POLA KELAINAN KULIT PADA PASIEN HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
Oleh:
EIRENE SIMBOLON 070100112
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
POLA KELAINAN KULIT PADA PASIEN HIV/AIDS
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
EIRENE SIMBOLON 070100112
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pola Kelainan Kulit pada Pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nama : Eirene Simbolon NIM : 070100112
Pembimbing Penguji I
(dr. Ramona Dumasari Lubis, Sp.KK) (dr.Yunilda Andriyani,MKT)
Penguji II
(dr. Elmeida Effendy, Sp.KJ)
Medan, Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional, karena dalam waktu relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia menyatakan, situasi HIV/AIDS dalam kurun waktu 9 tahun yang semula meningkat perlahan-lahan, sejak tahun 2000 mengalami peningkatan yang sangat tajam. Penyakit HIV/AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga orang yang terinfeksi rentan terhadap penyakit. Salah satu manifestasi klinis penyakit ini adalah kelainan kulit. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis yang sangat sering ditemukan, bahkan bisa menjadi manifestasi yang pertama kali muncul (Jindal, 2009). Belum ada data mengenai kelainan kulit yang sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola atau jenis kelainan kulit yang sering diderita pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain potong-melintang. Populasi penelitian adalah seluruh pasien HIV/AIDS rawat inap dan jalan. Sedangkan yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien HIV/AIDS yang dirujuk ke Departemen Kulit dan Kelamin sejak Januari 2007-Oktober 2010, yaitu sebanyak 227 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melihat rekam medik pasien di Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik Medan.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien adalah erupsi obat (14,9%) dan folikulitis (14,6%). Kelainan kulit yang juga banyak dijumpai adalah dermatofitosis (10%) dan dermatitis seboroik (9,7%). Tidak dijumpai sarkoma kaposi, yaitu keganasan pada kulit yang sering diderita pasien HIV/AIDS.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga dapat memberikan pencegahan dan pengobatan kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS.
ABSTRACT
HIV / AIDS has become an international problem, because in a relatively short time an increase in the number of patients and increasingly plagued many countries. AIDS Commission in Indonesia reported, the situation of HIV / AIDS within a period of 9 years which initially increases slowly, since 2000 has increased very sharply. HIV / AIDS attacks the immune system so that the infected person vulnerable to diseases. One of the clinical manifestation of this disease is skin disorder. Skin disorder is a clinical manifestation that is often found, could even be a manifestation which first appeared (Jindal, 2009). No data on skin disorders are often found in patients with HIV / AIDS in Indonesia.
This study was conducted to evaluate the pattern or types of skin disorder that often affect patients with HIV/AIDS at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. This study used descriptive statistic with cross sectional design. The study population was all patients with HIV / AIDS inpatients and out-patients. While the sample in this study were all HIV / AIDS patients who are referred to the Department of Dermatology from January 2007-October 2010, as many as 227 people. Data collection was conducted using secondary data obtained by looking at medical records of patients at VCT Pusyansus Dr Haji Adam Malik Medan.
Results obtained in this study were skin disorder most common in patient were drug eruption (14.9%) and folliculitis (14.6%). Skin disorder that was often encountered was dermatophytosis (10%) and seborrheic dermatitis (9.7%). Found no Kaposi's sarcoma, which was malignancy of the skin that often affects patients with HIV / AIDS.
The result was expected to be useful to Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik Medan that can provide prevention and treatment of skin disorders suffered by patients with HIV / AIDS.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pola Kelainan Kulit pada Pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan”. Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Ramona Dumasari Lubis, Sp.KK, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr.Yunilda Andriyani, MKT dan dr. Elmeida Effendy, Sp.KJ, selaku Dosen Penguji yang telah memberi saran dan masukan kepada penulis. 4. dr.Tambar Kembaren,Sp.PD, selaku ketua Pusat Pelayanan Khusus RSUP
Haji Adam Malik Medan, yang telah memberikan izin penelitian serta masukan dalam penulisan laporan hasil penelitian.
5. Seluruh pegawai dan staf Pusat Pelayanan Khusus RSUP yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.
6. Bapak/Ibu Dosen Community Research Program Medical Education Unit FK USU yang senantiasa membantu dalam proses penulisan laporan hasil penelitian.
8. Seluruh teman angkatan 2007, terimakasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.
Untuk seluruh bantuan, baik moril maupun materiil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terimakasih. Biarlah Tuhan Yang Maha Esa yang membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, Nopember 2010 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... v
Daftar Gambar ... vi
Daftar Lampiran ... ix
Daftar Singkatan ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
2.1.4. Patogenesis HIV/AIDS ... 5
2.1.5. Klasifikasi HIV/AIDS ... 6
2.1.6. Diagnosis Infeksi HIV ... 8
2.1.7. Terapi Antiretrovirus ... 8
2.2. Kelainan Kulit dan HIV/AIDS ... 9
2.2.1. Kulit ... 9
2.2.2. Kelainan Kulit pada Pasien HIV/AIDS ... 10
2.2.3. Jenis Kelainan Kulit pada Pasien HIV/AIDS ... 10
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23
3.1. Kerangka Konsep Operasional ... 23
3.2. Definisi Operasional ... 23
4.1. Jenis Penelitian ... 25
4.2. Waktu danTempat Penelitian ... 25
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25
4.3.1. Populasi ... 25
4.3.2. Sampel ... 25
4.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 25
4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 26
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
5.1. Hasil Penelitian ... 27
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27
5.1.2. Karakteristik Individu ... 27
5.1.3. Hasil Analisis Data ... 29
5.2. Pembahasan ... 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
6.1. Kesimpulan ... 35
6.2. Saran ... 35
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Tabel 2.2.
HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) Prevalensi Kelainan Kulit pada 286 Pasien HIV/AIDS di Jamaika
9 21
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel berdasarkan Usia
28
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin
28
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Genom Human Immunodeficiency Virus (HIV) 4
Gambar 2.2. Infeksi Stafilokokus pada Pasien HIV/AIDS 11
Gambar 2.3. Infeksi Virus pada Kulit Pasien HIV/AIDS 12
Gambar 2.4. Oral Hairy Leukoplakia 13
Gambar 2.5. Infeksi Kandida pada Pasien HIV/AIDS 14
Gambar 2.6. Dermatofitosis pada Pasien HIV/AIDS 15
Gambar 2.7. Histoplasmosis Diseminata pada Pasien HIV/AIDS 16
Gambar 2.8. Kriptokokus Diseminata pada Pasien HIV/AIDS 16
Gambar 2.9. Sarkoma Kaposi 17
Gambar 2.10. Eritema Multiformis akibat Erupsi Antiretrovirus 17
Gambar 2.11. Dermatitis Seboroik 18
Gambar 2.12. Papular Pruritic Eruption akibat gigitan serangga 18
Gambar 2.13. Psoriasis Vulgaris 19
Gambar 2.14. Gambar 3.1.
Fotosensitif pada lengan, wajah, dan leher Skema Kerangka Konsep Penelitian
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Ethical Clearance
Lampiran 4 Data Induk
DAFTAR SINGKATAN
HIV Human Immunodeficiency Syndrome Virus
AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome
UNAIDS United Nations Programme in HIV/AIDS
KPAN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
RNA Ribonucleic Acid
CD Cluster of Differentiation
NK Natural Killer
CDC Centers for Disease Control
PGL Persistent Generalized Lymphadenopathy
ARV Anti Retrovirus
ELISA Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay
HAART Highly Active Antiretroviral Therapy
NRTI Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NNRTI Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
PI Protease Inhibitor
ABC Abacavir
OHL Oral Hairy Leukoplakia
VZV Varicella zoster virus
MCV Moluscum contangiosum virus
PPE Papular Pruritic Eruption
PIH Post inflammatory hiperpigmentation and
ABSTRAK
HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional, karena dalam waktu relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak negara. Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia menyatakan, situasi HIV/AIDS dalam kurun waktu 9 tahun yang semula meningkat perlahan-lahan, sejak tahun 2000 mengalami peningkatan yang sangat tajam. Penyakit HIV/AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga orang yang terinfeksi rentan terhadap penyakit. Salah satu manifestasi klinis penyakit ini adalah kelainan kulit. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis yang sangat sering ditemukan, bahkan bisa menjadi manifestasi yang pertama kali muncul (Jindal, 2009). Belum ada data mengenai kelainan kulit yang sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola atau jenis kelainan kulit yang sering diderita pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain potong-melintang. Populasi penelitian adalah seluruh pasien HIV/AIDS rawat inap dan jalan. Sedangkan yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien HIV/AIDS yang dirujuk ke Departemen Kulit dan Kelamin sejak Januari 2007-Oktober 2010, yaitu sebanyak 227 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melihat rekam medik pasien di Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik Medan.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien adalah erupsi obat (14,9%) dan folikulitis (14,6%). Kelainan kulit yang juga banyak dijumpai adalah dermatofitosis (10%) dan dermatitis seboroik (9,7%). Tidak dijumpai sarkoma kaposi, yaitu keganasan pada kulit yang sering diderita pasien HIV/AIDS.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik Medan sehingga dapat memberikan pencegahan dan pengobatan kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS.
