• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PARU DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER PARU DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN SKRIPSI"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

SATTHIYABALAN A/L SIVABALAN LOGAWATHI 160100225

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

SATTHIYABALAN A/L SIVABALAN LOGAWATHI 160100225

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

menyelesaikan penyusunan proposal penelitian yang berjudul ―Karakteristik Penderita Kanker Paru Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2016- 2018”

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. Causa Trisna Mariedina M.Ked(PA), Sp.PA selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan proposal penelitian.

3. dr. Radita Nur Anggraeni Ginting M.Ked (PA), SpPA dan dr. Alfansuri Kadri, Sp.S sebagai dosen penguji atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyussunan proposal penelitian.

4. Orang tua, Sivabalan Sivasubramaniam dan Ibunda Logawathi Thirunavukkarasu atas semua kasih sayang, dukungan moral maupun materil serta doa yang selalu menyertai penulis.

5. Sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat disebut satu persatu termasuk yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

Penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas semua kebaikan yang selama ini diberikan kepada penulis dan melimpahkan Rahmat-Nya.Penulis menyedari bahwa karya tulis ilmiah yang dihasilkan masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara

(5)

penulisannya. Oleh karena itu, dengan serendah hati, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Semoga karya tulis ilmiah penulis ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 7 Desember 2019 Penulis

Satthiyabalan A/L Sivabalan Logawathi NIM: 160100225

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel………. ……… viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan... xi

Daftar Lampiran………. xiii

Abstrak ... xiv

Abstract ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Paru Dan Fungsi Paru... 7

2.2 Definisi Kanker Paru ... 7

2.2.1 Klasifikasi Kanker Paru ... 8

2.2.2 Stadium Klinis ... 15

2.3 Epidemiologi ... 17

2.3.1 Distribusi Frekuensi Kanker Paru... 17

2.3.2 Faktor Risiko Kanker Paru ... 18

2.4 Gejala Klinik ... 19

2.4.1 Gejala Intrapulmoner ... 20

2.4.2 Gejala Intratorasik Ekstrapulmoner ... 21

2.5 Diagnosis ... 21

2.5.1 Anamnesis ... 21

2.5.2 Pemeriksaan Fisik ... 22

2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium ... 22

2.5.4 Radiologi ... 23

(7)

2.5.5 Sitologi Sputum ... 23

2.5.6 Bronkoskopi... 24

2.5.7 Biopsi Transtorakal... 24

2.5.8 Torakoskopi ... 24

2.5.9 Mediastinoskopi... 25

2.5.10 Torakotomi ... 25

2.5.11 Imunohistokimia ... 25

2.5.12 Epidermal Growth Factor Reseptor ... 28

2.6 Penatalaksanaan Kanker Paru ... 30

2.6.1 Pembedahan ... 30

2.6.2 Radioterapi... 31

2.6.3 Kemoterapi ... 31

2.6.4 Targeted Therapy ... 31

2.7 Pencegahan Kanker Paru... 32

2.7.1 Pencegahan Primordial ... 32

2.7.2 Pencegahan Primer ... 33

2.7.3 Pencegahan Sekunder ... 34

2.7.4 Pencegahan Tersier ... 34

2.8 Prognosis ... 35

2.9 Kerangka Teori... 36

2.10 Kerangka Konsep ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian... 38

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2.2 Waktu Penelitian... 38

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 38

3.3.1 Populasi ... 38

3.3.2 Sampel ... 39

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5 Metode Analisis Data ... 39

3.6 Definisi Operasional... 40

3.7 Ethical Clearance... 43

BAB IV JADWAL PENELITIAN DAN BIAYA PENELITIAN……. 44

4.1 Jadwal Penelitian ... 44

(8)

4.2 Biaya Penelitian ... 45

BAB V HASIL PENELITIAN..……….. 46

5.1 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Berdasarkan Tahun 46 5.2 Sosiodemografi ... 47

5.2.1 Umur ... 47

5.2.2 Jenis Kelamin ... 48

5.2.3 Pekerjaan ... 48

5.2.4 Tempat Tinggal... 49

5.3 Keluhan Utama... 50

5.4 Riwayat Merokok ... 51

5.5 Efusi Pleura ... 51

5.6 Tipe Histologi... 52

5.7 Cara Pengambilan Spesimen ... 53

5.8 Umur Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

5.9 Jenis Kelamin Berdasarkan Pekerjaan ... 55

5.10 Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Merokok ... 56

5.11 Pekerjaan Berdasarkan Keluhan Utama ... 57

5.12 Pekerjaan Berdasarkan Riwayat Merokok ... 58

5.13 Keluhan Utama Berdasarkan Riwayat Merokok... 59

5.14 Keluhan Utama Berdasarkan Efusi Pleura ... 59

5.15 Riwayat Merokok Berdasarkan Tipe Histologi... 60

5.16 Efusi Pleura Berdasarkan Tipe Histologi ... 61

5.17 Tipe Histologi Berdasarkan Cara Pengambilan Spesimen... 62

BAB VI PEMBAHASAN……….……. 64

6.1 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Berdasarkan Tahun 64 6.2 Sosiodemografi ... 64

6.2.1 Umur ... 64

6.2.2 Jenis Kelamin ... 65

6.2.3 Pekerjaan ... 65

6.2.4 Tempat Tinggal... 66

6.3 Keluhan Utama... 66

6.4 Riwayat Merokok ... 66

6.5 Efusi Pleura ... 67

6.6 Tipe Histologi... 67

6.7 Cara Pengambilan Spesimen ... 68

6.8 Umur Berdasarkan Jenis Kelamin ... 68

(9)

6.9 Jenis Kelamin Berdasarkan Pekerjaan ... 69

6.10 Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Merokok ... 69

6.11 Pekerjaan Berdasarkan Keluhan Utama ... 70

6.12 Pekerjaan Berdasarkan Riwayat Merokok ... 70

6.13 Keluhan Utama Berdasarkan Riwayat Merokok... 71

6.14 Keluhan Utama Berdasarkan Efusi Pleura ... 71

6.15 Riwayat Merokok Berdasarkan Tipe Histologi... 72

6.16 Efusi Pleura Berdasarkan Tipe Histologi ... 72

6.17 Tipe Histologi Berdasarkan Cara Pengambilan Spesimen... 73

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……….……. 74

7.1 Kesimpulan……… 74

7.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN ... 79

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Klasifikasi stadium klinis kanker paru berdasarkan TNM... 15

2.2 Klasifikasi tumor markers ... 26

2.3 Imunohistokimia markers berdasarkan tipe histologi ... 27

2.4 Immunohistochemistry lung adenocarcinoma vs SCC ... 28

3.1 Definisi Operasional ... 40 5.1 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap

Berdasarkan Tahun di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

46

5.2 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Umur di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

47

5.3 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

48

5.4 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

49

5.5 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

49

5.6 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

50

5.7 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Riwayat Merokok di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

51

5.8 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Efusi Pleura di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

52

5.9 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Tipe Histologi di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

52

(11)

5.10 Distribusi Proporsi Penderita Kanker Paru Rawat Inap Berdasarkan Cara Pengambilan Spesimen di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

53

5.11 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

54

5.12 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Pekerjaan Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018 ...

