2.1. Pengertian Islamic Bank
Pengembangan industri perbankan yang didasarkan kepada konsep dan
prinsip ekonomi Islam merupakan sebuah inovasi dalam sistem perbankan
internasional. Hal ini telah lama menjadi wacana di kalangan publik serta para
ilmuwan baik muslim maupun non muslim, namun pendirian Islamic Bank secara
komersial dan formal relatif belum lama terwujud. Salah satu Islamic Bank terbesar di
timur tengah, misalnya Islamic Bank Faisal di Sudan dan Mesir, baru berdiri pada
tahun 1977. Sementara itu di kawasan Asia Tenggara Bank Islam Malaysia Berhad
berdiri pada tahun 1983. Di Indonesia, Islamic Bank pertama yang berdiri adalah
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Terdapat dua hal yang mendorong
kemunculan, eksistensi, dan perkembangan Islamic Bank, yaitu: 1) Munculnya
keinginan dan kebutuhan masyarakat akan kehadiran bank dengan konsep dan prinsip
ekonomi Islam. 2) Keunggulan dan kelebihan yang dimiliki oleh Islamic Bank (Rivai
dan Arifin, 2010).
Menurut ketentuan yang tertera pada Peraturan Bank Indonesia nomor
2/8/PBI/2000 pasal I, definisi Islamic Bank adalah:“... bank umum sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan telah
diubah dengan Undang-Undang no 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariat Islam, termasuk Unit Usaha Syariah (UUS) dan kantor
Adapun yang dimaksud dengan Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor
pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
syariah...”. Sementara itu definisi yang disetujui oleh General Secretariat of The
Organization of The Islamic Conference (OIC) adalah: “....Islamic Bank adalah
institusi keuangan yang memiliki hukum, aturan, dan prosedur sebagai wujud dari
komitmen terhadap prinsip syariah dan melarang menerima dan membayar bunga
dalam proses operasi yang dijalankan...”.
2.2. Prinsip-Prinsip Islamic Bank
Dari definisi Islamic Bank yang tercantum pada Peraturan Bank Indonesia
nomor 2/8/PBI/2000 serta definisi yang disetujui oleh The Organization of The
Islamic Conference (OIC), dapat ditarik sebuah kesimpulan umum bahwa Islamic
Bank adalah bank yang beroperasi dengan berlandaskan kepada prinsip syariat Islam.
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat pada Islamic Bank adalah sebagai berikut:
(Rivai dan Arifin, 2010)
1. Melarang Bunga Bank
Bunga bank secara keras dilarang dalam ajaran Islam, dan dipahami sebagai haram.
Jadi Islamic Bank tidak diperkenankan memberi atau menerima bunga kepada atau
dari nasabah. Islam hanya mengijinkan satu jenis pinjaman yaitu qardhul hasan
2. Pembagian Seimbang
Islam mendorong orang untuk menjadi partner dengan tujuan berbagi keuntungan dan
risiko dalam bisnis, meskipun posisinya sebagai kreditur. Dalam konsep Islamic
Bank, pembiayaan didasarkan pada iman dimana pemberi dan penerima pinjaman
harus berbagi risiko bisnis secara seimbang.
3. Uang sebagai “Modal Potensial”
Dalam Islam, uang adalah alat pertukaran dan tidak ada nilai dalam dirinya sendiri.
Oleh karena itu tidak diperkenankan menilai tinggi terhadap uang. Uang diperlakukan
sebagai “modal potensial”, yang akan menjadi modal riil hanya jika digabung dengan
sumber daya lain yang bertanggung jawab untuk menjalankan aktivitas produktif.
Islam meyakini waktu nilai uang, akan tetapi hanya ketika uang berlaku sebagai
modal riil. Hukum yang mengatur tentang pembagian keuntungan kepada investor
sebagai hasil dari investasi, disebut sebagai profit and loss sharing (pembagian laba
dan rugi).
4. Melarang Gharar dan Maysir
Islamic Bank melarang transaksi yang memiliki karakteristik gharar (ketidakpastian
yang tinggi) dan maysir (judi). Oleh karena itu transaksi ekonomi atau bisnis yang
akan dimasuki oleh Islamic Bank harus terbebas dari ketidakpastian yang tinggi serta
terbebas dari transaksi yang bersifat spekulatif.
