa makanan dan data sisa makanan yang disajikan dalam bentuk tabel dan diolah secara deskriptif

b. Analisa Bivariat

Digunakan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu hubungan antara umur, pendidikan, cita rasa makanan dengan sisa makanan pasien. Data diolah dengan uji Chi – Square dengan tingkat kepercayaan 95% dan menggunakan program SPSS.

3.8 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini mempunyai dua tahap penggumpulan data yaitu: 1. Tahap Pra Penelitian

a. Meminta ijin kepada kepala ruang rawat inap yaitu ruang Pinus dan ruang Nusa Indah untuk melakukan penelitian

b. Menentukan observer yang akan membantu pengumpulan data dan menghubungi pasien untuk meminta kesediannya diwawancarai / menjadi responden

c. Mempersiapkan kelengkapan administrasi yang akan diperlukan (formulir, alat tulis, dll)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Memberi penjelasan dan pelatihan kepada observer yang bertujuan untuk menyamakan persepsi antar observer mengenai pengisian formulir skala Comstock 6 poin porsi makanan dan cara menaksir sisa makanan dengan menggunakan metode taksiran visual Comstock 6 poin.

(39)

c. Mengumpulkan hasil pengisian kuesioner data sisa makanan pasien dan data mengenai cita rasa makanan

d. Melakukan pengolahan data.

3.9 Keterbatasan dan kelemahan penelitian

1. Penelitian ini hanya mengamati bentuk makanan biasa sehingga tidak dapat menggambarkan sisa makanan dalam bentuk makanan lunak, saring dan cair.

2. Penelitian ini tidak mengamati makanan dari luar rumah sakit yang dikonsumsi pasien.

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum

Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum merupakan Rumah Sakit Khusus milik Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, yang terletak di wilayah Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar dengan luas areal ± 10 hektar, berdiri di atas lahan gambut dan jauh dari pemukiman penduduk.

Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum sebelumnya bernama Rumah Sakit Jiwa Tamban yang berlokasi di Kabupaten Barito Kuala. Pada tahun 2007 Rumah Sakit Jiwa Tamban direlokasi ke tempat baru dan namanya diganti menjadi Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum.

Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit Khusus Daerah Tipe A yang disyahkan dengan SK. No 580/Men.Kes/SK/VII/2009 tanggal 28 Juli 2009. Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum telah terakreditasi untuk 5 pelayanan dasar yaitu Administrasi Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Instalasi Gawat Darurat dan Pelayanan Rekam Medis.

Saat ini Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum memiliki 300 tempat tidur dan 333 orang pegawai. Dengan Visi, Menjadikan Pusat Pelayanan Profesional Kesehatan Jiwa Regional Kalimantan. Sedangkan Misi nya adalah :

a. Menyelenggarakan upaya Kesehatan Jiwa yang bersifat Holistik, Terpadu, Berkelanjutan, Terjangkau, Berjenjang, Profesional dan Bermutu.

b. Meningkatkan upaya Pencegahan, Promosi dan Penanggulangan Gangguan Jiwa dan masalah Psikososial dimasyarakat melalui jejaring pelayanan Kesehatan Jiwa.

(41)

c. Menyediakan dan mengembangkan fasilitas Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian dalam bidang pelayanan Kesehatan Jiwa untuk meningkatkan kualitas SDM.

d. Mewujudkan sistem manajemen keuangan dan pengelolaan sumber daya secara efisien dan akuntabel

4.1.2 Gambaran Umum Instalasi Gizi Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Instalasi Gizi Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum merupakan Instalasi penunjang medik yang dikepalai oleh seorang kepala instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit. Berdasarkan Struktur Instalasi gizi RS Jiwa Sambang Lihum mempunyai 3 sub bagian yaitu:

a. Sub bagian Asuhan Gizi rawat jalan dan rawat inap. b. Sub bagian penyelenggaraan makanan.

c. Sub bagian Penelitian dan Pengembangan Gizi Terapan.

Adapun Struktur Organisasi di Instalasi Gizi RSJ Sambang Lihum dapat dilihat pada lampiran 6. Pola ketenagaan Instalasi Gizi RSJ Sambang Lihum dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1: Distribusi Ketenagaan di Instalasi Gizi RSJ Sambang Lihum

NO JABATAN PENDIDIKAN JUM LAH S1 D3 D1 SMKK/ SLTA SMP/ SD 1. TENAGA GIZI 1 1 2 - - 4 2. TENAGA PEMASAK - - - 4 1 5 3. TENAGA KEBERSIHAN - - - 2 - 2 JUMLAH 1 1 2 6 1 11

Pembagian kerja di Instalasi Gizi Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum terbagi menjadi 3 Shift yaitu shift pagi, shift siang dan shift sore.

Penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum saat ini hanya melayani pasien yang dirawat inap saja untuk jenis makanan biasa dan diit. Siklus menu yang digunakan adalah siklus

(42)

menu 10 hari. Rata-rata jumlah pasien yang dilayani sehari sebanyak 250 orang pasien dengan makanan biasa untuk seluruh kelas perawatan.

Standar zat gizi makanan biasa yang disajikan perhari untuk energi 2636 kkal, protein 98,85 gram, lemak 58,6 gram dan karbohidrat 428,35 gram. Standar ini mengacu pada Buku penuntun Diit Edisi Baru yang diterbitkan Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesian

Setiap hari pasien mendapat tiga kali makan utama yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB, yang didistribusikan secara sentralisasi untuk ruangan wanita dan desentralisasi untuk ruangan pria.

Penyajian untuk kelas I menggunakan piring melamin, untuk kelas II menggunakan plato persegi dari bahan melamin sedangkan untuk kelas III plato persegi dari stainless steel dan rantang tutup dari bahan plastik.

Anggaran biaya Instalasi Gizi Rumah Sakit direncanakan pertriwulan, adapun biaya anggaran keseluruhan dari triwulan I sampai triwulan III (Januari – Desember 2010) sebesar Rp.1.800.000.000 untuk seluruh pasien yang dilayani pada saat itu. Dengan indek harga biaya makan kelas III perhari sebesar Rp. 17.000

4.1.3 Karakteristik Pasien

a. Distribusi Pasien Menurut Umur

Jumlah pasien pada penelitian ini sebanyak 59 orang, dengan karakteristik pasien secara umum disajikan pada tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Distribusi Pasien Menurut Umur

Variabel N % Umur < 35 tahun > 35 tahun 30 29 50,8 49,2 Jumlah 59 100

Berdasarkan tabel 2, Umur pasien < 35 tahun yaitu sebanyak 50,8 % dan > 35 sebanyak 49,2 %

(43)

b. Distrubusi Pasien Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 3. Distribusi Pasien Menurut Tingkat Pendidikan

Variabel N % Tingkat Pendidikan < SMA > SMA 44 15 74,6 25,4 Jumlah 59 100

Sedangkan tingkat pendidikan pasien berdasarkan tabel 3 sebagian besar tamat SD dan SMP yaitu sebanyak 74,6 % dan yang lainnya tamat SMA atau PT yaitu sebanyak 25,4 %.

4.1.4 Cita Rasa Makanan Pasien

Cita rasa makanan pasien RS Jiwa Sambang Lihum yang meliputi penampilan makanan dan rasa makanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Cita rasa makanan pasien

Cita rasa makanan N %

Sangat memuaskan (76% - 100%)

Memuaskan (51% - 75,9%)

Tidak memuaskan (26% - 50,9%)

Sangat tidak memuaskan (< 26%)

- 32 27 - - 54,2 45,8 - Jumlah 59 100

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa cita rasa makanan pasien memuaskan sebanyak 32 orang (54,2 %) dan tidak memuaskan sebanyak 27 orang (45,8 %).

4.1.5 Sisa Makanan Pasien

Jumlah rata-rata sisa makanan biasa pada Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

(44)

Tabel 5. Rata-rata sisa makanan biasa menurut jenis makanan.

Jenis sisa makanan n %

Makanan pokok ( nasi ) Sisa sedikit ( ≤ 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 30 29 50,8 49,2 Lauk Hewani Sisa sedikit ( ≤ 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 28 31 47,5 52,5 Lauk Nabati Sisa sedikit ( ≤ 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 29 30 49,2 50,8 Sayur Sisa sedikit ( ≤ 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 19 40 32,2 67,8 Buah Sisa sedikit ( ≤ 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 39 20 66,1 33,9

Pada tabel 5 terlihat, rata-rata sisa makanan pasien bersisa banyak ( > 25 % ) pada jenis makanan sayur yaitu sebesar 67,8 %, lauk hewani bersisa 52,2 % dan lauk nabati bersisa 50, Sedangkan untuk jenis makanan pokok dan buah cenderung lebih banyak dihabiskan, terlihat dari rata-rata makanan yang bersisa sedikit yaitu untuk makanan pokok sebesar 49,2% dan untuk buah sebesar 66,1 %.