55

5.13 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Riwayat Merokok Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

56

5.14 Distribusi Proporsi Pekerjaan Berdasarkan Keluhan Utama Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

57

5.15 Distribusi Proporsi Pekerjaan Berdasarkan Riwayat Merokok Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

58

5.16 . Distribusi Proporsi Keluhan Utama Berdasarkan Riwayat Merokok Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

59

5.17 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Berdasarkan Efusi Pleura Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

60

5.18 Distribusi Proporsi Riwayat Merokok Berdasarkan Tipe Histologi Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

61

5.19 Distribusi Proporsi Efusi Pleura Berdasarkan Tipe Histologi Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ...

62

5.20 Distribusi Proporsi Tipe Histologi Berdasarkan Cara Pengambilan Spesimen Penderita Kanker Paru Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018. ....

63

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Squamous Cell Carcinoma ... 12

2.2 Adenocarcinoma ... 13

2.3 Small Cell Carcinoma ... 14

2.4 Large Cell Carcinoma ... 14

2.5 Memperoleh sampel plasma untuk analisis ctDNA : alur kerja yang direkomendasikan untuk pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan plasma... 29

(13)

DAFTAR SINGKATAN

AJCC American Joint On Cancer Comitee AJH Aspirasi Jarum Halus

ATP Adenosine Triphosphate CK Cytokeratin

ctDNA Circulating Tumor Deoxyribonucleic Acid EBUS Endobronchial Ultrasound

EDTA Ethylenediaminetetraacetic Acid e.g. Example

EGF Epidermal Growth Factor

EGFR Epidermal Growth Factor Reseptor FCTC Framework Convention On Tobacoo IUAC International Union Against Cancer NCAM Neural Cell Adhesion Molecule NSCLC Non Small Cell Lung Cancer NSE Neuron Specific Enlase PCR Polymerase Chain Reaction RSUP Rumah Sakit Umum Pusat SCLC Small Cell Lung Cancer SD Sekolah Dasar

SMA Sekolah Menengah Atas TBLB Transbronchial Lung Biopsy TBNA Transbronchial Needle Aspiration TGF-a Transforming Growth Factor Alpha TKI Tyrosine Kinase Inhibitors

TTB Transthorasic Biopsy

TTF-1 Thyroid Transcription Factor-1

(14)

TTNA Transthorasic Needle Aspiration VEGF Vascular Endothelial Growth Factor WHO World Health Organization

(15)

LAMPIRAN

Lampiran 1: Biodata Penulis Lampiran 2: Lembar Orisinalitas

Lampiran 3: Surat Survei Awal Penelitian Lampiran 4: Ethical Clearance

Lampiran 5: Surat Izin Penelitian Lampiran 6: Data Induk Penelitian Lampiran 7: Data Statistik SPSS

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kanker paru adalah penyakit keganasan pada paru, disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan. Kanker paru adalah kanker paling umum kedua pada pria maupun wanita.

Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan case series. Populasi penelitian sebanyak 311 data penderita kanker paru diambil dengan metode Total Sampling dan diolah secara statistic dengan menggunakan Chi-square dan Exact Fisher.

Hasil: Kecenderungan kunjungan penderita kanker paru rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2016-2018 mengalami penurunan sebanyak 19 orang (18,63%). Proporsi penderita kanker paru berdsarkan sosiodemografi tertinggi diperoleh kelompok umur 65-69 tahun dengan 70 pasien (22,5%), laki-laki sebanyak 239 pasien (78,6%) dan sex ratio 3 : 1, yang petani sebanyak 101 pasien (32,5%), yang tinggal di luar Kota Medan sebanyak 246 pasien (79,1%), keluhan utama adalah lebih dari satu keluhan sebanyak 284 pasien (91,3%), riwayat merokok adalah merokok sebanyak 259 pasien (83,3%), efusi pleura adalah tidak terjadi efusi pleura sebanyak 295 pasien (94,9%), tipe histologi adalah adenocarcinoma sebanyak 232 pasien (74,6%), cara pengambilan spesimen adalah sitologi cairan sebanyak 223 pasien (71,7%). Terdapat hubungan signifikan secara statistic antara umur dengan jenis kelamin, jenis kelamin dengan pekerjaan, jenis kelamin dengan riwayat merokok, pekerjaan dengan keluhan utama, pekerjaan dengan riwayat merokok, dan tipe histologi dengan cara pengambilan specimen. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara keluhan utama dengan riwayat merokok, keluhan utama dengan efusi pleura, riwayat merokok dengan tipe histologi, efusi pleura dengan tipe histologi.

Kata Kunci : Kanker Paru, Karakteristik, Keganasan, Saluran Nafas

(17)

ABSTRACT

Background:. Lung cancer is a malignant disease in the lung where abnormalities caused by collection of genetic changes in the epithelial cells of the airway, which lead to cell proliferation that cannot be controlled. Lung cancer is the second most common cancer both in men and women.

Objectives: This study was conducted to determine the characteristics of lung cancer patients in Haji Adam Malik General Hospital Medan in 2016-2018. Method: This research is a descriptive study with a case series approach. The study population was 311 lung cancer patients using Total Sampling method and processed statistically using Chi-square and Exact Fisher. Results: The trend of inpatient lung cancer patients visiting H. Adam Malik General Hospital Medan in 2016-2018 decreased by 19 patients (18.63%). The highest proportion of lung cancer sufferers based on demographic character was 65-69 years with 70 patients (22.5%), 239 patients (78,6%) for men with 3: 1 sex ratio, 101 patients (32.5%) for farmers and 246 patients (79,1%), patients who lived outside Medan City, main complaint was more than one complaint with 284 patients (91.3%), smoking history was that of smoking by 259 patients (83.3%), pleural effusion was that which did not occur pleural effusion with 295 patients (94.9%), histological type was adenocarcinoma with 232 patients (74.6%), highest method of specimen collection was liquid cytology with 223 patients (71.7%). There was a statistically significant relationship between age with sex, sex with occupation, sex with smoking history, occupation with primary complaints, occupation with smoking history, and histology type by specimen collection. There was no significant difference between the main complaint with smoking history, the main complaint with pleural effusion, smoking history with histology type, pleural effusion with histology type.

