PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN
AGAMA ISLAM
(Perbandingan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I
Dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun oleh:
AHMAD MUZAKI
121 06 014
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) SALATIGA
DEKLARASI
Bismilahirrahmanirrahim
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikiran juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqasah
skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, Salatiga, September 2010
Penulis
AHMAD MUZAKI 121 06 014
KEMENTERIA N A G A MA
SEKO LA H TING G I A G A MA ISLA M NEG ERI (STA IN) SA LA TIG A
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd
DOSEN STAIN SALATIGA
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 3 eksemplar Hal : Naskah skripsi
Saudara Ahmad Muzaki
Kepada
Yth. Ketua STAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : AHMAD MUZAKI
NIM : 121 06 014
Jurusan : TARBIYAH
Judul Skripsi : PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Perbandingan di SMP
Muhammadiyah dan SMP NU Kota Salatiga)
Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu'alaikum, wr, wb
Salatiga, September 2010
Pembimbing
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP. 19670112 199203 1 005 KEMENTERIA N A G A MA
SEKO LA H TING G I A G A MA ISLA M NEG ERI (STA IN) SA LA TIG A
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudari : AHMAD MUZAKI dengan Nomor Induk Mahasiswa: 12106014 yang berjudul : " PENDIDIKAN NILAI DALAM
PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Perbandingan di SMP
Muhammadiyah dan SMP NU Kota Salatiga)", Telah dimunaqasahkan dalam
sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari: Sabtu, 14 Maret 2009 yang bertepatan dengan tanggal 17
Rabiul Awal 1430 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.
29 Agustus 2010 M Salatiga,
18 Ramadhan 1431 H
Panitia Ujian
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd
NIP. 19580827 198303 1 002 NIP. 19670112 199203 1 005
Penguji I Penguji II
H. Sidqon Maesur, LC, M.A. Achmad Maimun, M.Ag
NIP. 19630722 199803 1 001 NIP. 19700510 199803 1 003
Pembimbing
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP. 19670112 199203 1 005
KEMENTERIA N A G A MA
SEKO LA H TING G I A G A MA ISLA M NEG ERI (STA IN) SA LA TIG A
MOTTO
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1.
Bapak M arzuqi dan I buku N ur Aliyah yang selalu
kuhormat i dan aku sayangi sampai mati
2.
K akak dan Adikku dan keponakan-keponakanku
t ersayang (Yu Holis, Yu Z anah, Fahmi, I ntan K .S,
Reza U lin N uha)
3.
Tyas I stiqomah yang selalu mengingatkanku art i
sebuah perjuangan.
4.
M as Fauzi yang selalu membant u dan men suport.
5.
Teman-t wman sat u kos di Pak Sahlan. (Pak K af idz,
Pak Ali, Pak Hakim n Pak M uslih, Pak K ojek)
6.
Teman-t eman HM I Wahyu ,Reza, D ulah, Cahyo,
Rofiq, L utf i, Torik, M ir, Ana, dll
7.
Abang-abangku semua (Bang L eman, K ang Saemuri,
M as Bambang, Pak Hury, Pak M aman, Pak M ufiq,
M as Wihaji, Pak Yahya)
KATA PENGANTAR
ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﲪﺮﻟﺍ ﷲﺍ ﻢﺴﺑ
Bismillahir rahmaanir rahiim.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa ada rintangan dan
halangan yang cukup berarti. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW. keluarga, shahabat, dan para pengikutnya..
Penyusunan skripsi ini merupakan tugas dan syarat untuk memperoleh
gelar kesarjanaan program S1 dalam ilmu Pendidikan Agama Islam pada Jurusan
Tarbiyah Progdi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga Tahun 2010.
Penulis menyadari bahwa dalam rangka penyelesaian skripsi ini tidak
mungkin berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan
ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M Ag. selaku ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Dra. Siti Asdiqoh, M.Ag selaku Kaprogdi PAI STAIN Salatiga.
3. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
4. Segenap staf Pengajar/Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
5. Keluarga besar MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga yang telah
menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian ini.
6. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga
Semoga jasa dan pengorbanan yang tiada terhingga dari mereka mendapat
balasan, disertai permohonan maaf atas segala kekhilafan. Penulis menyadari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sebagai koreksi dan penyempurnaan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya, demi peningkatan mutu,
pola dan kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Salatiga, September 2010
ABSTRAK
AHMAD MUZAKI, (NIM 12106014) PENDIDIKAN NILAI DALAM
PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah dan
SMP NU Kota Salatiga)
Keyword: Pendidikan nilai, pembelajaran keislaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pelaksanaan
matapelajaran keislaman di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.
(2) Penekanan pendidikan nilai dalam pembelajaran keislamanan di SMP
Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga. (3) Model yang spesifik dalam
pendidikan nilai pada pembelajaran keislaman di SMP Muhammadiyah dan MTs.
NU Kota Salatiga.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sehingga teori yang
dihasilkan berupa teori substantif dan teori-teori yang diangkat dari dasar
(grounded theory). Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah sebagai instrumen
sekaligus pengumpul data. Pengumpulan data dilakukan dengan jalan wawancara
secara langsung dan melalui metode dokumentasi
Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif dengan menelaah seluruh data yang tersedia, melakukan
pengecekan keabsahan data. Teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu
yaitu: 1) derajat kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3)
kebergantungan (dependability), dan 4) kepastian (confirmability). Dari hasil
penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran agama Islam ditujukan
untuk pembentukan pribadi yang ber-akhlaqul karimah dan menjadikan manusia
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Untuk mendukung hal itu maka
metode pembelajaran menggunakan perpaduan antara active learning dan passive
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN DEKLARASI ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Metode Penelitian ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II LANDASAN TEORI A. Potret Pendidikan Islam di Indonesia ... 21
B. Pendekatan Nilai dalam Pendidikan ... 24
C. Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pengajaran Agama Islam ... 29
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Sejarah Singkat MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga ... 40
B. Keadaan Siswa dan Guru ... 45
C. Pelaksanaan Pembelajaran Agama Islam ... 55
B. Strategi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Keislaman ... 68
C. Model yang Spesifik dalam Pendidikan Nilai pada Pembelajaran
Keislaman ... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 73
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
TABEL 1 DATA SISWA MTs NU SALATIGA TAHUN PELAJARAN
2010/2011
TABEL 2 DATA SISWA SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
TABEL 3 DAFTAR GURU MTs. NU SALATIGA
TABEL 4 DAFTAR GURU SMP MUHAMMADIYAH SALATIGA
TABEL 5 SARANA DAN PRASARANA MTS. NU SALATIGA
TABEL 6 SARANA DAN PRASARANA SMP MUHAMMADIYAH
SALATIGA
TABEL 7 JADUAL PELAJARAN MTs. NU SALATIGA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam dapat dikatakan sebagai “lumbung” dalam setiap referensi
mengenai ilmu. Islam secara doktrinal sangat mendukung pengembangan
ilmu, sebagaimana dalam Alquran surat al-Alaq: 1-5 yang berintikan dorongan
bagi umat Islam (muslimin) untuk mengembangkan dan menggunakan akal
pikirannya atau dengan kata lain untuk menuntut ilmu. Motivasi lain agar
umat Islam menuntut ilmu juga ditekankan dalam hadis nabi.1
Dengan demikian Alquran dan Hadis merupakan sumber bagi
pengembangan ilmu, baik ilmu-ilmu agama ataupun ilmu-ilmu umum.
