• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN AUTOIMMUNE HEMOLYTIC (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN AUTOIMMUNE HEMOLYTIC (1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

Nama : Dian Lestari Effendi

Nim : 17030003

Ruangan : Kenanga

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari). Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).

Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik. Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.

(2)

Tapi sebenarnya defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun

2. Etiologi

a) Faktor Intrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1) Gangguan struktur dinding eritrosit Sferositosis

Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisi aplastik.Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini. A-beta lipropoteinemia

(3)

2) Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:

 Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)

 Defisiensi Glutation reduktase

 Defisiensi Glutation

 Defisiensi Piruvatkinase

 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)

 Defisiensi difosfogliserat mutase

 Defisiensi Heksokinase

 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase

3) Hemoglobinopatia

Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:

 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain .

 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia

b) Faktor Ekstrinsik :

1) Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit. 2) Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat.

3) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.

(4)

3. Klasifikasi

a) Tipe Hangat

Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal (37 derajat celcius). Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh. Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.

Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman. Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena, selanjutnya per-oral (ditelan). Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengobatan tersebut. Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi. Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid).

(5)

perlahan, menimbulkan demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati. Pemeriksaan Lab: Coomb’s test direk positif. Prognosis: hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronis namun terkendali. Survival 70%. Komplikasi bisa terjadi, seperti emboli paru, infark limpa, dan penyakit kardiovaskuler. Angka kematian 15-25%.

Terapi: (1) pemberian kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari, jika membaik dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari. (2) splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3) imunosupresi: azatioprin 50-200 mg/hari atau siklofosfamid 50-150 mg/hari; (4) terapi lain: danazol, imunoglobulin; (5) tansfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb <3mg/dl)

b) Tipe Dingin

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik. Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa. Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan. Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun. Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.

(6)

antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh. Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya. Bentuk akut yang berhubungan dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang memperantarai biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan eritrosit dan langsung memicu fagositosis.Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan (biasanya Hb:9-12g/dl), sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali.pemeriksaan lab: anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes coomb positif, spesifisitas tinggi untuk antigen tertentu seperti anti-I, anti-Pr, anti-M dan anti-P.Prognosis:baik, cukup stabil. Terapi hindari udara dingin, terapi prednison, klorambusil 2-4 mg/hari, dan plasmaferesis untuk mengurangi antibodi IgM.

4. Patofisiologi

Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.

(7)

terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia.

1. .Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular

Terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah.

Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi warna urin/air seni).

2. Mekanisme pemecahan eritrosit intravascular

(8)
(9)
(10)

6. Manifestasi Klinis

Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:

a) Demam b) Mengigil

c) Nyeri punggung dan lambung d) Perasaan melayang

e) Penurunan tekana darah yang berarti

Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:

a) Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.2.

b) Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.

c) Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih4. d) Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi

banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.

(11)

7. Pemeriksaan Diagnostik

Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat: a) Bilirubin serum meningkat

b) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat

c) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam Gambaran peningkatan produksi eritrosit

a) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital b) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang

Gambaran rusaknya eritrosit:

a) morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.

b) fragilitas osmosis, otohemolisis

c) umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit

8.

Penatalaksanaan

Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus.

a) Terapi transfuse

b) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.

c) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung.

(12)

e) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pemeriksaan fisik

a)

Data demografi

b)

Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dahulu

1)

Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan seperti anti kanker, analgetik dll.

2)

Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan

kadar ionisasi yang besar.

3)

Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.

4)

Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi.

5)

Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat Riwayat kesehatan keluarga

1)

Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit

Riwayat kesehatan sekarang

1)

Klien terlihat keletihan dan lemah

2)

Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi

3)

Mengeluh nyeri mulut dan lidah

c)

Kebutuhan dasar

1)

Pola aktivitas sehari-hari

(13)

Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja

2)

Sirkulasi

Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, farink dan bibir) pucat

Sklera : biru atau putih seperti mutiara

Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi).

Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok.

Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur

3)

Eliminasi

Diare dan penurunan haluaran urin

4)

Integritas ego

Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung

5) Makanan dan cair

 Penurunan nafsu makan

 Mual dan muntah

 Penurunan BB

 Distensi abdomen dan penurunan bising usus

 Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan 6) Higiene

 Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi 7) Neurosensori

 Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi.

 Penurunan penglihatan.

 Gelisah dan kelemahan 8) Nyeri atau kenyamanan

 Nyeri abdomen samar dan sakit kepala. 9) Keamanan

(14)

10) Seksualitas

 Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)

 Hilang libido

c.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan ditandai dengan klien mengeluh tubuh lemah, lebih banyak memerlukan istirahat.

d.

Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).

e.

Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan atau intoleransi aktifitas

f.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring

3. Intervensi Keperawatan

a.

Perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen

Dengan tujuan : Peningkatan perfusi jaringan dengan Kriteria hasil: Keadaan umum. TD: 120/80 mmHg. Suhu 36,50 – 370 C. Jumlah

Eritrosit 5000 – 9000 sel/mm3

Intervensi

Rasional

(15)

auskultasi bunyi napas

Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

Dispenia Gemericik

menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan

Tujuan kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan criteria hasil : keadaan umum membaik. Dapat menghabiskan porsi makanan yang di berikan. Mengalami peningkatan BB.

Intervensi

Rasional

atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

(16)

 Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.

 Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

 Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.

 Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia. 2010. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Referensi

Dokumen terkait