Keywords: Lung Cancer, Characteristics, Malignancy, Respiratory Tract

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker paru adalah penyakit keganasan yang di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru), dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan. Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan dan merupakan penyakit yang ditakuti karena keganasannya serta memerlukan pembiayaan yang tinggi untuk penanggulangannya tanpa harapan kesembuhan yang berarti. Penyakit ini sering ditemukan pada stadium lanjut dengan akibat fatal (Purba, et al., 2015). Seperti kanker pada umumnya, hingga saat ini penyebab yang pasti dari kanker paru masih belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang dicurigai sebagai faktor risiko terjadinya kanker paru (Rasyid, et al., 2004). Kanker paru (baik small-cell dan non-small cell) adalah kanker paling umum kedua pada pria maupun wanita (tidak termasuk kanker kulit). Pada pria, kanker prostat lebih umum, sedangkan pada wanita kanker payudara lebih umum. Sekitar 25% dari seluruh kanker adalah kanker paru. Diperkirakan insidensi kanker paru oleh The American Cancer Society di Amerika Serikat untuk tahun 2017 adalah 222,500 kasus baru untuk kanker paru (116,990 pada pria dan 105,510 pada wanita) (American Cancer Society, 2017).

Survei epidemiologi melaporkan perbandingan kasus pria dengan wanita sebesar 5:1. Pada umumnya, dilaporkan bahwa kurang lebih 91% penderita kanker paru adalah penderita di atas 40 tahun (Ananda, et al., 2018). Pekerjaan juga menjadi faktor resiko terjadi kanker paru (Husen, et al., 2016). Paparan industri ini biasanya baru tampak pengaruhnya setelah 15-20 tahun. Lapangan pekerjaan lain yang

(19)

dikaitkan dengan peningkatan risiko karsinoma bronkogenik adalah : penambang nikel, industri ion exchange resins yang menggunakan chloromethy methyl ether dan bis chloromethyl ether, penambang biji chromite, industri pemakai arsenikum, gas mostar, jelaga dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Asbestos dan bahan radio aktif banyak dihubungkan dengan karsinoma bronkogenik (Alsagaff, 1995). Selain itu, bahan inhalasi karsinogenik yang merupakan faktor risiko besar untuk terjadinya kanker paru adalah rokok (Raez, et al., 2008). Terdapat cukup fakta untuk menghubungkan rokok dengan karsinoma bronkogenik, terutama karsinoma bronkogenik jenis squamous cell carcinoma dan small cell carcinoma (Alsagaff, 1995).

Pada orang tanpa keluhan, angka harapan hidup 5 tahun mencapai 18%

sedangkan bila telah memiliki keluhan dan gejala sistemik angka harapan hidup 5 tahun sebesar 6% antara keluhan yang dialami pasien adalah batuk. Batuk dapat disebabkan oleh tumor di sentral maupun di perifer. Batuk dialami oleh 85%

penderita kanker paru. Sesak nafas pada umumnya terjadi akibat dari sumbatan tumor pada bronkus utama atau trakea. Pada tumor di perifer yang mengakibatkan penurunan fungsi faal paru dapat memberikan keluhan sesak bila tumornya sangat besar dan memberikan komplikasi efusi pleura. Kanker paru dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura. Stridor dan wheezing terjadi oleh karena sumbatan yang menyeluruh dan mengenai dari bronkus utama dan bagian bawah trakea. Nyeri dada yang terjadi pada kanker paru bersifat tidak khas, intermitten, dapat bersamaan dengan sisi dari tumornya (Muyaldi, 2008).

Berdasarkan World Health Organization (WHO) 2015, klasifikasi kanker paru berdasarkan jenis histopatologi adalah squamous cell carcinoma, adenocarcinoma, small cell carcinoma/oat cell, dan large cell carcinoma. Namun, untuk kepentingan terapi kanker paru hanya dibedakan menjadi 2, yaitu non small cell carcinoma dan small cell carcinoma. Terdapat beberapa pemeriksaan atau cara pengambilan spesimen yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa kanker paru yang dibagi 2, yaitu pemeriksaan sitopatologi dan histopatologi. Untuk pemeriksaan sitopatologi dapat

(20)

dilakukan sitologi sputum, Aspirasi Jarum Halus (AJH), Transthorasic Needle Aspiration (TTNA) dan Transbronchial Needle Aspiration (TBNA). Untuk pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan Transthorasic Biopsy (TTB), Bronkoskopi dengan Endobronchial Ultrasound (EBUS), Transbronchial Lung Biopsy (TBLB).

Terdapat juga pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Stadium kanker paru berdasarkan TNM 1985 adalah occult carcinoma, stadium 0, stadium I a, stadium I b, stadium II a, stadium II b, stadium III a, stadium III b, stadium IV (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Untuk meningkatkan temuan kanker paru pada stadium dini, perlu dilakukan tindakan deteksi dini melalui penyaringan pada kelompok resiko tinggi. Hasil terapi dan prognosis kanker paru bertambah baik bila dapat dideteksi pada stadium dini. Tetapi sayang kebanyakan penderita datang dalam keadaan terlambat. Pada penderita kanker paru yang datang berobat untuk mendapatkan diagnosa histologi atau sistologinya, perlu dilakukan langkah-langkah diagnostik. Diagnosa histologi ini sangat penting untuk dapat menentukan modalitas terapi yang akan diberikan pada penderita. Pada penderita yang datang dalam stadium lanjut, umumnya datang dengan berbagai keluhan atau penyulit. Meskipun untuk kankernya sendiri tidak dapat disembuhkan, namun mereka datang dengan harapan akan sembuh(Alsagaff, 1995).

Berdasarkan beberapa penelitian yang diuraikan di atas, saya akan melengkapi penjelasan mengenai karakteristik penderita kanker paru. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk karakteristik penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan. Karakteristik yang dimaksud pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, keluhan utama, riwayat merokok, efusi pleura, lokasi tumor, stadium klinis, pemeriksaan molekular genetik, tipe histologi, cara pengambilan sampel, gambaran radiologik dan terapi.

(21)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah yaitu, bagaimanakah karakteristik penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. TUJUAN UMUM

Mengetahui karakteristik penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui kecenderungan kunjungan penderita kanker paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

2. Mengetahui distribusi penderita kanker paru berdasarkan faktor sosiodemografi yang meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan dan tempat tinggal di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

3. Mengetahui distribusi penderita kanker paru berdasarkan keluhan utama di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

4. Mengetahui distribusi penderita kanker paru berdasarkan riwayat merokok di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

5. Mengetahui distribusi penderita kanker paru yang disertai efusi pleura di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

6. Mengetahui distribusi tipe histologi penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

7. Mengetahui distribusi penderita kanker paru berdasarkan cara pengambilan sampel secara histopatologis dan sitopatologis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

(22)

8. Mengetahui hubungan antara umur berdasarkan jenis kelamin penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

9. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin berdasarkan pekerjaan penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

10. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin berdasarkan riwayat merokok penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

11.Mengetahui hubungan antara pekerjaan berdasarkan keluhan utama penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

12.Mengetahui hubungan antara pekerjaan berdasarkan riwayat merokok penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

13.Mengetahui hubungan antara keluhan utama berdasarkan riwayat merokok penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

14.Mengetahui hubungan antara keluhan utama berdasarkan efusi pleura penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

15.Mengetahui hubungan antara riwayat merokok berdasarkan tipe histologi penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

16.Mengetahui hubungan antara efusi pleura berdasarkan tipe histologi penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2018.

