BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini manusia ibarat hidup ditengah-tengah media massa,
kemanapun kita berpaling selalu kita lihat dan di manapun kita pergi akan selalu
kita temukan. Media seperti udara yang kita hirup setiap saat. Pengertian dan
pandangan kita mengenai dunia akan berbeda karena kita tidak mempunyai surat
kabar, televisi, majalah, buku yang bisa dijadikan sumber informasi. Persepsi akan
diri kita sendiri akan turut berubah karena tak ada lagi karakter televisi dan model
iklan yang bisa dijadikan pembanding. Aspek kehidupan pribadi, sosial, perilaku
politisi, pebisnis, pejabat dan lainnya akan turut berubah sesuai media massa.
Setiap individu yang berbeda akan memiliki reaksi yang berbeda pula ketika
menerima informasi dari media massa. Karna didalam media massa disajikan
berbagai macam informasi dan acara yang dapat langsung diakses oleh khalayak.
Hal ini sesuai dengan pengertian dari media massa itu sendiri menurut
Bungin (2008) sebagai media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses oleh masyarakat secara
massal pula. Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan
khalayak. Bukti sederhana terjadi pada seseorang remaja laki-laki yang
mengenakan topi yang dipakai aktor dalam suatu tayangan komedi di televisi.
Remaja lainnya pun dengan segera menirunya. Budaya, sosial dan politik
dipengaruhi oleh media (Agee. 2001)
Media massa mempengaruhi perilaku remaja termasuk dalam kesehatan
reproduksi. Survey kesehatan reproduksi remaja (usia 14-19 tahun) tahun 2009
tentang perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi menunjukan: dari
19.173 responden, 92 % sudah berpacaran, dan pada saat berpacaran melakukan
pegang-pegang tangan, 82 % berciuman, 62% melakukan petting, dan 10,2 %
sudah melakukan hubungan seks bebas. Data tersebut diperkuat oleh survey
telah melakukan hubungan seks pranikah. Di Surabaya 54 %, Bandung 47 %,
Medan 52% Yogja 37 %.
Hal ini ditengarai sebagai salah satu dampak maraknya informasi media
massa yang bernuansa kebebasan perilaku seksual yang melanda masyarakat.
Terutama remaja dewasa ini, sumbangan media massa terhadap proses reformasi
secara efektif mempengaruhi agenda politik dan sosial masyarakat secara luas
dalam berbagai aspek kehidupan. Masalahnya, peran media massa justru banyak
dipertanyakan, terutama menyebarkan hal-hal atau informasi negatif,
menampilkan hal-hal yang selama ini dianggap tabu, mengabaikan norma sosial
yang selama ini dipegang teguh masarakat.
Media cetak juga tak mau ketinggalan. Media berbentuk tabloid, majalah,
surat kabar, buku-buku komik, dan novel tidak sedikit yang menampilkan
foto/gambar, artikel dan tayangan informasi serta tulisan yang ditujukan pada
segmen remaja yang mengarahkan imajinasi serta membangkitkan nafsu seksual
remaja (Erghy Fanggida, 2006).
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan
hal-hal yang seharusnya dihindari. Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan sensitif, seperti hak-hak
reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS) termasuk
HIV/AIDS, dan kebutuhan khusus remaja. Permasalahan remaja yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi, sering kali berakar dari kurangnya informasi,
pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi.
Banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan hal ini, mulai dari pemahaman
mengenai perlunya pemeliharaan kebersihan alat reproduksi, pemahaman
mengenai proses-proses reproduksi serta dampak dari perilaku yang tidak
bertanggung jawab seperti kehamilan tak diinginkan , aborsi, penularan penyakit
menular seksual termasuk HIV dan AIDS (K4Health Indonesia, 2010).
Globalisasi informasi membawa dampak yang besar bagi remaja.
Besarnya rasa keingintahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi mendorong
orang tua, sekolah dan media informasi. Media memegang peran penting dalam
menyebarluaskan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Menurut Survei
Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 remaja mendapat
informasi dari buku, majalah, dan surat kabar sebagai media tertinggi dalam
menyebarkan masalah remaja baik wanita (12,8 persen) dan pria (3 persen)
disusul televisi (7,2 persen dan 2,4 persen) dan radio (1,3 persen dan 0,6 persen)
(Agus, 2008).
Ketersediaan informasi yang minim tentang kesehatan reproduksi
memaksa remaja mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Hal itu yang
kemudian membuat para remaja mencari informasi yang belum tentu benar
keakuratannya, yang pada akhirnya justru dapat menjerumuskan remaja dalam
ketidaksehatan reproduksi. Data yang dirilis dari Kementerian Komunikasi dan
Informasi tahun 2009 memperlihatkan kenyataan bahwa Indonesia merupakan
Negara peringkat ke-3 dunia dalam hal pengaksesan konten pornografi. Ironisnya,
80% dari pengakses konten pornografi itu ialah remaja berusia 15-17 tahun.
