DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Uli Elona
Tempat/ Tanggal Lahir : Sibolga/ 17 September 1990
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jamin Ginting Gang Maju 27 Medan Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1996 lulus Taman Kanak-Kanak Aisyah Sibolga
2. Tahun 2002 lulus Sekolah Dasar Negeri 085115 Kota Baringin Sibolga 3. Tahun 2005 lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sibolga
4. Tahun 2008 lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sibolga 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2008-sekarang) Riwayat Training :
1. Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM Lokal) 2. Workshop on Basic Emergency Skills MER-C
3. Smart Soul Training Program Smart Soul Learning Centre (S2LC) 4. Latihan Kader 1 (Basic Training) Himpunan Mahasiswa Islam
5. Latihan Kader 2 (Intermediate Training) Himpunan Mahasiswa Islam Riwayat Organisasi :
1. Divisi Keputrian PHBI 2. Divisi PM PHBI
DATA PASIEN PUSYANSUS RSUP. H. ADAM MALIK 2010
NO UMUR
JENIS
KELAMIN PEKERJAAN INFEKSI
NO UMUR
JENIS
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi Oportunistik
L P
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi
NO UMUR
JENIS
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi
Oportunistik
94 30 L Karyawati TB, K, D
KELAMIN Pekerjaan Infeksi
NO UMUR
JENIS
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi
NO UMUR
JENIS
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi
Oportunistik
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi
200 24 L Wiraswasta K
KELAMIN PEKERJAAN Infeksi
No Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Infeksi
Oportunistik
No Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Asjö, B. Human Immunodeficiency Virus (HIV). Haaheim, L.R., Pattison, J.R. A
Practical Guide to Clinical Virology Second Edition. England: John
Wiley & Sons Ltd; 2001; 213-218.
Bennett, Nicholas John. HIV Disease. 2011. Available from:
[Accesed 23 April 2011].
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran
Jawetz, Melnick, & Adelberg, Edisi 23. Jakarta: EGC. 2004.
Budimulja, Unandar, Daili, Sjaiful Fahmi. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Djuanda, Adhi, Hamzah, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008; 427-432.
Castillo, Richard. Cell-Mediated Deficiency. 2005. Available from:
[Accesed 23 April 2011].
Center for Disease Control and Prevention. Epidemiology of HIV Infection
Through 2009. 2009. Available from:
Cunningham, F. Gary, Gant, Norman F., Leveno, Kenneth J., Gilstrap III, Lary C., Hauth, John C., Wenstrom, Katharine D. Obstetri Williams Edisi 21
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV pada orang Dewasa dan Remaja Edisi Kedua. 2007. Available
from: 2011].
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Situasi HIV/AIDS di Indonesia
Tahun 1987-2006. 2006. Availble from:
Djoerban, Zubairi, Djauzi Samsuridjal. HIV/AIDS di Indonesia. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FK UI 2007; 1803-1808.
Drew, W. Lawrence. HIV & Other Retroviruses. Wilson, Walter R, et al. Current
Diagnosis & Treatment in Infectious Disease. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2001; 442-447.
Fauci, Anthony S. HIV Pathogenenesis. 2003. Available from:
2011].
Fitzpatrick, Thomas B., Johnson, Richard Allen, Wolff, Klaus, Suurmond, Dick. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology: Common and
Serious Disease. USA: The McGraw-Hill Companies. 2001.
Graham-Brown, Robin, Burns, Tony. Lecture Notes on Dermatologi. Jakarta: Erlangga. 2005.
Lange & Appleton. Concise Pathology, Third Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 2001.
Merati, Tuti Parwati, Djauzi, Samsuridjal. Respons Imun Infeksi HIV. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI 2007; 271-276.
Nasronudin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. 2007.
Osmand, Büchen C., Whitehead, J. Genome Map of A Lentivirus. 2002. Available from:
. [Accesed 24
April 2011].
Parks, Wade. Virus Imunodefisiensi Manusia. Nelson, Waldo E., Behrman, Richard E., Kliegman, Robert, Arvin, Ann M. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Volume II Edisi 15. Jakarta: EGC; 1996; 1127-1131.
R, Steven, dkk. Trends in Opportunistic Infections in the Pre−and Post−Highly Active Antiretroviral Therapy Eras Among HIV-Infected Children
in the Perinatal AIDS Collaborative Transmission Study,
1986−2004. 2007.
Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/content/120/1/100.full.html. [Accesed 17 September 2011].
Saldanha, Dominic, Nitika Gupta, Shalini Shenoy, Vishwas Saralaya. Prevalence of opportunistic infections in AIDS patients in Mangalore,
Karnataka. 2008. Available from:
http://td.rsmjournals.com/content/38/3/172.short
United Nations Joint Programme for HIV/AIDS, World Health Organization.
AIDS Epidemic Update December 2009. 2009. Available from:
University of Washington. Potential Points of Intervention in HIV Life Cycle. 2006. Available from:
23 April 2011].
Winn, Washington C, Jr, et al. Koneman’s Color Atlas Textbook of Diagnostic
Microbiology Sixth Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui gambaran infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS.
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian gambaran infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS.
3.2.Defenisi Operasional
3.2.1. HIV/AIDS
Penderita HIV/AIDS adalah penderita HIV/AIDS yang datang berkunjung dan didiagnosis dokter, sesuai dengan yang tercatat dalam laporan Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.2.2. Infeksi Opportunistik
Penderita infeksi oportunistik adalah penderita HIV/AIDS yang memiliki infeksi oportunistik dan telah didiagnosis oleh dokter, sesuai dengan yang tercatat dalam laporan Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. Infeksi Opportunistik
Jenis Kelamin Umur Pekerjaan
Tabel 3.1. Infeksi Oportunistik/Kondisi yang Sesuai dengan Kriteria Diagnosis AIDS
No. Infeksi Oportunistik No. Infeksi Oportunistik 1. Tuberkulosis 7. Penicilliosis
2. Kandidiasis 8. Herpes zoster 3. Diare Cryptosporidia 9. Herpes genital 4. Meningitis Cryptocococal 10. Toxoplasmosis 5. Pneumocystis pneumonia 11. Hepatitis 6. Cytomegalovirus
Tabel 3.2. Karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik berdasarkan demografi.
Variabel Cara Pengukuran
Observasi Rekam medis
a. Laki-laki b. Perempuan
Nominal
Umur Observasi Rekam medis
a. < 20 tahun b. 20-39 tahun c. > 40 tahun
Interval
Pekerjaan Observasi Rekam medis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional, akan dilakukan pengumpulan data sekunder penderita HIV/AIDS yang diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.2Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini direncanakan bulan Agustus 2011 sampai bulan Oktober 2011.
4.3Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh penderita HIV/AIDS RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 yang telah didiagnosis dokter.
