ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO
SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL
SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur
Oleh
RAMADHANI GINTING S
090406063
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO
SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL
SKRIPSI ALUR PROFESI (RTA 4231) SKRIPSI SARJANA SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Arsitektur
Oleh
RAMADHANI GINTING S
090406063
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO
SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
OLEH
RAMADHANI GINTING S 090406063
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO
SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL
SKRIPSI
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Juli 2014 Penulis
Judul Skripsi : ARSITEKTUR NEO-VERNACULAR KARO SEBAGAI REPRESENTASI BUDAYA LOKAL
Nama Mahasiswa : RAMADHANI GINTING S
Nomor Induk Mahasiswa : 090406063
Departemen : Arsitektur
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Achmad Delianur Nst.ST.MT.IAI NIP.197308281 199903 1002
Koordinator Skripsi Ketua Departemen Arsitektur
Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D Ir. N. Vinky Rahman, MT. NIP. 19670307 199303 1004 NIP.19660622 199702 1 001
Telah diuji pada
Tanggal : 14 Juli 2014
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Dr. Achmad Delianur Nst.ST.MT.IAI
Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Tavip K Mustafa Ars.IAI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menjadi sumber kekuatan, inspirasi dan penuntun selama berlangsungnya pengerjaan skripsi alur profesi ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Skripsi ini mengambil judul Arsitektur Neo-Vernacular Karo Sebagai Representasi Budaya Lokal. Skripsi ini merupakan syarat yang diwajibkan bagi mahasiswa alur profesi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Achmad Delianur Nasution ST. MT. IAI dan Bapak Ir. Tavip K Mustafa Ars. IAI selaku dosen pembimbing dan konsultan arsitek atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing, memotivasi, memberi pengarahan dan waktu yang beliau luangkan kepada saya. Juga kepada Bapak Ahmad Windhu ST. Msi. IAI selaku arsitek penguji yang memberikan kritik yang membangun dan masukan-masukan yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga saya tujukan kepada:
1. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT Ketua Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Depatemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Ayah saya yang tercinta, Bapak Pengarapen Ginting S dan Ibu saya tersayang, Ibu Rosmina Tarigan, SH. atas segala doa, semangat, dukungan, kesabaran dan segala pengorbanannya selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi ini.
5. Adik saya, Sri Endhayani Ginting S, atas dukungan dan semangat yang diberikan.
6. Paman saya, Ir. H. Simon Tarigan, Msi dan Isterinya (tante saya), Prof. Dr. Hj. Sunarmi, SH. M.Hum, yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasihat-nasihat, solusi serta motivasi-motivasi yang berharga bagi saya.
7. Teman spesial saya, Syafrida Mentari Nasution yang selama ini meluangkan waktunya dan memberikan dukungan serta motivasi dalam susah maupun senang.
8. Teman-teman seperjuangan yang selama ini selalu menyemangati satu sama lain terutama kepada Mahmudi Affan yang selalu membangkitkan semangat saya.
10.Dan yang terakhir saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar Reborn Auto Club yang selalu menghibur saya disaat susah maupun senang.
Saya sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini mungkin masih mempunyai banyak kekurangan. Karena itu saya membuka diri terhadap kritikan dan saran bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Dan, akhirnya saya berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.