Pengembangan pendidikan dengan ciri Islam merujuk pada sumber Alquran
dan Hadis. Sebagaimana halnya dengan pendidikan pada umumnya,
pendidikan Islam juga melibatkan aspek-aspek normatif. Oleh sebab itu,
pendidikan Islam juga mengarah kepada pembinaan moral (akhlaq), juga
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia (hablum min an nas) dan
hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum min Allah).
Dari pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Alquran dan Hadis merupakan sumber bagi ilmu-ilmu Islam. Menurut Prof.
DR. Azyumardi Azra, MA., selain sebagai sumber pokok Islam Alquran dan
Hadis juga memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan
ilmu-ilmu. Setidaknya ada dua peran yang disandarkan kepada Alquran dan
1
Hadis, yaitu: Pertama, prinsip-prinsip seluruh ilmu dipandang kaum muslim
terdapat dalam Alquran. Kedua, Alquran dan Hadis menciptakan iklim yang
kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan
keutamaan menuntut ilmu, pencarian ilmu dalam segi apapun berujung pada
penegasan tauhid (Azra, 1999:13).
Disinilah para pendidik harus menyusun konsep pendidikan Islami
yang sesuai dengan perubahan zaman beserta tantangannya dan mampu
menatap masa depan. Dengan asumsi bahwa Islam memiliki daya terhadap
berbagai perubahan apalagi dalam dunia era globalisasi dewasa ini dan di
masa mendatang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial
budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya, atau pendidikan Islam pada
khususnya. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa masyarakat muslim tidak
bisa menghindar diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin survive
dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif .
Pendidikan Islami yang diterapkan selayaknyalah menempatkan
manusia sesuai dengan Alquran surat Adz-Zariyat (51) : 56 yang berbunyi:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (Al-Hikmah. 1980:326)
Dari ayat tersebut di atas, maka tujuan pendidikan Islam adalah
tingkah laku, tindakan, dan kegiatan hidupnya (Thalib, 2001: 17). Oleh karena
itu, tidak ada perbuatan atau tingkah lakunya yang menyimpang dari perintah
atau larangan Allah dan ia selalu melaksanakan apa yang menjadi anjuran
Allah untuk dikerjakannya selama hidup di dunia (Thalib, 2001: 17).
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan
tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan abdullah (hamba Allah). Untuk
mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah
potensi di dalam dirinya.Al-Ghazali menegaskan bahwa manusia diciptakan
dari tubuh luar dan makna batin (ma’ni-yi bathin). Yang terakhir dinamakan
nafs (jiwa), jan (ruh), dil (hati) (Takashita, 2005: 112).
Dalam pandangan Fazlur Rahman sebagaimana dikutip Prof. DR.
Sutrisno, M.Ag, pendidikan Islam dipahami sebagai proses untuk
menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul
sifat-sifat kritis, dinamis, inovatif, progresif, adil, dan jujur (Sutrisno, 2008: 42).
Pendidikan dalam pegertian ini, sebagaimana pendidikan pada umumnya,
memiliki berbagai faktor, seperti peserta didik, pendidik, kurikulum, sarana,
dan lingkungan.
Dengan mendasarkan pada Alquran, tujuan pendidikan Islam menurut
Rahman adalah untuk mengembangkan manusia—sedemikian rupa—sehingga
semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan
pribadi yang kreatif, yang memunginkan manusia untuk memanfaatkan
sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan
Kedepannya pendidikan agama Islam selayaknyalah diorientasikan
pada upaya membangun mentalitas yang berkarakter. Obyeknya adalah
pembangunan manusia-manusianya, bukan hanya pembangunan insfrastruktur
yang serba mewah, melainkan pada konstruksi mentalitas
manusia-manusianya, agar selaras dengan nilai-nilai yang menjadi acuan (nilai-nilai
agama) (Mu’arif, 2008: 54).
Mengapa pendidikan agama yang berorientasi pada pembangunan
mentalitas perlu dikedepankan? Adanya panutan nilai, moral, dan norma
dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan totalitas diri
individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu.
Oleh karena itu, pendidikan agama yang mengarah pada pembentukan moral
yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial
bagi pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya. Ini mengingat
bahwa dunia afektif yang ada pada setiap manusia harus selalu dibina secara
berkelanjutan, terarah, dan terencana sehubungan dengan sifatnya yang labil
dan kontekstual.
Untuk dapat melakukan pendidikan agama tersebut, tidak hanya
terbatas pada lingkungan sekolah dan oleh guru saja. Pendidikan moral dapat
dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Meskipun demikian,
umumnya disebut tiga lingkungan yang amat kondusif untuk melaksanakan
pendidikan moral, yakni lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan
Dari pemikiran di atas, maka pendidikan Islam merupakan proyek
masa depan dalam rangka membangun mentalitas bangsa yang berkarakter.
Dalam konteks sekarang, pendidikan agama Islam harus melakukan
instrospeksi diri dan memperbarui sistemnya. Sistem yang diterapkan haruslah
sistem yang dinamis, mengikuti alur perubahan zaman akan tetapi tetap
mempunyai karakter keislaman yang jelas. Juga dalam hal metode
pembelajarannya yang seringkali mengundang kritik karena kurang bersahabat
dalam pespektif pendidikan kritis. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang
dilaksanakan masih banyak yang menerapkan sebatas proses transformasi
pengetahuan belaka.
Metode pembelajaran pendidikan Islam setidaknya harus
memperhatikan dan mengakomodir kepentingan-kepentingan murid dalam
rangka pengembangan potensi-potensi mereka. Disamping itu juga harus ada
keseimbangan antara pengetahuan agama (moral) dan orientasi dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian pendidikan
Islam yang dilaksanakan dapat dijadikan sebagai pendidikan alternatif dalam
upaya mengantisipasi krisis moralitas bangsa yang semakin hari semakin
kronis.
Pendidikan sebagai perisai moral, menempatkan posisi guru agama
Islam menjadi semakin sentral.Guru menempati posisi strategis bagi lahirnya
generasi baru sebagaimana cita-cita sebuah bangsa dan masyarakat. Citra guru
berkembang dan berubah sesuai perkembangan dan perubahan konsep dan
untuk terjadi, manakala pendidikan dipandang sebagai usaha menguasai
pengetahuan baik teotitik maupun praktis. Seluruh komponen pendidikan
diarahkan untuk maksud tersebut dan profesi guru dikonsep sebagai
kemampuan memberi dan atau mengembangkan pengetahuan peserta didik,
tidak terkecuali pebgetahuan tentang moral—secara teoritik—dan mampu
mewujudkan perilaku moral yang praktis.