5. Kontrak yang Suci
Islamic Bank memegang tanggung jawab kontrak dan berkewajiban untuk
memberikan informasi secara lengkap. Hal ini guna mengurangi risiko timbulnya
dengan baik tentang produk yang ditawarkan oleh bank. Lebih jauh lagi, tiap pihak
yang terlibat tidak bisa menentukan sebelumnya jaminan keuntungan.
6. Kegiatan Syariah yang Disetujui
Islamic Bank mengambil bagian dalam bisnis yang tidak melanggar hukum syariah.
Islam melarang usaha yang tidak halal seperti bisnis yang terkait dengan judi,
alkohol, makanan yang diharamkan, prostitusi, serta bisnis-bisnis yang dilandasi oleh
perilaku penipuan dan kecurangan.
2.3. Produk Islamic Bank
Islamic Bank secara umum mempunyai produk dan jasa yang hampir sama
dengan bank konvensional, baik itu produk simpanan, pembiayaan, dan jasa
pelayanan. Dengan menilik kembali kepada prinsip-prinsip Islamic Bank, maka dapat
ditentukan bahwa yang menjadi pembeda antara produk Islamic Bank dengan produk
bank konvensional terletak pada prinsip atau akad yang melandasinya. Produk
simpanan Islamic Bank pada umumnya berlandaskan kepada akad wadiah dan juga
mudharabah. Wadiah adalah perjanjian antara bank dengan nasabah terkait dana yang
dititipkan. Benefit yang akan diterima oleh nasabah pemilik dana adalah berupa
bonus yang tidak diperjanjikan besarnya dari awal. Sementara mudharabah bermakna
perjanjian antara bank dengan nasabah terkait pembiayaan bersama atas proyek atau
usaha dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Secara khusus, hal yang
berkaitan dengan akad dan produk Islamic Bank Indonesia diatur dalam Surat
1. Bab VI tentang kegiatan usaha Islamic Bank, dinyatakan bahwa bank
wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya,
meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
meliputi:
1. Giro berdasarkan prinsip wadiah
2. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
3. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;atau
4. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
b. Melakukan penyaluran dana melalui:
1. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip:
a. Murabahah
b. Istishna
c. Ijarah
d. Salam
e. Jual beli lainnya
2. Pembiayaan bagi hasil dengan prinsip:
a. Mudharabah
b. Musyarakah
c. Bagi hasil lainnya
3. Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip:
a. Hiwalah
c. Qard
c. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri
surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi
nyata (under transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau
hiwalah.
d. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia
yang diterbitkan atas dasar prinsip syariah.
e. Memindahkan uang atau kepentingan sendiri dan/atau nasabah
berdasarkan prinsip wakalah.
f. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
berdasarkan prinsip wakalah.
g. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat
berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah.
h. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip
wakalah.
i. Melakukan penempatan dan dari nasabah kepada nasabah lain
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
berdasarkan prinsip ujr.
j. Memberikan fasilitas Letter of Credit (L/C) berdasarkan prinsip
serta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip
kafalah.
k. Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr.
l. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.
m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang
disetujui oleh Dewan Syariah Nasional.
2. Pasal 29 menyatakan bahwa selain melakukan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, bank dapat pula:
a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf.
b. Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip
musyarakah dan/atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
prinsip musyarakah dan/atau mudharabah untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya.
d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
e. Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infaq shadaqah, waqaf, hibah atau
dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak
2.4. Konsep Efisiensi
Konsep efisiensi berakar dari ilmu mikro ekonomi, yaitu dari konsep teori
konsumer dan produsen. Dalam teori konsumer, setiap individu mencoba untuk
memaksimalkan nilai guna (utility) atau kepuasan (satisfaction), sedangkan dari teori
produsen didapatkan bahwa produsen berupaya untuk memaksimalkan keuntungan
dan meminimalkan biaya (Ascarya dan Yumanita, 2008).
