• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trias Politika dalam Pemerintahan di Ind

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Trias Politika dalam Pemerintahan di Ind"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Trias Politika dalam Pemerintahan

di Indonesia

MAKALAH

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Kewarganegaraan – A

1. Alma Shafia ( 165090800111010 ) 2. Dinda Lusiferina Amalia Utami ( 165090801111009 ) 3. Gregorius Dimas A Yudhana ( 145090701111011 ) 4. M. Ali Burhanuddin ( 155090307111019 ) 5. Rizhaf Setyo Hartono ( 165090807111011 )

6.

Sasa Vio Anggreani ( 165090801111005 )

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Brawijaya

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala limpah dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabatnya, dan para umatnya hingga akhir zaman.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugrahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Trias Politika dalam Pemerintahan di Indonesia” ini dengan baik dan lancar.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan dan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang sejarah Trias Politika, pengertian Trias Politika, serta hak dan kewajiban lembaga Legistaltif, Eksekutif, dan Yudikatif.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran pembaca. Dan kami memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan cetak atau bahasa yang kurang baku di dalam makalah ini.

Akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi para mahasiswa yang ingin menambah khazanah pengetahuan mereka.

Malang, 30 Maret 2017

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah negara berbeda dengan bangsa dan pemerintah walaupun cirinya tidak dapat dipahami tanpa merujuk keduanya. Sebabnya negara dibatasi oleh setiap garis kekuasaan dan semua tindakan dijalankan oleh pemerintah. Sudah merupakan sebuah hakikat warga negara menentukan kerangka kerja dan fungsi semua pihak yang terkait dalam kekuasaan negara tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan kehidupan bernegara mengalami banyak perubahan. Konsep negara mulai mengalami pergeseran yang pada awalnya negara merupakan negara yang berdasarkan pada kekuasan beralih pada konsep negara yang mendasarkan atas hukum (rechtstaat). Para ahli sepakat bahwa salah satu ciri dari sebuah negara hukum adalah adanya konsep pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan menjadi syarat mutlak sebuah negara hukum yang demokratis. Adanya pembatasan kekuasaan sebagai perwujudan prinsip konstitusionalisme yang melindungi hak-hak rakyat.

Dalam prinsip demokrasi ada yang namanya Trias Politika, yaitu pembagian kekuasaan didalam sebuah pemerintahan untuk mencapai sebuah kestabilan Negara. Ketiga unsur tersebut adalah Legislatif selaku pembuat UU,Eksekutif selaku pelaksana UU dan Yudikatif sebagai pengawas pelaksanaan UU.

Semua hal yang ada didalam pemerintahan, menjadi pembahasan politik didalam manyarakat. Tidak terkecuali dengan Trias Politika. Pembahasan mengenai politik lahir ketika manusia mulai memikirkan hal peraturan tentang bagaimana mereka diperintah. Persoalannya ialah adakah peraturan ini perlu diterima atau tidak oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Trias politika?

2. Bagaimana hubungan antara trias politika dengan kehidupan politik di Indonesia?

(4)

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami trias politika

(5)

BAB II

lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Pada masa lalu, bumi dihuni masyarakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.

Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.

(6)

Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.

John Locke (1632-1704)

Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.

Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.

(7)

ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.

Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu

Montesquieu (1689-1755)

Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).

Pemisahan kekuasaan yang dengan istilah trias politika adalah sebuah ide bahwa suatu pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kekuasaan yang independen dan bebas untuk mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kekuasaan yang terlalu besar.

(8)

penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Indonesia merupakan Negara yang menganut paham trias politica yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa cabang pemerintahan dibagi atas 3 kekuasaan yaitu: Pertama, Kekuasaan legislatif: Kekuasaan legislative adalah kekuasaan membentuk Undang-undang yaitu MPR, DPR dan DPD. Kedua, Kekuasaan eksekutif; Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yaitu Presiden, Bank Sentral, BPK, dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ketiga adalah kekuasaan yudikatif; Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan peradilan atau kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Trias politika yang dipakai Indonesia saat sekarang ini adalah pemisahan kekuasaan. Salah satu buktinya dalam hal membentuk undang. Sebelum perubahan undang-undang dibentuk oleh presiden, namun setelah perubahan undang-undang-undang-undang dibentuk oleh DPR. Undang-undang diubah satu kali dalam empat tahap. Saat ini presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang.

DPR selain memegang kekuasaan membentuk undang-undang, dalam melakukan pengawasan memiliki:

1. Hak angket yaitu menanyakan kepada presiden mengenai hal-hal yang mengganggu kepentingan nasional;

2. Hak Interperelasi yaitu untuk melakukan penyelidikan.

Dalam menjalankan fungsi eksekutif, presiden dibantu oleh wakil presiden beserta mentri-mentri. Presiden sebagai kepala negara, memiliki kewenangan untuk:

1. Mengangkat duta dan konsul; 2. Menempatkan duta negara lain; 3. Pemberian grasi dan rehabilitasi; 4. Pemberian amnesty dan abolisi; 5. Member gelar dan tanda jasa.