ABSTRACT
HIV / AIDS has become an international problem, because in a relatively short time an increase in the number of patients and increasingly plagued many countries. AIDS Commission in Indonesia reported, the situation of HIV / AIDS within a period of 9 years which initially increases slowly, since 2000 has increased very sharply. HIV / AIDS attacks the immune system so that the infected person vulnerable to diseases. One of the clinical manifestation of this disease is skin disorder. Skin disorder is a clinical manifestation that is often found, could even be a manifestation which first appeared (Jindal, 2009). No data on skin disorders are often found in patients with HIV / AIDS in Indonesia.
This study was conducted to evaluate the pattern or types of skin disorder that often affect patients with HIV/AIDS at Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. This study used descriptive statistic with cross sectional design. The study population was all patients with HIV / AIDS inpatients and out-patients. While the sample in this study were all HIV / AIDS patients who are referred to the Department of Dermatology from January 2007-October 2010, as many as 227 people. Data collection was conducted using secondary data obtained by looking at medical records of patients at VCT Pusyansus Dr Haji Adam Malik Medan.
Results obtained in this study were skin disorder most common in patient were drug eruption (14.9%) and folliculitis (14.6%). Skin disorder that was often encountered was dermatophytosis (10%) and seborrheic dermatitis (9.7%). Found no Kaposi's sarcoma, which was malignancy of the skin that often affects patients with HIV / AIDS.
The result was expected to be useful to Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik Medan that can provide prevention and treatment of skin disorders suffered by patients with HIV / AIDS.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi yang dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat. Sejak tahun 1987, perkembangan kasus HIV/AIDS di dunia mengalami peningkatan setiap tahun. Berdasarkan data UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS) pada tahun 2008, diperkirakan 33.400.000 penduduk di dunia telah terinfeksi HIV dan terdapat lebih kurang 2.000.000 anak-anak dan dewasa yang meninggal akibat AIDS.
Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan laju pertambahan infeksi HIV/AIDS tercepat di dunia (Wahyuningsih, 2009). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sejak tanggal 1 Oktober 1987 hingga Desember 2009 mencatat 23.819 kasus HIV dan 19973 orang di antaranya telah menderita AIDS. Kasus HIV/AIDS sendiri merupakan kasus dengan fenomena gunung es dimana jumlah orang yang dilaporkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang sebenarnya. Bila ada satu kasus yang tercatat, diasumsikan terdapat 200 kasus sama yang tidak tercatat (Komisi Penanggulangan AIDS, 2009). Berdasarkan estimasi Depkes dan KPAN pada tahun 2006, jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia adalah 193.030 orang. Di Sumatera Utara, jumlah kasus HIV sejak tahun 1992-April 2009 tercatat sebanyak 1680 orang dan 872 diantaranya telah menderita AIDS. Angka kejadian tertinggi di Sumatera Utara adalah kota Medan sebanyak 1181 kasus.
penyakit HIV (Jindal et al, 2009). Penelitian yang dilakukan Boon K.G. pada tahun 2007 mendapatkan, 80-95% pasien HIV mempunyai kelainan kulit, bahkan UCSF (University California San Fransisco) menyebutkan, prevalensi kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS mencapai 100%. Kelainan kulit ini menjadi penyebab morbiditas yang tinggi, yang memberikan efek kosmetik dan mempengaruhi kualitas hidup pasien HIV/AIDS.
Beberapa kelainan kulit termasuk HIV Defining Illness, yaitu kelainan kulit yang khas pada pasien HIV dan menjadi indikasi untuk dilakukan tes serologi HIV (Johnson, 2008). Tahun 1980, Sarkoma Kaposi, dijadikan salah satu tanda seseorang terinfeksi dan sejak saat itu 56 kelainan kulit lainnya telah diidentifikasi berhubungan dengan HIV (Thompson et al, 2008). Beberapa kelainan kulit lainnya adalah Herpes Zoster, Dermatitis Seboroik, Folikulitis, dan Papular Pruritic Eruption (Colven, 2008). Sebuah penelitian di Singapura terhadap pasien HIV/AIDS mendapatkan Papular Pruritic Eruption sebagai manifestasi kulit terbanyak, diikuti Psoriasis, Dermatitis Seboroik, Xerosis, Herpes Simpleks, Reaksi Erupsi Obat, Kandidiasis Oral, Eksema, Herpes Zoster, Hiperpigmentasi dan beberapa kelainan kulit lainnya (Goh et al, 2007). Penelitian lain di India mendapatkan prevalensi kelainan kulit yang sedikit berbeda, yakni Herpes Zoster (31,5%), Kandidiasis (26,3%), Dermatitis Seboroik (18,4%), Dermatofitosis (13,2%), Moluskum Kontangiosum (13,2%), dan Papular Pruritic Eruption (7,9%) (Jindal et al, 2009).
Dibandingkan dengan negara Barat, penelitian dan data mengenai kelainan kulit pada pasien HIV/ AIDS di Asia masih sangat sedikit, termasuk di Indonesia. Pahadal, terdapat beberapa perbedaan pola kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS di Eropa dan Amerika Utara dengan pasien HIV/AIDS di Asia ( Goh et al, 2007). Dengan adanya masalah tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pola kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu: apa saja kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Memberi informasi mengenai kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS berdasarkan demografi, yaitu usia dan jenis kelamin.
2. Memperoleh data mengenai kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
3. Mengetahui pola kelainan kulit berdasarkan jenis kelamin.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
1. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sebagai sumber data mengenai jenis kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS.
2. Menambah wawasan dan sumber informasi bagi orang lain yang ingin melakukan penelitian yang sama.
3. Menambah pengetahuan peneliti mengenai penyakit HIV/AIDS dan kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV/AIDS 2.1.1. HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus dengan materi genetik asam ribonukleat (RNA). Retrovirus mempunyai kemampuan yang unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, setelah masuk ke tubuh penjamu (Lan, 2006). Virus ini menyerang dan merusak sel- sel limfosit T-helper (CD4+) sehingga sistem imun penderita turun dan rentan terhadap berbagai infeksi dan keganasan (Murtiastutik, 2008).
Genom HIV mengandung sembilan protein yang esensial untuk siklus hidupnya.
Gambar 2.1. Genom Human Immunodeficiency Virus (HIV) Sumber: Lan, 2006.
2.1.2. AIDS
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS bukan suatu penyakit, tetapi kumpulan gejala yang timbul akibat penurunan imunitas tubuh yang disebabkan oleh HIV (Djoerban, 2006). Sampai saat ini belum ada obat untuk mencegah HIV atau AIDS (Harahap, 2000).