Kata efisiensi dan produktifitas sering digunakan di berbagai media untuk
membahas berbagai topik dalam kehidupan masyarakat. Produktifitas didefinisikan
sebagai perbandingan antara output yang dihasilkan, dengan input yang digunakan.
= (1)
Kedua kata tersebut sering saling dipertukarkan penggunaannya, akan tetapi
keduanya mempunyai pengertian yang tidak persis sama (Coelli et al., 2005). Untuk
memperjelas perbedaan diantara kedua kata produktifitas dan efisiensi, maka dapat
dilihat pada ilustrasi proses produksi seperti terlihat pada Gambar 2.1. F(x) adalah
fungsi produksi dari input tunggal (x) yang digunakan untuk menghasilkan output
tunggal (Q). Garis O-F(x) merepresentasikan sebuah production frontier yang biasa
digunakan untuk menggambarkan hubungan antara input dan output. Production
frontier juga didefinisikan sebagai level output maksimum yang dapat dicapai dari
Gambar 2.1. Production Frontier
Titik A berada pada production frontier serta mengilustrasikan output QA dari input
x0. Pada kondisi ini nilai produktivitasnya adalah QA / x0, sedangkan nilai
efisiensinya adalah 1 atau 100%. Sementara itu pada titik B dimana output yang
dihasilkan (QB) berada dibawah output maksimumnya, maka nilai produktifitasnya
adalah QB/ x0 dan nilai efisiensinya adalah QB/QA. Perusahaan-perusahaan yang
beroperasi pada garis production frontier, dikatakan efisien secara teknis (technically
efficient). Sementara itu perusahaan-perusahaan yang beroperasi di bawah garis
production frontier dikatakan tidak efisien secara teknis.
Konsep technical efficiency pertama kali diajukan oleh Farrell pada tahun
1957. Farrell (1957) menyatakan bahwa efisiensi dari sebuah perusahaan terdiri dari
dua komponen: technical efficiency yang merefleksikan kemampuan perusahaan
mencapai output maksimum dari serangkaian input yang diberikan, dan allocative
secara optimum untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu. Kombinasi dari
keduanya-technical efficiency dan allocative efficiency menghasilkan economic
efficiency atau overall efficiency. Pengukuran technical efficiency dibatasi kepada
hubungan teknikal dan operasional yang terjadi pada sebuah perusahaan dalam proses
konversi input menjadi output. Sedangkan nilai economic efficiency tidak dapat
dipandang sebagaimana technical efficiency karena nilainya dipengaruhi oleh kondisi
dan kebijakan makro ekonomi (Ascarya dan Yumanita, 2008). Sebuah perusahaan
dikatakan economically eficient jika dapat meminimalkan biaya produksi untuk
menghasilkan output tertentu pada kondisi level teknologi dan level harga pasar
tertentu. Untuk mencapai economic efficiency, perusahaan mesti mengupayakan
pencapaian output maksimum dari sejumlah input tertentu (technical efficiency), dan
menghasilkan output dengan kombinasi input yang baik pada level harga tertentu
(allocative efficiency).
Farrell (1957) mengilustrasikan technical efficiency melalui pendekatan input
seperti terlihat pada Gambar 2. Garis melengkung Iso(y1*,y2*) menandakan garis
isoquant dari penggunaan dua input x1 dan x2. Jika sebuah perusahaan menggunakan
sejumlah kuantitas dari input-input yang diwakilkan oleh titik A untuk menghasilkan
sebuah output, maka technical inefficiency perusahaan tersebut dapat
direpresentasikan oleh garis BA. Secara rasio, technical efficiency dapat dituliskan
dalam rumusan: TE = OB/OA atau TE = 1- AB/OA. Jika rasio harga input (input
price ratio) diketahui sebagaimana direpresentasikan oleh garis isocost CD, maka
Pada tahun 1966 Leibenstein mempopulerkan istilah X-efficiency yang
merujuk kepada deviasi dari garis cost frontier yang menggambarkan biaya produksi
terendah untuk menghasilkan jumlah output tertentu. X-efficiency berakar dari
technical dan allocative efficiency. Oleh karena itu X-efficiency merupakan ukuran
seberapa baik sebuah perusahaan mengelola teknologi, sumber daya manusia, dan
sumber daya lain guna memproduksi output dalam jumlah tertentu.