4.1.6 Hubungan sisa makanan dengan umur

Data hubungan antara sisa makanan dengan umur pasien Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini :

(45)

Tabel 6. Hubungan sisa makanan dengan umur

Jenis sisa makanan

Umur (tahun) P < 35 > 35 n % n % Makanan Pokok Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 21 9 70 30 9 20 31,1 68,9 0,003 Lauk Hewani Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 21 9 70 30 7 22 24,1 75,9 0,000 Lauk Nabati Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 20 10 66,7 33,3 9 20 31,1 68,9 0,006 Sayur Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 17 13 56,7 43,3 2 27 6,9 93,1 0,000 Buah Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 28 2 93,3 6,7 11 18 37,9 62,1 0,000

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai p < 0,05 untuk setiap jenis makanan. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara sisa makanan dengan umur pasien, dimana pasien yang berumur > 35 tahun lebih banyak menyisakan makanannya dari pada pasien yang berumur < 35 tahun.

Jenis makanan yang paling banyak sisa adalah sayur yaitu sebesar 93,1 % dan yang paling sedikit sisa juga sayur yaitu sebesar 6,9 % untuk kelompok umur > 35 tahun. Sedangkan untuk kelompok umur < 35 tahun jenis makanan yang paling banyak sisa adalah sayur yaitu sebesar 43,3 % dan yang paling sedikit sisa juga sayur yaitu sebesar 56,7 %.

(46)

4.1.7 Hubungan sisa makanan dengan tingkat pendidikan

Data hubungan antara sisa makanan dengan tingkat pendidikan pasien Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini :

Tabel 7. Hubungan sisa makanan dengan tingkat pendidikan

Jenis sisa makanan

Pendidikan P < SMA > SMA n % n % Makanan Pokok Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 22 22 50 50 8 7 53,3 46,7 0,824 Lauk Hewani Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 21 23 47,7 52,3 7 8 46,7 53,3 0,943 Lauk Nabati Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 24 20 54,5 45,5 5 10 33,3 66,7 0,156 Sayur Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 16 28 36,4 63,6 3 12 20 80 0,241 Buah Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 31 13 70,5 29,5 8 7 53,3 46,7 0,226

Hasil uji Chi Square didapat nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara sisa makanan dengan jenis pendidikan. Dimana pasien dengan pendidikan rendah (< SMA) sisa makanan yang lebih banyak yaitu 28 orang (63,6 %) untuk jenis sayur dan jenis makanan dengan sisa sedikit adalah buah yaitu 31 orang (70,5%). Sedangkan pasien dengan pendidikan tinggi (> SMA) makanan yang bersisa banyak juga pada jenis makanan sayur yaitu

(47)

sebanyak 12 orang (80 %) dan yang sisa sedikit pada jenis makanan pokok dan buah yaitu sebanyak 8 orang (53,3 %).

4.1.8 Hubungan sisa makanan dengan cita rasa makanan

Data hubungan antara sisa makanan dengan cita rasa makanan pasien Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini :

Tabel 8. Hubungan sisa makanan dengan cita rasa makanan

Jenis sisa makanan

Cita rasa makanan

P Memuaskan Tidak memuaskan n % n % Makanan Pokok Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 27 5 84,4 15,6 3 24 11,1 88,9 0,000 Lauk Hewani Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 25 7 78,1 21,9 3 24 11,1 88,9 0,000 Lauk Nabati Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 23 9 71,9 28.1 6 21 22,2 77,8 0,000 Sayur Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 18 14 56,3 43,7 1 26 3,7 92,3 0,000 Buah Sisa sedikit (< 25 % ) Sisa banyak ( > 25 % ) 27 5 84,4 15,6 12 15 44,4 55,6 0,001

Hasil uji Chi Square menunjukkan ada hubungan antara sisa makanan dengan cita rasa makanan karena nilai p < 0,05. Cita rasa makanan dengan kategori memuaskan yang bersisa banyak yaitu 14 orang (43,7 %) terdapat pada jenis makanan sayur sedangkan yang

(48)

bersisa sedikit terdapat pada jenis makanan pokok dan buah yaitu 27 orang (84,4 %). Sedangkan untuk katagori tidak memuaskan terdapat pada sisa makanan jenis buah dengan sisa sedikit yaitu ( 44,4 % ) dan sayur untuk sisa banyak yaitu 26 orang (92,3%).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pasien yang menderita gangguan jiwa cenderung lebih banyak diderita oleh orang yang berumur < 35 tahun yaitu sebanyak 30 orang. Hal ini disebabkan tingkat masalah pada usia tersebut cenderung tinggi, sehingga stres yang dialami lebih tinggi dibandingkan rentang umur lainnya (Baniah Patriawati, 2009).