2.1.3. Penularan HIV
Penularan terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung HIV (Soebardjo, 2006). Cairan tubuh yang paling banyak mengandung HIV adalah air mani, cairan vagina/serviks, dan darah. Penularan utama HIV melalui 4 jalur yang melibatkan cairan tubuh tersebut, yakni hubungan seksual, jalur pemindahan darah (alat suntik, tato, tindik, alat bedah, alat cukur dan melalui luka kecil di kulit), transplantasi organ, dan dari ibu yang terinfeksi ke bayi yang dilahirkannya (Murtiastutik, 2008)
2.1.4. Patogenesis HIV/AIDS
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+). Glikoprotein envelope virus, yakni gp120 akan berikatan dengan permukaan sel limfosit CD4+, sehingga gp41 dapat memperantarai fusi membran virus ke membran sel. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma CD4+. Setelah nukleokapsid dilepas, terjadi transkripsi terbalik (reverse transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. cDNA kemudian bermigrasi ke dalam nukleus CD4+ dan berintegrasi dengan DNA dibantu enzim HIV integrase. Integrasi dengan DNA sel penjamu menghasilkan suatu provirus dan memicu transkripsi mRNA. mRNA virus kemudian ditranslasikan menjadi protein struktural dan enzim virus. RNA genom virus kemudian dibebaskan ke dalam sitoplasma dan bergabung dengan protein inti. Tahap akhir adalah pemotongan dan penataan protein virus menjadi segmen- segmen kecil oleh enzim HIV protease. Fragmen-fragmen virus akan dibungkus oleh sebagian membran sel yang terinfeksi. Virus yang baru terbentuk (virion) kemudian dilepaskan dan menyerang sel-sel rentan seperti sel CD4+ lainnya, monosit, makrofag, sel NK (natural killer), sel endotel, sel epitel, sel dendritik (pada mukosa tubuh manusia), sel Langerhans (pada kulit), sel mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh (Lan, 2006).
pertumbuhan sel B untuk menghasilkan antibodi dan mengeluarkan faktor pertumbuhan sel T untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik (CD8+). Sebagian zat kimia yang dihasilkan sel CD4+ berfungsi sebagai kemotaksin dan peningkatan kerja makrofag, monosit, dan sel Natural Killer (NK). Kerusakan sel T-helper oleh HIV menyebabkan penurunan sekresi antibodi dan gangguan pada sel-sel imun lainnya (Murtiastutik, 2008).
Pada awal infeksi, dalam beberapa hari dan minggu, sistem imun belum terganggu. Sama seperti infeksi virus lainnya, akan terjadi peningkatan jumlah sel sitotoksik (CD8+) dan antibodi. Pada masa ini penderita masih berada dalam kondisi seronegatif dan sehat untuk jangka waktu yang lama (Djoerban, 2006). Pada tahap lebih lanjut, semakin banyak sel CD4+ yang rusak. Akibatnya fungsi sel-sel imun lainnya akan terganggu dan menyebabkan penurunan imunitas yang progresif. Pertanda dari progresifitas penyakit dapat dilihat dari gejala klinis dan penurun jumlah sel CD4+ (Murtiastutik, 2009).
Pada sistem imun yang sehat, jumlah limfosit CD4+ berkisar dari 600 sampai 1200/ µ l darah. Segera setelah infeksi virus primer, kadar limfosit CD4+ turun di bawah kadar normal untuk orang tersebut. Jumlah sel kemudian meningkat tetapi kadarnya sedikit di bawah normal. Seiring dengan waktu, terjadi penurunan kadar CD4+ secara perlahan, berkorelasi dengan perjalanan klinis penyakit. Gejala-gejala imunosupresi tampak pada kadar CD4+ di bawah 300 sel/µ l. Pasien dengan kadar CD4+ kurang dari 200/µ l mengalami imunosupresi yang berat dan risiko tinggi terjangkit keganasan dan infeksi oportunistik (Lan, 2006).
2.1.5. Klasifikasi HIV/AIDS
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for Disease Control) dibagi atas empat tahap, yakni:
(1) Infeksi HIV akut
ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena keluhan menyerupai banyak penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif (Murtiastutik, 2008).
(2) Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi gejala asimtomatis. Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan penderita bisa tidak mengalami keluhan apapun selama sepuluh tahun atau lebih. Berbeda dengan anak- anak, fase ini lebih cepat dilalui (Murtiastutik, 2008).
(3) Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua tempat selain limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena jaringan limfe berfungsi sebagai tempat penampungan utama HIV. PGL terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV asimtomatis. Pembesaran menetap, menyeluruh, simetri, dan tidak nyeri tekan (Murtiastutik, 2008).
(4) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
2.1.6. Diagnosis Infeksi HIV
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Pertama, tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang bereaksi terhadap antibodi dalam serum. Apabila hasil ELISA positif, dikonfirmasi dengan tes kedua yang lebih spesifik, yaitu Western blot. Bila hasilnya juga positif, dilakukan tes ulang karena uji ini dapat memberikan hasil positif-palsu atau negatif-palsu. Bila hasilnya tetap positif, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi derajat penyakit dan dimulai usaha untuk mengendalikan infeksi (Lan, 2006).
Di negara berkembang, tes serologi maupun antigen HIV belum memadai. Untuk memudahkan diagnosis, WHO menetapkan kriteria diagnosis HIV/AIDS apabila terdapat dua gejala mayor dan satu gejala minor di bawah ini (Murtiastutik, 2008).
a. Gejala Mayor
- Penurunan berat badan > 10% berat badan - Diare kronis > 1 bulan
- Demam > 1 bulan
- Kesadaran menurun dan gangguan neurologis
- Demensia
b. Gejala Minor - Batuk > 1 bulan
- Pruritus Dermatitis menyeluruh - Infeksi umum yang rekuren - Kandidiasis Orofaringeal
2.1.7. Terapi Antiretrovirus
Antiretrovirus (ARV) yang ditemukan pada tahun 1996, mendorong suatu revolusi dalam perawatan penderia HIV/AIDS. Meskipun belum mampu menyembuhkan penyakit dan menambah tantangan dalam hal efek samping dan resistensi, obat ini secara dramatis menunjukkan penurunan angka mortalitas dan morbiditas akibat HIV/AIDS (Murtiastutik, 2008).
Pemberian ARV bergantung pada tingkat progresifitas penyakit, yang dapat dinilai melalui kadar CD4+ dan kadar RNA HIV serum. Terdapat tiga jenis antiretrovirus yang digolongkan berdasarkan cara kerjanya, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1. HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy)
Golongan Obat dan Mekanisme Kerja Nama Obat
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Menghambat reverse transcriptase HIV, sehingga pertumbuhan rantai DNA dan replikasi HIV terhenti.
Abacavir (ABC) Didanosin (ddl) Lamivudine (3TC) Stavudine (d4T),
Zidovudin (ZDZ atau AZT) Nonnucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor (NNRTI)
Menghambat transkripsi RNA HIV menjadi DNA.
Nevirapin (NVP) Efavirenz (EFV)
Protease Inhibitor (PI)
Menghambat protease HIV, yang mencegah pematangan virus HIV.
2.2. Kelainan Kulit dan HIV/ AIDS 2.2.1. Kulit
Kulit adalah organ terluar dan terbesar dari struktur tubuh manusia. Kulit merupakan cerminan kesehatan dan indikator yang baik dari sistem imun manusia (Wasitaatmadja, 2002). Salah satu peran kulit adalah sebagai pertahanan eksternal tubuh. Pertahanan eksternal ini diperankan oleh sel-sel khusus kulit, yaitu melanosit, keratinosit, sel Langerhans, dan sel Granstein (Sherwood, 2001).
2.2.2. Kelainan Kulit pada Pasien HIV AIDS
Kelainan kulit muncul hampir secara umum pada perjalanan penyakit HIV, sebagai akibat dari penurunan sistem imun atau berhubungan dengan pengobatan antiretrovirus. Penurunan fungsi sel langerhans yang terinfeksi HIV menjadi penyebab kelainan pada kulit (Johnson, 2008). Kelainan kulit ini sangat luas, bervariasi, dan unik (Colven, 2008). Semakin berkurang kadar CD4+ pada tubuh, maka keparahan kelainan kulit akan semakin meningkat, bertambah jumlahnya, dan sulit ditangani (Dlova, 2004). Penyebab kelainan ini bisa karena infeksi, non-infeksi maupun proses keganasan (Johnson, 2008).
