• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR Pengamatan Fisik Ikan dan Pembuatan Surimi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR Pengamatan Fisik Ikan dan Pembuatan Surimi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIKUM PENGOLAHAN DAGING, IKAN, SUSU, DAN TELUR Pengamatan Fisik Ikan dan Pembuatan Surimi

Sarah Chaldea (240210130001)

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Ikan merupakan produk hewani yang mutunya identik dengan tingkat kesegarannya. Sifatnya yang mudah rusak menjadikan ikan memerlukan perlakuan khusus untuk memperpanjang umur simpan, salah satunya dalam pembuatan surimi. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik organoleptik ikan serta mengetahui proses pembuatan surimi. Bahan baku yang digunakan ialah ikan nila segar. Pengamatan karakteristik organoleptk terhadap ikan terdiri atas mata, insang, lendir dipermukaan badan, warna dan kenampakan daging, bau, serta tekstur. Surimi dibuat dari daging ikan giling yang telah diekstraksi dengan air dan garam dan diberi bahan anti-denaturasi, lalu dibekukan. Dihasilkan nilai 9 terhadap seluruh karakteristik organoleptik ikan nila yang menunjukkan tingkat kesegaran ikan yang masih baik. Surimi yang dihasilkan memiliki kenampakan yang hampir sesuai dengan yang dikehendaki, yaitu warna putih sedikit merah muda, tekstur lembut, aroma segar tidak menyengat, dan kenyal atau elastis. Jenis ikan yang digunakan sangat mempengaruhi surimi yang dihasilkan.

Kata Kunci : Ikan Nila, Karakteristik Organoleptik, Surimi

ABSTRACT

Fish is an animal product whose quality is identical to the level of freshness. It is easily damaged make fish require special treatment to prolong shelf life, one of them in the manufacture of surimi. Practicum aims to determine the organoleptic characteristics of fish and to know the process of making surimi. The raw material used is fresh tilapia. Observations organoleptic characteristics of the fish consists of eyes, gills, slime on the surface of the body, the color and appearance of meat, smell, and texture. Surimi is made from meat minced fish that has been extracted with water and salt, and given the material anti-denaturation, and then frozen. Produced grades 9 to all the organoleptic characteristics of tilapia which shows the level of freshness of the fish is still good. Surimi produced has the appearance that is almost in the manner intended, ie slightly pink and white color, soft texture, fresh scent is not overpowering, and chewy or rubbery. Types of fish that are used greatly affect surimi produced.

Key Words : Organoleptic Characteristics, Surimi, Tilapia

Nama Asisten : Rista Nurmalinda Tanggal Praktikum : 1 November 2016 Tanggal Pegumpulan : 15 November 2016

(2)

PENDAHULUAN

Ikan merupakan produk hewani yang apabila dibedakan berdasarkan tempat hidupnya terdiri atas ikan laut dan ikan darat. Adapun mutu ikan untuk hasil perikanan identik dengan kesegarannya. Komposisi daging ikan segar secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64- 81% air menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan daging ikan menjadi rusak atau busuk. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim. Bahan baku ikan segar yang akan diolah harus memenuhi syarat kesegaran, kebersihan, dan kesehatan sesuai SNI 01-2729.2-2006 serta bahan tambahan makanan yang digunakan dalam proses pengolahannya tidak merusak, mengubah komposisi, dan sifat khas ikan segar.

Surimi merupakan salah satu produk olahan ikan segar sebagai bentuk pengawetan atau memperpanjang umur simpan ikan. Surimi dibuat dari daging ikan giling yang telah diekstraksi dengan air dan diberi bahan anti-denaturasi, lalu dibekukan. Surimi biasa digunakan sebagai bahan dasar pengolahan produk tradisional Jepang, ‘kamabako’. Hal ini merupakan salah satu keunggulan surimi, yaitu kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan (Iis Rostini, 2013).