4.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling seluruh penderita HIV/AIDS yang memiliki infeksi oportunistik di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010 orang yang telah didiagnosis dokter.
4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1) Kriteria Inklusi
a. Penderita Infeksi Oportunistik tahun 2010
c. Terdata pada arsip tahunan VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. 2) Kriteria Eksklusi
a. Data tidak lengkap.
4.4Metode Pengumpulan Data
Pada tahap awal peneliti akan mengajukan permohonan izin pelaksana penelitian pada institusi pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin yang diperoleh akan dikirim ke bagian diklat RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin, maka peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melihat data sekunder yaitu rekam medik pasien. Data ini diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan.
4.5Metode Analisis Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu.
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data, maka data tidak dapat dipakai atau dapat diminta konfirmasi ulang dengan pihak Pusyansus VCT RSUP Haji Adam Malik.
2. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.
3. Entri
4. Cleaning Data
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisis. 6. Analisis data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Proses pengambilan data pada penelitian ini diambil pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini berjumlahkan 266 data Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan. Berdasarkan data Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
5.1.2 Deskripsi Karakteristik penderita Infeksi Oportunistik
Penelitian ini terdiri atas keseluruhan penderita Infeksi Oportunistik RSUP H. Adam Malik tahun 2010. Berikut merupakan sebaran penderita Infeksi Oportunistik berdasarkan keseluruhan penderita HIV RSUP H. Adam Malik tahun 2010.
Tabel 5.1 Distribusi sampel Infeksi Oportunistik dan Tidak Infeksi Oportunistik
Jenis Kelamin
Infeksi Oportunistik
Tidak Infeksi Oportunistik
Total
N % n % n %
Laki-laki 215 56,28 167 43,72 382 69,20 Perempuan 52 30,59 118 69,41 170 30,80 Total HIV 267 48,37 285 51,63 552 100
Berdasarkan tabel 5.1, kelompok menurut jenis kelamin distribusi terbanyak berada pada kelompok laki-laki sebanyak 382 orang (69,20%) yang menderita HIV diikuti dengan perempuan 170 orang (30,80%).
Gambar 5.1. Grafik Distribusi Sampel Infeksi Oportunistik dan Tidak Infeksi Oportunistik
0 50 100 150 200 250
IO Tidak IO
Chart Title
Pada infeksi oportunistik dan bukan infeksi oportunistik, sebaran terbanyak berdasarkan jenis kelamin untuk jenis kelamin laki-laki terbanyak menderita Infeksi Oportunistik sejumlah 215 orang (56,28%), bukan infeksi oportunistik terbanyak oleh laki-laki 167 orang (43,72%). Persentase terendah oleh perempuan yang menderita infeksi oportunistik sejumlah 52 orang (30,59%) dan yang bukan infeksi oportunistik 118 orang (69,41%).
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Infeksi Oportunistik Infeksi Oportunistik Laki-Laki Perempuan Total
N % N % n %
Tuberkulosis 72 83,72 14 16,27 86 21,77 Kandidiasis 188 78,67 51 21,33 239 60,50 Diare Cryptosporidia 38 80,85 9 19,45 47 11,90
Meningitis Cryptocococal - - -
Pneumocystis pneumonia 10 90,91 1 9,09 11 2,84
Cytomegalovirus - - -
Penicilliosis - - -
Herpes zooster - 3 100 3 0,76
Herpes genital - - -
Toxoplasmosis 5 100 - 5 1,26
Hepatitis 3 75 1 25 4 1,01
Total 316 80 79 20 395 100
Infeksi oportunistik yang memiliki persentase terendah adalah infeksi oleh herpes zooster berjumlah 3 orang (0,76%).
Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme Infeksi Oportunistik
Mikroorga-nisme
Laki-Laki Perempuan Total
n % n % N %
Bakteri 72 83,72 14 16,28 86 21,77
Virus 3 42,85 4 57,15 7 1,77
Jamur 198 79,20 52 20,80 250 63,29 Parasit 43 82,70 9 17,30 52 13,16
Total 316 80 79 20 395 100
Berdasarkan tabel 53, kelompok sampel terbanyak pada infeksi oportunistik mikroorganisme jamur 250 orang (63,29%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%).
0 50 100 150 200
Bakteri Virus Jamur Parasit
Laki-laki
Gambar 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme Infeksi Oportunistik
Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Umur
(Tahun)
Laki-Laki Perempuan Total
N % n % N %
< 20 2 50 2 50 4 1,50
20-39 159 79,50 41 20,50 200 75,48 >40 53 86,89 8 13,11 61 23,02 Total 214 80,75 51 19,25 265 100
Berdasarkan tabel 5.4, kelompok sampel dengan distribusi terbanyak pada kelompok usia 20-39 tahun sebanyak 200 orang (75,48%). Diikuti kelompok usia >40 tahun sebanyak 55 orang (23,02%). Kelompok usia paling sedikit adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun sebanyak 4 orang (1,50%).
0 10 20 30 40 50 60
Bakteri Virus Jamur Parasit
Perempuan
Tabel 5.5. Distribusi Sampel Pekerjaan
Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Total
N % N % N %
Wiraswasta 138 93,87 9 6,13 147 55,47 Pegawai Swasta 16 94,11 1 5,89 17 6,41
PNS/TNI/Polri 7 70 3 30 10 3,77
Petani/Pedagang /Nelayan
29 87,87 4 12,13 33 12,45
Supir 10 100 - - 10 3,77
IRT/pensiunan/ tidak bekerja
14 29,16 34 70,84 48 18,11
Total 214 80,75 51 19,25 265 100
5.2.Pembahasan
5.2.1. Proporsi infeksi opportunistik bakteri, virus, jamur, dan parasit pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang persentase kejadian infeksi oportunistik pada penderita HIV di RSUP H. Adam Malik tahun 2010, didapatkan bahwa sejumlah infeksi oportunistik yang paling banyak diderita adalah Kandidiasi sebanyak 239 orang (60,50%), diikuti Tuberkulosis 86 orang (21,77%), kemudian diare Cryptosporidia sejumlah 47 orang (11,90%). Selanjutnya infeksi oleh Pneumocystis pneumonia 11 orang (2,84%), diikuti Toxoplasmosis 5 orang (1,26%), kemudian diikuti Hepatitis sebanyak 4 orang (1,01%). Infeksi oportunistik yang memiliki persentase terendah adalah infeksi oleh herpes zooster berjumlah 3 orang (0,76%). Infeksi ooportunistik Meningitis Cryptococcal,
Cytomegalovirus, Penicilliosis, dan Herpes Genital, tidak terdapat pada data. Infeksi oportunistik pada mikroorganisme jamur 250 orang (63,29%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%).