Medan, Juli 2014 Hormat saya,
DAFTAR ISI
BAB III MODERNISASI MENENGGELAMKAN UNSUR BUDAYA 3.1 Dampak Modernisasi ... 24
BAB IV IDENTITAS JATI DIRI 4.1 Penerapan Tema Dalam Desain ... 28
BAB V DESAIN NEO-VERNACULAR 5.1 Pendalaman Tema ... 30
5.2 Konsep Desain Bangunan ... 31
5.3 Konsep Rancangan Tapak, Sirkulasi, Ruang Terbuka ... 32
5.4 Konsep Rancangan Berkaitan Dengan Faktor Keamanan, Keselamatan dan Privasi ... 34
5.2 Konsep Ruang Terbuka Serta Manifestasi Sosial ... 35
BAB VII STRUKTUR SEBAGAI BENTENG
PERTAHANAN
7.1 Konsep Struktur... 43
BAB VIII BENTENG PERTAHANAN KEDUA 8.1 Perencanaan Sistem Plumbing/Sanitasi ... 52
8.2 Lift, Tangga Darurat dan Tangga Darurat ... 54
8.3 Telekomunikasi (Telepon, Tata Udara, Wifi, CCTV) ... 55
8.4 Jaringan Listrik ... 57
8.5 Sistem Fire Alarm ... 58
8.6 Air Conditioner (AC) ... 59
BAB IX RANCANGAN AKHIR 9.1 Hasil Desain ... 61
EPILOGUE………. ………... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR GAMBAR
PROLOGUE
Gambar P.1 Sungai Chenggyecheon dan Sungai Khucing ………… 2
Gambar P.2 Sungai San Antonio………. 2
Gambar P.3 Skema Alur Berfikir Perancangan………... 3
BAB I SUNGAI DELI DAN SEKITARNYA Gambar 1.1 Kondisi Site……… 13
Gambar 1.2 Sisi Timur Site……… 13
Gambar 1.3 Kondisi Sungai Deli……….14
Gambar 1.4 Kondisi Jl. Guru Patimpus………..………14
BAB II SUMBER INSPIRASI Gambar 2.1 Bandara Soekarno Hatta……….17
Gambar 2.2 Museum Tsunami Banda Aceh.………..………... 18
Gambar 2.3 Wisma Dharmala Jakarta………...19
Gambar 2.4 Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia……..………..19
BAB III DAMPAK MODERNISASI BAB IV IDENTITAS JATI DIRI BAB V DESAIN NEO-VERNACULAR Gambar 5.1 Rumah Si Waluh Jabu dan Ornamen Karo….………. 32
Gambar 5.2 Kain Ulos………..……… 32
BAB VI PENGEMBANGAN DESAIN Gambar 6.1 Konsep Rancangan Tapak………... 36
Gambar 6.2 Konsep Bentukan Massa……….…...37
Gambar 6.3 Denah Podium Lantai 1………..38
Gambar 6.4 Denah Podium Lantai 2………..39
Gambar 6.5 Denah Podium Lantai 3………..40
Gambar 6.6 Konsep Desain Fasad Bangunan………42
Gambar 6.7 Konsep Desain Podium………..……… 42
Gambar 7.1 Proses Pemasangan Pre-Cast………... 44
Gambar 7.2 Kaca Panasap………... 45
Gambar 7.3 Reruntuhan Bangunan Akibat Gempa..………...48
Gambar 7.4 Core Pada basement 2 bagian Tower Kantor.……..……...50
Gambar 7.5 Core pada Basement 2 dan podium lantai 1 Tower Hotel...51
BAB VIII BENTENG PERTAHANAN KEDUA
Gambar 8.1 Sistem Fire Alarm………. 59
Gambar 8.2 AC Central………..……….. 59
Gambar 8.3 AC Split………..……….. 60
BAB IX RANCANGAN AKHIR
Gambar 9.1 Desain Lansekap....………... 63
Gambar 9.2 Fasilitas-fasilitas Pada Lansekap....……….. 64
Gambar 9.3 Desain Fasad dan Motif Ulos Pada Kolom....………….. 66
Gambar 9.4 Sirkulasi Pada Site………...…………. 66
Gambar 9.5 Denah Tower Hotel Lantai 4-5…………...………….. 67
Gambar 9.6 Denah tower hotel lantai 6-12 dan lantai 13-16...…….. 68
Gambar 9.7 Denah tower hotel lantai 17-18 dan lantai 19-20....……. 69
Gambar 9.8 Denah tower kantor lantai 4-5 dan lantai 6-20...…… .70
Gambar 9.9 Interior………...……. .71
Gambar 9.10 Potongan A-A dan B-B...……… .71
ABSTRAK
Perkembangan perkotaan yang kian melejit di zaman modern dewasa ini, membuat banyaknya bangunan kota menjadi semakin kehilangan identitas, ini di karenakan oleh keegoisan dari setiap bangunan-bangunan pencakar langit yang di bangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan lingkungan di sekitar bangunan dan juga tidak adanya cerminan nilai-nilai budaya pada bangunan di setiap daerah yang di jadikan tempat bangunan tersebut berdiri. Perlu diketahui setiap kawasan/kota memiliki karakter, ciri khas, serta jati diri tersendiri yang terefleksi dari nilai-nilai budaya, tradisi. Seperti yang kita ketahui Kota Medan yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, tepatnya berada di Provinsi Sumatera Utara, memiliki banyak kekayaan budaya dan berbagai aneka ragam suku. Budaya karo yang mulai tidak dikenal lagi akan memungkinkan tenggelamnya satu budaya yang melengkapi sejarah Kota Medan. Kota Medan sendiri diberi nama oleh seorang tokoh Suku Batak Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi, pria yang berasal dari dataran tinggi Karo. Pengetahuan sejarah inilah yang sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum Kota Medan, begitu juga dengan