LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. (Asuhan Persalinan Normal, 2010).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2009).
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010)
Nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung
Tidak ada <100/menit >100/menit
Usaha bernafas
Tidak ada Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot hampah Ekstermitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Reflex Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/ melawan Warna kulit Biru/pucat Tubuh
kemerahan, ekstermitas biru
C. ETIOLOGI
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Gomella, 2009):
1. Faktor ibu
Pre-eklampsi dan eklampsi
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomella, 2009).
2. Faktor Tali Pusat Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat (Gomella, 2009). 3. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (Gomella,2009).
D. PATOFISIOLOGI
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya
menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera (Manuaba, 2009). E. MANISFISTASI KLINIS
Tanda dan gejala asfiksia menurut Ghai, 2010 yaitu:
Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari lOOx/menit dan tidak teratur
Mekonium dalam air ketuban ibu Apnoe
Pucat Sianosis
Kejang
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS 1. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.
Gangguan/ kesulitan waktu lahir Cara dilahirkan
Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan (Ghai, 2010).
2. Pemeriksaan fisik
Bayi tidak bernafas atau menangis Denyut jantung kurang dari 100x/menit Tonus otot menurun
Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi
BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010). 3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika: PaO2 < 50 mm H2O, PaCO2 > 55 mm H2 dan pH < 7,30 (Ghai, 2010)
b. Pemeriksaan pH darah janin dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
c. Analisa Gas Darah: Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
d. Elektrolit Darah: Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein (Harris, 2009).
e. Gula darah: Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2009), penderita asfiksia umumnya mengalami hipoglikemi. f. Pemeriksaan radiologik: Pemeriksaan radiologik seperti
ultrasonografi (USG),computed tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
g. USG ( Kepala )
h. Penilaian APGAR score
i. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan j. Foto polos dada (Ghai, 2010) G. PENATALAKSANAAN
Terapi dan pengobatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2008) adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan:
Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar Bungkus bayi dengan kain kering
Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/ mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat).
A : Memastikan saluran nafas terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
Menghisap mulut, hidung dan trakhea, Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B : Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan atau rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C : Mempertahankan sirkulasi darah: Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada daerah dada.
D : Pemberian obat-obatan Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap di bawah 80 x/mnt walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV) atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/ kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10 menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
Natrium Bikarbonat
Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.
Menurut Perinasia (2010), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-9) Caranya:
Bayi dibungkus dengan kain hangat
Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut
Bersihkan badan dan tali pusat
Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) Caranya:
Berikan oksigen 2 liter per menit
Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat
3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) Caranya:
Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag Berikan oksigen 4-5 liter per menit
Bila tidak berhasil lakukan ETT Bersihkan jalan napas melalui ETT
Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
H. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait (Perinasia, 2009).
I. PENCEGAHAN SAAT PERSALINAN
1. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.
2. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan oksigen dan darah segar.
3. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama pada kala II (Perinasia, 2009).
KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
1. Identitas Pasien yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
2. Keluhan Utama : Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolic
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran a. Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
b. Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
c. Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
4. Riwayat kesehatan a. RKD
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
b. RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak menangis.
c. RKK
Biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi. 5. Pemeriksaan fisik
a. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c. Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
e. Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak. f. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan. g. Leher
h. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung kurang/lebih dari 100 x/menit.
i. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeces.
m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
n. Refleks
B. DIAGNOSA
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi 2. Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin 3. Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik 4. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN : KH INTERVENSI
1 Pola napas tidak efektif b.d kali / menit atau > 60 kali / 3. Irama pernapasan
teratur
4. Tidak ada retraksi dada saat bernapas
5. Inspirasi dalam tidak ditemukan 6. Saat bernapas
tidak memakai otot napas
1. Buka jalan napas 2. Posisikan bayi
untuk
memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea
3. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
4. Identifikasi bayi perlunya
pemasangan alat jalan napas buatan
5. Keluarkan sekret dengan suctin 6. Monitor respirasi
memungkinkan Monitor Respirasi (3350) :
1. Monitor
kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernapas 2. Monitor
pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada dan alat bantu pernapasan 3. Monitor adanya
cuping hidung 4. Monitor pada
pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, respirasi
kusmaul, cheyne stokes, apnea 5. Monitor adanya
penggunaan otot diafragma
bunyi napas. 2 Hipotermi b.d
terpapar lingkungan dingin.
1. Suhu axila 36-37˚ C
7. Bayi tidak letargi NIC
Pengobatan Hipotermi (3800) :
1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke tempat yang hangat (di dalam incubator atau di bawah lampu sorot)
2. Bila basah segera ganti pakaian bayi dengan yang hangat dan kering, beri selimut 3. Monitor suhu
bayi
4. Monitor gejala hipotermi : fatigue, lemah, apatis, perubahan warna kulit. 5. Monitor status
pernapasan 6. Monitor
intake/output 3 Pola makan bayi
tidak efektif b.d
NOC NIC
kegagalan
2. Tinja sesuai dengan usia
ketepatan insersi NGT / OGT 3. Cek peristaltic
usus Ketidak adanya
pera-watan imun buatan Malnutrisi Perubahan PH
NOC
Status Imun (0702) :
1. RR :
30-60X/menit 2. Irama napas
teratur
3. Suhu 36-370 C 4. Integritas kulit
baik
5. Integritas nukosa baik
NICHJ
Mengontrol Infeksi (6540) :
1. Bersihkan box / incubator setelah dipakai bayi lain
6. Leukosit dalam batas normal
menular 3. Batasi
pengunjung 4. Instruksikan
pada
pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung 5. Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah mela-kukan tindakan keperawatan 7. Pakai sarung
tangan dan baju sebagai
pelindung 8. Pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat
dressing sesuai ketentuan 10. Tingkatkan
intake nutrisi 11. Beri
antibiotik bila perlu.
Mencegah Infeksi (6550)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2. Batasi
pengunjung 3. Skrining
pengunjung terhadap penyakit menular 4. Pertahankan
teknik aseptik pada bayi beresiko
5. Bila perlu pertahankan teknik isolasi 6. Beri perawatan
kulit pada area eritema
dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, dan drainase
8. Dorong
masukan nutrisi yang cukup 9. Berikan
antibiotik sesuai program
D. IMPLEMENTASI
Implementsi yang dimaksud adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan, meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan rumah sakit.
E. EVALUASI