Sedangkan, di India, tepatnya di Mangalore, Karnataka didapatkan diantara infeksi oportunistik yang ditemukan, Tuberkulosis memiliki prevalensi terbanyak, yaitu (45,3%), diikuti kandidiasis (34,5%). Agen mikotik lainnya yang mengakibatkan infeksi oportunistik adalah
Cryptococcus neoformans penyebab meningitis (8,2%) dan
napas oleh bakteri piogenik (32,9%) adalah Streptococcus pneumoniae (47%), Staphylococcus aureus (32%), Moraxella catarrhalis (13%) dan Klebsiella pneumoniae (8%) (Saldanha, 2008).
5.2.2. Proporsi karakteristik infeksi opportunistik menurut jenis kelamin pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang persentase karakteristik jenis kelamin pada penderita infeksi oportunistik di RSUP H. Adam Malik tahun 2010, didapatkan bahwa sejumlah kelompok jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki sejumlah 214 orang (80,75%) dan diikuti perempuan 51 orang (19,25%). Hasil yang sama juga ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan di India bagian timur, dengan hasil persentase penderita laki-laki 105 orang (84%), sedangkan penderita perempuan sebanyak 20 orang (16%) (Chakraborty, 2008).
5.2.3. Proporsi karakteristik infeksi opportunistik menurut umur pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010. Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang persentase karakteristik umur pada penderita infeksi oportunistik di RSUP H. Adam Malik tahun 2010, didapatkan bahwa sejumlah kelompok sampel dengan distribusi terbanyak pada kelompok usia 20-39 tahun sebanyak 200 orang (75,48%). Diikuti kelompok usia >40 tahun sebanyak 55 orang (23,02%). Kelompok usia paling sedikit adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun sebanyak 4 orang (1,50%).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan
1. Pada penelitian penderita infeksi oportunistik berjumlah 267 orang, berdasarkan demografi, yaitu jenis kelamin distribusi terbanyak pada laki-laki berjumlah 214 orang (80,75%) sedangkan pada perempuan sejumlah 51 orang (19,25%).
2. Sebaran untuk usia, kelompok usia terbanyak pada usia 20-39 tahun sebanyak 200 orang (75,48%), sedangkan kelompok usia terendah adalah Kelompok usia paling sedikit adalah kelompok usia kurang dari 20 tahun sebanyak 4 orang (1,50%).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta sejumlah 147 orang (55,47%). Sedangkan, persentase yang paling rendah terdapat pada dua jenis pekerjaan, yaitu PNS/TNI/Polri 10 orang (3,77%) dan Supir 10 orang (3,77%)
4. Kelompok sampel terbanyak pada infeksi oportunistik, adalah jamur 250 orang (63,29%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%). Kelompok terendah pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%).
4.2.Saran
Dari seluruh proses yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka peneliti ingin mengungkapkan beberapa saran dan berharap saran ini dapat menjadi pertimbangan dan bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dan berhubungan dengan penelitian ini.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan, khususnya RSUP H. Adam Malik, bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test), peneliti menyarankan memperbaiki sistem pendataan. Sangat banyak ditemukan kekeliruan pendataan yang terjadi. Data-data statistik seperti status demografi sangat dibutuhkan oleh seluruh kalangan, terutama untuk penelitian dan penanggulangan HIV.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.3 HIV/AIDS
2.3.1 Epidemiologi 1. Situasi Global
Berbagai aspek budaya, sosial, dan perilaku yang berbeda menentukan karakteristik penyakit HIV di setiap daerah. Angka seroprevalensi di antara pengguna obat suntik sangat bervariasi di seluruh dunia, namun epidemi terkini terjadi di Eropa bagian timur, Rusia, dan India bagian utara (Mandal, 2008).
Tabel 2.1. Rekapitulasi Global Epidemi AIDS
Jumlah orang yang hidup dengan HIV tahun 2008
Total 33,4 juta [31,1 juta-35,8 juta] Dewasa 31.3 juta [29,2 juta-33,7 juta] Wanita 15,7 juta [14,2 juta-17,2 juta] Anak < 15 tahun 2,1 juta [1,2 juta-2,9 juta] Orang yang baru terinfeksi HIV tahun 2008 Total 2,7 juta [2,4 juta- 3,0 juta] Dewasa 2,3 juta [2,0 juta-2,5 juta] Anak < 15 tahun 430.000 [240.000-610.000] AIDS-dengan kematian tahun 2008
Total 2,0 juta [1,7 juta-2,4 juta] Dewasa 1,7 juta [1,4 juta-2,1 juta] Anak < 15 tahun 280.000 [150.000-410.000]
Catatan: jarak estimasi pada tabel dibagi batas jumlah yang aktual, berdasarkan informasi terbaik yang tersedia.
Gambar 2.1. Diagnosis Infeksi HIV pada dewasa dan remaja dilhat dari perilaku sex dan kategori transmisi, 2009–40 negara
dan 5 area dependen Amerika Serikat. Sumber: CDC, 2009
Tabel 2.2. Epidemiologi HIV/AIDS di Asia Jumlah orang
yang hidup dengan HIV
2008: 4,7 juta [3,8 juta-5,5 juta]
2001: 4,5 juta [3,8 juta-5,2 juta] Jumlah Infeksi Jumlah anak yang
baru terinfeksi Sumber: UNAIDS dan WHO, 2009
2. Situasi Nasional
Pada tahun 2006 Ditjen PP & PL Depkes RI mengadakan kegiatan estimasi populasi rawan tertular HIV dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2.3. Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006
No. Kelompok Rawan Terinfeksi HIV Estimasi Jumlah ODHA 1. Penyalahguna NAPZA suntik (IDU) 90.000 2. Non-IDU partner dari IDU 12.810 3. Wanita Penjaja Seks (WPS) 8.910
4. Pelanggan WPS 28.340
5. Pasangan pelanggan WPS 5.200
6. Laki-laki Suka Laki-laki (LSL) 9.160
7. Waria 3.760
8. Pelanggan waria 2.230
9. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
5.190
10. Umum 27.470
Total 193.070
Sumber: Depertemen Kesehatan RI, 2006
2.3.2 Dasar Virologi dan Infeksi HIV 1. Struktur Genomik HIV
Acquired immune defficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immmunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, 2007). HIV adalah retrovirus, anggota genus
Lentivirus, dan menunjukkan banyak gambaran fisikomia yang merupakan ciri khas famili. Genom RNA lentivirus lebih kompleks daripada genom RNA Retrovirus yang bertransformasi. Virus mengandung tiga gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus – gag, pol, dan env (Brooks, 2004.)