para wisatawan Mancanegara dan wisatawan Domestik yang datang berwisata ke Medan. Dengan menghadirkan sebuah bangunan Mixed-Use dengan fungsi Hotel-Kantor yang bertema Neo-Vernacular diharapkan dapat memberikan nilai edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai sejarah dan budaya Kota Medan yang perlu dilestarikan. Bangunan ini nantinya juga diharapkan dapat merevitalisasikan dua kawasan sekaligus yaitu kawasan Jl. Guru Patimpus dan kawasan muka Sungai Deli, dimana sungai Deli berkaitan erat dengan sejarah Kota Medan karena posisinya yang berada dekat dengan pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli yaitu awal mula Guru Patimpus membuka lahan untuk perkampungan yang di beri nama Medan Putri.
ABSTRACT
The skyrocketing of urban developments nowadays has made a lot of city buildings lose their true identity, caused by the ego of each urban skyscraper which has paid no interest to its environment and showed no reflection of cultural values of where the building is located. It is need to be known that each city/area has its very own characters, features and identity which are reflected from the values of existing culture and traditions. Medan city as we know it is one of the biggest cities in Indonesia, which exactly is located in the North Sumatra province, has a wide range of cultures and tribes. The Karo culture is slowly becoming unpopular, and this might make one of the cultures which shaped
Medan’s history extinct. The name Medan itself was given by a Batak Karo
figure, Guru Patimpus Sembiring Pelawi, who came from the Karo heights. This historical knowledge is rarely known, either by Medan domestics or international tourists. By presenting a mixed-use building with hotel-office functions with Neo-Vernacular theme, it is expected for this building to give educational values and
people’s consciousness of the history and culture of Medan city, which need to be
preserved. This building is also expected to revitalize two areas which are Jl. Guru Patimpus area and the Deli riverfront, which has a historical relationship with Medan city for its location that is near the interchange of Babura river and Deli river, where Guru Patimpus first set a village, which he named Medan Putri.
Ramadhani Ginting S
Prologue
Ramadhani Ginting S
Gambar P.1 Sungai Chenggyecheon, Korea Selatan (kiri) dan Sungai Khucing Malaysia
(kanan)
Gambar P.2 Sungai San Antonio USA
Untuk dapat mewujudkan keadaaan yang lebih baik terhadap Riverfront Kota Medan khusunya kawasan muka sungai Deli maka dari itu perancang mulai fokus pada tema-tema yang telah ditentukan dalam perencanaan proyek Revitalisasi Kawasan Sungai Deli ini. Adapun tema utama proyek ini adalah
Riverfront dan tema kedua ataupun subtema dari proyek ini yaitu Urban Lifestyle.
Dibawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kedua tema tersebut, Riverfront
Ramadhani Ginting S
Gambar P.2 Skema alur berfikir pada perancangan
Riverfont
Riverfront di kawasan perkotaan memilki beberapa fungsi diantaranya sebagai saluran utama pengendali banjir dan juga memiliki fungsi sebagai fasilitas ruang publik. Perancang dalam hal ini menegaskan kembali bahwa kawasan muka sungai (Riverfront) harus diprioritaskan menjadi daya tarik tersendiri. Pengembangan riverfront layaknya sebuah pengembangan kawasan perkotaan, dimana pembangunan generator aktifitas menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Perencanaan riverfront ini sendiri terdiri dari beberapa tahapan berupa: Pertama, pembentukan citra (image) yang baik di kawasan muka Sungai Deli dan menciptkan kawasan riverfront yang berkualitas. Kedua, perencanaan struktur pada badan sungai dan teknologi agar dapat mengantisipasi timbulnya
kendala-Riv erfront
Urban Lifestyle
Sejarah Medan
Guru Patimpus
Ramadhani Ginting S
kendala seperti banjir, pendangkalan sungai dan erosi. Ketiga, meningkatkan kualitas kehidupan disekitar kawasan Sungai Deli. Menurut perancang hal yang paling utama dari proses pengembangan Riverfront adalah warga disekitar Sungai Deli harus diberikan penyuluhan tentang pentingnya merubah kebiasan yang memberikan hal yang buruk berupa banjir dan pemandangan yang kumuh dan tidak sehat.