17.Mengetahui hubungan antara tipe histologi berdasarkan cara pengambilan spesimen penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016- 2018.

1.4 MANFAAT PENELITIAN.

1) Sebagai informasi bagi pihak RSUP Haji Adam Malik Medan untuk mengetahui karakteristik penderita paru sehingga dapat diberikan tindakan lanjut dan peningkatan pelayanan pemeriksaan bagi penderita.

2) Untuk department kesehatan, dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang prevalensi kanker paru di RSUP Haji Adam Malik.

(23)

3) Sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian selanjutnya tentang penyakit kanker paru.

4) Bagi peneliti sendiri, dapat dijadikan bahan masukan dan pembelajaran yang bermanfaat untuk perkembangan keilmuan peneliti.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PARU DAN FUNGSI PARU

Paru-paru adalah salah satu alat tubuh yang vital untuk kehidupan manusia.

Tanpa paru, manusia tidak akan mungkin bisa bertahan hidup. Fungsi utama paru adalah sebagai alat pernafasan. Proses pertukaran antara oksigen dan karbondioksida saat berlangsungnya proses pernafasan terjadi di paru-paru. Pada proses pernafasan, pertukaran gas bermula dari hidung atau mulut, berlanjut ke tenggorokan, trakea, paru, bronkus, bronkeolus dan berakhir di gelembung paru (alveolus). Dinding bronkus dilapisi oleh sel-sel epitel yang disebut dengan epitel bronkus (Netter, 2011).

Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus atas, tengah, dan bawah. Paru kiri terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus atas dan bawah. Masing-masing lobus pada paru kanan dan kiri dipisahkan oleh suatu sekat yang berfungsi untuk mencegah penyebaran penyakit dari satu lobus ke lobus lainnya, sehingga bila salah satu lobus terkena penyakit maka penyakit tersebut akan membesar terlebih dahulu di lobus tersebut sebelum menyebar ke lobus lainnya (Netter, 2011).

2.2. DEFINISI KANKER PARU

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan (epitel bronkus) (Icksan, et al., 2008). Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa prakanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Purba, et al., 2015). Bila berlangsung terus menerus untuk waktu yang lama akan menyebabkan sel-sel kanker akan tumbuh dengan cepat

(25)

dan menyebar ke jaringan sekitarnya melalui pembuluh darah dan getah bening.

Penyebaran tersebut disebut metastasis (Syifa, et al., 2016).

2.2.1. KLASIFIKASI KANKER PARU

Klasifikasi kanker paru berdasarkan jenis histopatologi menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Epithelial tumours 1) Adenocarcinoma

 Lepidic adenocarcinoma

 Acinar adenocarcinoma

 Papillary adenocarcinoma

 Micropapillary adenocarcinoma

 Solid adenocarcinoma

 Invasive mucinous adenocarcinoma

 Mixed invasive mucinous and non-mucinous adenocarcinoma

 Colloid adenocarcinoma

 Fetal adenocarcinoma

 Enteric adenocarcinoma

 Minimally invasive adenocarcinoma

 Non-mucinous

 Mucinous

 Preinvasive lesions

 Atypical adenomatous hyperplasia

 Adenocarcinoma in situ

 Non-mucinous

 Mucinous 2) Squamous cell carcinoma

(26)

 Keratinizing squamous cell carcinoma

 Non-keratinizing squamous cell carcinoma

 Basaloid squamous cell carcinoma

 Preinvasive lesion

 Squamous cell carcinoma in situ 3) Neuroendocrine tumours

 Small cell carcinoma

 Combined small cell carcinoma

 Large cell neuroendocrine carcinoma

 Combined large cell neuroendocrine carcinoma

 Carcinoid tumours

 Typical carcinoid

 Atypical carcinoid

 Preinvasive lesion

 Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine cell hyperplasia 4) Large cell carcinoma

5) Adenosquamous carcinoma 6) Pleomorphic carcinoma 7) Spindle cell carcinoma 8) Giant cell carcinoma 9) Carcinosarcoma 10) Pulmonary blastoma

11) Other and unclassified carcinomas

 Lymphoepithelioma-like carcinoma

 NUT carcinoma

12) Salivary gland-type tumours

 Mucoepidermoid carcinoma

 Adenoid cystic carcinoma

(27)

 Epithelial-myoepithelial carcinoma

 Pleomorphic adenoma 13) Papillomas

 Squamous cell papilloma

 Exophytic

 Inverted

 Glandular papilloma

 Mixed squamous cell and glandular papilloma 14) Adenomas

 Sclerosing pneumocytoma

 Alveolar adenoma

 Papillary adenoma

 Mucinous cystadenoma

 Mucous gland adenoma

Mesenchymal tumours 1) Pulmonary hamartoma 2) Chondroma

3) PEComatous tumours

 Lymphangioleiomyomatosis

 PEComa,benign

 Clear cell tumour

 PEComa,malignant 4) Congenital peribronchial

 myofibroblastic tumour

5) Diffuse pulmonary Iymphangiomatosis 6) Inflammatory myofibroblastic tumour 7) Epithelioid haemangioendothelioma

(28)

8) Pleuropulmonary blastoma 9) Synovial sarcoma

10) Pulmonary artery intimal sarcoma 11) Pulmonary myxoid sarcoma with

 EWSR 1-CREB 1translocation 12) Myoepithelial tumours

 Myoepithelioma

 Myoepithelial carcinoma

Lymphohistiocytic tumours

1) Extranodal marginal zone lymphoma of mucosaassociated lymphoid tissue (MALT lymphoma)

2) Diffuse large B-cell lymphoma 3) Lymphomatoid granulomatosis 4) Intravascular large B-cell lymphoma 5) Pulmonary Langerhans cell histiocytosis 6) Erdheim-Chester disease

Tumours of ectopic origin 1) Germ cell tumours

 Teratoma, mature

 Teratoma, immature 2) Intrapulmonary thymoma 3) Melanoma

4) Meningioma, NOS

Metastatic tumours

(29)

Untuk kepentingan pengobatan, kanker paru diklasifikasikan sebagai berikut:

(Syahruddin et al., 2018)

a. Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC), yang meliputi squamous cell carcinoma, adenocarcinoma, dan large cell carcinoma

b. Small Cell Lung Carcinoma (SCLC).

1. Squamous Cell Carcinoma

Squamous cell carcinoma terjadi lebih kurang 25% dari kejadian kanker paru.

Squamous cell carcinoma umumnya terletak di sentral, dapat tumbuh sangat cepat, dan memiliki kecenderungan untuk menetap pada rongga dada (WHO, 2015). Jenis ini paling banyak terjadi pada pria dan orang tua. Squamous cell carcinoma berkembang dalam sel yang mengisi saluran udara, dan kanker ini tumbuh relatif lambat (Bakhtiar, et al., 2006).