Guru yang jabatannya dalam bidang studi moral dan agama (akhlak)
mempunyai posisi yang lebih berat—dalam kacamata masyarakat—
dikarenakan menjadi ujung tombak dalam mengembangkan pengetahuan anak
mengenai moral (teoritis) dan perilaku keseharian anak didik, baik di sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, cara pandang seperti menempatkan
guru terbebabni dengan kewajiban yang cukup berat. Padahal untuk
mewujudkan keberhasilan suatu pendidikan diperlukan seluruh elemen yang
terkait dengan pendidikan tersebut.
Praktik pendidikan seperti ini telah menjadikan kepribadian seseorang
(anak didik) menjadi tanggungjawab penuh para guru moral dan agama.
Karena itulah setiap kasus perilaku buruk dari peserta didik selalu
dikembalikan pada tanggungjawab moral dan agama tersebut. Terlepas dari itu
semua, guru yang ideal harus terus meningkatkan kecakapan profesi sekaligus
memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai
dinamika kehidupan modern (Mulkhan, 2003: 248). Dengan cara seperti
tersebut, akan menjadikan guru moral dan agama semakin siap dengan
mampu mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Jangka panjangnya
adalah, dengan ketrampilan mengajar yang dimiliki serta kompetensi
pengetahuan yang ada akan semakin mempermudah dalam pembinan moral
peserta didik, baik di sekolah, lingkungan keluarga, atau dalam masyarakat.
Berangkat dari hal tersebut, maka penulis mengajukan judul dalam
penelitian ini adalah: ”PENDIDIKAN NILAI DALAM PEMBELAJARAN
AGAMA ISLAM (Perbandingan di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota
Salatiga)”
B. Fokus Penelitian
Terkait dengan latar belakang di atas, penulis mencoba menghadirkan
beberapa rumusan masalah yang ada dalam judul, sehingga akan menjadi
acuan dan focus penelitian, serta mempermudah secara maksimal dalam
melakukan penelitian. Tentunya berdasarkan pada prinsip nyata, dan empirik
agar dapat dipercaya.
Adapun rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan nilai di SMP Muhammadiyah dan
MTs. NU Kota Salatiga?
2. Bagaimanakah strategi pendidikan nilai dalam pembelajaran keislamanan
di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga?
3. Adakah model yang spesifik dalam pendidikan nilai pada pembelajaran
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang kami susun, maka dapat ditarik
dari tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui tentang :
1. Pelaksanaan pendidikan nilai di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota
Salatiga.
2. Penekanan pendidikan nilai dalam pembelajaran keislamanan di SMP
Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.
3. Model yang spesifik dalam pendidikan nilai pada pembelajaran keislaman
di SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Dari aspek kegunaan penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat baik dari segi teoritik maupun praktis. Dari segi teoritik diharapkan
hasil dari penelitian ini dapat memperoleh pemahaman tentang prinsip
pelaksanaan sistem pendidikan sebagai usaha perbaikan dan pengembangan
pendidikan pada umumnya, pada khususnya dapat menambah khazanah
pengetahuan dalam dunia pendidikan yang diperoleh dari penelitian lapangan.
Sedangkan dari segi praktis, apabila ternyata ada problematika yang
muncul dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Muhammadiyah dan MTs. NU Kota Salatiga, maka diperlukan suatu solusi
yang mampu menjawab problematika yang bersangkutan.
E. Penegasan Istilah
Dalam penulisan karya ilmiah ini perlu diberikan sebuah kerangka
penelitian. Untuk lebih mudah dalam memahami judul di atas, penulis akan
mencoba menjelaskan berapa istilah yang dimaksudkan dalam judul tersebut,
yaitu:
1. Pendidikan nilai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari
kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Depdikbud,
1994: 232). Sedangkan pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti
menurut ‘Athiyah al-Abrasy sebagaimana dikutip Abudin Nata,
merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Islam telah menyimpulkan bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan Islam (Nata, 1997: 49).
2. Pembelajaran Agama Islam
Pembejaran agama Islam dapat juga diartikan sebagai pendidikan
agama Islam. Beberapa pakar pendidikan Islam memberikan rumusan
pendidikan Islam, diantaranya Sedangkan Endang Syaifuddin Anshari
memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai proses bimbingan
(pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan
jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi) dan raga obyek didik dengan
bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke
arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran
Hasan Langgulung mendefinisikan pendidikan Islam adalah
proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat
(Langgulung, 1980: 94).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini yang digunakan adalah
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Karakter riset kualitatif
mempunyai latar alami, karena yang merupakan alat pentingnya adalah
sumber data yang langsung dan perisetnya. Riset kualitatif ini bersifat
deskriptif, dan dalam menganalisis data dilakukan secara induktif (Hadi,
1999: 42).
Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya (Moleong,
2003: 3). Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong,
Menurut S. Nasution, penelitian kualitatif disebut juga penelitian
naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat
pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat
“natural” atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur
dengan eksperimen atau test (Nasution, 2003: 18). Penelitian kualitatif
bersifat generating theory bukan hypothesis testing sehingga teori yang
dihasilkan berupa teori substantif dan teori-teori yang diangkat dari dasar
(grounded theory).
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah sebagai instrument
sekaligus pengumpul data. Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat
dilakukan dengan cara selalu pergi kepada situasi baru untuk memperoleh
pengalaman, kemudian berusaha mencatat apa saja yang terjadi,
mewawancarai beberapa orang kemudian mencatat hasil wawancara
tersebut (Moleong,2001: 124-125).
Kedudukan peneliti di sini sebagai pemeran serta sebagai pengamat.
Kedudukan seperti ini menurut Moleong dibatasi sebagai pengamat yang
tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi melakukan fungsi
pengamatan. Ia menjadi sebagai anggota pura-pura jadi tidak melebur
dalam arti sesungguhnya. Peranan demikian masih membatasi para subyek
menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia
3. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Muhammadiyah dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) NU Kota Salatiga,
Provinsi Jawa Tengah. SMP Muhammadiyah berlokasi di Jl.Cempaka 5-7
Kota Salatiga. Sedangkan MTS. NU berada di Jalan Kartini 1 Kota
Salatiga.
Pemilihan SMP Muhammadiyah dan MTs. NU ini dakarenakan
background kelembagaannya adalah Islam, dimana pembelajaran
keagamaan secara umum lebih banyak alokasi waktunya dibandingkan
dengan sekolah lainnya yang murni sekolah umum tanpa embel-embel
agama yang disandangnya. Tentunya dengan alokasi jam pelajaran agama
Islam lebih banyak, apakah sinergi dengan peningkatan moral
siswa-siswanya. Dengan berbekal hipotesis ini peneliti berharap dapat
menemukan titik temu antara pembelajaran agama Islam ditunjang dengan
alokasi waktu pelajaran agama Islam dengan peningkatan moral siswa di
kedua sekolah tersebut.
4. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah komponen sekolah
meliputi: kepala sekolah, waka kurikulum, dan guru yang mengampu PAI
atau guru Aqidah Akhlak dari kelas VII-IX. Untuk menentukan subyek
penelitian untuk dijadikan informan menurut Molleong ada beberapa
termasuk salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian,
dan mempunyai pandangan tertentu tentang suatu hal atau peristiwa yang
terjadi (Moleong, 2003: 90).
5. Prosedur pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian
(Pohan, 2007: 71). Guba Lincoln sebagaimana dikutip Dr. Lexy J.
Moleong, MA, observasi mempunyai manfaat yang besar. Hal ini
didasarkan pada: pertama, teknik pengamatan didasarkan atas
pengalaman langsung. Kedua, teknik pengamatan memungkinkan
melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan
kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Ketiga,
pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan
yang langsung diperoleh dari data. Keempat, pengamatan dapat juga
dijadikan rujukan dalam mengecek tingkat kepercayaan terhadap data
yang ada. Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu
memahami situasi-situasi yang rumit. Keenam, dalam kasus-kasus
tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan,
pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat (Moleong,
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
pengamatan langsung (direct observation), dimana peran peneliti
sebagai pengamat, tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi
masih melakukan fungsi pengamatan (Moleong, 2003: 127).
Pengamatan dilakukan terhadap guru mata pelajaran PAI SMP
Muhammadiyah atau guru mata pelajaran Aqidah Akhlaq MTS NU
dan kepada siswa. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana
proses pembelajaran dan kondisi siswa selama pembelajran
berlangsung dan bagaimana kehidupan keseharian sswa selama di
lingkungan sekolah.
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan informasi
yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Teknik wawancara mampu menggali
pengetahuan, pendapat, dan pendirian seseorang tentang suatu hal
(Pohan, 2007: 57).
Wawancara menurut Koentjaraningrat adalah cara yang
digunakan seseorang untuk tujuan atau tugas tertentu, mencoba
mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan
cara bercakap-cakap dengan orang itu (Koentjaraningrat, 1981: 137).
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (dept
interview). Wawancara mendalam dilakukan pada para pengelola
madrasah/sekolah, yaitu kepala sekolah, guru mata pelajaran PAI, serta
dari TU. Teknik wawancaranya adalah wawancara tak-berstruktur yaitu
wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2003: 138).
Tujuannya wawancara ini ialah untuk memperoleh keterangan
yang terinci dan mendalam mengenai perspektif yang ada dalam hati
serta pikiran orang lain karena hal ini tidak bisa didapat dengan cara
observasi. Pada mulanya belum dipersiapkan pertanyaan yang spesifik,
karena belum dapat diramalkan keterangan yang akan diberikan oleh
responden, belum jelas ke arah mana pembicaraan akan berkembang.
Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam
mengenai pandangan responden.
Wawancara dilakukan penulis terhadap kepala sekolah SMP
Muhammadiyah dan Kepala MTs. NU, Guru PAI SMP Muhammadiyah
dan guru Aqidah AKhlaq MTs. NU Salatiga. Adapun materi wawancara
adalah mengenai pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah, target
pembelajaran yang diharapkan serta untuk mengetahui metode
pembelajaran serta kendala yang dihadapi selama pembelajaran.
6. Analisis Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,
gambar, foto dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka
langkah berikutnya adalah mereduksi data yang dilakukan dengan
membuat abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses, dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan.
Satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah-langkah berikutnya.
Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat coding. Tahap terakhir
dalam analisa data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data
(Moleong, 2003: 190).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan
harus memenuhi: 1) mendemonstrasikan nilai yang benar; 2) menyediakan
dasar agar hal itu dapat diterapkan, 3) memperbolehkan keputusan luar
yang dapat dibuat tentang konsistensi dan prosedurnya dan kenetralan dari
temuan dan keputusan-keputusannya. (Moleong, 2008: 320-321)
Dalam memperoleh keabsahan data, maka ada beberapa teknik
pemeriksaan yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan kriteria kredibilitas. Kriteria kredibilitas menurut Moleong
terdiri dari: a) perpanjangan keikut-sertaan; 2) ketekunan pengamatan;
3) triangulasi; 4) pengecekan sejawat; 5) kecukupan referensial; 6) kajian
Untuk menetapkan keabsahan data, penulis lakukan dengan teknik
pemeriksaan. Teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu yaitu:
1) derajat kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3)
kebergantungan (dependability), dan 4) kepastian (confirmability).
(Moleong, 2008: 324)
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Tahap pra-lapangan
Kegiatan pra lapangan yang dilakukan dalam penelitian mengacu pada
Moleong (2008: 127-133) adalah sebagai berikut:
1)Menyusun rancangan penelitian
2)Memilih lapangan penelitian
3)Mengajukan ijin operasional untuk penelitian dari Ketua STAIN
Salatiga kepada pihak SMP Muhammadiyah dan MTs. NU Kota
Salatiga.
4)Menjajaki dan menilai lapangan
5)Memilih informan yang dalam hal ini peneliti fokuskan adalah
kepala sekolah, waka kurikulum, guru PAI atau Aqidah Akhlak,
serta TU.
6)Menyiapkan perlengkapan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan
1)Melakukan survey awal untuk mengetahui gambaran lokasi
penelitian.
2)Memilih sejumlah responden yaitu kepala sekolah, waka
kurikulum, guru PAI atau Aqidah Akhlak, sebagai informan
dengan jalan melakukan wawancara.
3)Melakukan observasi lapangan sebagai langkah pengumpulan data.
c. Tahap analisis data
Dalam tahap analisis data langkah-langkah yang dilakukan penulis
adalah :
1)Mengumpulkan semua data–data yang sudah diperoleh untuk
kemudian dilakukan pengolahan baik data dari informan maupun
data administrasi.
2)Menyaji data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan
memudahkan untuk melakukan pengolahaan.
3)Mereduksi data dengan cara membuang data-data yang lemah atau
menyimpang, setelah mulai muncul adanya kelemahan data sebagai
akibat proses reduksi.
4)Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan sebagai
deskriptif temuan penelitian.
5)Melakukan evaluasi dari data yang sudah diolah.
6)Menyusun laporan akhir untuk dilaporkan.
d. Interpratasi data
Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna
yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang
dilakukan (Moleong, 2008: 149).
Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil
penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat
yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian di lapangan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan mendapatkan gambaran tentang bahasan
yang dilakukan dalam tulisan ini maka akan disampaikan garis-garis besar
yang terdiri dari lima bab.
Bab I ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II berisi landasan teori, dalam bab ini penulis mengemukakan
kepada para pembaca agar mengetahui dasar-dasar teori ini yang meliputi
definisi pendidikan, pembelajaran agama Islam, serta pendidikan nilai, dan
pendidikan nilai dalam pembelajaran agama Islam melalui tinjauan pustaka.