Teori juga mengatakan bahwa faktor usia dapat mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa pada seseorang, karena makin bertambahnya usia seseorang apalagi dalam memasuki usia-usia dewasa hingga usia produktif maka semakin banyak beban dan tanggung jawab yang diembannya, sehingga dalam proses menjalani kehidupannya ia selalu terbebani dan memilki tanggung jawab yang besar. Hal inilah yang memungkinkan sesorang untuk dapat mengalami gangguan jiwa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh direktorat kesehatan jiwa Depkes RI juga menyatakan bahwa penderita gangguan jiwa saat ini cenderung dialami seseorang yang menginjak usia dewasa hingga usia produktif.

Sedangkan menurut Irmasnyah, depresi biasanya menyerang mereka yang ada dalam usia produktif karena himpitan hidup akibat tekanan ekonomi.

4.2.2 Tingkat pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan pasien gangguan jiwa lebih banyak diderita oleh orang dengan pendidikan rendah (< SMA) yaitu sebanyak 44 orang. Hal ini mungkin disebabkan pada orang yang berpendidikan rendah memiliki keterbatasan dalam memahami dan

(49)

menyelesaikan suatu permasalahan yang ada disekitarnya. Sehingga ada kecenderungan untuk bertindak dan berperilaku tidah baik yang akhirnya akan menyebabkan gangguan jiwa.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Crow (dalam Supriyatno, 2001) bahwa pendidikan diinterpretasikan dengan makna untuk mempertahankan individu dengan kebutuhan-kebutuhan yang senantiasa bertambah dan merupakan suatu harapan untuk dapat mengembangkan diri agar berhasil serta untuk memperluas, mengintensifkan ilmu pengetahuan dan memahami elemen-elemen yang ada disekitarnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya.

4.2.3 Cita rasa makanan pasien

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 32 pasien mengatakan bahwa cita rasa makanan di RSJ Sambang Lihum memuaskan. Hal ini mungkin disebabkan makanan yang diberikan adalah makanan biasa, bukan diit sehingga rasa maupun penampilannya sesuai dengan selera pasien.

Menurut Moehyi cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu di makan. Makanan yang memiliki cita rasa tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan memberikan rasa yang lezat sehingga memuaskan bagi yang memakannya (Moehyi, 1992).

4.2.4 Sisa makanan pasien

Berdasarkan hasil penelitian makanan yang paling banyak sisanya adalah jenis makanan sayur yaitu sebesar 67,8 %. Hal ini

Gambar

Tabel 1 Standart gizi untuk penderita gangguan jiwa
Gambar 1 : Faktor yang berhubungan dengan persepsi makanan (Almatsier,1992) Sistem penyelenggaraan makanan Menu Produksi Distribusi Sarana Tenaga Kontrol mutu Kontrol harga Mutu makanan  Palatibilitas Akseptabilitas  Penampilan -  warna -  bentuk -  besar
Gambar 2 : Kerangka konsep
Tabel 2. Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

memilih bahan bacaan yang sesuai kemudian dibagikan kepada siswa. Dalam hal ini bacaan tidak harus difotokopi kemudian dibagi kepada siswa, akan tetapi dapat

dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% dapat diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha yang berarti profitabilitas memiliki pengaruh positif yang signifikan

a) Desain pengendalian merupakan desain kebijakan yang harus dikendalikan dalam hal ini Kepala Dinas Pertanian dalam implementasi kebijakan simtan dalam meningkatkan

[r]

Siswa trampil membuat teks undangan resmi dalam teks tulis sesuai dengan konteks dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian

Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Two Stay Two Stray Model ini juga memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan waktu yang lama, ada ketergantungan dengan orang lain, membutuhkan

Umur seorang manajer dapat menggambarkan kedewasaan dan kematangan seseorang, sehingga dengan umur kepala daerah yang tinggi mengindikasikan kedewasaan dan