• Tidak ada hasil yang ditemukan

GURU PELESTARI PANCASILA GURU PELESTARI PANCASILA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GURU PELESTARI PANCASILA GURU PELESTARI PANCASILA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

GURU PELESTARI PANCASILA

Oleh:

IDRIS APANDI

Guru merupakan sosok penting dalam pembangunan pendidikan sebuah bangsa. Tidak bisa dibayangkan jika pada sebuah bangsa tidak memiliki guru. Orang mungkin saja bisa belajar secara otodidak, tetapi peran guru tetap dibutuhkan alias tidak bisa tergantikan. Nabi Muhammad SAW saja, seorang manusia suci memiliki guru dalam sosok malaikat Jibril, apalagi seorang manusia biasa.

Tugas guru bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik, menanamkan nilai moral dan norma agar setiap anak didik menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship). Kecerdasan yang diharapkan tentunya cerdas secara spiritual, sosial, dan intelektual. Sedangkan baik dalam artian memiliki sikap dan perilaku yang baik seperti jujur, mandiri, kreatif, disiplin, taat hukum, bertanggung jawab, toleran, demokratis, dan sebagainya.

Guru adalah abdi negara dan abdi masyarakat. Dalam konteks pelestarian Pancasila sebagai ideologi bangsa, guru juga dapat berperan sebagai pelestari ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Pancasila adalah hasil kesepakatan dan perjanjian luhur tokoh-tokoh pendiri bangsa. Pancasila adalah falsafah dan dasar negara. Sila-sila Pancasila yang tercantum pada alinea IV Pembukaan UUD 1945 adalah harga mati bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila tidak dapat boleh diubah karena merupakan ideologi yang paling sesuai untuk negara Indonesia yang majemuk. Pancasila adalah kristalisasi nilai-nilai budaya bangsa. Pancasila merupakan “ideologi tengah”, ideologi penyeimbang, ideologi yang tidak condong ke ideologi kanan (liberalisme) dan ideologi kiri (komunis).

(2)

pemerintah. Pancasila tetap eksis dan kokoh karena Pancasila diyakini sebagai ideologi yang paling tepat untuk bangsa Indonesia yang majemuk.

Pada masa Orde Baru Pancasila disakralkan oleh penguasa. Melalui Tap MPR No. II/MPR/1978 penguasa orde baru membuat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). P-4 bertujuan untuk membentuk rakyat Indonesia menjadi pribadi yang mampu mengetahui, memahami, dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. materi yang disampaikan antara lain; Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN), kebijakan pembangunan nasional, keberhasilan pemerintahan Orde Baru, bahaya laten komunisme, dan sebagainya.

Penataran P-4 diberikan pada setiap jenjang pendidikan baik pendidikan formal (SD, SMP, SMA, PT) maupun pendidikan kedinasan, misalnya Diklat Prajabatan. Tetapi dalam pelaksanaannya P-4 dijadikan oleh penguasa Orde Baru sebagai propaganda dan indoktrinasi agar agar setiap warga negara taat kepada penguasa atau pemerintah. Opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.

Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

(3)

Selain P-4, untuk mensosialisasikan Pancasila kepada masyarakat, pemerintah Orde Baru juga menggulirkan Gerakan Hidup Berpancasila (GHBP) tetapi gerakan itu ternyata hanya menjadi retorika dan slogan saja. Kenyataannya, pelaksanaan hidup berbangsa dan bernegara banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini disebabkan karena kurangnya keteladanan pemimpin dan rendahnya pemahaman dan penghayatan terhadap Pancasila. Contoh sederhana, masyarakat membuang sampah seenaknya, tidak memiliki rasa bersalah atau rasa malu, melanggar rambu-rambu lalulintas, dan sebagainya.

Runtuhnya pemerintah Orde Baru dan digantikan oleh Orde Reformasi berimbas kepada perubahan dan kebijakan politik bangsa dan negara Indonesia termasuk. Salah satunya adalah penghapusan P-4. Alasannya, rakyat Indonesia pada saat merasa trauma dengan P-4. Melihat bahwa P-4 hanya menjadi alat “cuci otak” penguasa kepada rakyatnya sehingga alergi bahkan menolak terhadap P-4.