Gambar 2.2. Peta genome dari Lentivirus Sumber: Osmand, 2002
Virion HIV-1 berbentuk icosahedral dan memiliki ujun tajam
eksternal sebanyak 72. Lebih kompleks dibandingkan HTLV-1 dan
Tabel 2.4. Antigen Mayor HIV, Tipe-1
Gen Produk Gen
Group-specific antigen/core (GAG)
P(protein) 18, p24, p55
Polymerase (POL) P31, P51, P666 Envelope (ENV) Gp (glycoprotein)41,
gp120, gp160 Sumber: Winn, 2006
2. Siklus Hidup HIV dan Internalisasi HIV ke Sel Target
HIV merupakan retrovirus obligat intraselular dengan replikasi sepenuhnya di dalam sel host. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali dari interaksi gp120 pada selubung HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan membran sel target (kebanyakan limfosit T-CD4+). Sel target utama adalah sel yang mempu mengekspresikan reseptor CD4 (astrosit, mikroglia, monosit-makrofag, limfosit, Langerhan’s dendritik).
2.3.3 Transmisi Infeksi HIV
1. Transmisi melalui kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagian, cairan serviks. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah robek, anus sering terjadi lesi.
2. Transmisi melalui darah atau produk darah
Transmisi dapat melalui hubungan seksual (terutama homseksual) dan dari suntikan darah yang terinfeksi atau produk darah (Asjö, 2002). Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang tercemar HIVakan mengalami infeksi. Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan risiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000 (Nasronudin, 2007). Pemeriksaan antibodi HIV pada donor darah sangat mengurangi transmisi melalui transfusi darah dan produk darah (contoh, konsentrasi faktor VIII yang digunakan untuk perawatan hemofolia) (Lange, 2001)
3. Transmisi secara vertikal
Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran preterm, terutama yang berkaitan dengan ketuban pecah dini (Cunningham, 2004).
4. Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain
Walaupun air liur pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang terinfeksi, tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja bagi petugas kesehatan. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat dan urin dapat merupakan media transmisi HIV (Nasronudin, 2007).
5. Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium
Berbagai penelitian multi institusi menyatakan bahwa risiko penularan HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darah seseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan HIV ke membran mukosa atau kulit yang mengalami erosi adalah sekitara 0,09%. Di rumah sakit Dr. Sutomo dan rumah sakit swasta di Surabaya, terdapat 16 kasus kecelakaan kerja pada petugas kesehatan dalam 2 tahun terakhir. Pada evaluasi lebih lanjut tidak terbukti terpapar HIV (Nasronudin).
2.3.4 Patogenesis dan Patofisiologi HIV 1. Patogenesis
Gambar 2.4. Patofisiologi HIV Sumber: Castillo, 2005
Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom RNA oleh enzim reverse transcriptase
2. Patofisiologi
Karena peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS (Sherwood, 2001).
Gambar 2.5. Patogenesis HIV Sumber: Fauci, 2003
tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun (Djoerban 2008).
Gambar 2.6. Gambaran waktu CD4 T-cell dan perubahan perkembangan virus berkesinambungan pada infeksi HIV yang
tidak diterapi. Sumber: Bennet, 2011
2.3.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Infeksi HIV/AIDS 1. Diagnosis
Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO dan atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor (Nasronudin, 2007).
Tabel 2.5. Gejala Mayor dan Minor pada Pasien HIV & AIDS Gejala Karekteristik
Mayor Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan Diare kroniks yang berlangsung lebih dari 1 bulan Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan ganggguan neurologis Ensefalopati HIV
Minor Batuk menetap lebih dari 1 bulan Dermatitis generalisata
Herpes zoster multisegmental berulang Kandidiasis orofaringeal
Herpes simpleks kroniks progresif Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita Retinitis oleh virus sitomegalo
Sumber: Nasronudin, 2007
Klasifikasi Klinis dan CD4 (CDC)
Tabel 2.6. Klasifikasi klinis dan CD4 orang dewasa menurut CDC
Limfosit CD4 Kategori A (asimtomatis,
Sumber: Nasronudin, 2007
2. Pemeriksaan
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya infeksi HIV. Salah satu cara penentuan serologi HIV yang dianjurkan adalah ELISA, mempunyai sensitivitas 93-98% dengan spesifitas 98-99%. Pemeriksaan serologi HIV sebaiknya dilakukan dengan 3 metode berbeda. Dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik
Western blot (Nasronudin, 2007).
Tes serologi standar terdiri dari EIA dan diikuti konfirmasi WB. Melalui WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang meliputi inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66), dan selubung (envelope) HIV (gp41, gp120, gp160). Bila memungkinkan pemeriksaan WB selalu dilakukan karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi false positif 2%. Interpretasi WB meliputi (Nasronudin, 2007):
a. Negatif: tidak ada bentukan pita
b. Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24
Akurasi pemeriksaan serologi standar (EIA dan WB atau
immunoflourescent assay) sensitivitas dan spesifitasnya mencapai > 98%(Nasronudin, 2007).
2.3.6 Penatalaksanaan Klinis Infeksi HIV/AIDS
Penatalaksanaan penderita AIDS di UPIPI (Nasronudin, 2007) a) Penatalaksanaan Umum
Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk penderita HIV&AIDS, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, membiasakan gaya hidup sehat antara lain membiasakan senam seperti yang dilakukan di UPIPI.
b) Penatalaksanaan Khusus
Pemberian antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi infeksi sekunder sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignansi.
Terapi Antiretroviral
Tabel 2.7. Rekomendasi memulai terapi antiretroviral penderita dewasa menurut WHO (2006).
Stadium Klinis WHO
Pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan
Pemeriksaan CD4 dapat dilakukan
I ARV belum
direkomendasikan
Terapi bila CD4 <200 sel/ mm3
II ARV belum
direkomendasikan
Mulai terapi bila CD4 <200 sel/mm3
III Mulai terapi ARV Pertimbangkan terapi bila CD4 <350 sel/mm3acd dan mulai ARV sebelum CD4 turun <200 sel/mm3 IV Mulai terapi ARV Terapi tanpa
mempertimbangkan jumlah CD4
Sumber: Nasronudin, 2007
2.4 Infeksi Opportunistik dan HIV/AIDS
Tabel 2.8. Pola Infeksi Oportunistik di RS Ciptomangunkusumo (n=698)
Infeksi Oportunistik %
Kandidiasis (orafaring, esofagus) 40
TBC paru 37,1
Diare kronik 27,1
Pneumonia bakteri 16,7
Toksoplasma ensefalitis 12
TBC luar paru 11,8
Herpes Zoster 6,3
Sumber: Merati, 2007 2.4.1 Patogen Penyebab
Pada infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) , tubuh secara gradual akan mengalami penurunan imunitas akibat penurunan jumlah dan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan di mana jumlah dan fungsi limfosit CD4. Pada keadaan di mana jumlah limfosit CD4 <200/ml atau kurang, sering terjadi gejala penyakit indikator AIDS. Spektrum infeksi yang terjadi pada keadaan imunitas tubuh menurun pada infeksi HIV ini disebut infeksi oportunistik (Merati, 2007).