Di beberapa negara seperti Australia, Eropa Barat, dan Amerika Utara, terdapat penurunan angka infeksi oportunistik dan keganasan kulit pada pasien HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan di negara tersebut sudah sangat tinggi akses untuk mendapatkan HAART (highly active antiretroviral therapy) (Dlova, 2004). Secara global, lebih dari 95% penderita HIV belum mempunyai akses intervensi pengobatan sehingga banyak manifestasi kulit yang berkaitan dengan penyakit HIV menjadi kronis dan progresif (Murtiastutik, 2008).
2.2.3. Jenis Kelainan Kulit pada Pasien HIV/AIDS
Kelainan kulit yang terjadi pada pasien HIV/AIDS sangat banyak dengan spektrum yang sangat luas (Murtiastutik, 2008). Kelainan kulit tersebut meliputi: (1) Infeksi oportunistik
virus (virus Herpes) atau perubahan infeksi subklinis menjadi klinis. Selama tujuh tahun terakhir telah terjadi penurunan prevalensi infeksi oportunistik karena terapi HAART (Johnson, 2008). Infeksi oportunistik menjadi lebih sering terjadi pada penyakit HIV stadium lanjut yang tidak diobati. Infeksi oportunistik meliputi:
a. Bakteri
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang paling sering menyebabkan infeksi kutaneus maupun sistemik pada penyakit HIV (Johnson, 2008). Insidensi stafilokokus primer termasuk selulitis, impetigo, folikulitis, furunkel, dan karbunkel. Bakteri oportunistik lainnya adalah Bartonella henselae yang menyebabkan Bacillary Angiomatosis dengan lesi angioproliferatif menyerupai cherry hemangioma atau Sarkoma Kaposi. Mikroorganisme lainnya adalah Helicobacter cinaedi dan Pseudomonas Aeruginosa dengan gambaran klinis selulitis (Murtiastutik, 2008).
Selulitis sering terjadi pada bagian tungkai, walaupun bisa terdapat pada bagian tubuh lain. Daerah yang terkena menjadi eritema, terasa panas dan bengkak, serta terdapat lepuhan-lepuhan pada daerah nekrosis (Brown, 2005).
Gambar 2.2. Infeksi Stafilokokus pada Pasien HIV/AIDS Sumber: Maurer, 2005.
kubah yang lunak kemerahan, kemudian terjadi supurasi, dan pus keluar dari muara-muara folikel (Brown, 2005).
Impetigo merupakan infeksi superfisial yang mempunyai dua bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan bulosa. Lesi di tubuh bisa timbul di bagian manapun. Pada impetigo nonbulosa lesi awal berupa pustula kecil dan bila pecah akan terjadi eksudasi dan krusta. Pada impetigo bulosa timbul lepuhan-lepuhan besar dan superfisial. Ketika lepuhan tersebut pecah, terjadi eksudasi dan terbentuk krusta, dan stratum korneum pada bagian tepi lesi mengelupas kembali (Brown, 2005).
b. Virus
Kebanyakan infeksi virus timbul karena perubahan infeksi subklinis menjadi klinis oleh Human papillomavirus (HPV) dan Molluscum contangiosum virus (MCV). Penyebab sering lainnya adalah reaktifasi virus pada masa laten seperti Herpes simplex virus (HSV), Ebsteinn-Barr virus (EBV) dan Varicella zoster virus (VZV) (Johnson, 2008).
Banyak studi secara konsisten menunjukkan adanya peningkatan kejadian HPV pada pasien HIV (Murtiastutik, 2008) dan tidak terjadi penurunan jumlah kasus walaupun telah mendapat terapi HAART (Johnson, 2008). Gambaran klinis adalah veruka atau kutil, yaitu neoplasma jinak pada epidermis. Veruka biasa (common wart) mempunyai gambaran seperti kembang kol dan sering pada tangan. Pada daerah punggung tangan dan wajah (plane wart) kutil ini kecil, rata bagian atas, dan kemerahan sedangkan di telapak kaki kutil bergerombol (mosak). Kutil kelamin (anogenital wart) atau dikenal dengan kondiloma akuminata dapat timbul dalam vagina, uretra, serviks, vulva, penis, dan anus (Johnson, 2008).
Infeksi VZV primer pada pasien HIV/AIDS biasanya lebih lama dan lebih berat. Gambaran klinis berupa papul eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun yang kemudian berubah menjadi pustula dan krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel- vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfik (Handoko, 2003). Reaktivasi VZV atau Herpes zoster lebih banyak didapatkan pada pasien dengan hitung sel CD4+ <350 sel/µ l. Ciri khas penyakitnya dimulai dengan nyeri radikular diikuti dengan eritema sepanjang dermatom. Gambaran klinis HZV pada pasien HIV meningkat sepanjang dermatom kranialis (Murtiastutik, 2008).
HSV muncul dengan gambaran krusta pada bibir, muka dan bagian tubuh lainnya. Krusta semakin besar, dalam, dan menimbulkan rasa nyeri. Pada pasien HIV/AIDS infeksi HSV berlangsung lama dan sulit diobati (Johnson, 2008).
Oral Hairy Leukoplakia (OHL) merupakan lesi spesifik pada penyakit HIV yang disebabkan oleh virus Ebstein-Barr. OHL merupakan salah satu tanda untuk menilai progresifitas penyakit. OHL memberikan gambaran hiperplasia, plak epitelial berwarna keputihan pada bagian lateral lidah, biasanya bilateral tetapi tidak simetris. Diagnosis OHL dibuat berdasarkan penemuan klinis, tetapi jika diagnosis tidak pasti perlu dikonfirmasi dengan biopsi (Murtiastutik, 2008).
Gambar 2.4. Oral Hairy Leukoplakia Sumber: Krentz, 2002.
mengalami trauma ringan dan infundibulum folikel rambut. Gambaran klinis MCV pasien HIV/AIDS sangat berbeda dengan orang normal. Lesi yang muncul lebih besar, menyebar, dan menyebabkan morbiditas. Kelainan ini menurun secara signifikan pada pasien yang mendapat terapi HAART (Johnson, 2008).
c. Jamur
Secara umum, infeksi jamur pada penderita HIV/AIDS meliputi infeksi superfisialis (dermatofitosis, kandidiasis) dan sistemik (histoplasmosis dan kriptokokus). Di Indonesia kasus tersering adalah kandidiasis orofaring, histoplasmosis dan kriptokokus (Wahyuningsih, 2009).
Penyebab tersering kandidiasis adalah Candida albicans yang dalam keadaan normal merupakan komensal dalam saluran pencernaan (Johnson, 2008). Pada orang dewasa, Kandidiasis sering muncul di lidah, orofaring, esofagus, sudut mulut (keilitis angular), kuku (paronikia), balanitis, dan vulvovaginitis. Pada anak- anak , kandidiasis sering pada daerah persendian dan napkin area. Diagnosis ditegakkan dari apusan dan kultur kerokan kulit dan potongan kuku yang terkena (Brown, 2005).
Kandidiasis orofaring menimbulkan rasa nyeri yang menyebabkan kesulitan asupan makanan. Akibatnya terjadi penurunan kualitas hidup dan berpengaruh buruk terhadap sistem imunitas tubuh yang memang telah terganggu. Kandidiasis orofaring merupakan salah satu HIV-defining illness yang dapat muncul bahkan pada kadar CD4+ dalam batas normal (Wahyuningsih, 2009).
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung keratin dan paling sering disebabkan jamur Trychophyton rubrum. Dermatofitosis diklasifikasikan berdasarkan bagian tubuh yang yang diserang, yaitu tinea kapitis (kulit dan rambut kepala), tinea pedis (kaki dan tangan), tinea barbe (pada dagu dan janggut), tinea ungulum (kuku), dan tinea korporis (bagian tubuh lain). Pada kulit, dermatofitosis muncul dengan ciri eritema bulat atau oval, berskuama, menyebar secara sentrifugal dengan tepi yang inflamasi, dan central healing. Dermatofitosis pada kuku mempunyai gambaran putih pada permukaan, kuku menjadi lebih tebal, dan rapuh. Pada anak, dapat muncul tinea kapitis berat (kerion) yang nyeri dan dapat menyebabkan alopesia. Dermatofitosis pada pasien HIV/ AIDS lebih sulit untuk diobati dan rekuren. Diagnosis ditegakkan dari kultur dan hapusan daerah yang terinfeksi (Dlova, 2004).