Gambar 2.1 Squamous cell carcinoma khas memiliki sarang sel epitel skuamosa yang timbul dari epidermis dan memanjang ke dermis. Sel-sel ganas sering besar dengan sitoplasma eosinofilik yang

melimpah dan inti yang besar, sering vesikular.(WHO, 2015)

(30)

2. Adenocarcinoma

Adenocarcinoma merupakan golongan terbanyak dari kanker paru (34%) serta terjadi hampir sama antara pria dan wanita (WHO, 2015). Adenocarcinoma pada umumnya terletak pada perifer dan biasanya tidak berhubungan dengan bronkus, atau berhubungan dengan bronkus hanya karena invasi lokal atau adanya penyebaran melalui pembuluh limfa submukosa. Tanpa dipengaruhi ukuran tumor dan deferensiasi selnya, adenocarcinoma sering berpenetrasi ke pleura dan bermetastasis ke tempat lain sebelum tumor primernya dapat diidentifikasi (Bakhtiar, et al., 2006).

Gambar 2.2 Adenocarcinoma malignant cuboidal / columnar cells pola pertumbuhan cribriform yang solid dan kencang. (WHO, 2015)

3. Small Cell Carcinoma

Lebih kurang 25% kanker paru terdiri dari small cell carcinoma dan lebih banyak pada laki-laki (WHO, 2015). Small cell carcinoma adalah kanker paru yang bermetastasis cepat pada stadium dini. Penyebarannya melalui pembuluh darah dan pembuluh limfa. Jenis karsinoma ini memiliki prognosa sangat buruk karena agresif dan mudah bermetastasis dan pada saat diagnosa ditegakkan sudah terjadi metastasis jauh. Small cell carcinoma umumnya berasal dari bronkus besar,

(31)

menginfiltrasi dinding bronkus, bermetastasis ke hilus dan mediastinum (Bakhtiar, et al., 2006).

Gambar 2.3 Small cell carcinoma sel bulat kecil / oval dengan rasio nuklir / sitoplasma tinggi. Inti memiliki kromatin yang terdispersi atau garam dan lada dan tidak ada nukleolus. (WHO, 2015)

4. Large Cell Carcinoma

Tumor ini paling jarang terjadi antara yang lain, yaitu lebih kurang 16% (WHO, 2015). Large Cell Carcinoma umumnya terletak di perifer dan mempunyai deferensiasi yang buruk. Jenis kanker paru ini merupakan tumor perifer besar dan menyebar di perifer sebelum bermetastasis (Bakhtiar, et al., 2006).

Gambar 2.4 Large cell carcinoma terdiri dari lembaran dan sarang sel besar dengan nukleus vesikular, nukleolus yang menonjol, dan jumlah sitoplasma yang sedang. (WHO, 2015)

(32)

2.2.2. STADIUM KLINIK

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International Union Againts Cancer (IUAC)/The American Joint on Cancer Comitee (AJCC) 2017 adalah sebagai berikut:(A Cancer Journal For Clinicians, 2017)

Tabel 2.1. Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Paru berdasarkan TNM

Stadium TNM

Occult Carcinoma Tx N0 M0

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium IA T1 N0 M0

Stadium IB T2 N0 M0

Stadium IIA T1 N1 M0

Stadium IIB T2

T3

N1 N0

M0 M0

Stadium IIIA T1

T2 T3 T4

N2 N2 N1 N2

M0 M0 M0 M0 Stadium IIIB Semua T

T4

N3 Semua N

M0 M0

Stadium IV Semua T Semua N M1

(33)

Kategori TNM untuk kanker paru sebagai berikut :(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017)

Tumor Primer (T)

T0 : Tidak ada bukti ada tumor primer.

Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor superfisial berbagai ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.

T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut: Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm. Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karena mengenai pleura viseral. Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T3 : Tumor berbagai ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.

T4 : Tumor berbagai ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh besar trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.

(34)

Kelenjar Getah Bening Regional (N)

Nx : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.

N0 : Tidak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.

N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan hilus ipsilateral termasuk perluasan tumor secara langsung.

N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau kelenjar getah bening subkarina.

N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau kelenjar getah bening skalenus/supraklavikulala ipsilateral/kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

Mx : Metastasis tidak dapat dinilai.

M0 : Tidak ditemukan metastasis jauh.

M1 : Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s)

ipsilateral/kontralateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1.

2.3. EPIDEMIOLOGI

2.3.1. DISTRIBUSI FREKUENSI KANKER PARU

Kanker paru (baik small-cell dan non-small cell) adalah kanker paling umum kedua pada pria maupun wanita (tidak termasuk kanker kulit). Pada pria, kanker prostat lebih umum, sedangkan pada wanita kanker payudara lebih umum. Sekitar 25% dari seluruh kanker adalah kanker paru. Diperkirakan insidensi kanker paru oleh The American Cancer Society di Amerika Serikat untuk tahun 2017 adalah 222,500 kasus baru untuk kanker paru (116,990 pada pria dan 105,510 pada wanita) (American Cancer Society, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Melindawati BR.G (2009), menunjukkan bahwa penderita kanker paru yang rawat inap di RSUP H. Adam Malik

(35)

Medan tahun 2004-2008 berjumlah 378 orang, dengan penderita yang meninggal berjumlah 28 orang. Berdasarkan hasil penelitian Marta Butar di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 dapat dilihat bahwa umur termuda terjadi kanker paru yang diteliti adalah pada 29 tahun dan tertua 85 tahun. Proporsi umur penderita kanker paru tertinggi pada kelompok umur 61-68 tahun (26,3%), terdiri dari laki-laki 23,4%

dan perempuan 2,9% dan terendah kelompok umur 77-85 tahun (2,9%), terdiri dari laki-laki 2,9% dan perempuan 0%. Sex ratio penderita kanker paru 140/35 atau 4:1 menunjukkan jumlah penderita kanker paru lebih tinggi laki-laki daripada perempuan (Butar, 2010).

2.3.2. FAKTOR RISIKO KANKER PARU

Faktor risiko terjadinya kanker paru adalah sebagai berikut:

a. Umur

Berdasarkan hasil survei kanker paru yang dikutip dari RSU. Dr. Pirngadi Medan, dilaporkan bahwa 93% kasus kanker paru terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara industri, kanker paru ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, terbanyak pada umur 61-68 tahun dengan rata-rata 64 tahun (Butar, 2010)

b. Jenis Kelamin

Diperkirakan insidensi kanker paru oleh The American Cancer Society di Amerika Serikat untuk tahun 2017 adalah 222,500 kasus baru untuk kanker paru (116,990 pada pria dan 105,510 pada wanita). Insidens kanker paru pada laki-laki lebih tinggi di bandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih banyak terpapar dengan rokok dan bahan karsinogen di lingkungan kerja (American Cancer Society, 2017).

c. Kebiasaan Merokok

Insidens kanker paru berhubungan erat dengan kebiasaan merokok. Merokok merupakan faktor risiko utama kanker paru. Pada rokok terdapat zat karsinogen dan zat pemicu timbulnya kanker. Resiko relatif terjadinya kanker paru pada perokok

(36)

adalah 20 kali dibandingkan dengan non perokok. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia perokok sewaktu mulai merokok, jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan cara menghisap rokok.