Gambar 2.2. Pengukuran technical efficiency berorientasi input
2.5. Profit Efficiency
Konsep profit efficiency muncul karena adanya fakta bahwa banyak
perusahaan yang menitikberatkan tujuan objektif mereka pada pencapaian profit yang
maksimum daripada pencapaian biaya minimum. Ketika sebuah perusahaan ingin
mendapatkan tingkat profit yang maksimum maka perusahaan harus memutuskan
tidak hanya berapa banyak variasi input yang akan digunakan tetapi juga berapa
Profit efficiency mengindikasikan seberapa baik sebuah perusahaan
mendapatkan profit dari kegiatan memproduksi output dalam jumlah tertentu, relatif
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain dalam periode yang sama . Profit
efficiency dapat dikaitkan dengan maksimalisasi nilai perusahaan, dimana nilai
sebuah perusahaan merepresentasikan jumlah present value dari profit yang
diharapkan di masa mendatang (Mohamad et al., 2008). Lebih jauh, profit efficiency
juga merupakan ukuran pembanding kinerja suatu perusahaan dibandingkan dengan
perusahaan terbaik di dalam industri. Dalam konsep technical efficiency, profit
efficiency menyatakan rasio antara profit yang dicapai oleh sebuah perusahaan
dengan profit maksimum (profit frontier) yang bisa dicapai oleh perusahaan dengan
jumlah input tertentu (Kumbhakar dan Lovell, 2004). Adapun bentuk fungsi
persamaan profit frontier dapat dituliskan sebagai berikut: ( , ) = , ( −
), dimana π(p,w) adalah profit frontier yang merupakan fungsi dari harga output
(p) dan harga input (w), y adalah jumlah ouput, dan x adalah jumlah input.
2.6. Pengukuran Efisiensi
Sejumlah literatur secara umum membagi metode pengukuran efisiensi ke
dalam dua pendekatan utama, yaitu pendekatan parametrik dan non parametrik.
Pendekatan parametrik menggunakan perhitungan yang bersifat probabilistik serta
mencoba untuk mengeliminasi dampak dari gangguan atau noise terhadap
inefficiency. Pendekatan ini secara umum dapat dibagi menjadi tiga (Ascarya dan
(TFA), dan 3) Distribution Free Analysis (DFA). Ketiga metode ini berbeda satu
sama lain dalam hal pembentukan asumsi terhadap sudut batas efisiensi, perlakuan
terhadap random error, dan asumsi terkait kurva distribusi dari random error dan
inefficiency. Sementara itu metode pengukuran efisiensi dengan pendekatan non
parametrik dapat dibagi menjadi dua: 1) Data Envelopment Analysis (DEA), dan 2)
Free Disposal Hull (FDH). Pendekatan non parametrik menggunakan pemrograman
linear sebagai alat untuk menentukan nilai efisiensi.
Pendekatan parametrik yang digunakan dalam pengukuran efisiensi (SFA,
TFA, dan DFA) mempunyai kelemahan dibandingkan dengan pendekatan non
parametrik, yaitu membutuhkan spesifikasi khusus terkait bentuk distribusi random
error dan inefficiency. Selain itu, pendekatan parametrik tersebut juga memerlukan
adanya persamaan matematis dari fungsi produksi atau fungsi biaya. Walaupun
demikian, pendekatan parametrik mempunyai keunggulan yaitu memperhitungkan
adanya noise atau random error, dan dapat digunakan untuk pengujian hipotesis.