Dalam Sistem presidensil di Indonesia setelah amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 lebih mempertegas sistem presidensial Indonesia yaitu dengan adanya kepastian mengenai masa jabatan presiden, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan, adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances), adanya mekanisme impeachment/ pemakzulan.

(9)

presiden untuk melaksanakan undang-undang, jadi suatu UU tanpa PP belum bisa dilaksanakan. Sedangkan Perpu dibuat dalam hal ikhwal kegentingan Negara.

Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Pengadilan dipegang oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. MK&MA memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman diatur pada pasal 24, 24A, 24B, 24C, 25 UU NKRI 1945 dan UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah bebas dari intervensi ekstra yudisial. Tugas hakim yaitu menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dalam rangka mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Secara Implisit Negara Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan sesuai Teori Trias Politika yang dianut oleh Montesquieu dimana adanya pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara baik Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif kedalam lembaga -lembaga negara di Indonesia, namun Selain dari tiga fungsi negara itu, Indonesia membagi kekuasaan lagi yaitu Kekuasaan Eksaminatif atau pemeriksaan keuangan negara.

Lembaga legislatif di Indonesia terdiri dari MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah), ketiganya memiliki tugas, dan wewenang yang berbeda satu sama lainnya, namun dalam lembaga legislatif atau lembaga perwakilan rakyat memiliki fungsi utama yakni:

1. Fungsi Legislasi

Menurut teori-teori yang berlaku tugas utama lembaga legislatif terletak di bidang perundang-undangan atau membuat peraturan, untuk itu lembaga legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun pemerintah

2. Fungsi Pengawasan

Tidak hanya dibidang legislasi, fungsi kontrol lembaga legislatif di bidang pengawasan dan kontrol terhadap lembaga eksekutif (pemerintah). Pengawasan dilakukan lembaga legislatif melalui hak – hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya (interpelasi), maupun hak angket.

3. Fungsi Anggaran

Lembaga legislatif berhak menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara melalui DPR bersama presiden dengan melihat pertimbangan DPD

(10)

program-program yang di susun); Evaluasi, secara internal yang nantinya dipertanggung jawabkan terhadap pengawasan DPR. Sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 merupakan sistem pemerintahan presidensial. Dimana kekuasaan Eksekutif di Indonesia dipegang oleh Presiden yang merupakan Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Tugas dan wewenang Presiden dikelompokan kedalam dua jenis:

1. Presiden sebagai Kepala Negara

Meliputi hal-hal seremonial dan protokoler kenegaraan, yang tugas pokok Presiden Sebagai Kepala Negara termaktub dalam Pasal 10 sampai 15 UUD 1945 2. Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan.

Adalah fungsinya sebagai penyelengara tugas legislatif, dan kewenangan penyelengaraan pemerintahan. Tugas pokok Presiden sebagai Kepala Pemerintahan termaktub dalam pasal 4 ayat (1); pasal 5 ayat (1) dan (2); pasal 16; pasal 17 ayat (2); pasl 20 ayat (2) dan (4); pasal 21 ayat (1); pasal 23 ayat (1) dan (2); pasal 23 F ayat (1); pasal 24A ayat (3); pasal 24B ayat (3); dan pasal 24C ayat (3).

Kekuasaan Yudikatif merupakan kekuasaan kehakiman, dimana sudah banyak mengalami perubahan sejak masa reformasi, dengan di amandemennya UUD 1945, di dalam kekuasaan yudikatif terdapat tiga lembaga yaitu:

1. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan:

a) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (Final and Binding) yang putusannya bersifat final untuk: menguji UU terhadap UUD 1945 (Judicial Review); memutus sengketa kewenangan lembaga negara; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang pemilihan umum;

b) Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhinatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.

2. Mahkamah Agung (MA)

(11)

3. Komisi Yudisial (KY)

Adalah suatu lembaga baru yang bebas dan mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rangka menegakan kehormatan dan perilaku hakim.

Hubungan Trias Politika dengan Kehidupan Politik di Indonesia tidak berjalan dengan baik, karena di Indonesia menganut demokrasi tradisional. Dimana aturan pembatasan kekuasaan politik menurut trias politika dilanggar, konstitusi organisasi tidak menjadi kontrol utama, serta hukum yang diterobos dengan model KKN, kabinet bersifat parlementarian karena ada kongkalikong atau berbagi kursi dan berbagi suara. Fungsional dari yudikatif, legislatif, dan eksekutif hanya diatas kertas. Tidak didalam praktek.