Seseorang dikatakan perokok ringan jika menghisap 1-10 batang/hari, perokok sedang 11-20 batang/hari dan perokok berat > 20 batang/hari (Greco, et al., 2005).

Seorang perokok disamping membahayakan dirinya juga membahayakan orang lain.

Seperti di Jepang, dilaporkan para isteri perokok mempunyai insiden kanker paru lebih tinggi dibandingkan dengan isteri bukan perokok (Alsagaff,1995). Jika seorang perokok menghentikan kebiasaan merokok, maka baru akan menunjukkan risiko yang sama dengan bukan perokok 10-15 tahun kemudian (Greco, et al., 2005).

d. Paparan Industri

Asbestos dapat meningkatkan resiko kanker 6-10 kali. Pekerja di industri bahan- bahan radioaktif seperti penambang uranium mempunyai resiko 4 kali dibanding populasi pada umumnya. Paparan industri ini biasanya baru nampak pengaruhnya setelah 15-20 tahun. Pekerjaan yang meningkatkan resiko kanker paru antara lain penambang nikel, industri ion exchange, resin yang menggunakan chlorometyl metyl eter dan bis chlorometyl eter, penambang biji chromite, industri pemakaian arsenikum, gas mustard, jelaga, tir dan hidrokarbon aromatic polisiklik. Jenis histologi kanker yang paling sering ditemui pada paparan industri adalah karsinoma sel skuamosa. Pekerja yang merokok akan meningkatkan resiko yang telah ada sebagai akibat paparan industry (Alsagaff, 1995).

2.4. GEJALA KLINIK

Pada waktu kanker paru ditemukan, biasanya proses pertumbuhan sudah relative lama dengan gejala yang bervariasi. Gejala kanker paru tergantung pada letak, karakter biologi dan persebaran tumor. Gejala kanker paru dimulai dengan lemah badan, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan gejala pulmoner. Sekitar 25%

kanker paru ditemukan dengan gejala, sebagian besar tumor ini terdiri dari

(37)

adenokarsinoma yang terletak di perifer dengan kaliber bronkial kecil. Manifestasi klinis kanker paru secara garis besar dibagi atas gejala intrapulmoner dan gejala intratorasik ekstrapulmoner (Alsagaff, 1995).

2.4.1. GEJALA INTRAPULMONER

Disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya radang berulang (Alsagaff, 1995).

a. Batuk

Batuk adalah gejala umum kelainan paru dan juga merupakan gejala awal kanker paru. Gejala batuk merupakan manifestasi yang sering dikeluhkan penderita (70- 90% kasus) (Alsagaff, 1995). Patogenesis terjadinya batuk pada kanker paru diawali dengan berbagai rangsangan reseptor batuk yang terletak di dalam rongga toraks, antara lain terdapat di bronkus (Bakhtiar, et al., 2006).

b. Batuk Darah

Batuk darah merupakan ekspektorasi sputum yang bercampur darah. Batuk darah biasanya disebabkan oleh ruptur vena bronkial karena infeksi bakteri (Bakhtiar, et al., 2006). Gejala ini dialami pada 6-51% kasus kanker paru (Alsagaff, 1995).

c. Sesak Nafas

Sesak nafas adalah gejala kanker paru yang disebabkan oleh tumor di dalam saluran nafas dan menekan saluran nafas sehingga menyebabkan atelektasis, penurunan faal paru dan berakhir dengan sesak nafas (Bakhtiar, et al., 2006).

Keluhan ini terjadi pada 58% kasus (Alsagaff, 1995).

d. Nyeri Dada

Nyeri dada yang dirasakan penderita kanker paru disebabkan keterlibatan pleura parietal dan tergantung pada luas lokasi tumor (Bakhtiar, et al., 2006). Nyeri ini dirasakan pada saat inspirasi dan terjadi pada 42-67% kasus (Alsagaff, 1995).

(38)

2.4.2. GEJALA INTRATORASIK EKSTRAPULMONER

Gejala yang ditimbulkan kanker paru dalam rongga toraks tetapi diluar paru.

Beberapa kelainan yang sering menimbulkan gejala tersebut antara lain: (Alsagaff, 1995)

a. Efusi Pleura

Efusi Pleura adalah gejala yang ditimbulkan akibat akumulasi cairan di rongga pleura oleh karena invasi tumor secara langsung ke dalam rongga tesebut. Gejala yang paling sering adalah sesak nafas dan nyeri dada (Suprijono, et al., 2008).

b. Sindroma Vena Cava Superior

Sindroma vena cava superior akibat penekanan pada vena cava superior, gejala sindroma vena cava superior berupa pembengkakan pada lengan, wajah, leher, dan adanya kolateral pada dinding dada (Alsagaff, 1995).

c. Efusi Perikard

Efusi perikard adalah gejala yang ditimbulkan akibat invasi tumor ke dalam rongga perikardium atau metastasis melalui kelenjar limfe (Alsagaff, 1995).

d. Disfagi

Disfagi adalah gejala berupa gangguan menelan oleh karena penekanan dinding esofagus oleh tumor atau oleh kerena pembesaran kelenjar limfe mediastinum, sehingga terjadi obstruksi esophagus (Alsagaff, 1995).

2.5. DIAGNOSIS 2.5.1. ANAMNESIS

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan

(39)

menurun dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

2.5.2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi partial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

2.5.3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan specifik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Cyfra 21-1. Cyfra 21-1 adalah fragmen sitokeratin-19 yang larut dalam serum dan mungkin merupakan penanda tumor yang beredar. Sitokeratin adalah penanda epitel yang ekspresi tidak hilang selama transformasi ganas. Cyfra 21-1 adalah tumor yang sensitif dan spesifik penanda NSCLC, terutama subtipe squamous cell carcinoma. Ini juga mencerminkan luasnya penyakit dan memiliki peran prognostik independen bersama dengan status kinerja dan stadium penyakit di NSCLC. Tingkat tinggi Cyfra 21-1 di NSCLC tahap awal harus menjadi indikasi untuk lebih banyak pemeriksaan ekstensif sebelum torakotomi. Independen peran prognostik tingkat Cyfra 21-1 mungkin bermanfaat dalam populasi stratifikasi dengan NSCLC lanjut atau stadium dini memilih NSCLC sebagai peningkatan level Cyfra 21-1 untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk perawatan kegagalan (Weiskopf, et al., 1995)

(40)

2.5.4. RADIOLOGI

Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain (Syahruddin et al., 2018).

1. Foto toraks PA/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan penanganan dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.

2. CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosa dan menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru yang terlibat secara tepat. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut.

3. CT scan kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita mengeluh nyeri kepala hebat untuk menilai kemungkinan adanya metastasis ke otak.