2.7. Stochastic Frontier Analysis
2.7.1. Sejarah dan Gambaran Umum Stochastic Frontier Analysis
Kemunculan Stochastic Frontier Analylis (SFA) bermula dari dua paper yang
terbit hampir bersamaan waktunya, oleh dua tim yang berbeda. Meeusen dan van den
Broeck menerbitkan paper mereka pada bulan Juni 1977, sementara Aigner, Lovell,
dan Schmidt memunculkan karya mereka satu bulan kemudian, Agustus 1977.
karya Battese dan Corra. Ketiga paper di atas mempunyai kemiripan satu dengan
yang lainnya. Ketiganya membahas tentang struktur error yang terbentuk dalam
pemodelan production frontier. Model tersebut dapat dituangkan dalam bentuk
persamaan umum (Coelli et al., 2005):
= ( , ) { − } (2)
Jika menggunakan model stochastic frontier Cobb-Douglas, maka dapat dituliskan
sebagai:
ln = + ln + − (3)
dimana Y adalah output, X adalah input, dan β adalah parameter yang akan
diestimasi. Komponen error yang pertama, yaitu V adalah bentuk akomodasi
terhadap statistical noise dengan asumsi distribusi yang terbentuk adalah
normal;N(0, ). Sementara itu, komponen error yang kedua yaitu U adalah bentuk
akomodasi dari technical inefficiency dengan asumsi nilai U ≥ 0 dan terdistribusi
normal N+(0, ). Notasi N+ menandakan bahwa untuk model distribusi setengah
normal dan truncated normal, distribusi error terkonsentrasi pada setengah interval
[0,∞]. Diasumsikan bahwa V terdistribusi secara independen terhadap U. Dengan
demikian produsen atau perusahaan akan beroperasi di atas atau di bawah production
frontier, dengan berdasarkan asumsi U ≥ 0. Meeusen dan van den Broeck
menggunakan distribusi eksponesial untuk U dalam modelnya, Battese dan Corra
menggunakan distribusi setengah normal, sementara Aigner, Lovell, dan Schmidt
diestimasi meliputi β, , dan . Setelah proses estimasi selesai dilakukan, nilai
rerata dari technical inefficiency akan didapatkan dari (Kumbhakar dan Lovell, 2004):
= (− ) = −( ) / (4)
jika digunakan distribusi setengah normal, dan
= (− ) = − (5)
jika digunakan distribusi eksponensial. Jika nilai U = 0, maka nilai efisiensi yang
dicapai oleh produsen atau perusahaan adalah 100%, dan jika nilai U > 0, maka jelas
terdapat inefficiency.
Technical inefficiency (TE) merupakan fungsi dari faktor-faktor yang
memengaruhinya, dan dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
= (6)
dimana Z adalah vektor variabel-variabel yang memengaruhi inefficiency yang
terjadi, dan δ merupakan vektor paramater-parameter yang akan diestimasi. Secara
lebih spesifik untuk model stochastic frontier persamaan di atas dapat dituliskan
sebagai berikut:
= + (7)
dimana W adalah variabel acak, mengikut kepada distribusi truncated normal dengan
rerata nol dan variansi σ2. Dengan demikian Technical Efficiency (TE) dapat ditulis
ulang ke dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
2.7.2. Frontier 4.1
Frontier 4.1 merupakan program komputer yang dirancang untuk melakukan
estimasi sejumlah parameter dari fungsi produksi dan biaya dengan metode
Stochastic Frontier Analysis (SFA). Secara teknis, program Frontier 4.1 berjalan
dalam platform DOS dengan sejumlah input dan output tertentu. Model stochastic
frontier yang ada dalam metode ini dapat mengakomodir unbalanced data panel, time
variant and time invariant efficiency, fungsi biaya dan produksi, half normal dan
truncated normal distribution, dan bentuk fungsi baik logaritma maupun bentuk
dasar. Program Frontier 4.1 tidak dapat mengakomodir distribusi eksponensial dan
gamma, dan juga tidak dapat digunakan untuk mengestimasi bentuk fungsi
persamaan matematis. Sebagai tambahan, Frontier 4.1 mengasumsikan bahwa fungsi
produksi dan biaya yang terbentuk adalah linear. Oleh karena itu jika ingin
mengestimasi fungsi produksi model Cobb-Douglas, maka seluruh input dan output
yang ada mesti dibuat dalam bentuk logaritma.