Urban Lifestyle
Jika berbicara mengenai tema Urban Life Style, kondisi site yang berada pada kawasan pusat kota yang berdekatan dengan pusat aktifitas masyarakat Kota Medan seperti perkantoran, perhotelan, ruko komersil, rekreasi indoor dan pusat perbelanjaan, hal ini menunjukkan sebuah potensi yang baik untuk merencanakan sebuah ruang terbuka publik yang baru untuk masyarakat Kota Medan.
Ramadhani Ginting S
Keterkaitan Riverfront dengan Urban Lifestyle
Menurut perancang keterkaitan antara Riverfront dengan Urban Lifestyle
dalam konteks perkotaan (Urban Context) dapat terwujud dengan dibinanya hubungan yang erat antara kawasan Sungai Deli dengan bagian-bagian kota Medan yang terkait. Aspek yang terkait dari penggabungan kedua tema tersebut adalah sebagai berikut: pertama, pemakai yaitu mereka yang tinggal, bekerja, atau berwisata di kawasan Sungai Deli diharapkan memiliki rasa memiliki kawasan Sungai Deli sebagai sarana publik. Kedua, pelestarian khasanah sejarah dan budaya, lokasi proyek yang akan dibangun berada dekat dengan bangunan bersejarah Deli Maskapai yang memiliki nilai sejarah tinggi sebagai awal perkembangan kota Medan. Kemudian budaya yang perlu dilestarikan dalam hal ini budaya Karo karena selain berkaitan dengan seorang tokoh pendiri Kota Medan yakni Guru Patimpus Sembiring Pelawi, budaya karo juga bagian dari Kota Medan.
Ramadhani Ginting S
(Urban Life Style) yang saling berkaitan secara khusus dalam perencanaan proyek ini.
Sejarah Awal Kota Medan
Setelah perancang menggabungkan tema utama dengan subtema proyek ini, perancang kemudian memikirkan untuk menyelaraskan tema individualnya agar saling berhubungan dengan tema utama dan subtema. Sebelum membahas lebih dalam mengenai tema individual, ada hal yang akan dibahas terlebih dahulu yakni mengenai sejarah Kota Medan yang nantinya akan berpengaruh terhadap tema individual yang dimaksud oleh perancang.
Ramadhani Ginting S
berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting pada masa itu. Menurut keterangan H. Muhammd Said yang dikutip melalui buku Deli : In Woord en Beeld ditulis oleh N. Ten Cate, keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan Putri ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang tedapat di pertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. Kemudian terdapat Rumah Administrateur terletak di seberang sungai kampung Medan Putri, kalau kita lihat letak benteng dari Kampung Medan Putri ini ada di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.
Kerajaan Haru/Aroe
Tidak diketahui secara pasti kapan Kerajaan Haru menjadi kerajaan besar di Sumatera. Namun, Brahma Putra dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman”
mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara
yang rajanya bernama “Pa Lagan”, nama itu merupakan bahasa yang berasal dari
Suku Karo. Mungkinlah pada masa abad 1 Masehi Kerajaan Haru sudah ada, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. (Darman Prinst, SH:2004). Kerajaan Haru diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka, dan Aceh. Terbukti karena Kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.