4. USG abdomen dilakukan untuk menilai kemungkinan metastasi

5. Bone Scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke tulang. Bone survey dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada.

6. PET-scan dapat dilakukan untuk menilai hasil pengobatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

2.5.5. SITOLOGI SPUTUM

Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan

(41)

sitologik. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi. Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik tinggi dengan komplikasi yang rendah.

Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan (Syahruddin et al., 2018).

2.5.6. BRONKOSKOPI

Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk bronskopkopi. Dengan menggunakan bronskoskop fiberoptik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Bronskopkopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronskopkop (Sumardi, 1999).

2.5.7. BIOPSI TRANSTORAKAL

Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik inserasi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor (Syahruddin et al., 2018).

2.5.8. TORAKOSKOPI

Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak. Pangambilan jaringan dapat juga

(42)

dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan penghisapan jaringan tumor yang ada (Syahruddin et al., 2018).

2.5.9. MEDIASTINOSKOPI

Lebih dari 20% kanker paru bermetastasis ke mediastinum, terutama small cell carcinoma dan large cell carcinoma. Mediastinoskopi adalah alat untuk mendapatkan jaringan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat melalui insisi di daerah interkostalis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

2.5.10. TORAKOTOMI

Pada kasus di mana sitologi ataupun histopatologi biopsi transbronkial atau sitologi transtorakal gagal memperoleh spesimen, torakotomi merupakan pilihan terakhir. Pada torakotomi dapat dilakukan eksplorasi dan identifikasi jenis kanker melalui pemeriksaan histopatologi potongan beku (frozen section). Pemeriksaan histopatologi tumor primer paru dari bahan reseksi dilakukan untuk menentukan jenis histopatologi (Perhimpunan Kanker Paru Indonesia, 2003).

2.5.11. IMUNOHISTOKIMIA

Diagnosis kanker paru-paru terletak pada fitur morfologis atau sitologis yang berkorelasi dengan temuan klinis dan radiografi. Imunohistokimia dapat digunakan : (Rekhtman, 2010)

 Untuk memverifikasi diferensiasi neuroendokrin dalam tumor, dengan penanda seperti neuron-specific enlase (NSE), CD56 atau neural cell adhesion molecule (NCAM), synaptophysin, chromogranin dan Leu7.

 Bermanfaat dalam membedakan adenocarcinoma primer dan metastasis.

Thyroid Transcription Factor 1 (TTF1) lebih positif dari 70%

(43)

adenocarcinoma paru dan dapat diandalkan untuk kanker paru primer, asalkan tiroid primer telah dikeluarkan.

 Sitokeratin 7 dan 20 yang digunakan dalam kombinasi dapat membantu mempersempit diagnosis diferensial.

Klasifikasi tumor markers dapat dibedakan seperti berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi tumor markers

Epithelial markers  Cytokeratins

 Low molecular weight (CK7,CK20)

 High molecular weight (CK5/6, 34bE12)

 Cocktails

 Epithelial membrane antigen Neuroendocrine markers  Chromogranin A

 Synaptophysin

 CD56

Specific marker  Thyroid Transcription Factor 1 (TTF1)

Other markers  Lymphoid

 CD99

 Ki67 (MIB-1)

 Connective tissue

(44)

Pembagian Imunohistokimia markers berdasarkan tipe histologi kanker paru dapat dibedakan seperti berikut :

Tabel 2.3 Imunohistokimia markers berdasarkan tipe histologi

Histologi Positive Immunohistochemical markers

Squamous cell carcinoma Cytokeratin (CK) cocktail, e.g., AE1/AE3CK5/6, CK7rare

Adenocarcinoma Cytokeratin cocktail, e.g., AE1/AE3, CK7, TTF-1

Neuroendocrine Markers rare (e.g., CD56, NSE)

Large cell carcinoma Cytokeratin, TTF-1rare

Neuroendocrine markers rare (e.g.CD56, NSE)

Small cell carcinoma Cytokeratin cocktail (cenderung tidak merata)

TTF-1, CD56, chromogranin, synaptophysin

(45)

Immunohistochemistry lung adenocarcinoma vs SCC dapat dibedakan seperti berikut :

Tabel 2.4 Immunohistochemistry lung adenocarcinoma vs SCC

Marker Location Adenoca (%) SCC (%)

TTF-1 Nuclear 70-90 0-3

Napsin A Cytoplasm 70-90 0

MUCIN Cytoplasm 25 0

CK-7 Cytoplasm ≈ 100 30-60

P 63 Nuclear 30 100

CK 5/6 Cytoplasm 3-15 95

CK 903 Cytoplasm 80 100

2.5.12. EPIDERMAL GROWTH FACTOR RESEPTOR

Mutasi EGFR dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor Circulating Tumor DNA (EGFR ctDNA) yaitu tes untuk menentukan jenis obat yang tepat bagi pengobatan kanker paru. EGFR adalah mutasi gen yang paling sering terjadi pada kanker paru (Thress, et al., 2015). Circulating tumor DNA (ctDNA) terdiri dari short double stranded DNA fragments yang dilepaskan oleh tumor termasuk NSCLC. Dengan identifikasi mutasi pendorong dalam gen EGFR dan pengembangan targeted tyrosine kinase inhibitors (TKIs), hasil klinis pasien NSCLC meningkat pesat (Singh, et al., 2017).Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah plasma darah. Plasma lebih bagus daripada serum karena proses pembekuan dalam serum menyebabkan pelepasan DNA genom dari sel darah putih. Antikoagulan yang umum seperti ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) dan sitrat keduanya cocok untuk pemrosesan sampel darah untuk analisis ctDNA tetapi disarankan heparin harus dihindari karena dapat mengganggu aplikasi reaksi polymerase chain reaction (PCR). Selain dari metode pengujian mutasi EGFR

(46)

yang dipilih untuk analisis sampel ctDNA, kualitas tes juga tergantung pada laboratorium yang berhasil menyelesaikan langkah-langkah pra-analitis. Alur kerja yang direkomendasikan untuk pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan plasma dirangkum dalam gambar dibawah :(Normano, et al., 2016).