Eksekusi program Frontier 4.1 secara umum membutuhkan lima file (Coelli,
1996) yaitu:
1. File executable (FILE41.EXE)
2. File start up (FRONT41.000)
3. File data (*.DTA)
4. File instruksi (*.INS)
File executable (FILE41.EXE) berisikan perintah untuk memulai eksekusi program
dengan cara membaca file start up yang berisi nilai sejumlah variabel kunci seperti
kriteria konvergensi, print, dan lain-lain. File data adalah file yang berisikan
data-data input yang disusun dengan format 3+k(+p) sebagai berikut:
1 Jumlah perusahaan
2 Jumlah periode
3 Yit
4 x1it
:
3+k xkit
3+k+1 z1it
: :
3+k+p zpit
dimana z adalah variabel penjelas (explanatory variable) yang tidak harus ada, hanya
diperlukan saat model yang digunakan adalah model Battese and Coelli (1995).
Selanjutnya, file instruksi berisikan perintah-perintah untuk mengeksekusi data yang
terdapat pada file data. Hasil estimasi dengan maximum likelihood estimation serta
matriks kovarian yang terbentuk dapat dilihat pada file output.
Frontier 4.1 akan mengikuti prosedur tiga tahapan dalam mengestimasi
maximum likelihood estimation dari suatu fungsi produksi stochastic frontier. Ketiga
1. Ordinary Least Square (OLS) akan mengestimasi fungsi produksi atau biaya
yang ada. Semua nilai estimator β dengan pengecualian intersep β0 tidak akan
mempunyai nilai bias.
2. Pencarian grid dua fase untuk nilai γ. Semua nilai β kecuali β0 berdasarkan
kepada hasil dari estimasi OLS. Sementara untuk nilai β0 dan σ2 ditentukan
berdasarkan formula corrected OLS-yang dipresentasikan oleh Coelli (1995).
Pada tahapan ini, semua parameter lainnya (µ, η, δ) disetting nilainya sama
dengan nol.
3. Nilai-nilai estimator yang didapatkan dari proses pencarian grid dua fase,
digunakan sebagai nilai awal dari sebuah prosedur iterasi yang menggunakan
metode Davidon-Fletcher-Powell-Quasi-Newton untuk mendapatkan nilai
akhir maximum likelihood estimation.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang efisiensi perbankan telah banyak dilakukan di Indonesia,
Malaysia atau negara-negara lainnya di seluruh dunia, baik dengan metode
parametrik maupun non parametrik. Cost efficiency menjadi frase yang paling banyak
dijadikan topik penelitian di dunia internasional daripada profit efficiency (Maudos et
al., 2002). Sementara itu penelitian tentang efisiensi pada Islamic Bank belum
sebanyak penelitian pada bank konvensional (Tahir dan Haron, 2010). Berikut Tabel
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Nilai profit efficiency lebih kecil daripada cost efficiency. Inefficiency yang terjadi
1. Inefficiency Islamic Bank
relatif kecil dibandingkan
biaya overhead, aktiva tetap.
c.Output: pembiayaan, pendapatan lainnya,
earning asset
Islamic Bank Asia Tenggara lebih efisien daripada Islamic Bank Timur Tengah.
1. Islamic Bank Indonesia lebih efisien dibandingkan
Islamic Bank Malaysia 2. Pembiayaan merupakan
sumber inefficiency pada
No Peneliti Objek bank besar dan bank kecil, bank baru dan bank lama 3. Ukuran dan usia bank
tidak berpengaruh terhadap
1. Profit efficiency meningkat seiring waktu
2. Untuk Bangladesh, Fungsi produksi translog lebih sesuai daripada fungsi Cobb-Douglas
Tabel 2.1 (lanjutan) terhadap efisiensi: cost sharing (BMI); cost sharing, biaya
tecnical efficiency dan scale efficiency yg lebih tinggi dan
pure technical efficiency lebih rendah daripada bank asing.