Tujuan praktikum ini ialah mengamati kualitas fisik ikan segar secara sensori berdasarkan perubahan penampakan, bau, warna, flavor, dan tekstur. Selain itu, perlu diketahui pula proses pembuatan surimi dari ikan segar sehingga memiliki daya tahan simpan yang lebih panjang.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan ialah Ikan Nila segar, sedangkan untuk pembuatan surimi digunakan bahan tambahan seperti es dan garam untuk proses leaching, serta gula dan STTP sebagai pengawet dalam proses penggilingan ikan. Adapun alat yang diperlukan di antaranya pisau, talenan, timbangan, kemasan, kain saring, wadah, dan alat penggiling.

(3)

Pengamatan karakteristik organoleptk terhadap ikan segar dilakukan berdasarkan score sheet yang ditetapkan oleh SNI dan terdiri atas mata, insang, lendir dipermukaan bada, warna dan kenampakan daging, bau, serta tekstur. Adapun proses pembuatan surimi, yaitu dengan perlakuan leaching terhadap ikan yang telah di fillet dengan perbadingan air : daging adalah 4:1, pengepresan daging ikan dengan kain saring, penggilingan daging ikan, pengemasan, dan pembekuan.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Ikan segar menurut SNI No. 01-2729.1-2006 adalah produk yang berasal dari perikanan dengan bahan baku ikan, yang telah mengalami perlakuan pencucian, penyiangan atau tidak penyiangan, pendinginan dan pengemasan. Mutu ikan selalu identik dengan kesegaran. Kesegaran adalah parameter untuk membedakan ikan yang jelek dan ikan yang baik kualitasnya. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi belum menyebabkan kerusakan pada ikan (Ilyas, 1983).

Parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisikawi, organoleptik, kimiawi maupun faktor mikrobiologi. Menurut Hadiwiyoto (1993), faktor parameter fisikawi terdiri dari :

1. Penampakan luar

Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah. Keadaan ini terjadi karena belum banyak perubahan biokimiawi yang terjadi pada ikan dan metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan dengan baik.

2. Kelenturan Daging

Ikan segar mempunyai daging yang cukup lentur. Apabila daging ditekan atau dibengkokkan, ikan akan kembali ke bentuk semula setelah dilepaskan. Kelenturan yang terjadi disebabkan oleh belum terputusnya benang-benang daging. Pada ikan yang busuk benang-benang daging ini sudah banyak yang putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak sehingga ikan kehilangan kelenturannya.

(4)

Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan mata.

4. Keadaan Daging Ikan

Ikan yang masih segar, jika ditekan dengan jari telunjuk bekasnya akan segera kembali karena dagingnya kenyal. Selain itu, daging ikan belum kehilangan cairan sehingga daging ikan masih terlihat basah serta belum terdapat lendir pada permukaan tubuh ikan.

5. Keadaan Insang

Ikan yang segar mempunyai insang yang berwarna merah cerah. Sebaliknya pada ikan yang sudah tidak segar, warna insang berubah menjadi coklat gelap.

Pengamatan Fisik Ikan

Proses pengamatan fisik ikan segar dilakukan dengan mematikan ikan segar yang dalam praktikum berupa ikan nila. Kemudian, ditimbang dan diamati karakteristik organoleptiknya menggunakan score sheet berdasarkan SNI No. 01-2729.1-2006 yang terdiri atas mata, insang, lendir permukaan badan, warna dan kenampakan daging, bau, dan tekstur. Perubahan organoleptik disebabkan karena melunaknya tekstur daging ikan. Pelunakan tekstur terjadi karena penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu polipeptida, asam amino dan amoniak yang dapat meningkatkan pH ikan (Murniyati dan Sunarman 2000). Adapun hasil pengamatannya sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Organoleptik Ikan Segar Spesifikasi Kenampakan Nilai Keterangan

Mata 9 Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih

Insang 9 Warna merah cemerlang, tanpa lendir.

Lendir Permukaan Badan 9 Lapisan lendir jernih, transparan,

mengkilat cerah. Daging (warna dan

kenampakan)

9 Sayatan daging sangat cemerlang,

spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh.

Bau 9 Bau sangat segar, spesifik jenis

Tekstur 9 Padat, elastis bila ditekan dengan jari,

sulit menyobek daging dari tulang belakang.