Perjalan menuju infeksi oportunistik pada pengidap HIV sangat ditentukan oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV tersebut. Regulasi imun ternyata dikendalikan oleh faktor genetik, imunogenetika, salah satunya adalah sistem HLA yang pada setiap individu akan menunjukkan ekspresi yang karakteristik. Pada awal masuknya HIV ke dalam tubuh manusia, mekanisme respon imun yang terjadi adalah up regulation, tetapi lambat laun akan terjadi
Organisme penyebab IO adalah organisme yang merupakan flora normal, maupun organisme patogen yang terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudian mengalami reaktivasi. Spektrum IO pada defisiensi imun akibat HIV secara umum mempunyai pola tertentu dibandingkan IO pada defisiensi imun lainnya. Namun ada gambaran IO yang spesifik untuk beberapa daerah tertentu. Semakin menurun jumlah limfosit CD4 semakin berat manifestasi IO dan semakin sulit mengobati, bahkan sering mengakibatkan kematian. Pegobatan dengan antiretroviral (ARV) dapat menekan replikasi HIV, sehingga jumlah limfosit CD4 relatif stabil dalam jangka waktu panjang, dan keadaan ini mencegah timbulnya infeksi oportunistik. Organisme yang sering menyebabkan IO terdapat di lingkungan hidup kita yang terdekat, seperti air, tanah, atau organisme tersebut memang berada dalam tubuh kita pada keadaan normal, atau tinggal secara laten lalu mengalami reaktivasi (Merati, 2007).
Tabel 2.9. Penyebab Infeksi Oportunistik pada AIDS, Sumber dan Transmisinya
Organisme Sumber Cara
Transmisi
Penularan Orang ke
Orang Bakteria
1. MTB Reaktivasi endogen, orang sakit
inhalasi Ya
2. MAC Air, tanah Inhalasi,
ingestion
Tidak
2. Herpes Zozter Reaktivasi endogen, orang sakit
Tidak tentu Tidak tentu
3. CMV Reaktivasi endogen, orang sakit
Seksual, darah
Ya
4. EBV Reaktivasi endogen, orang sakit
Inhalasi Mungkin
2. Toksoplas-ma Gondii
Reaktivasi endogen, orang sakit
Ingestion Tidak
3.
Mikrospori-Inhalasi Tidak
3. Aspergillus Tanah Inhalasi Tidak
4. Histoplasma Capsulatum
Air, tanah Inhalasi/ing -estion
Tidak
5. Coccidioido immitis
Air, tanah Inhalasi/ing -estion
Tidak
Sumber: Merati, 2007
1. Penyakit kulit dan mulut
b. “leukoplakia berambut” di mulut–terdapat kerutan-kerutan putih pada bagian tepi lidah yang disebabkan oleh virus Epstein-Barr.
c. Infeksi stafilokokus, herpes zoster, moluskum kontangiosum, dan infeksi jamur dermatofit lebih mudah timbul pada pasien-pasien AIDS.
d. Serangan herpes simpleks terjadi lebih sering dan lebih hebat, dan lesi-lesi bisa menjadi kronis.
e. Sarkoma Kaposi: suatu tumor yang dianggap berasal dari enotel pembuluh darah dan ada hubungannya dengan infeksi
human herpes virus type 8 (HHV-8). Lesi biasanya multipel, dan dapat timbul pada bagian manapun di kulit, begitu pula pada bagian organ-organ dalam. Kelainan ini jarang menyebabkan kematian pada pasien AIDS, yang biasanya meninggal akibat terjadinya infeksi yang menyertainya. Merupakan tumor yang radiosensitif.
f. Psoriasis yang sudah ada sebelumnya pada pasien AIDS dapat menjadi lebih hebat dan ekstensif.
g. Angiomatosis basiler. Lesi ini disebabkan oleh basil
Bartonella henselae.
h. Angiomatosis basiler. Lesi ini disebabkan oleh basil
Bartonella henselae. Lesi yang seperti angioma ini terjadi pada kulit, mukosa, dan organ dalam. Kelainan ini dapat diobati dengan eritromisin.
i. Kelainan-kelainan terkait obat. Obat-obat antiretrovirus yang saat ini digunakan secara luas untuk mengobati infeksi HIV dapat menyebabkan timbulnya bercak-bercak pada kulit dan terjadinya pigmentasi pada kuku.
imunodefisiensi, infeksi VZV memiliki tampilan klinis seperti lesi verukus dermatom kronik; satu atau lebih nyeri ulkus kronik tau lesi ektimatus, ulkus, atau nodulmenyerupai karsinoma sel basal atau karsinoma sel squamos. Herpes zoster dapat rekuren pada dermatom yang sama atau dermatom-dermatom lainnya (Fitzpatrick, 2001).
2. Penyakit Gastrointestinal
Penyakit terkait HIV seringkali melibatkan saluran gastrointestinal (GI). Penurunan berat badan dan selera makan merupakan gejala umum apapun patologinya (Mandal, 2008).
a. Penyakit esofagus biasanya timbul dengan keluhan nyeri saat menelan dan disfagia. Kandidiasis merupakan penyebab 80% kasus (terjadi pada 30% pasien dengan OCP). Plak pseudomembranosa tampak saat pemeriksaan barium meal
sebagai defek pengisian (filling defects) dan saat endoskopi. b. Penyakit usus halus sering berhubungan dengan diare cair
bervolume banyak, nyeri perut dan malabsorpsi. Bila terdapat imunidefisiensi sedang (100-200 CD4 sel/mm3),
Cryptosporidium, mikrosporidium, dan Giardia merupakan penyebab yang mungkin. Bila kadar CD4 <50 sel/mm3,
Mycobacterium avium intercelluler (MAI) dan CMV merupakan diagnosis alternatif.
c. Penyakit usus besar timbul sebagai diare (sering berdarah) bervolume sedikit yang disertai dengan nyeri perut. Suatu patogen enterik bakterial standar mungkin berperan seperti
biopsi. Megakolon toksik, perdarahan, dan perforasi dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi.
3. Penyakit hepatobilier
a. Penyakit bilier dapat menyebabkan komplikasi pada infeksi CMV, Crytosporidium, atau mikrosporidium dalam bentuk kolangitis sklerosans atau kolesistitis akalkulia. Manifestasinya adalah nyeri kuadran kanan atas, muntah, dan demam; ikterus jarang terjadi. Pada kolangitis sklerosans, peningkatan
fosfatase alkali dan γ-glutamil transferase serum biasanya mendahului timbulnya ikterus. Pencitraan ultra sonografi memperlihatkan pelebaran saluran empedu. Akan tetapi,
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) penting untuk memperlihatkan gambaran menyerupai kabut intrahepatik dan ekstrahepatik yang khas untuk kolangitis sklerosans (Mandal, 2008).