Pada masa reformasi ini, Pancasila seolah dilupakan bahkan diasingkan. Orang-orang terkesan “alergi” jika berdiskusi tentang Pancasila. Takut disebut pro orde baru. Bicara tentang Pancasila dianggap kurang menarik dan bersifat utopis karena hanya angan-angan yang jauh dari kenyataan. Dampaknya, anak-anak sekolah sudah banyak yang tidak hafal Pancasila, begitu pun masyarakat banyak yang tidak hafal. Gambar Pancasila hanya menjadi asesoris yang menempel di tembok kantor dan ruang kelas. Akibatnya, Pancasila terasing di rumahnya sendiri, sayup-sayup tentang pentingnya mungkin hanya pada diskusi-diskusi di ruang-ruang kelas atau pada komunitas tertentu.

Melihat kondisi dimana Pancasila semakin terasing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka guru, bukan hanya guru PPKn, tetapi semua guru, berkewajiban untuk menjadi penggerak untuk menggelorakan kembali semangat Pancasila dalam dada setiap warga bangsa baik kepada peserta didik maupun kepada masyarakat di lingkungannya.

(4)

dan hal itu bisa dilakukan mulai dari lingkungan yang paling kecil seperti lingkungan keluarga, kelas, sekolah, dan masyarakat. Guru yang yang merupakan figur publik biasa menjadi perhatian, suaranya didengar dan perilakunya biasaya dicontoh oleh anak didik dan masyarakat. Guru pada umumnya selain mengajar di sekolah, juga menjadi tokoh agama di lingkungannya seperti menjadi imam mesjid, ketua DKM, atau memimpin acara-acara keagamaan. Oleh karena itu, guru memiliki peran yang strategis untuk menyosialisasikan Pancasila di lingkungannya. Melalui kegiatan Sosialisasi Empat Pilar, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menyosialisasikan Pancasila sebagai salah satu pilar, walau demikian, kalangan dunia pendidikan khususnya guru juga perlu berpartisipasi aktif membantu pemerintah melakukan sosialisasi empat pilar tersebut.

Dimensi peran guru sebagai pelestari Pancasila antara lain; Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Seorang guru menampilkan dirinya sebagai sosok yang religius, rajin beribadah, dan menjadi pelopor mengajak peserta didik warga sekitar untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME. Ketika mengajar di dalam kelas, guru dapat mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan dalam bentuk mengajar peserta didik berdo’a pada saat memulai dan mengakhiri pelajaran, mengaitkan materi pelajarannya yang diajarkannya dengan nilai-nilai ketuhanan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan, dan sebagainya.

Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Seorang guru harus memiliki dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan. Hakikat dari pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu, guru harus memperlakukan setiap peserta didiknya secara manusiawi, dan menginternalisasikan nilai-nilai kemanusiaan kepada mereka agar menjadi manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Guru mengajarkan peserta didik budaya saling memaafkan, budaya saling membantu, budaya peduli terhadap kesulitan orang lain.

(5)

sangat murah dan rendah. Dipicu oleh masalah sepele atau perebutan kepentingan, sesama manusia dengan mudah saling menyakiti, saling menganiaya, saling memfitnah, bahkan saling membunuh. Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, budaya instan, hedonis, materialistis, dan individualis juga merupakan semakin lunturnya nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, nilai-nilai kemanusiaan harus kembali ditumbuhkan dan digelorakan dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan tugas kemanusiaan, hal yang dapat dilakukan oleh guru seperti mempepolori membangun gerakan solidaritas untuk membantu warga masyarakat yang kekurangan atau menjadi relawan bencana alam.

Sila ketiga, persatuan Indonesia. Guru harus menjadi sosok pemersatu bangsa. Guru dapat menjadi figur yang mampu meredam konflik-konflik di lingkungan peserta didik dan masyarakat, dapat merekatkan kembali hubungan yang renggang, dapat meningkatkan tali silaturahmi. Guru juga menjadi pelopor kegiatan gotong royong di kelas, sekolah, dan masyarakat. Nilai-nilai gotong royong saat ini sudah semakin terkikis di lingkungan masyarakat digantikan oleh nilai-nilai individualisme. Gotong royong dan persatuan kadang muncul di masyarakat ketika terkena musibah, sementara dalam kondisi normal budaya gotong royong mengendur. Gotong royong tidak harus selalu ketika ada musibah saja, ketika kondisi normal pun harus dilakukan.