Bab III berisi laporan hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan
variabel penelitian, yaitu data mengenai pendidikan nilai dalam pembelajaran
agama Islam pada tahun 2010. Disamping laporan mengenai variabel
tempat penelitian, baik yang berkaitan dengan monografi sekolah, situasi
sekolah, dan beberapa instrumen lain sebagai data komplementer.
Bab IV berisi analisis terhadap data yang terkumpul, dengan
pertahapan klasifikasi data, tabulasi data, dan persentase, untuk menjawab
terhadap pokok masalah pertama dan kedua. Selanjutnya melakukan analisa
pendidikan nilai dalam pembelajaran agama Islam secara kualitatif.
Pada bab V ini akan diuraikan mengenai kesimpulan akhir mengenai
penelitian, saran-saran yang berhubungan dengan pihak-pihak terkait dari
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Potret Pendidikan Islam di Indonesia
pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Dengan
pendidikanlah manusia dapat mengenal dan memposisikan manusia sebagai
makhluk Tuhan yang istimewa. Bekal akal adalah keistemewaan tersendiri
yang hanya dimiliki manusia daripada makhluk Tuhan yang lain. Dengan akal
pulalah manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Islam
adalah agama yang mempunyai tata aturan dan norma yang apabila hal
tersebut dilakukan akan menjauhkan umatnya dari perilaku yang bertentangan
dengan norma-norma agama dan sosial yang ada. Untuk menyebarkan aturan
dan norma tersebut salah satunya lewat pelaksanaan pendidikan Islam. Di
dalam pendidikan Islam terdapat tuntunan pendidikan nilai yang dalam hal ini
disebut pendidikan akhlaq atau budi pekerti. Perdidikan nilai ini ter-cover
dalam bingkai pendidikan Islam.
Pendidikan Islam dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya
menuju terbentuknya manusia seutuhnya (isan kamil) sesuai dengan norma
Islam. Konsep seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformalisasikan
secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertaqwa serta memiliki
berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungan dengan Tuhan,
kontruktif. Demikianlah manusia produk pendidikan Islam yang diharapkan
prioritasnya menjadi khalifah fil ard (Achmadi, 1992: 22).
Dengan dilaksanakannya pendidikan Islam tersebut dimaksudkan
sebagai upaya peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Mahaesa dan berakhlak mulia. Atau dengan kata lain, pendidikan Islam
diharapkan mampu menginternalisasikan sikap nilai-nilai (akhlak mulia)
kepada anak didik. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral,
sebagai perwujudan dari pendidikan Agama.
Disamping itu, bahwa pendidikan Islam harus mampu
mengembangkan wawasan subyek didik mengenai dirinya dan alam
sekitarnya, sehingga menumbuhkan kreatifitas yang dapat melestarikan
nilai-nilai insani dan menentukan jalan hidupnya. Adapun akhirnya mengarah
kepada keberadaan diri anak didik, baik secara individual maupun sosial akan
lebih bermakna (Achmadi, 1992: 23).
Dunia pendidikan Islam di Indonesia sekarang masih dihadapkan pada
pelbagai persoalan, mulai dari rumusan tujuan pendidikan yang kurang
dengan tuntutan perubahan gobal (globalisasi), ketersedian sumber daya
manusia (SDM) guru yang berkualitas, metode pengajaran, sampai persoalan
kurikulum yang dijadikan acuan. Di pihak lain, sarana dan prasarana
pendidikan masih jauh dari memadai karena anggaran biaya pendidikan masih
relatif rendah. Akibatnya tingkat ketercukupan bagi peserta didik untuk
Tren globalisasi juga ikut menjadi faktor penting yang mempengaruhi
tuntutan reformasi di dalam tubuh pendidikan Islam itu sendiri. Globalisasi
juga melahirkan sebuah gaya hidup baru yang diwarnai oleh semangat
persaingan. Gejala ini menuntut pendidikan Islam mau tidak mau mengikuti
perubahan yang serba cepat tersebut. Dengan kata lain, mempertahankan
status quo berarti membiarkan diri tertinggal oleh perubahan tersebut.
Selain persoalan tersebut di atas, potret pendidikan di Indonesia masih
dihadapkan pada persoalan adanya dikotomi dalam pendidikan. Dikotomi
pendidikan telah memposisikan dua kubu pendidikan. Pertama, pendidikan
umum yang memiliki karakter khas dan berada di bawah naungan
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Kedua, pendidikan agama
yang juga memiliki karakter khas dan berada di bawah naungan Departemen
Agama (Depag) (Mu’arif, 2008: 28). Dua wajah pendidikan inilah yang telah
mewarnai pendidikan di Indonesia sejak zaman kolonial hingga saat ini.
Disamping itu, salah satu kritik tentang pendidikan Islam ialah belum
ditemukannya pengetahuan pedagogis agama yang memadai. Apa yang
selama ini dilaksanakan di sekolah-sekolah tentang pendidikan agama
mungkin tidak lebih hanya proses belajar mengajar agama. Itu mungkin juga
lebih tepat disebut “transmisi pengetahuan agama”, melalui cara
didaktis-metodis seperti halnya pengatahuan umum (Abdurrahman, 1997: 239) Salah
satu solusi yang ditawarkannya Moeslim Abdurrahman adalah meluruskan
pengembangan cara-cara teknis pendidikan, baik dalam lingkup sekolah
maupun keluarga dan masyarakat (Abdurrahman, 1997: 140)
Dengan kata lain, pendidikan Islam tidak sebatas pada teori dan
pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan
perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan Islam pasti gagal total bila
pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman
pendidikan Islam harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.
B. Pendekatan Nilai dalam Pendidikan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini
telah menggiring manusia kepada persaingan dalam segala lini kehidupan.
Masyarakat modern terlihat kecenderungan berperilaku serba instan, praktis,
ingin serba cepat. Akibatnya keinginan serba cepat itu kadangkala
menyebabkan aturan dilanggar, nilai-nilai moral terabaikan, dan lain
sebagainya. Sesungguhnya tidak salah keinginan serba cepat dan tidak
bertele-tele itu sepanjang tetap dalam koridor nilai-nilai dan norma-norma
moral. Sikap ingin serba cepat dalam setiap persoalan ini memang merupakan
salah satu karakteristik manusia.
Manusia dalam kehidupan pada umumnya mendambakan segala
sesuatu yang benar, yang baik, tidak menyimpang dari aturan yang ada.
Keinginan seperti ini pada akhirnya menjadi ide dasar atau ukuran bagi
seseorang dalam melakukan-pertimbangan-pertimbangan. Berangkat dari
Menurut Chabib Thoha, sebelum menguraikan pendidikan nilai, perlu
dirumuskan bahwa fungsi utama pendidikan dilihat dari sudut sosiologis dan
antropologis adalah untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik dan
menanamkan nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir pendidikan untuk
mengembangkan potensi kreatif peserta didik agar menjadi manusia yang
baik, menurut pandangan manusia dan Tuhan (Thoha, 1996: 59).