Sistem demokrasi dengan trias politika di Indonesia, ternyata membentuk rezim otoriter baru yakni pemilik modal. Para pemilik modallah yang kemudian menguasai ketiga lembaga demokrasi itu. Contohnya penguasa lebih tunduk kepada pengusaha yang mendanani penguasa terpilih. Karena untuk bisa terpilih, penguasa memerlukan dana besar. Sementara yudikatif tutup mata terhadap pelanggaran eksekutif, karena yudikatif juga disuap. Produk hukum yang dilahirkan oleh parlemen, tidak selalu memihak kepada rakyat. Contohnya di Indonesia mengeluarkan UU migas, UU kelistrikan, UU sumber daya air, UU penanaman modal. Semuanya pro liberal. Di masayarakat Indonesia, dewasa ini tampak nyata bahwa media masa (cetak dan elektronik) mempunyai peran social politik sangat penting. Mahasiswa dan media masa kadang sangat penting dalam memainkan peran pemisahan kekuatan. Bahkan dalam era demokrasi ini, LSM dan organisasi non pemerintah berperan dalam trias politika. Maka lembaga serta unsur yang mendukung demokrasi di Indonesia sangat beraneka ragam.

Trias politika yakni pemerintah, DPR, dan lembaga yudikatif sangat penting karena mempunyai kekuasaan. Akan tetapi bukan merupakan satu-satunya aktor utama. Dalam sistem demokrasi di Negara Indonesia yang masih berkembang, maka wawasan penyeimbang kekuatan mungkin lebih penting daripada trias politika. Selama keseimbangan nyata dan efektif antara ketiga lembaga tersebut belum berakar dalam di masyarakat, maka kita bisa mencegah ekses ketiga lembaga tersebut dengan kekuatan penyeimbang yang ada di masyarakat.

(12)

kelembagaan secara konsepsional menjadi tugas dan tanggungjawab MPR. MPR dituntut lebih berpikir konsepsional demi mendesain Indonesia baru meskipun publik meragukannya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Trias politika adalah suatu faham kekuasaan yang digulirkan filsuf, konsep tersebut untuk pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1684-1755) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.

2. Di era modern ini, dapat terlihat bahwa teori pemisahan kekuasaan yang diungkapkan oleh Montesquieu lah yang diterima. Pasalnya, Montesquieu tidak menggunggulkan posisi satu lembaga. Ketiga lembaga negara yang menjalankan fungsi yang berbeda, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif bekerja secara terpisah dan melakukan kontrol satu dan lainnya dengan check and balance.

3. Lembaga legislatif diharapkan dapat menghasilkan hukum dan kebijakan yang sesuai dengan rakyat. Lembaga legislatif dengan klaim wakil rakyat akan mengkoreksi kebijakan pemerintah. Lembaga eksekutif akan memperhatikan rakyat sepenuhnya, karena jika tidak, rakyat tidak akan memilih mereka.lembaga yudikatif pun diharapkan mandiri dan independen untuk mengadili pelanggaran hukum yang terjadi.

4. Tetapi dalam penerapannya di Indonesia tidak berjalan seuai dengan yang diharapkan, karena system KKN yang mendarah daging di Indonesia sehingga diharuskannya menambah lembaga untuk mengontrol keadaan tersebut.

(13)

Pembagian kekuasaan merupakan hal yang bermanfaat bagi jalannya pemerintahan yang lebih efektif dan lebih adil. Walaupun pemisahan kekuasaan secara absolut sulit untuk dijalankan, pemerintah harus tetap bekerja keras untuk menjalankan pemisahan kekuasaan yang ada. Indonesia harus menjalankan pemerintahan yang bersih. Hal itu merupakan upaya pemerintah dalam menjamin tegaknya hak rakyat dalam sebuah negara. Untuk mengawasi ketiga lembaga yang berfungsi secara terpisah tersebut, maka pemerintahan harus giat melaksanakan check and balances sehingga fungsi dan tujuan utama dari negara untuk memakmurkan rakyatnya dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia. Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : Gramedia.

Ranadireksa, Hendarmin. 2007. Dinamika Konstitusi Indonesia. Bandung: Fokusmedia, Pickles, Dorothy. 1991. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan keuangan, umumnya terdiri dari neraca atau laporan posisi keuangan, laporan perhitungan sisa hasil usaha (SHU) serta laporan perhitungan arus kas yang

Semakin sering remaja mengakses media sosial, maka semakin sering pula ia akan mencari informasi terkait dengan pemenuhan informasi, dan semakin ia memenuhi

Oleh karena itu, konsep pendidikan fikih dan kalam yang bernuansa multikultural lebih diarahkan pada pengembangan afektif yang mampu merasakan berbagai realitas yang

No. Pada hipotesis ketiga, telah diketahui pada perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama di atas bahwa H 0AB diterima sehingga tidak perlu dilakukan

Teori: need for Achievement (n-Ach). Kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n’ach yang

“1) Tindakan hukum yang bertentangan dengan moral baik atau ketertiban umum melalui konten atau kepentingan tidak berlaku lagi. 2) Konflik dengan ketentuan hukum

Mengingat Peraturan Gaji Militer dan Peraturan Gaji Polisi tersebut di atas ternyata tidak sesuai dengan keadaan, maka kedua Peraturan Gaji itu perlu dicabut dan diganti dengan

Tindak lanjut yang harus dipertimbangkan oleh UPI Kampus Tasikmalaya adalah : (1) membuat dan mendukung program pembinaan guru-guru sekolah dasar melalui kegiatan Lesson