Gambar 2.6. Infeksi Dermatofitosis pada Pasien HIV/AIDS. Sumber: Dlova,2007.
Gambar 2.7. Histoplasmosis Diseminata pada Pasien HIV/AIDS Sumber: Dlova, 2007.
Kriptokokus sering terjadi pada pasien HIV stadium lanjut. Penyebab Kriptokokus tersering adalah Criptococcus neoforman. Lesi kulit tampak paling sering pada kepala dan leher. Kelainan yang sering muncul menyerupai moluskum kontangiosum, yaitu papula atau nodul berumbilikasi berwarna seperti kulit atau merah muda. Kelainan pada kulit menandakan diseminasi yang luas (Wahyuningsih, 2009).
Gambar 2.8. Kriptokokus Diseminata pada Pasien HIV/AIDS Sumber: Dlova, 2007.
(2) Neoplasma Oportunistik
a. Sarkoma Kaposi
tidak mendapatkan pasien HIV/AIDS yang mempunyai kelainan kulit Sarkoma Kaposi (Goh, 2007).
Gambar 2.9. Sarkoma Kaposi Sumber: Maurer, 2005.
b. Kanker Kulit Nonmelanoma
Kanker kulit nonmelanoma didapati pada pasien HIV/AIDS stadium lanjut. Faktor risiko kelainan ini adalah kulit terang dan terpapar cahaya matahari yang ekstensif (>6 jam per hari selama 10 tahun) (Johnson, 2008).
(3) Erupsi Obat ( Adverse Drug Reaction)
Reaksi obat sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi obat sulfonamide. Gambaran klinis berupa erupsi makula papular yang menyebar luas. Gambaran lain dapat berupa urtikaria, eritema multiformis, dan reaksi sistemik lainnya. Antibiotik seperti penisilin dapat menyebabkan reaksi yang lebih berat pada pasien HIV. Obat- obat antiretrovirus merupakan penyebab tersering kelainan kulit akibat erupsi obat. Karena itu, perlu dilakukan pemilihan kombinasi obat retrovirus (Murtiastutik, 2008).
(4) Dermatosis
a. Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik biasanya tampak pada bagian tubuh berambut. Gambaran klinis berupa skuama eritematosa. Pada kulit kepala, biasanya ditemukan pembentukan skuama yang luas dan gatal dengan dasar eritematosa. pada wajah didapatkan eritema berskuama. Dermatitis seboroik yang hebat terutama didapatkan pada pasien penderita AIDS (Hunter, 2003).
Gambar 2.11. Dermatitis Seboroik Sumber: Hunter, 2003.
b. Papular Pruritus Eruption (PPE)
PPE merupakan salah satu kelainan kulit yang khas pada pasien HIV/AIDS. Kelainan kulit ini didapati pada 85% pasien HIV/AIDS. Lebih dari 80% kasus didapati pada pasien yang memiliki kadar CD4+ kurang dari 100 sel/µ l. Lesi pada kulit berupa papul urtikaria berbatas tegas yang gatal. Eritema menyebar pada leher, ekstremitas, dan wajah. Kadang, lesi didapati berupa ekskoriasi dan hiperpigmentasi akibat garukan (Johnson, 2008).
c. Folikulitis Eosinofilik
Folikulitis Eosinofilik merupakan kelainan kulit pruritus kronis yang terjadi pada pasien dengan penyakit HIV lanjut. Secara klinis tampak papula folikulitis kecil berwarna merah muda sampai merah, edematous (bisa berupa pustula), simetris di atas garis nipple di dada, lengan proksimal, kepala dan leher. Perubahan sekunder meliputi ekskoriasi, papul ekskoriasi, liken simpleks kronis, prurigo nodularis juga infeksi S.aureus (Murtiastutik, 2008).
d. Psoriasis vulgaris
Proses patologis merupakan gabungan dari hiperproliferasi epidermis dan akumulasi sel radang (Brown, 2005). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan histopatologi. Lesi kulit yang pertama kali timbul biasanya pada tempat- tempat yang mudah terkena trauma, antara lain: siku, lutut, sakrum, kepala, dan genitalia. Lesi kulit berupa makula eritematus dengan batas jelas, tertutup skuama tebal dan transparan yang lepas pada bagian tepi dan lekat di bagian tengah. Bisa terjadi kelainan kuku, di mana permukaan kuku menjadi keruh, kekuningan dan terdapat cekungan (pitting), menebal, dan terdapat subngual hyperkeratosis sehingga kuku terangkat dari dasarnya (Murtiastutik, 2008).
Gambar 2.13. Psoriasis Vulgaris Sumber: Maurer, 2005.
e. Kelainan pigmen
terapi antiretrovirus. Pengobatan dengan zidovudine (AZT) menyebabkan hiperpigmentasi terutama pada pasien kulit hitam. Perubahan warna kulit menyebabkan keluhan kosmetik terutama bila terjadi pada wajah, leher, dan ekstremitas atas. Jika kelainan kulit berlangsung lama, perubahan pigmen dapat menetap dan progresif (Johnson, 2008).
f. Fotosensitif
Fotosensitif pada pasien HIV/AIDS lebih sering disebabkan obat antiretrovus. Gambaran klinis tampak pada wajah, area “vee” leher, lengan dan tungkai, dan bagian tubuh lainnya yang sering terpapar cahaya matahari (Maurer, 2005).
Gambar 2.14. Fotosensitif pada lengan, wajah, dan leher Sumber: Maurer, 2005.
(5) Xerosis/ Kulit Kering
Xerosis sering ditemui sebagai komplikasi dari penyakit defisiensi imun. Pasien mengeluh kering dan gatal yang menjadi lebih buruk oleh banyak stimulus. Prevalensi kulit kering pada penderita HIV menurun setelah adanya HAART, namun terkadang dapat terlihat pada pasien yang mengkonsumsi obat indinavir (Johnson, 2008).
Tabel 2.2. Prevalensi Kelainan Kulit pada 286 Pasien HIV/AIDS di Jamaika
Kelainan Kulit Frekuensi Persentase (%)
Kandidiasis Vulvo-vaginal
Dan lain- lain (, Furunkulosis, Hirsutisme, Keloid, Liken Simpleks Kronis, Psoriasis, Sifilis, Varisela, Fistula Perianal)
2 8
1 < 8 %
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Operasional
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Pasien HIV adalah orang yang telah terinfeksi Human Immunodefficiency Virus dan telah dilakukan tes serologi ELISA dan Western Blot untuk menegakkan diagnosis (Lan, 2006). Pasien AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome) adalah orang yang telah mengalami kumpulan gejala-gejala penyakit karena terjadi penurunan imunitas tubuh oleh HIV (Djoerban, 2006).
Diagnosis pasien HIV/AIDS juga dapat ditegakkan melalui kriteria yang dikeluarkan WHO, yakni apabila terdapat dua gejala mayor dan satu gejala minor di bawah ini:
a. Gejala mayor
- Penurunan berat badan > 10% berat badan - Diare kronis > 1 bulan
- Demam > 1 bulan
- Gangguan neurologis dan kesadaran
- Demensia
Pasien HIV/
b. Gejala Minor - Batuk > 1 bulan
- Pruritus dermatitis menyeluruh - Infeksi umum yang rekuren - Kandidiasis orofaringeal
- Infeksi Herpes simpleks yang meluas atau menjadi kronik progresif - Limfadenopati generalisata
Kelainan kulit adalah setiap kelainan pada kulit yang diderita pasien HIV/AIDS akibat penurunan sistem imun dan pengobatan antiretrovirus. Penyebab kelainan kulit bisa disebabkan infeksi oportunistik, non-infeksi, atau proses keganasan.