4. Penyakit Paru
Lebih dari setengah pasien-pasien dengan HIV akan mengalami penyakit paru pada suatu waktu tertentu. Beberapa faktor mempengaruhi kemungkinan penyebabnya termasuk hitung CD4, etnis, dan usia, kelompok risiko, serta riwayat profilaksis PCP.
Tabel 2.10. Diagnosis Banding Gambaran Rontgen Toraks Gambaran Rontgen Penyebab Utama
Infiltrat difus Pneumonia pneumocystis carinii, tuberkulosis (milier), KS, NHL
Konsolidasi nodul/fokal
KS, tuberkulosis, NHL, pneumonia bakterial piogenik
Limfadenopati hilus Tuberkulosis, KS, NHL
Efusi pleura KS, tuberkulosis, pneumonia bakterial piogenik
KS, sarkoma Kaposi; NHL, limfoma non-Hodgkin. Sumber: Mandal, 2008
5. Penyakit sistem saraf/mata
Penyakit sistem saraf umum terjadi pada infeksi HIV. Kategori manifestasinya yang luas merupakan lesi desak ruang (spaceoccupying lesion), suatu penyakit demensia global, serta penyerta saraf radiks dan perifer (Mandal, 2008).
Tabel. 2.11. Diagnosis Banding Penyakit Sistem Saraf dan Mata Lokasi
Penyakit
Manifestasi Penyebab Utama
Otak Lesi desak ruang Toxoplasma, PCNSL, PMFL
Ensefalopati HIV, CMV
meningitis Cryptococcus
Medula spinalis Paraparesis spastic Mielopati vakuolar HIV
Radiks saraf Kelemahan/ baal pada tungkai, inkontinensia
CMV
Saraf perifer Nyeri, baal pada tungkai
HIV, obat-obatan (ddC, d4T, dll)
Retinitis Floater, defek
lapang pandang
CMV,
toksoplasmosis,
nekrosis retina (herpes simpleks, VZV)
Asimtomatik HIV
CMV, sitomegalovirus; PMFL, progressive multifocal leucoencephalopathy; PCNSL, primary CNS; VZV, virus varisela zoster.
Sumber: Mandal, 2008
6. Kondisi diseminata dan lain-lain
Dalam keadaan deplesi imun yang berat (CD4<50 sel/mm3), penyakit diseminata tidak jarang terjadi dan patogen OI multipel dapat diidentifikasi (misalnya MAI, CMV). Seringkali manifestasinya adalah gejala nonspesifik berupa demam dan penurunan berat badan dengan bukti anemia pada uji laboratorium. 1. Sumsum tulang. Anemia tidak jarang terjadi pada HIV tahap
Leukopenia biasanya terdapat pada keadaan penggantian sumsum tulang seperti di atas atau toksisitas obat. Limfopenia merupakan penanda untuk HIV dan fungsi imunologis. Trombositopenia dapat timbul pada awal (5-10%) dengan manifestasi yang serupa dengan ITP: responsnya terhadap imunoglobulin baik namun hanya jangka penek; pengobatan pilihan adalah HAART.
2. Mycobacterium avium-intercellulare merupakan mikobakterium lingkungan yang umumnya terdapat dalam air
dan makanan. Infeksi terjadi setelah kolonisasi slauran pernapasan dan gastrointestinal dalam sebagian besar kasus. Penyakit diseminata:
a. Hanya terjadi bila hitung CD4 < 50 sel/mm3.
b. Mengenai semua organ (terutama sistem retikuloendotelial) dengan infiltrasi masif organisme dan respons inflamasi minimal.
c. Timbul sebagai demam, berkeringat, penurunan berat badan, diare kronik, muntah dan nyeri perut; hepatosplenomegali dan limfadenopati biasa didapatkan pada pemeriksaan fisik. CT scan biasanya menunjukkan limfadenopati intraabdomen dan mediastinum.
2.4.2 Profilaksis untuk Infeksi Oportunistik
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan ODHA menjadi jauh lebih baik. Infeksi kriptoporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih mudah ditangani. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan (Djoerban, 2007).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV (Budimulja, 2008). Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 dan disebabkan oleh
human immunodefficiency virus (HIV-1) (Mandal, 2008). Pada tanggal 5 Juni 1981, The Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) mengetangahkansebuah artikel mengenai tercatatnya lima kasus pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada pria homoseksual di California (Nasronudin, 2007). Pada dua dekade selanjutnya, AIDS tumbuh menjadi penyebab utama kedua beban penyakit di seluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian di Afrika. Virusnya merupakan utama retrovirus RNA dari famili lentivirus. Virus hampir dipastikan berasal dari virus primata yang mempunyai kekerabatan sangat erat (Mandal, 2008). Retrovirus mengkodekan sebaliknya transkriptase (RNA-dependen DNA polimerase) yang menyalin genome menjadi DNA rantai ganda, sehingga terintegrasi pada sel genome pejamu (Drew, 2001).
Infeksi HIV didapati pada setengah grup risiko tinggi: (1) pria yang homoseksual dan biseksual berjumlah lebih dari 60% kasus AIDS di Amerika Serika. (2) penyalahguna obat intravena berjumlah sekitar 15% kasus. (3) perempuan heteroseksual yang berhubungan dengan pria biseksual dan penyalahguna obat intravena berjumlah kurang dari 10% di Amerika Serikat, tetapi proporsi kasus ini meningkat cepat (hampir 50% kasus baru di semua area). (4) pasien-pasien dengan transfusi produk darah–kebanyakan pada penderita hemofilia dan bayi–diperkirakan mencapai 2% (Lange, 2001).
prevalensi epidemik lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya penjaja seks dan penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya) (Depkes RI, 2006). Surveilans pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indikator untuk menggambarkan infeksi HIV/AIDS pada masyarakat umum. Persentase kantung darah yang dinyatakan tercemar HIV adalah 0,002% pada periode 1992/1993, 0,003 pada periode 1994/1995, 0,004 pada periode 1998/1999 dan 0,016 pada tahun 2000 (Djoerban, 2007).
Tingginya tingkat keseriusan dan kematian penderita HIV&AIDS disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor adalah penatalaksanaan pada penderita yang masih kurang tepat, termasuk terlambatnya diagnostik infeksi oportunistik. Padahal infeksi oportunistik inilah yang sering mengantarkan ke arah kematian penderita AIDS. Tidak seperti di negara-negara lain yang sudah maju, para pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah jatuh ke stadium AIDS oleh karena mengalami infeki oportunistik. Hal ini dimungkinkan karena pengidap HIV di Indonesia umumnya tinggal dan hidup berdampingan dengan angka kejadian infeksi lain yang masih tinggi. Berbagai infeksi oportunistik yang sering terjadi pada penderita HIV&AIDS di Indonesia adalah toksoplasmosis, sepsis, pneumonia, pneumoniakistik karinii, tunerkulosis paru, hepatitis B, hepatitis C, infeksi virus sitomegalo, diare kronis, kandidiasis oroesofageal, dan berbagai manifestasi infeksi pada kulit (Nasronudin, 2007).