Ramadhani Ginting S
dari Bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksamana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D. Prinst, SH: 2004). Terdapat Suku Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan Suku Haru
di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang
Abad”, (1981). Beliau menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah
keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana
penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddun dalam bukunya “Tarikh
Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di Lembah Aceh Besar disamping
Kerajaan Islam ada Kerajaan Karo. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo dari
Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir Suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka. Sedangkan Raja Suku Karo di Sumatera Utara (Wampu, Delitua) yakni Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Dalam bukunya Brahma Putra mengatakan bahwa pada abad ke-16 Kerajaan Haru (Wampu, Delitua, lingga Timur Raya) dihancurkan oleh agresi dari Sultan Aceh. Hal itu adalah faktor penyebab pecahnya bangsa Haru menjadi suku-suku yakni: Suku Karo, Simalungun, Pak-Pak, Gayo, Alas, Singkel dan Keluat.
Ramadhani Ginting S
mereka disebut sebagai Kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.
Arsitektur Neo-Vernacular
Dari penjelasan diatas mengenai sejarah Kota Medan, dapat diambil kesimpulan bahwa Guru Patimpus membawa pengaruh besar sejarah budaya Karo di Kota Medan. Oleh karena itu perancang memilih Arsitektur Neo-Vernacular sebagai tema individualnya. Bila dikaitkan antara sejarah Kota Medan dengan tema Neo-Vernacular, sangat menarik bila budaya diangkat pada perancangan proyek ini karena mengingat sejarahnya berhubungan erat dengan budaya Suku Karo dan pendiri Kota Medan yaitu Guru Patimpus. Jadi dapat dikatakan ide dan desain dari proyek ini terinspirasi dari sejarah dan budaya Kota Medan.
Melalui studi literatur yang dilakukan perancang dapat di simpulkan bahwa pengertian dari Arsitektur Neo-vernacular adalah bentuk-bentuk modern yang mengacu pada unsur-unsur budaya dan tradisi dengan tujuan dapat melestarikan unsur-unsur lokal dengan lapisan modernisasi. Arsitektur Neo-vernacular
Ramadhani Ginting S
Berikut beberapa ciri-ciri gaya arsitektur Neo-Vernakular menurut Charles
Jencks dalam bukunya “language of Post-Modern Architecture” dapat dipaparkan
sebagai berikut : mengembalikan bentuk-bentuk atau unsur tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertical, kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang di luar bangunan, warna-warna yang kuat dan kontras.
Dari beberapa hal tersebut Charles Jencks menjabarkan beberapa pendekatan arsitektur Neo-Vernacular yang tidak hanya sekedar meniru bentukan fisik bangunan, melainkan Arsitektur Neo-Vernacular juga harus menerapkan elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak, religi dll yang berhubungan dengan budaya setempat. Sehingga bangunan baru yang di desain tidak hanya menampilkan visualisasi dari arsitektur Vernacular dalam bungkusan modern, tapi juga memberikan pengalaman ruang yang memiliki unsur budaya sehingga bangunan yang dibangun kuat dengan tema Neo-Vernacular secara elemen fisik dan elemen non fisik.
Ramadhani Ginting S
bentukan ide yang relevan dengan program konsep arsitektur. Kelima, hubungan masa depan merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan datang.
generasi ke generasi
berdasarkan budaya
dan kondisi lokal.
Diwariskan dan
terbentuk oleh tradisi secara
turun temurun akan tetapi
terdapat bentuk pengaruh
perkembangan arsitektur
tradisional dari luar baik
fisik maupun non fisik
Penerapan
elemen arsitektur yang
Ramadhani Ginting S
Tinjauan Arsitektur Neo-Vernacular
Tabel Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernacular dan Neo-Vernacular
Sumber: Sonny Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo
Dalam hal ini pengertian Arsitektur Vernacular atau Neo-Vernacular
sering juga disamakan dengan Arsitektur Tradisional dan secara konotatif kata tradisi memiliki makna pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau bisa juga diartikan sebagai pewaris budaya turun temurun dari generasi-generasi sebelumnya. Kata Tradisional sering digunakan untuk membedakan dengan sesuatu yang modern.
waktu untuk merefleksikan
lingkungan dan budaya
serta sejarah dari daerah
dimana arsitektur tersebut
berada.
menjadi suatu langgam
Ramadhani Ginting S
Kesimpulan Penggabungan Tema (Riverfront, Urban Lifestyle,
Neo-Vernacular)
Dalam perencanaan dan perancangan Proyek Revitalisasi Kawasan muka Sungai Deli ini, menciptakan ruang terbuka untuk publik pada area Riverfront