Gambar 2.5 Memperoleh sampel plasma untuk analisis ctDNA: alur kerja yang direkomendasikan untuk pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan plasma Langkah-langkah pra-analitis utama yang terlibat dalam pengumpulan sampel plasma yang sesuai untuk analisis ctDNA ditunjukkan. A)waktu dari pengambilan darah hingga isolasi plasma sangat penting untuk keberhasilan tes. Tabung EDTA harus digunakan hanya jika waktu dari pengambilan darah untuk pengiriman sampel ke laboratorium pengujian dalam waktu 4 jam. Atau, tabung berisi fiksatif spesifik yang mencegah lisis sel darah putih harus digunakan. B) Plasma diperoleh dengan sentrifugasi sampel darah pada 1200–1600 g selama 10 menit dan panen dari supernatan. Sentrifugasi berkecepatan tinggi kedua (mis. 3000–16.000 g) dalam microcentrifuge direkomendasikan untuk menghilangkan residu kontaminasi sel dan untuk menghasilkan sampel yang bersih untuk analisis lebih lanjut. Centrifuge kedua ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah membekukan / mencairkan. C) Plasma segar harus disimpan pada suhu -80 ° C dalam jangka panjang (-20 ° C dapat diterima untuk ~ 1 bulan) dan pengiriman, jika diperlukan, harus di atas es kering. Bekukan / pencairan berulang harus dihindari. ctDNA, DNA bebas yang diturunkan dari tumor yang bersirkulasi; EDTA, ethylenediaminetetraacetic acid. (Normano, et al., 2016)

(47)

Plasma diperoleh dengan sentrifugasi sampel darah pada 1200–1600g selama 10 menit dan panen supernatan. Proses ini tidak menghilangkan semua kontaminasi seluler, oleh karena itu, sentrifugasi berkecepatan tinggi kedua (3000-16.000g) dalam mikrosentrifuge atau filtrasi melalui filter 0,2 μM direkomendasikan untuk menghilangkan kontaminasi seluler residu dan untuk menghasilkan sampel bersih untuk analisis lebih lanjut. Putaran kedua ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah pembekuan / pencairan. Plasma segar harus disimpan pada suhu -80 ° C dalam jangka panjang (Normano, et al., 2016).

2.6. PENATALAKSANAAN KANKER PARU 2.6.1. PEMBEDAHAN

Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif dimaksudkan untuk mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dialakukan dengan cara:

a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.

b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.

c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini akan menurunkan fungsi paru. Tindakan ini hanya dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.

(48)

2.6.2. RADIOTERAPI

Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada NSCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan.

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

2.6.3 KEMOTERAPI

Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal dan hati. Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan mencegah penyebaran sel kanker ke ogran lain. Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi. Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih (Jusuf, et al., 2016)

2.6.4. TARGETED THERAPY

Terapi target diberikan pada penderita dengan stadium IV kanker paru jenis NSCLC epidermal growth factor receptor (EGFR) mutasi positif yang sensitif terhadap epidermal growth factor receptor tyrosine kinase inhibitors (EGFR-TKI).

Terapi EGFR- TKI yang tersedia yaitu Gefitinib, Erlotinib atau Afatinib. Fakta-fakta yang diperoleh pada penelitian terhadap keganasan dapat dipakai sebagai alasan

(49)

rasional untuk menjadikan EGFR sebagai sasaran terapi anti kanker:(Bakhtiar, et al., 2006)

 Sebagian besar jaringan kanker ganas mengekspresikan EGFR yang lebih tinggi daripada jaringan normal.

 Proporsi tumor dengan EGFR positif meningkat sejalan dengan peningkatan ukuran tumor dan peningkatan stadium.

 Tingkat ekspresi EGFR mempunyai nilai prognostik. Ekspresi yang tinggi merupakan indikasi hasil yang buruk dan survival yang pendek. Terhadap korelasi yang bemakna antara ekspresi EGFR dengan resistensi terhadap kemoterapi dan radiasi.

 Beberapa ligand EGFR, misalnya EGF dan TGF-a, mempunyai peranan langsung terhadap pertumbuhan dan progresivitas kanker, antara lain menginduksi angiogenesis, deposisi matriks ekstraseluler, menginduksi pelepasan sitokin.

Geftinib dan Erlotinib merupakan suatu epidermal growth factor receptor tyrosine kinase inhibitors yang bekerja dengan cara menghalangi ikatan Adenosine Triphosphate (ATP) terhadap domain tirosin kinase yang menyebabkan hambatan proses pertumbuhan dan progesi kanker (proliferasi, metastasis, angiogenesis). Jenis lain dari targeted therapy adalah golongan anti angiogenesis yang temasuk kelas anti vascular endothelial growth factor (VEGF), contohnya Bevacizumab dan golongan EGFR monoklonal antibodi, misalnya Cetuximab (Bakhtiar, et al., 2006).

2.7. PENCEGAHAN KANKER PARU 2.7.1. PENCEGAHAN PRIMORDIAL

Pada kanker paru, pencegahan primordial dimaksudkan untuk mencegah timbulnya faktor risiko bagi masyarakat yang belum memiliki risiko menderita kanker paru. Salah satunya adalah pencegahan terhadap perilaku merokok. Merokok merupakan salah satu faktor yang menjadi masalah kesehatan seperti penyakit kanker

(50)

paru, jantung, dan stroke. Gerakan anti rokok dapat mengurangi dampak merokok terhadap kesehatan. Namun gerakan anti rokok sangat sulit diterapkan tanpa didukung oleh tekad perokok dan lingkungan. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan terhadap bahaya merokok sangat penting. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) terus meningkatkan kampanye bahaya merokok bagi kesehatan dimulai sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan membuat peraturan dilarang merokok di lingkungan sekolah. Penanggulangan terhadap bahaya rokok juga dilakukan dengan diperingatinya Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacoo Day). Selain itu juga dibentuk Framework Convention on Tobacoo (FCTC) di negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Khusus Indonesia, negara dengan konsumsi Tembakau nomor lima di dunia, FCTC dapat dijadikan salah satu cara untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok (Syahruddin et al., 2018).

2.7.2. PENCEGAHAN PRIMER

Pencegahan primer pada kanker paru adalah mencegah timbulnya penyakit kanker paru pada orang yang berisiko. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan faktor risiko terjadinya kanker paru seperti mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok. Pencegahan atau pengurangan merokok dapat ditempuh melalui promosi kesehatan tentang bahaya rokok dan penerapan kebijaksanaan tentang rokok, seperti diberlakukannya area bebas rokok, larangan iklan dalam promosi rokok, dan label bahaya rokok. Pencegahan lainnya adalah menghindari paparan dari bahan-bahan yang bersifat karsinogenik. Efek yang diharapkan dari pencegahan primer adalah mengurangi insidens penyakit kanker (Syahruddin et al., 2018).

Referensi

Dokumen terkait

Objektif: untuk mengetahui karakteristik penderita mioma uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009 berdasarkan usia, menarke, kehamilan, paritas, aborsi, indeks

Untuk mengetahui Gambaran karakteristik pasien Tuberkulosis Paru pada pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe 2 inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014..

Tujuan: Untuk mengetahui profil penderita kanker payudara di departemen Ilmu Bedah RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2015 sehingga Desember 2015 dan mengetahui

mengetahui karakteristik penderita leiomioma uteri di RSUP Haji Adam Malik.

Untuk mengetahui karakteristik penderita stroke hemoragik yang dirawat inap, dilakukan penelitian di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case series.. Populasi dan

di atas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi penderita kanker payudara rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2015 berdasarkan riwayat paritas tertinggi ialah yang

Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap terpadu B-4 RSUP Haji Adam Malik Medan, populasi pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak penderita kanker, sampel

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan profil penderita asma yang dirawat jalan di bagian paru RSUP Haji Adam Malik Medan mayoritas berusia antara 51-60 tahun