Bahkan 90% dari jumlah tersebut mengaksesnya ditengah alasan mencari tugas
sekolah. Data tersebut juga memperlihatkan, usia termuda anak yang mengakses
konten pornografi ialah 11 tahun (Heryawan, 2013).
Remaja adalah makhluk yang unik. Mereka masuk masa peralihan,
dari anak-anak menjadi dewasa. Masa peralihan ini mereka tidak hanya ingin
diperhatikan teman-teman, tetapi mereka juga ingin diperhatikan oleh orangtua,
guru, sekolah serta lingkungan sekitar. Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang
sangat besar, dan semangat untuk mencoba-coba. Dilihat dari siklus kehidupan,
masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu. Masa
ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan pada
tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Pada masa inilah terjadi begitu banyak
perubahan dalam diri individu baik perubahan fisik maupun psikologis (Sarwono:
2008).
Remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang
mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut
berusia 10-19 tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak
muda (youth) untuk mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan
dalam sebuah terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24
tahun. Sementara itu dalam program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah
mereka yang berusia antara 10-24 tahun.
Rendahnya pengetahuan dan sikap atas kesehatan reproduksi akan
berdampak pada perilaku remaja terhadap hubungan seksual pra nikah. Hubungan
seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan
memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan
psikologis. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual,
rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan
keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak
tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama.
Kesemuanya ini tentu saja membuka wawasan bahwa diperlukan suatu
mekanisme untuk membantu remaja agar mereka mengetahui berbagai aspek yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Banyaknya remaja di usia 15-24 tahun
atau jika dilihat dari segi pendidikannya rata-rata masih berstatus pelajar SMA
yang tidak tahu mengenai kesehatan reproduksi dikarenakan kurangnya informasi
yang mereka terima. Peneliti mengambil obyek penelitian di SMAN 1 Stabat
dengan alasan peneliti tertarik karena di sekolah menengah atas ini Karena
berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penasehat Perkawinan dan
Penyelesaian Perceraian (BP4) Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat bahwa pada
tahun 2011 tercatat sebanyak 481 perkawinan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 120
orang perempuan (24,9%) melakukan perkawinan di bawah usia 20 tahun dan dari
jumlah tersebut sekitar 50-60% remaja putri tersebut telah hamil di luar nikah,
sedangkan laki-laki yang melakukan perkawinan di bawah usia 20 tahun sebanyak
11 orang (2,3%). Sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana pola konsumsi
remaja terhadap media dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi.
Sasaran kegiatan penelitian adalah siswa kelas XI (Sebelas) yang rata-rata berusia
16 tahun karena dianggap telah mengetahui dan memiliki minat untuk mencari
seksualitas dan reproduksi. Kelas XI (sebelas) juga dianggap subyek yang tepat
karena kemungkinan pada usia ini sebagian besar siswa sudah memiliki pacar dan
telah menonton beberapa film tentang alat reproduksi, proses kelahiran dan aborsi.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan
informasi, bimbingan dan pengetahuan mengenai anatomi, proses reproduksi,
serta kemungkinan resiko yang timbul apabila menerima informasi yang salah
mengenai kesehatan reproduksi, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai Pola Konsumsi Media Remaja Dalam Memperoleh Informasi Kesehatan Reproduksi di SMAN 1 Stabat.
1.2 Perumusan Masalah
Fokus masalah merupakan permasalahan yang sentral yang menjadi
perhatian penelitian dan dicari jawabannya dalam penelitian. Tujuan dari fokus
masalah adalah untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas
sehingga dapat mengaburkan penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka peneliti tertarik untuk mengajukan perumusan masalah bagaimana pola
konsumsi media remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi yang
secara lebih khusus ingin meneliti :
1. Apasaja media yang dikonsumsi remaja dalam memperoleh informasi
tentang kesehatan reproduksi?
2. Mengapa remaja memilih media tersebut dalam memperoleh informasi
tentang kesehatan reproduksi?
3. Apasaja jenis informasi kesehatan reproduksi yang terdapat dalam media
tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pola konsumsi remaja terhadap media dalam memperoleh
informasi kesehatan reproduksi di SMAN 1 Stabat
2. Mengetahui media yang dikonsumsi remaja dalam memperoleh informasi
3. Mengetahui jenis kesehatan reproduksi apasaja yang diperoleh remaja dari
media tersebut?
1.4 Manfaat Penelitan
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran
yang berguna bagi studi Ilmu Komunikasi dan memperkaya khasanah
penelitian dan sumber bacaan di Lingkungan FISIP USU.
2. Teoritis, Peneliti dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjadi
mahasiswa Ilmu Komunikasi, khususnya tentang penelitian yang berkaitan
dengan media massa terhadap kesehatan reproduksi remaja.
3. Praktis, diharapkan mampu menjadi sumbangan pikiran dan masukan
kepada SMAN 1 Stabat atau mahasiswa yang memberikan perhatiannya
terhadap pengetahuan yang berhubungan dengan bidang media massa dan
memberikan referensi kepada remaja agar meningkatkan kesadaran dan