Rasa persatuan dan kesatuan harus dipupuk sejak dini. Untuk menciptakan rasa persatuan dan kesatuan di lingkungan peserta didik, guru dapat mengajak peserta didik untuk saling menghargai dan menghormati, kerja bakti membersihkan kelas, atau mengumpulkan bantuan untuk teman sakit atau warga yang terkena musibah.

(6)

dilakukan melalui voting. Oleh karena itu, perlu ada penyadaran bahwa sebuah keputusan yang baik belum tentu harus dilakukan melalui voting, tetapi melalui musyawarah mufakat, kecuali kalau sudah deadlock, maka voting menjadi jalan terakhir untuk mengambil keputusan.

Di kelas, guru membiasakan peserta didik untuk mengambil keputusan melalui musyawarah mufakat agar mereka ketika mereka terjun di masyarakat juga melakukan hal yang sama. Keputusan yang diambil secara musyawarah mufakat akan menimbulkan rasa memiliki, rasa menghormati, dan rasa tanggung jawab terhadap keputusan yang telah disepakati bersama.

Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Guru dapat mempelopori terwujudnya keadilan bagi setiap manusia yang implementasinya dimulai dari lingkungan yang paling kecil seperti bertindak adil kepada diri sendiri, anggota keluarga, peserta didik, dan masyarakat. Di kelas tidak diskriminatif, memperlakukan setiap peserta didik sesuai tingkat perkembangan berpikirnya, menghargai pendapat dan hasil karya peserta didik, melakukan penilaian otentik, dan memberikan remedial bagi peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Di tengah-tengah masyarakat pun, guru harus menjadi figur yang mampu mengkampanyekan perlunya keadilan sosial bagi masyarakat. Guru hidup sederhana, hemat, tidak berlebih-lebihan, bekerja keras, dan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Guru biasanya banyak yang menjabat sebagai Ketua RT atau RW. Oleh karena itu, pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, sebagai pemimpin perlu memperjuangkan keadilan pembangunan bagi masyarakat yang dipimpinnya dan adil dalam memimpin masyarakatnya.

(7)

diamalkan dalam aktivitas mengajar dan mendidik peserta didik. Salah seorang proklamator kemerdekaan RI, Soekarno juga menekankan tentang guru-guru yang pancasilais karena guru-guru tersebut akan menjadi penyebar dan penyemai nilai-nilai Pancasila di sekolah.

Selain dibentuk melalui lembaga pendidikan guru, sosok guru pelestari Pancasila juga dapat dibentuk jika guru tersebut menyadari dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, secara mandiri mempelajari dan menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sehingga dapat tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

Referensi

Dokumen terkait

Namun seringkali ketika guru sedang mengajar para peserta didik di kelas mengalami kesulitan terutama yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Guru masih kesulitan dalam

Berdasarkan temuan penelitian langkah yang dilakukan oleh guru mata pelajaran PKn dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam silabus yaitu: 1. Melakukan

Penentuan umur simpan permen hard candy pada kondisi RH 75% dan 3 suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 25 o C, 35 o C dan 40 o C selama 14 hari menggunakan metode ASLT

fathul mu’in,fathul qarib ,tanwirul qulub dan kitab lain yang mengandung Hukum.. Adapun implikasi dari penelitian ini ini adalah: 1) penggunaan metode diskusi

Kelemahan bentuk tes uraian bebas yaitu : (a) sangat tidak efisien untuk mengukur pengetahuan karena pertanyaan bisa menjadi sangat luas dan setiap siswa dapat

Disisi lain hal inilah yang diinginkan oleh Bank Indonesia Kediri agar Usaha Mikro , Kecil dan Menengah (UMKM)dapat menggunakan layanan jasa keuangan ini yang

Living in a learning society seems to imply, for the individual, the perspective of the lifelong learning; the reinforcement of permanent education for the life course plays a

Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu dan self-control yang lebih