Kelainan kulit karena infeksi oportunistik meliputi infeksi jamur (Kandidiasis, Dermatofitosis, Histoplasmosis, Kriptokokus dan Pitiriasis Versikolor), infeksi virus (Human Papilloma virus, Herpes Simpleks virus, Varicella Zoster virus, Eipsteinn-Barr virus, Moluscum Contangiosum virus), infeksi bakteri (Folikulitis, Furunkulosis, Selulitis, Karbunkel, Impetigo, dan Basilari Angiomatosis), dan infeksi parasit (Skabies).
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain potong-melintang (cross sectional) untuk menentukan kelainan-kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010 sampai Oktober 2010 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit rujukan provinsi di Sumatera Utara.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sejak Juli 2005-Juli 2010. Populasi pada penelitian ini berjumlah 1471 orang. Kriteria inklusi adalah pasien yang dirujuk ke Departemen Kulit dan Kelamin yaitu sebanyak 227 orang.
4.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Seluruh pasien HIV/AIDS yang dirujuk ke Departemen Kulit dan Kelamin sejak Januari 2007-Oktober 2010 dijadikan sampel. Sampel pada penelitian ini adalah 227 orang.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
5.1.1.1. RSUP Haji Adam Malik Medan
Penelitian dilakukan RSUP Haji Adam Malik Medan, di mana rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A dan merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP Haji Adam Malik juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara. Rumah Sakit ini dibangun
di atas tanah seluas ± 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
5.1.1.2. Pusat Pelayanan Khusus Klinik VCT RSUP Haji Adam Malik Medan
Klinik VCT RSUP Haji Adam Malik medan merupakan wadah pelayanan khusus yang didirikan untuk memberikan pelayanan kesehatan, baik individu maupun kelompok berisiko terinfeksi HIV, berupa konseling pra tes, tes HIV, dan konseling pasca tes. Klinik ini terletak di sebelah kanan pintu masuk utama RSUP Haji Adam Malik Medan.
5.1.2. Karakteristik Individu
5.1.2.1. Usia
Data lengkap ditinjau dari segi usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel berdasarkan Usia
Usia Jumlah %
<21 21-30
3 99
1,3 43,6
31-40 91 40,1
41-50 29 12,8
>51 8 3,5
Total 227 100
Dari tabel 5.1. dapat dilihat frekuensi tertinggi penderita kelainan kulit terbanyak pada usia 21-30 (43,6%) dan 31-40 (40,1%). Frekuensi terkecil terdapat pada kelompok usia <21 tahun sebanyak 1,3%.
5.1.2.2. Jenis Kelamin
Data lengkap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki 178 78,4
Perempuan 49 21,6
Total 227 100
5.1.3. Hasil Analisis Data
Data lengkap mengenai kelainan kulit yang diderita pasien HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Kelainan Kulit pada 227 Pasien HIV/AIDS
Kelainan Kulit Jumlah %
Abses 2 0,6
Dermatitis 3 1,0
Dermatitis Kontak 9 2,9
Dermatitis Seboroik 30 9,7
Dermatofitosis 31 10
Eritroderma 5 1,6
Erupsi Obat 46 14,9
Erupsi Papular 2 0,6
Folikulitis 45 14,6
Furunkulosis 5 1,6
Gonorrhea 2 ,6
Herpes Simpleks 3 1
Herpes Zoster 19 6,1
Hiperpigmentasi ARV 3 1
Impetigo 5 1,6
Insect Bite 2 0,6
Kandidiasis 13 4,2
Karbunkel 1 0,3
Kista 2 0,6
Kondiloma Akuminata 5 1,6
Tabel 5.3. Kelainan Kulit pada 227Pasien HIV/AIDS
Kelainan Kulit Jumlah %
Moluskum Kontangiosum 5 1,6
Nodul Eritema 1 0,3
Pioderma 3 1
Prurigo Hebra 3 1
Prurigo Nodularis 23 7,4
Pruritus Senilis 1 0,3
Psoriasis 3 1
Sifilis 2 0,6
Skabies 7 2,3
Stomatitis Angularis 2 0,6
Ulkus 4 1,3
Urtikaria 12 3,9
Varisela 1 0,3
Total 309 100
Dari 227 pasien HIV/AIDS yang dirujuk ke bagian kulit, didapati 309 kelainan kulit. Erupsi obat dan folikulitis menjadi kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien, yaitu masing-masing 14,9% dan 14,6%. Kelainan kulit yang juga banyak dijumpai adalah dermatofitosis dan dermatitis seboroik masing-masing 10% dan 9,7%. Tidak dijumpai sarkoma kaposi, yaitu keganasan pada kulit yang sering diderita pasien stadium lanjut.
Tabel mengenai pola kelainan kulit berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di 5.4.
Tabel 5.4. Pola Kelainan Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelainan Kulit
Jumlah Kelainan Kulit
berdasarkan Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
Abses 2 0 2
Dermatitis 2 1 3
Dermatitis Kontak 7 2 9
Dermatitis Seboroik 26 4 30
Dermatofitosis 25 6 31
Eritroderma 4 1 5
Erupsi Obat 40 6 46
Erupsi Papular 2 0 2
Folikulitis 31 14 45
Furunkulosis 4 1 5
Gonorrhea 1 1 2
Herpes Simpleks 3 0 3
Herpes Zoster 13 6 19
Hiperpigmentasi ARV 3 0 3
Impetigo 3 2 5
Insect Bite 2 0 2
Kandidiasis 8 5 13
Karbunkel 1 0 1
Kista 1 1 2
Kondiloma Akuminata 4 1 5
Miliaria 7 2 9
Moluskum Kontangiosum 5 0 5
Kelainan Kulit
Jumlah Kelainan Kulit
berdasarkan Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
Pioderma 3 0 3
Prurigo Hebra 3 0 3
Prurigo Nodularis 17 6 23
Pruritus Senilis 1 0 1
Psoriasis 3 0 3
Sifilis 2 0 2
Skabies 5 2 7
Stomatitis Angularis 2 0 2
Ulkus 3 1 4
Urtikaria 11 1 12
Varisela 1 0 1
Total 246 63 309
Dari tabel 5.4. dapat dilihat, ditemukan 246 kelainan kulit pada 178 pasien laki-laki yang dirujuk ke Departemen Kulit dan Kelamin. Kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien laki-laki adalah erupsi obat (40 kasus), diikuti folikulitis (31 kasus), dermatitis seboroik (26 kasus), dan dermatofitosis (25 kasus). Sedangkan pada 49 pasien perempuan, didapati 63 kelainan kulit. Kelainan kulit yang paling banyak diderita adalah folikulitis (14), diikuti dermatofitosis, erupsi obat, herpes zoster, hiperpigmentasi pasca ARV, dan prurigo nodularis masing-masing 6.
5.2. Pembahasan
kelompok umur yang paling banyak menderita HIV/AIDS adalah kelompok usia 20-29 tahun (9.801 orang) dan golongan umur kedua terbanyak adalah golongan 30-39 tahun (6.020 orang). Hal ini juga sesuai dengan berbagai data mengenai HIV/AIDS, di mana kelompok usia yang paling banyak terkena HIV/AIDS adalah kelompok usia produktif. Salah satu penelitian yang dilakukan Jindal pada 38 pasien yang menderita kelainan kulit, 73,7% berada pada usia 21-40 tahun.
Dari hasil penelitian frekuensi kelainan kulit pada pasien HIV/AIDS berdasarkan jenis kelamin, kelainan paling banyak didapati pada laki-laki. Hal ini tidak jauh berbeda dengan data Pusyansus AIDS RSUP Haji Adam Malik Medan, dari jumlah seluruh kunjungan pada tahun 2009 tercatat 78,8% penderita HIV adalah laki-laki dan 21,2% perempuan. Menurut laporan Ditjen PP dan PL Depkes RI tahun 2009, rasio penderita HIV/AIDS laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Salah satu penelitian yang dilakukan Goh et al pada 96 pasien yang diteliti, 86% sampel adalah laki-laki. Namun, terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan Jindal et al, di mana perempuan (52,6%) lebih banyak daripada pria (47,4%).