Menjadi sebuah hal yang penting untuk mengemukakan faktor-faktor yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan serangkaian kumpulan objek, metode, data, rentang
waktu, dan lain-lain yang terintegrasi sehingga membuat penelitian ini berbeda dari
penelitian-penelitian sebelumnya. Hal-hal yang menjadi pembeda dari penelitian ini
adalah:
1. Penelitian ini bertujuan melakukan komparasi profit efficiency Islamic Bank
Indonesia dan Malaysia
3. Objek yang akan diteliti adalah Islamic Bank Indonesia dan Malaysia, dalam
hal ini adalah full pledged Islamic Bank
4. Rentang waktu observasi mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2012
5. Metode yang digunakan adalah Stochastic Frontier Analysis (SFA)
berorientasi output
6. Menggunakan atau mengikutsertakan profit inefficiency effect model
7. Variabel yang digunakan adalah profit sebagai output, sementara total deposit,
biaya tenaga kerja, dan aset tetap sebagai input. Waktu dan total aset
digunakan sebagai variabel penjelas pada profit inefficiency effect model
8. Software yang digunakan sebagai alat bantu analisis adalah FRONTIER 4.1
2.9. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari penelitian ini dibuat berdasarkan teori intermediasi
perbankan (Ascarya dan Yumanita, 2008) serta teori inefficiency effect model (Battese
dan Coelli, 1993). Pada teori intermediasi, bank (Islamic Bank) dipandang sebagai
lembaga intermediasi yang menghubungkan pihak-pihak yang mempunyai kelebihan
dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang membutuhkan dana (deficit unit). Total
deposit yang dihimpun dari masyarakat, disalurkan kembali ke masyarakat dalam
bentuk pembiayaan. Proses intermediasi ini membutuhkan sumberdaya internal bank
berupa biaya tenaga kerja serta aset tetap. Pada akhirnya pembiayaan ke masyarakat
merupakan sumber utama profit perbankan. Baten dan Kamil (2010) mengatakan
Pendayagunaan input (total deposit, biaya tenaga kerja, dan aset tetap) akan
berpengaruh terhadap profit efficiency Islamic Bank Indonesia dan Malaysia. Namun
demikian, terdapat juga faktor luar (eksogen) atau variabel penjelas yang turut
memengaruhi profit efficiency tersebut, yang dituliskan dalam bentuk terminologi
profit inefficiency (Battese dan Coelli, 1993). Pada penelitian ini variabel penjelas
yang diikutsertakan adalah waktu dan total aset, sejalan dengan penelitian Baten dan
Kamil (2010).
Input X1 adalah total deposit, X2 adalah biaya tenaga kerja, dan X3 adalah aset
tetap. Variabel independen atau input kemudian bertransformasi menjadi output Y
(profit frontier) yang dapat dituangkan ke dalam satu persamaan umum Y=f(X,β)
exp(V-U); dimana β adalah parameter yang akan diestimasi. Variabel V adalah
random error, dan U adalah profit inefficiency yang dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan matematis umum U = f(Z,δ). Variabel Z merupakan variabel penjelas
(explanatory variable) yang terdiri dari Z1 (waktu) dan Z2 (total aset), sedangkan δ
adalah parameter yang akan diestimasi.
2.9. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituangkan pada BAB I dan
kerangka konseptual yang telah digambarkan pada sub bab sebelumnya, maka dapat
dirumuskan beberapa hipotesis yang berguna sebagai pembuktian empiris pada
penelitian ini, yaitu:
H1: Total deposit mempunyai pengaruh signifikan terhadap estimasi profit
efficiency Islamic Bank Indonesia
H2: Total deposit mempunyai pengaruh signifikan terhadap estimasi profit
efficiency Islamic Bank Malaysia
H3: Biaya tenaga kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap estimasi profit
efficiency Islamic Bank Indonesia
H4: Biaya tenaga kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap estimasi profit
H5: Aset tetap mempunyai pengaruh signifikan terhadap estimasi profit efficiency
Islamic Bank Indonesia
H6: Aset tetap mempunyai pengaruh signifikan terhadap estimasi profit efficiency
Islamic Bank Malaysia
H7: Terdapat perbedaan signifikan antara profit efficiency Islamic Bank
Indonesia dan profit efficiency Islamic Bank Malaysia
H8: Waktu mempunyai pengaruh signifikan terhadap profit inefficiency Islamic
Bank Indonesia
H9: Waktu mempunyai pengaruh signifikan terhadap profit inefficiency Islamic
Bank Malaysia
H10: Total aset mempunyai pengaruh signifikan terhadap profit inefficiency Islamic
Bank Indonesia
H11: Total aset mempunyai pengaruh signifikan terhadap profit inefficiency Islamic