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana proporsi infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010?
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui proporsi infeksi opportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui proporsi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik berdasarkan demografi, yaitu jenis kelamin. 2. Mengetahui proporsi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan
infeksi oportunistik berdasarkan demografi, yaitu umur.
3. Mengetahui prooporsi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi oportunistik berdasarkan demografi, yaitu pekerjaan.
4. Mengetahui proporsi infeksi opportunistik bakteri, virus, jamur, dan parasit pada penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi proporsi infeksi opportunistik pada penderita
HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
ABSTRAK
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunokompeten, karena itu infeksi oportunistik bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Perjalan menuju infeksi oportunistik pada pengidap HIV sangat ditentukan oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi adalah data sekunder penderita HIV/AIDS yang diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
Hasil penelitian ditemukan kelompok terbanyak infeksi oportunistik adalah jamur 250 orang (63,29%); laki-laki 198 orang (79,20%), perempuan 52 orang (20,80%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%); laki-laki 72 orang (83,72%) dan perempuan 14 orang (16,27%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%); laki-laki 43 orang (82,70%), perempuan 9 orang (17,30%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%); laki-laki 3 orang (42,85%), perempuan 4 orang (57,15%).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, masyarakat, dan khususnya seluruh instansi yang terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga independen sehingga dapat menekan angka sebaran infeksi oportunistik dan HIV/AIDS.
ABSTRACT
The main cause of mortality and morbidity in patients with late stage HIV infection are opportunistic infections, which are severe infections caused by agents that rarely cause serious illness in immunocompetent individuals, therefore opportunistic infections can be caused by non-pathogenic organisms. The path towards the occurrence of opportunistic infections in HIV patients is determined by the immune regulatory mechanisms in the host. The types of opportunistic infections can differ in different countries.
This is a descriptive study aimed to find out the prevalence of opportunistic infections in HIV/AIDS patients. The study approach used is cross-sectional. The subject population is the secondary data of HIV/AIDS patients during the year 2010, obtained from the Voluntary Counseling Test (VCT) clinic of Haji Adam Malik Hospital.
The results of this study showed that out of the study population, 250 subjects (63,29%) had fungal opportunistic infection; 198 (79,20%) were male and 52(20,80%) were female. 86 subjects (21,77%) were those with bacterial opportunistic infections, with 72 (83,72%) being male and 14 (16,27%) were female. 52 (13,16%) had parasitic opportunistic infections, 43 (82,70%) of them were male, and 9 (17,30%) were female. The group with the lowest number is that of the virus parasitic infections, with a number of 7 subjects (1,77%), 3 of them (42,85%) being male and 4 (57,15%) female.
The results of this study will hopefully be useful for the researched, the public and specifically institutes related to the management of HIV/AIDS in Indonesia, be it a governmental institute or privately run establishment so that the spreading of opportunistic infections and HIV/AIDS can be reduced.
PROPORSI INFEKSI OPPORTUNISTIK PADA PENDERITA
HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010
Oleh:
ULI ELONA
080100039
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
PROPORSI INFEKSI OPPORTUNISTIK PADA PENDERITA
HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK TAHUN 2010
Nama : ULI ELONA NIM : 080100039
Pembimbing Penguji
(dr. Donna Partogi, Sp. KK) (dr. Isti Ilmiati Fujiati,Msc,CMFM) NIP: 197201032005012001 NIP. 196705271999032001
(dr. Mistar Ritonga, Sp. F) NIP. 195204081989031001
Medan, Desember 2011 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan stadium lanjut infeksi HIV adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang diinduksi oleh agen yang jarang menyebabkan penyakit serius pada individu yang imunokompeten, karena itu infeksi oportunistik bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Perjalan menuju infeksi oportunistik pada pengidap HIV sangat ditentukan oleh mekanisme regulasi imun pada tubuh pengidap HIV. Pola infeksi oportunistik di berbagai negara dapat berbeda.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi adalah data sekunder penderita HIV/AIDS yang diperoleh dari bagian Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test) RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2010.
Hasil penelitian ditemukan kelompok terbanyak infeksi oportunistik adalah jamur 250 orang (63,29%); laki-laki 198 orang (79,20%), perempuan 52 orang (20,80%). Diikuti dengan bakteri sejumlah 86 orang (21,77%); laki-laki 72 orang (83,72%) dan perempuan 14 orang (16,27%). Selanjutnya adalah parasit dengan jumlah 52 orang (13,16%); laki-laki 43 orang (82,70%), perempuan 9 orang (17,30%). Kelompok paling sedikit terdapat pada populasi virus berjumlah 7 orang (1,77%); laki-laki 3 orang (42,85%), perempuan 4 orang (57,15%).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, masyarakat, dan khususnya seluruh instansi yang terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga independen sehingga dapat menekan angka sebaran infeksi oportunistik dan HIV/AIDS.
ABSTRACT
The main cause of mortality and morbidity in patients with late stage HIV infection are opportunistic infections, which are severe infections caused by agents that rarely cause serious illness in immunocompetent individuals, therefore opportunistic infections can be caused by non-pathogenic organisms. The path towards the occurrence of opportunistic infections in HIV patients is determined by the immune regulatory mechanisms in the host. The types of opportunistic infections can differ in different countries.
This is a descriptive study aimed to find out the prevalence of opportunistic infections in HIV/AIDS patients. The study approach used is cross-sectional. The subject population is the secondary data of HIV/AIDS patients during the year 2010, obtained from the Voluntary Counseling Test (VCT) clinic of Haji Adam Malik Hospital.
The results of this study showed that out of the study population, 250 subjects (63,29%) had fungal opportunistic infection; 198 (79,20%) were male and 52(20,80%) were female. 86 subjects (21,77%) were those with bacterial opportunistic infections, with 72 (83,72%) being male and 14 (16,27%) were female. 52 (13,16%) had parasitic opportunistic infections, 43 (82,70%) of them were male, and 9 (17,30%) were female. The group with the lowest number is that of the virus parasitic infections, with a number of 7 subjects (1,77%), 3 of them (42,85%) being male and 4 (57,15%) female.
The results of this study will hopefully be useful for the researched, the public and specifically institutes related to the management of HIV/AIDS in Indonesia, be it a governmental institute or privately run establishment so that the spreading of opportunistic infections and HIV/AIDS can be reduced.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Laporan hasil penelitian ini berjudul “Proporsi Infeksi Opportunistik pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik
Tahun 2010”. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Donna Partogi, Sp. KK, selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang telah diluangkan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. dr. Isti Ilmiati Fujiati, Msc, CMFM dan dr. Mistar Ritonga, Sp. F selaku dosen penguji proposal dan laporan hasil penelitian, yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan karya tulis ini.