Dari hasil penelitian mengenai kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien HIV/AIDS pada 227 pasien sejak tahun 2007-2010, didapati 309 kelainan kulit. Kelainan kulit yang banyak diderita pasien adalah erupsi obat dan folikulitis, yaitu masing-masing 14,9% dan 14,6%. Kelainan kulit yang juga banyak dijumpai adalah dermatofitosis dan dermatitis seboroik masing-masing 10% dan 9,7%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Jindal dan Goh, di mana herpes zoster, dermatofitosis,dan dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang banyak ditemukan pada pasien HIV/AIDS. Namun, terdapat perbedaan pada penelitian yang dilakukan Goh, di mana erupsi popular merupakan kelainan kulit yang paling banyak diderita, yaitu sebanyak 31 kasus dari 94 pasien, sedangkan pada penelitian ini hanya ditemukan 2 kasus. Tidak didapati kelainan kulit berupa keganasan, seperti sarkoma kaposi yang banyak dilaporkan pada pasien HIV/AIDS di negara barat.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai pola kelainan kulit padapasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, didapati:
1. Kelainan kulit merupakan salah satu manifestasi penyakit HIV/AIDS. 2. Proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan demografi adalah:
- Kelompok usia terbanyak adalah 21-30 (43,6%) dan 31-40 (40,1%) - Laki-laki lebih banyak menderita kelainan kulit
3. Erupsi obat merupakan kelainan kulit yang paling banyak ditemukan (14,9%), diikuti folikulitis (14,6%), dermatofitosis (10%) dan dermatitis seboroik (9,7%).
4. Kelainan kulit yang paling banyak diderita pasien laki-laki adalah erupsi obat, folikulitis, dermatitis seboroik, dan dermatofitosis.
5. Kelainan kulit yang paling banyak diderita perempuan adalah folikulitis.
6.2. Saran
1. Penelitian ini menjadi salah satu pedoman untuk penelitian selanjutnya. 2. Kepada pihak Pusat Pelayanan Khusus VCT Adam Malik Medan agar
pencatatan rekam medik pasien lebih baik dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Brown. R.G., Burns, T., 2005. Lecture Notes Dermatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Colven, R., 2008. Generalized Cutaneus Manifestations of STD and HIV Infection: Typical Presentations, Differential Diagnosis, and Management. Dalam: Holmes, K.K. (eds). Sexually Transmitted Disease. Ed.4.United States/China: The McGraw-Hill Companies:1177-1197.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia 2009. Diperoleh dari: [Diakses: 9 Maret 2010]
Dlova, N., Mosam, A., 2007. Cutaneous Manifestations of HIV/AIDS: Part 1. The Southern African Journal of HIV Medicine. Diperoleh dari: Maret 2010]
Djoerban,Z., Djauzi, S., 2006. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo, A.W. (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Vol.III. Ed.4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 1803-1808.
Handoko, R.P., 2003. Penyakit Virus. Dalam: Djuanda,R. (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 107-115.
Harahap, Syaiful W, 2000. Pers Meliput AIDS. Jakarta : Pustaka Sinar harapan.
Hunter,J.A., Savin,J.A., Dahl,M.V., 2003. Eczema and Dermatitis. Dalam: Malde,R. Clinical Dermatology. USA:Blackwell Science; 70-106.
Jindal, N., Aggarwal A., Kaur,S. 2009. HIV Seroprevalence and HIV Associated Dermatoses Among Patients Presenting with Skin and Mucocutaneus Disorders. Indian J Dermatol Venereol Leprol; 75 No.3: 283- 286.
Johnson, R.A., 2008. Cutaneus Manifestation of Human Immunodeficiency Virus Disease. Dalam: Wolff, K. (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol.II. Ed.7. United States: Mcgraw-Hill; 1927-1940.
Komisi Penanggulangan AIDS, 2009. Situasi HIV/AIDS di Indonesia. Diperoleh
dari:
[Diakses: 9 Maret 2010]
Krentz,M., 2002. HIV Conditions. Dalam: Knoop, J.K. (ed). Atlas of Emergency Medicine. Vol.II. Ed.7. Spain: The McGraw-Hill Companies.
Lan, V.M., 2006. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS). Dalam: Hartanto,H. (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol I. Ed.6. Jakarta:EGC; 224-245.
Murtiastutik, D., 2008. AIDS. Dalam: Barakbah, J. (eds). Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Ed.2. Surabaya: Airlangga University Press; 211-220.
Murtiastutik, D., 2008. Kelainan Kulit pada Pasien HIV/ AIDS. Dalam: Barakbah, J. (eds). Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Ed.2. Surabaya: Airlangga University Press; 244-259.
Murtiastutik, D., 2008. Terapi Antiretrovirus pada HIV/AIDS. Dalam: Barakbah, J. (eds). Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Ed.2. Surabaya: Airlangga University Press; 221-231.
Sastromihardjo, S., Ismael, S., 2008. Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed.3. Jakarta: Sagung Seto.
Sherwood,L., 2001. Pertahanan Tubuh. Dalam: Santoso, B.I. (eds). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta: EGC:402- 406.
Thompson, D.S., Bain, B., Innis E. 2008. The Prevalence of Mucocutaneus Disorders among HIV-Positive Patients Attending an Out-Patient Clinic in Kingston, Jamaica. West Indian Med J, Vol 57 No.1: 54-57.
UNAIDS, 2008. Report on the Global AIDS Epidemic. Switzerland: UNAIDS.
Wahyuningsih, R., 2009. Ancaman Infeksi Jamur pada Era HIV/AIDS. Maj Kedokt Indon; 59: 569-572.
LAMPIRAN 1:
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eirene Simbolon
Tempat/tanggal lahir : Simorangkir, 9 Mei 1989
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Bunga NCole XXI, Kecamatan Medan Tuntungan,
Medan
Riwayat Pendidikan : 1. TK Prabudhy P.W.K.I (1994-1995)
2. SD Swasta Santo Thomas 4 Medan (1995-2001)
3. SMP Negeri 2 Depok (2001-2004)
4. SMA Negeri 2 Depok (2004-2007)
5. Fakultas Kedokteran USU (2007-sekarang)
Riwayat Pelatihan : 1. Workshop Jurnalistik BEM PEMA BPM 2007 2. Bakti Sosial Mahasiswa Kristen FK USU 2008 3. Bakti Sosial Mahasiswa Kristen FK USU 2009
Riwayat Organisasi : 1. Badan Pers Mahasiswa FK USU 2007
2. Panitia Natal Keluarga Besar PHBK FKUSU 2009 3. Anggota Sie. Dana Acara Bakti Sosial Mahasiswa
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
DATA INDUK
NO Usia Jenis Kelamin
Kelompok
Umur Kelainan Kulit
1 27 1 2 herpes simpleks
2 31 1 3 erupsi obat
3 34 1 3 dermatitis kontak
4 40 1 3 erupsi obat
5 47 1 4 dermatofitosis dermatofitosis