Pendidikan nilai memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral (budi pekerti) dan pendidikan akhlak. Pemberdayaan
masyarakat untuk tetap memegang nilai-nilai bukanlah suatu perkara mudah,
tetapi harus dilakukan. Sebab, tanpa memahami nilai-nilai itu, maka mustahil
seseorang mampu mempraktekkannya dalam kehidupan. Salah satu cara yang
paling tepat adalah melalui jalur pendidikan. Dewasa ini banyak tuntutan
dalam peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan budi
pekerti pada lembaga pendidikan. Tuntutan tersebut dilatarbelakangi oleh dua
kondisi. Pertama, bangsa Indonesia saat ini sepertinya telah kehilangan
karakter yang telah dibangun berabad-abad. Keramahan, tenggang-rasa,
kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial, dan sebagainya,
yang merupakan jati diri bangsa seolah-olah hilang begitu saja (Zubaedi,
2007: 1).
Kedua, kondisi lingkungan sosial kita belakangan ini diwarnai oleh
maraknya tindakan barbarisme, vandalisme baik fisik maupun non fisik,
adanya model KKN baru, hilangnya keteladanan pemimpin, sering terjadinya
universal, larutnya semangat berkorban bagi bangsa dan negara. Dapat
dikatakan, krisis moral yang melanda bangsa ini semakin menjadi-jadi
(Zubaedi, 2007: 1-2).
Dalam konteks kesejarahan, ketika Islam lahir, maka konsep moral
yang ditawarkan adalah mengenai konsep tauhid—monoteisme—kepercayaan
kepada satu-satunya Tuhan, Pencipta semua makhluk. Hal ini tentu saja
menuai pertentangan di kalangan mayoritas masyarakat yang telah menganut
paham politeisme. Namun demikian fakta moral yang diusung Islam sangat
penting bagi perkembangan moral orang-orang Arab, karena memiliki makna
munculnya kali pertama prinsip moral yang sangat sesuai dan sangat patut
untuk disebut sebagai “prinsip” (Izutsu, 2003: 128).
Dalam zaman jahiliyah sudah ada nilai-nilai moral yang sudah dikenal.
Tetapi nilai-nilai itu hanyalah sebagai membra disjecta, tanpa adanya prinsip
yang jelas yang mendasarinya untuk mendukung nilai moral tersebut, dan
nilai moral tersebut pada umumnya secara eksklusif berdasarkan pada emosi
moral yang tidak rasional, atau malahan nafsu yang membabi buta dalam cara
hidup yang diperoleh secara turun-temurun dari generasi ke generasi sebagai
kekayaan suku yang tidak ternilai (Izutsu, 2003: 128).
Sejak awal Islam telah berhasil mengajak orang-orang Arab untuk
mempertimbangkan dan menilai semua perbuatan manusia berdasarkan
prinsip yang secara teori dapat dibenarkan secara moral. Etika moral tersebut
diterapkan dan dipraktekkan di dunia ini diperuntukkan untuk kehidupan
setelah mati (akhirat).
Dalam era kekinian peranan pendidikan Islam masih diperlukan,
karena salah satu nilai luhur yang disandang pendidikan Islam adalah sebagai
salah satu kekuatan budaya (Tilaar, 2002:77). Salah satu kekuatan yang
disandangnya adalah sebagai penyandang nilai moral. Pendidikan Islam tidak
dapat diragukan sebagai pusat-pusat pemeliharaan dan pengembangan
nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam. Madrasah-madrasah,
pesantren-pesantren, bukan hanya berfungsi sebagai pusat-pusat pendidikan, tetapi juga
pusat-pusat atau benteng-benteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa
Indonesia (Tilaar, 2002: 78).
Dari pemikiran di atas, menunjukkan bahwa pendidikan Islam
menempati posisi strategis dan penting dalam mengusung pembinaan moral.
Posisi strategis dan penting tersebut didasarkan pada dua hal. Pertama,
pendidikan itu sangat penting karena pendidikan yang dilandasi nilai-nilai
Islam akan menuntun umat Islam menuju ketakwaan total kepada Allah,
dengan mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan
manusia. Kedua, pendidikan Islam itu penting karena secara akademis
pendidikan merupakan aktivitas intelektual sebagai sarana terwujudnya
formulasi Islamisasi pengetahuan (Wasim, 2005: 234)
Lembaga pendidikan Islam memiliki tugas mempersiapkan
terbentuknya individu-individu yang cerdas dan berakhlak mulia.
sosial yang ideal, yang memiliki semangat kebersamaan, menghindari konflik
sosial, mengembangkan potensi diri (nafs), dan memanfaatkannya untuk
mencapai kebahagiaan lahir dan batin, serta keselamatan umat manusia pada
umumnya. Secara umum hal ini berarti pendidikan yang dimaksud di atas
adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan nafs, membekali
peserta didiknya dengan pelajaran-pelajaran agama, etika, hukum, sejarah,
dan peradaban Islam (Wasim, 2005: 235).
Pelaksanaan pendidikan sebagaimana kerangka ideal di atas, tidak
hanya mengajarkan agama kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan
komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya (Thoha, 1999: 2). Hal
tersebut perlu juga didukung dengan kecakapan secara teknis tenaga-tenaga
pengajarnya, agar pengajaran yang dilaksanakan mampu menanamkan benih
iman (percaya kepada Tuhan) dalam hati dan diri peserta didik. Disamping hal
tersebut, diperlukan pula pendekatan-pendekatan pengajaran yang sesuai
dengan tingkat kebutuhan supaya pendidikan agama tersebut dapat menuai
hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman bahwa pendidikan bukanlah
semata-mata tugas para guru dan pihak sekolah an sich. Diperlukan kerjasama
antar seluruh stakeholders pendidikan itu sendiri. Para orang tua maupun
masyarakat—umat Islam—secara keseluruhan mempunyai tanggungjawab
untuk melatih mereka dalam semua aspek ajaran Islam sampai mendapatkan
kematangan diri. Semua elemen masyarakat mempunyai tanggungjawab yang
Bermutu dalam hal ini bukan hanya dalam hal fisk semata, akan tetapi dapat
juga berarti ada hasil yang nyata dari proses pendidikan dengan hasil dari
tujuan yang ditetapkan, salah satunya adalah pembinaan moral.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pendidikan dalam
pembentukan dan penanaman nilai terhadap peserta didik sangat menentukan
kehidupan mereka. Tanpa pendidikan, nilai sangat sulit untuk ditemukan atau
didapatkan. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah membuka kemampuan
(unlock the capacity) yang dimiliki seseorang seoptimal mungkin melalui
sharing of information untuk menjadi manusia yang bukan hanya pintar,
tetapi juga kreatif, kritis dan memiliki ketahanan kemalangan (adversity) yang
tinggi (BASIS, 2007: 37). Selain hal tersebut, fungsi pendidikan adalah untuk
menanamkan nilai-nilai (yang baik) kepada peserta didik (bukan hanya
transfer pengetahuan) sebagaimana yang popular selama ini. Pengetahuan
tanpa memahami nilai cenderung melahirkan konflik, baik antar-kelompok
agama, budaya, dan wilayah.
C. Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pengajaran Agama Islam
1. Keterlibatan Ajaran Moral dalam Pendidikan Agama Islam
Fungsi pendidikan ialah menumbuhkan wawasan yang tepat
mengenai manusia dan alam sekitarnya sehingga dimungkinkan tumbuh
kreatifitas yang dapat membangun dirinya dan lingkungannya. Interaksi
manusia dapat berlangsung secara harmonis karena ada nilai-nilai
kemanusian yang disepakati bersama antara lain kejujururan, keadilan,
Perlu ditegaskan bahwa orientasi pendidikan nilai adalah
memanusiakan manusia untuk lebih mengenali dirinya sehingga mengenal
Tuhan. Konsep tersebut menunjukkan bahwa pendidikan adalah meliputi
pemanusiaan, pembudayaan, dan pelaksanaan nilai-nilai. Dalam Islam
nilai-nilai tersebut tidak hanya berdasarkan norma aturan manusia, tetapi
berdasarkan norma Tuhan yang memiliki kebebasan yang mutlak dan
bersifat universal, karena itu disebut nilai-nilai taransidental.
Untuk dapat mengaktualisasikan atau mengamalkan nilai nilai
tersebut dalam kehidupan diperlukan kemauan moral. Menumbuhkan
kemauan moral diperlukan penghayatan dan untuk menghayati nilai-nilai
moral diperlukan pemahaman. Proses pemahaman dan penghayatan dan
pengamalan nilai- nilai tersebut disebut pendidikan (Achmadi, 1987:14).
2. Pendekatan dalam Pendidikan Nilai
Secara historis, pendidikan dalam arti luas telah mulai
dilaksanakan sejak manusia berada di muka bumi ini. Adanya pendidikan
adalah setua dengan adanya kehidupan manusia itu sendiri. Dengan
perkembangan peradaban manusia, berkembang pula isi dan bentuk,
termasuk perkembangan penyelenggaraan pendidikan. Hal ini sejalan
dengan kemajuan manusia dalam pemikiran dan ide-ide tentang
pendidikan.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(UU No. 20 Tahun 2003).
Dari uraian pengertian pendidikan seperti yang tercantum dalam
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
secara implisit terkandung nilai-nilai pendidikan bagi individu, masyarakat
dan bangsa. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain:
a. Membentuk pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Mahaesa, memiliki kepercayaan diri, disiplin dan tanggung jawab,
mampu mengungkapkan dirinya melalui media yang ada, mampu
melakukan hubungan manusiawi, dan menjadi warga negara yang baik.
b. Membentuk tenaga pembangunan yang ahli dan terampil serta dapat
meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi kerja.
c. Melestarikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa
dan negara.
d. Mengembangkan nilai-nilai baru yang dipandang serasi oleh
masyarakat dalam menghadapi tantangan ilmu, teknologi dan dunia
modern.
e. Merupakan jembatan masa lampau kini dan masa depan (UU No. 20
Tahun 2003).
Pendidikan mengandung suatu pengertian yang luas, menyangkut
perasaan, pengetahuan dan keterampilan. Diharapkan dengan pendidikan
tersebut manusia berusaha untuk meningkatkan, mengembangkan, serta
memperbaiki nilai-nilai dalam kehidupannya.
Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih.
Kegiatan tersebut harus ada sehingga terciptalah situasi pendidikan.
Menurut Ahmad D. Marimba, situasi pendidikan adalah suatu keadaan
dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik
dengan hasil yang memuaskan (Marimba, 1989: 38). Dalam situasi
pendidikan tersebut terjadi usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai
dalam kehidupan manusia. Nilai tersebut antara lain nilai-nilai religi,
kebudayaan, sains dan teknologi, seni, dan ketrampilan. Nilai-nilai tersebut
dapat mempertahankan, mengembangkan bahkan merubah kebudayaan
yang dimiliki masyarakat. Di sini akan berlangsung pendidikan dalam
kehidupan manusia.
Seperti disebutkan di atas, bahwa pendidikan adalah meliputi
pemanusiaan, pembudayaan, dan pelaksanaan nilai-nilai. Dari sisni, maka
antara guru dan peserta didik diharapkan tidak hanya yerjalin hubungan
fungsional saja, tetapi hubungan personal, berdampingan, dialogis, dan
dinamis untuk memperlancar proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Artinya proses pendidikan yang diharapkan adalah bisa melahirkan
manusia yang dewasa, bebas, mampu menjaga keseimbangan dengan alam
Untuk mendukung supaya proses pembelajaran tersebut di atas
dapat terlaksana, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu
mengakomodir seluruh komponen pembelajarn agar dapat berjalan secara
beriringan. Ada bebarapa faktor yang dijadikan dasar pertimbangan dalam
pemilihan metode pembelajaran. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Berpedoman pada tujuan
b. Perbedaan individu anak didik
c. Kemampuan guru
d. Sifat bahan pelajaran
e. Situasi kelas
f. Kelengkapan fasilitas
g. Kelebihan dan kelemahan metode (Djamarah, 2005: 229-231)
Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi
harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus
sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila
pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai
harus ditunjukkan melalui sikap dan perbuatan yang kongkret. Oleh karena
itu perlu dirumuskan mengenai pendekatan yang dipakai dalam
pelaksanaan pengajaran pendidikan nilai tersebut.
Ada lima pendekatan dalam pengajaran nilai, yaitu:
a. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)
Pendekatan penanaman nilai adalah suatu pendekatan yang memberi
b. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral
development approach)
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena
karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan
perkembangannya. Pendekatan ini mendorong peserta didik untuk
berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat
keputusan-keputusan moral.
c. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach)
Pendekatan analisis nilai memberikan penekanan pada perkembangan
kemampuan peserta didik untuk berpikir logis, dengan cara
menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.
d. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)
Pendekatan klarifikasi nilai memberi penekanan pada usaha
membantu peserta didik dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya
sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai
mereka sendiri.
e. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach).