4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf
Medical Education Unit (MEU) yang telah dengan sabar memberi arahan dalam berjalannya penelitian ini.
5. Kepada dr. Tambar Kembaren, Sp. PD selaku ketua divisi serta seluruh staf Pusyansus VCT (Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test)
RSUP Haji Adam Malik Medan, yang telah membantu dalam hal pengambilan data bagi penelitian.
kasih sayang, cinta, perhatian, dan pengorbanan serta motivasi yang tulus untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Kepada saudari-saudari tercinta: Eka Nurdian, Lia Melvina, dan Oni Hardina. Terima kasih untuk dukungan serta doa yang telah diberikan. 8. Sahabat-sahabat terbaikku: Pigamitha M.S, Suci H. Asri, dan Yunita
Manurung, serta Hilda Syaf’aini, Safrina Susanna, dan Sri W. Marbun, Tika Ardilla yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan bantuan selama mengikuti pendidikan dan melaksanakan penelitian ini.
9. Teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dan membantu penulis serta selalu bersama-sama dalam satu bimbingan: Yusda Rahayu dan Abdurrahman Boerhanuddin serta teman-teman stambuk 2008 FK USU, yang tak dapat penulis lupakan.
10.Pihak-Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian.
Penulis haturkan maaf, jika ada kekurangan dalam penyusunan laporan hasil penelitian penelitian dan harapan adanya kritik serta saran dari pembaca. Akhir kata, besar harapan penulis semoga laporan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi kemajuan pendidikan kita.
Medan, Juni 2011 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 3
1.3Tujuan Penelitian ... 3
1.4Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 HIV/AIDS ... 4
2.1.1 Epidemiologi ... 4
2.1.2 Dasar Virologi dan Infeksi HIV ... 7
2.1.3 Transmisi Infeksi HIV ... 9
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi HIV ... 10
2.1.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Infeksi HIV/AIDS ... 14
2.1.6 Penatalaksanaan Klinis Infeksi HIV/AIDS ... 16
2.2 Infeksi Opportunistik dan HIV/AIDS ... 17
2.2.1 Patogen Penyebab ... 18
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1Kerangka Konsep Penelitian ... 28
3.2Defenisi Operasional ... 28
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ... 30
4.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
4.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
4.4Metode Pengumpulan Data ... 31
4.5Metode Pengolahan Data ... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 33
5.2 Pembahasan ... 39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan ... 42
6.2Saran ... 42
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Rekapitulasi Global Epidemi AIDS 4
2.2. Epidemiologi HIV/AIDS di Asia 5
2.3. Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV Tahun 2006 6
2.4. Antigen Mayor HIV, Tipe-1 8
2.5. Gejala Mayor dan Minor pada Pasien HIV & AIDS 14 2.6. Klasifikasi klinis dan CD4 orang dewasa menurut CDC 15 2.7. Rekomendasi memulai terapi antiretroviral penderita
dewasa menurut WHO (2006). 17
2.8. Pola Infeksi Oportunistik di RS Ciptomangunkusumo
(n=698) 18
2.9. Penyebab Infeksi Oportunistik pada AIDS,
Sumber dan Transmisinya 19
2.10. Diagnosis Banding Gambaran Rontgen Toraks 24 2.11. Diagnosis Banding Penyakit Sistem Saraf dan Mata 24 3.1. Infeksi Oportunistik/Kondisi yang Sesuai dengan
Kriteria Diagnosis AIDS 29
3.2. Karakteristik penderita HIV/AIDS dengan infeksi
oportunistik berdasarkan demografi 29
5.1. Distribusi sampel Infeksi Oportunistik dan
Tidak Infeksi Oportunistik 34
5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Infeksi Oportunistik 35 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme
Infeksi Oportunistik 36
5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia 37
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Diagnosis Infeksi HIV pada dewasa dan remaja dilihat dari perilaku sex dan kategori transmisi,
2009–40 negara dan 5 area dependen Amerika Serikat. 5
2.2. Peta genome dari Lentivirus 7
2.3. Poin potensial dari intervensi pada siklus hidup HIV 8
2.4. Patogenesis HIV 11
2.5. Patofisiologi HIV 12
2.6. Gambaran waktu CD4 T-cell dan perubahan
perkembangan virus berkesinambungan pada infeksi HIV
yang tidak diterapi. 13
3.1. Kerangka konsep penelitian gambaran infeksi
opportunistik pada penderita HIV/AIDS. 28 5.1. Grafik Distribusi Sampel Infeksi Oportunistik dan
Tidak Infeksi Oportunistik 34
5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Mikroorganisme
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Daftar Riwayat Hidup 48
2. Master Data Penelitian 49
3. Surat Ethical Clearence 54
DAFTAR SINGKATAN
AIDS acquired immunodeficiency syndrome
ARV antiretroviral
ART antiretroviral therapy, terapi antiretroviral CD4 cluster of differentiation 4
CDC Center for Disease Control and Prevention
CMV cytomegalovirus, sitomegalovirus
CT computerized tomography (scanning), tomografi terkomputerisasi (pemindaian)
EBV Epstein-Barr virus
EIA electroimmunoassay
ELISA enzyme-linked immunoadsorbent assay
ERCP endoscopic retrograde cholangiopancreatography
env envelope
gag group-specific antigen/core
gp glycoprotein, glikoprotein
HAART highly active antiretroviral therapy, terapi antiretrovirus yang sangat aktif
HBV hepatitis-B virus, virus hepatitis B HCV hepatitis-C virus, virus hepatitis C HHV-8 human herpes virus type 8
HIV human immunodefficiency virus, virus imunodefisiensi manusia
HIVAN HIV – associated nephropathy, nefropfati terkait HIV HLA human leukocyte antigen
IDU injection drug user, pengguna obat suntik ITP idiopathic thrombocytopenia purpura, purpura
trombositopenik idiopatik
MAI mycobacterium avium intercelluler
MRI magnetic resonance imaging, pencitraan resonansi magnetik MTB mycobacterium tuberculosis, mikobakterium tuberkulosis NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
NHL non-Hodgkin lymphoma, limfoma non-Hodgkin OCP oral contraceptive pill, pil kontrasepsi oral ODHA Orang dengan HIV/AIDS
OI opportunistic infection, infeksi oprtunistik PCP Pneumocystic carinii pneumonia
PCNSL primary CNS lymphoma
PMFL progressive multifocal leucoencephalopathy
pol polymerase, polimerase
Pusyansus VCT Pusat Pelayanan Khusus Voluntary Counseling Test RT reverse transcriptase
SPSS Statistical Package for Social Science
UNAIDS United Nations Joint Programme for HIV/AIDS
UPIPI Unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi VZV varicella-zoster virus
WB Western blot