6 39 1 3 dermatofitosis dermatitis seboroik
7 50 1 4 furunkel
8 31 1 3 folikulitis
9 28 1 2 folikulitis
10 35 1 3 erupsi obat
11 33 1 3 dermatofitosis hiperpigmentasi
12 39 1 3 erupsi obat
13 27 1 2 prurigo nodularis urtikaria erupsi obat
14 38 1 3 kondiloma akuminata
15 41 1 4 moluskum kontangiosum
16 30 1 2 erupsi obat
17 45 1 4 dermatitis seboroik
18 39 1 3 dermatitis kontak alergik sifilis
19 33 1 3 urtikaria
21 26 1 2 erupsi obat
22 28 1 2 erupsi obat
23 35 1 3 dermatofitosis
24 33 2 3 herpes zoster
25 29 1 2 dermatofitosis
26 29 1 2 dermatofitosis
27 31 1 3 prurigo nodularis
28 38 1 3 miliaria
29 26 1 2 insect bite
30 28 2 2 miliaria
31 30 1 2 erupsi obat
32 33 1 3 erupsi obat
33 35 1 3 furunkulosis
34 39 1 3 erupsi obat
35 29 1 2 folikulitis kandidiasis
36 35 1 3 folikulitis erupsi obat
37 29 1 2 skabies
38 27 1 2 miliaris
39 44 1 4 folikulitis
40 28 2 2 folikulitis
41 30 1 2 folikulitis erupsi obat
42 29 1 2 erupsi obat
43 25 1 2 dermatitis seboroik dermatitis insect bite
44 38 2 3 kista bartolini
46 27 1 2 erupsi obat ulkus mole
47 27 1 2 ulkus kandidiasis
48 36 1 3 prurigo hebra
49 35 1 3 herpes zoster miliaria
50 31 2 3 folikulitis varisela
51 30 2 2 impetigo vesikolobulosa
52 23 2 2 post herpes zoster folikulitis
53 34 1 3 dermatofitosis
54 33 1 3 dermatofitosis prurigo nodularis herpes zoster
55 32 2 3 dermatofitosis
56 32 1 3 furunkulosis
57 25 2 2 dermatitis kontak
58 27 2 2 onikomikosis
59 26 1 2 prurigo impetigo
60 30 1 2 impetigo
61 42 1 4 herpes zoster
62 27 2 2 dermatitis seboroik psoriasis
63 32 2 3 folikulitis
64 29 1 2 dermatitis seboroik karbunkel
65 34 1 3 erupsi obat tinea korporis tinea kruris skabies urtikaria
66 28 2 2 prurigo nodularis tinea kruris
67 25 1 2 erupsi obat paronikia
68 40 2 3 erupsi obat
69 28 1 2 prurigo nodularis
71 31 1 3 folikulitis
72 37 1 3 veruka vulva
73 32 2 3 folikulitis
74 30 1 2 folikulitis
75 25 1 2 folikulitis
76 30 1 2 kandidiasis
77 39 1 3 psoriasis
78 35 1 3 folikulitis
79 40 1 3 dermatitis seboroik
80 45 1 4 ulkus
81 33 2 3 erupsi obat
82 26 2 2 dermatofitosis kondiloma akuminata
83 34 1 3 erupsi obat
84 27 2 2 dermatitis seboroik
85 28 1 2 erupsi obat hiperpigmentasi folikulitis
86 31 1 3 dermatitis seboroik
87 31 1 3 kandidiasis folikulitis erupsi obat
88 40 1 3 dermatitis seboroik
89 42 1 4 dermatitis seboroik
90 42 1 4 prurigo hebra furunkulosis
91 42 1 4 psoriasis
92 35 1 3 dermatitis kontak
93 61 1 5 herpes zoster
94 28 1 2 urtikaria
96 36 1 3 erupsi obat 97 25 1 2 kista
98 50 1 4 dermatofitosis
99 37 1 3 kandidiasis sifilis
100 27 1 2 prurigo nodularis
101 36 1 3 dermatitis seboroik
102 39 1 3 dermatofitosis
103 31 1 3 herpes zoster urtikaria
104 36 1 3 pioderma
105 29 1 2 folikulitis
106 44 2 4 folikulitis
107 32 1 3 folikulitis
108 25 1 2 erupsi obat
109 29 1 2 folikulitis varisela prurigo
110 35 1 3 folikulitis
111 28 1 2 folikulitis dermatitis seboroik
112 23 1 2 erupsi obar
113 21 1 2 gonorrhea
114 23 1 2 dermatofitosis
115 28 1 2 abses
116 40 1 3 dermatitis seboroik
117 36 2 3 dermatitis seboroik
118 26 1 2 dermatitis seboroik
119 27 1 2 dermatofitosis tinea cruris
121 28 1 2 herpes zoster
122 32 2 3 prurigo erupsi obat folikulitis
123 35 1 3 folikulitis
124 27 2 2 gonorrhea
125 29 1 2 dermatitis seboroik folikulitis
126 54 1 5 folikulitis
127 25 1 2 kondiloma akuminata
128 30 1 2 herpes zoster
129 33 1 3 dermatitis seboroik
130 28 1 2 ulkus
131 23 2 2 folikulitis
132 29 2 2 ulkus
133 29 1 2 dermatofitosis
134 39 1 3 nodul eritema
135 35 1 3 herpes zoster
136 28 1 2 prurigo hebra
137 32 2 3 kandidiasis
138 31 1 3 veruka vulgaris
139 35 1 3 dermatitis seboroik
140 42 1 4 erupsi obat
141 29 1 2 erupsi obat
142 35 1 3 folikulitis
143 31 1 3 dermatitis kontak
144 25 1 2 dermatofitosis
146 40 2 3 folikulitis
147 43 1 4 miliaria
148 31 1 3 herpes zoster erupsi obat
149 40 1 3 urtikaria
150 47 2 4 kandidiasis vaginalis impetigo
151 30 2 2 herpes zoster
152 24 1 2 insect bite
153 26 1 2 erupsi obat
154 29 1 2 miliaria rubra dermatitis seboroik
155 29 1 2 dermatitis seboroik
156 45 1 4 erupsi papular
157 41 1 4 skabies erupsi obat
158 38 1 3 erupsi obat folikulitis
159 32 1 3 folikulitis
160 32 1 3 erupsi obat
161 28 1 2 erupsi obat
162 20 2 1 dermatitis seboroik
163 49 1 4 herpes zoster erupsi obat folikulitis
164 51 1 5 dermatitis seboroik
165 38 1 3 miliaria rubra
166 23 2 2 post herpes zoster
167 35 1 3 dermatitis seboroik
168 32 1 3 dermatitis seboroik
169 23 1 2 prurigo
171 42 2 4 folikulitis
172 32 1 3 stomatitis angularis urtikaria folikulitis
173 27 1 2 dermatofitosis
174 26 1 2 erupsi obat prurigo nodularis
175 29 1 2 prurigo nodularis herpes zoster
176 34 1 3 dermatofitosis erupsi obat
177 25 2 2 erupsi obat
178 30 2 2 folikulitis
179 43 1 4 herpes zoster
180 35 1 3 skabies
181 32 2 3 erupsi obat
182 18 1 1 prurigo nodularis prurigo nodularis pioderma
183 43 1 4 urtikaria
184 20 1 1 herpes zoster
185 34 1 3 folikulitis
186 37 1 3 folikulitis
187 40 1 3 folikulitis prurigo nodularis
188 26 1 2 folikulitis
189 62 1 5 dermatitis seboroik
190 29 1 2 abses
191 49 2 4 folikulitis
192 42 1 4 dermatitis seboroik eritroderma
193 45 2 4 herpes zoster
194 30 2 2 folikulitis kandidiasis
196 35 1 3 folikulitis
197 29 1 2 moluskum kontangiosum
198 39 2 3 prurigo nodularis skabies
199 42 1 4 prurigo nodularis moluskum kontangiosum
200 36 1 3 pruritus senilis dermatitis seboroik
201 31 1 3 miliaria rubra
202 29 1 2 urtikaria papular erupsi obat
203 39 2 3 folikulitis
204 36 1 3 miliaria
205 28 1 2 dermatitis kontak
206 27 2 2 skabies
207 40 2 3 dermatofitosis
208 27 2 2 prurigo nodularis
209 27 1 2 eritroderma herpes zoster
210 26 1 2 dermatitis kontak
211 22 2 2 dermatitis
212 25 1 2 dermatitis
213 35 1 3 impetigo kristosa
214 30 1 2 dermatofitosis dermatitis kontak
215 28 1 2 dermatitis seboroik
216 25 2 2 erupsi obat
217 29 1 2 hiperpigmentasi ARV
218 30 2 2 kandidiasis dermatitis kontak
219 33 2 3 dermatofitosis
221 29 1 2 erupsi obat dermatofitosis
222 26 1 2 erupsi papular
223 44 2 4 dermatofitosis
224 40 1 3 dermatitis seboroik
225 37 1 3 folikulitis
226 47 1 4 urtikaria papular
227 34 1 3 dermatofitosis
KETERANGAN
JENIS KELAMIN KELOMPOK UMUR
1: Laki-laki 1. <21 tahun
2: Perempuan 2. 21-30 tahun