Pendekatan pembelajaran berbuat memberi penekanan pada usaha
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara
bersama-sama dalam suatu kelompok. (Teuku Ramli dalam
3. Model Pengajaran Pendidikan Nilai
Oleh karena tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk
membantu memanusiakan manusia, humanisasi, maka jelas penghargaan
terhadap manusia termasuk anak didik mendapat penghargaan manusia
maka model yang dipilih pun harus sangat menghargai manusia. Untuk itu
dalam pendidikan budi pekerti sendiri perlu diperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Model demokratis bukan otoriter dan paksaan. Penyampaian nilai budi
pekerti supaya tidak dilakukan dengan paksaan atau otoriter. Pendidik
dan peserta didik berkerja-sama mencari dan menemukan nilai. Meski
pendidik sudah tahu nilai akan disampaikan, akan tetapi peserta didik
diajak untuk menggali sendiri. Hal ini lebih memuaskan dan
meneguhkan yang ditemukan. Modelnya adalah dialog dengan dengan
peserta didik, aktif bekerja, dan pendidik lebih sebagai pendamping
atau fasilitator.
b. Model penyadaran (konsientasi). Peserta didik bersama pendidik
menggali bersama nilai tersebut sehingga menjadi sadar sendiri bahwa
nilai itu nilai yang baik dan berguna bagi kehidupan mereka. Karena
mereka menyadari sendiri pentingnya nilai tersebut untuk kehidupan
mereka (baik dalam hidup sendiri maupun bersama), diharapkan
mereka akan lebih rela melakukan nilai tersebut. Apalagi dengan
c. Teladan guru/pendidik. Penanaman nilai budi pekerti hanya akan
lancar bila para guru atau pendidik sendiri melakukan nilai tersebut.
Dengan kata lain teladan hidup atau kesaksian hidup pendidikan
sangat diperlukan. Tanpa kesaksiaan dari pendidik peserta didik akan
meremehkan nilai yang akan ditawarkan pendidik. Maka, misalnya
pendidikan akan menanamkan nilai penghargaan terhadap orang lain,
pendidik sendiri memang sungguh menghargai peserta didik, guru
lain, tetapi dalam sikap merendahkan dan menghina pasti akan sulit
diterima.
d. Suasana sekolah yang menunjang. Suasana sekolah yang perlu
mendukung penanaman nilai yang ada. Misalnya kita mau
menanamkan nilai demokratis, maka suasana sekolahpun perlu
dikelola secara demokratis dimana setiap warga negaranya boleh andil
diu dalamnya. Bila guru punya gagasan lain, jelas suasana ini tidak
demokratis apalagi kepala sekolah sudah menskor, maka siswa akan
sulit menghayati nilai tersebut. Nilai demokratis tidak dapat dibangun
sekaligus dan sekali jadi, tetapi perlu dibagun secara praktis mulai
sejak dini. Bentuk penyampaiannya bukan dalam bentuk indoktrinasi,
tetapi dengan praktik diskusi dan pembahasan dan refleksi kritis. Nilai
tersebut perlu dengan penyampaian dengan model klarifikasi nilai.
Dalam model pendekatan tersebut peserta didik mencari dan
mendiskusikannya, mengambil yang berguna dan mempraktikannya.
pendalaman nilai tersebut. Misal menggeluti nilai kerukunan dengan
teman, maka sisswa dapat mendiskusikan tentang kegunaan hidup
rukun dengan teman. Dengan cara tersebut mereka bebas untuk untuk
memikirkan dan mengungkapkan gagasan mereka sendiri. Akhirnya
mereka dapat mengambil langkah yang perlu dibuat untuk menambah
kerukunan tersebut. Dan mereka dapat membuat refleksi apakah
semakin menghayati nilai kerukunan tersebut.
4. Isi Pendidikan Nilai
Budi pekerti berisikan pandangan dari dalam diri orang lain itu
sedang sebagai perilaku budi pekerti haruslah berupa tindakan yang
mencerminkan sikap dasar orang tersebut. Dengan demikian ada dua unsur
pemahaman atau pengertian dan unsur tindakan dan perbuatan. Kedua
unsur saling melengkapi. Sikap menjadi dasar bertindak dan tindakan
menjadi sikap yang dapat diungkapkan melalui perilaku yang dapat
dicontohkan olah tindakan riil seseorang dalam melakukan proses
tindakan.
Nilai moral atau sikap dapat dikelompokkan menjadi nilai yang
universal, yaitu yang berlaku bagi semua orang siapapun mereka dan nilai
partikular yang hanya berlaku untuk limgkungan atau situasi tertentu saja.
Di sini nilai universal sangatlah ditentukan dalam pendidikan nilai dari
pada yang partikular. Meskipun yang partikular tidak dapat diabaikan
dikelompokkan dalam sikap sosial, sikap kesusilaan, sikap religiositas,
sikap kewarganegaraan, sikap lingkungan hidup, dan lannya.
Sikap tingkah laku berlaku umum yang lebih mengembangkan
sikap kemanusiaan dan pengembangan kesatuan warga masyarakat perlu
mendapatkan tekanan. Beberapa sikap dan beberapa perilaku itu antara
lain sebagai berikut:
a. Sikap penghargaan terghadap sikap manusia. Pengharhgaan bahwa
pribadi manusia itu barnilai yang tidak bolah direndahkan atau
disingkirkan harus dikembangkan. Setiap manusia sebagai manusia
sebagai sesama ciptaan tuhan siapapun mereka adalah bernilai.
b. Berlaku adil tenggang rasa merupakan wujud penghargaan kita
terhadap orang lain terhadap sesama kita. Sikap jujur sangat penting
ditekankan.
c. Sikap demokratis dan menghargai gagasan orang lain serta mau hidup
bersama orang lain yang berbeda sikap ini sangat membantu kita
menjadi manusia karena memanusiakan manusia lain.
d. Kebebasan dan bertanggung jawab. Sikap khas manusia sebagai
pribadi adalah dia yang punya kebebasan untuk mengungkapkan
dirinya dan bertanggung jawab terhadap ungkapannya.
e. Penghargaan terhadap alam. Alam diciptakan oleh Tuhan untuk
digunakan manusia agar hidup berbahagia. Maka dalam penggunaan
dalam pengerusakan alam sehingga hanya memberikan manfaat bagi
segelintir orang juga tidak benar.
f. Penghormatan kapada Pencipta. Kita menghormati Sang Pencipta
dengan cara beriman, menghormati dan memuji Sang Pencipta.
g. Beberapa sikap pengembangan sebagai pribadi manusia seperti disiplin
bijaksana cermat mandiri percaya diri semuanya lebih menunjang
kesemurnan diri pribadi. Meskipun secara tidak langsung tidak
berkaitan dengan orang lain tapi dapat membantu dalam kerjasama
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Singkat MTs. NU dan SMP Muhammadiyah Salatiga
1. Letak Geografis
a. MTs. NU Salatiga
MTs. NU Salatiga berlokasi di Jalan Kartini No. 2 Salatiga.
Dilihat secara geografis, letak MTs. NU tergolong strategis,
dikarenakan berada di dalam kota, akses transportasi mudah dari
segala jurusan. Lokasinya diapit oleh jalan Osamaliki dan jalan Kartini
Salatiga.
b. SMP Muhammadiyah Salatiga
SMP Muhammadiyah Salatiga lokasinya di jalan Cempaka No.
5-7 Salatiga. SMP Muhammadiyah Salatiga berada di tengah kota dan
akses transportasi masih sangat terjangkau karena tidak terlalu jauh
dari jalur utama Solo – Semarang. Adapun