(5)

Ikan Nila yang digunakan sebagai sampel merupakan ikan yang diamati sesaat setelah dimatikan. Nilai 9 pada seluruh spesifikasi kenampakan menunjukkan bahwa ikan tersebut dalam kondisi segar. Mata merupakan organ pertama yang perlu diperhatikan dalam pengamatan fisik ikan karena dapat terlihat apabila ikan tersebut sakit, segar ataupun mati. Ikan nila yang diamati memiliki mata yang cerah, bola mata menonjol atau cembung dan kornea jernih. Kondisi ikan yang masih hidup memungkinkan darah terus disuplai ke organ mata sehingga terus berfungsi dan terlihat cerah ataupun cembung.

Insang merupakan bagian dalam ikan yang selalu lembab, banyak sumber protein, dan enzim bersintesis, sehingga merupakan tempat yang disukai oleh bakteri yang mampu menyebabkan terjadinya perubahan warna pada insang ikan. Ikan nilai yang diamati memiliki insang dengan warna merah cemerlang, tanpa lendir.

Lendir pada permukaan badan ikan terkait dengan kulit dan sisik ikan. Kulit merupakan tempat dimana bakteri berkembang dengan cepat yang ditandai dengan lender pada permukaanya. Ikan nila yang masih segar menghasilkan lapisan lendir jernih, transparan, dan mengkilat cerah karena pada tubuh ikan anti bodi masih berfungsi sehingga mencegah bakteri terus merusak tubuh ikan tersebut. Selain itu, saat ikan membusuk daging ikan akan merenggang dan berpengaruh terhadap sisik yang akan mudah lepas dari tubuhnya.

Warna merupakan parameter yang cukup mudah diamati terlebih karena ikan yang busuk mempunyai warna yang berbeda dengan karakterisitik dengan ikan yang segar. Ikan nila yang diamati memiliki sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh. Hal tersebut menunjukkan tingkat kesegaran ikan nila. Setelah ikan mati, enzim-enzim dalam tubuh ikan masih tetap aktif yang akan mengakibatkan terjadinya proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang akan mempengaruhi flavor, tekstur, dan penampakan ikan (Djarijah, 2001). Ikan yang lama membusuk atau yang sudah mengalami mati lama akan merubah struktur ikan tersebut akan terlihat pucat.

(6)

Bau dihasilkan oleh penguraian bakteri dengan ciri bau busuk dan asam. Ikan nila yang diamati memiliki bau yang masih segar dan dan spesifik jenis. Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perutikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein (Djarijah, 2001).

Perubahan tekstur selama proses kematian ikan sangat dipengaruhi oleh enzim. Proses autolisis karena aktivitas enzim ini dapat dilihat pada daging ikan. Secara fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan daging (tahap rigormortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor) (Amri, 2008).

Ikan merupakan sumber pangan yang mudah rusak karena sangat cocok untuk pertumbuhan mikroba baik patogen maupun non-patogen. Kerusakan ikan terjadi segera setelah ikan keluar dari air. Proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan mikrobiologis (Ilyas, 1983).

1. Proses Autolisis

Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim enzim yang terdapat dalam tubuh ikan sendiri. Proses ini terjadi setelah ikan melewai fase rigor mortis (Afriyantono dan Liviawaty, 1989). Penurunan pH saat fase rigor mortis menyebabkan enzim-enzim dalam jaringan ikan yang aktivitasnya berlangsung pada pH rendah menjadi aktif yakni enzim katepsin. Enzim katepsin berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana, merombak struktur jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan sehingga rentan terhadap serangan bakteri. Faseini merupakan fase transisi antara segar dan busuk, namun ikan dalam fase ini seringkali masih dianggap cukup segar dan layak untuk dikonsumsi. Selama aktivitas enzim masih berlangsung ikan masih tergolong segar (Yunizal dan Wibowo, 1998).

(7)

2. Proses oksidasi

Proses penurunan mutu ikan secara kimiawi disebabkan karena proses oksidasi lemak pada ikan yang mengakibatkan bau tengik dan rasa, sehingga gejala ini dinamakan ketengikan. Disamping itu rupa ikan dan dagingnya berubah ke arah coklat kusam. Proses oksidasi terjadi hampir bersamaan dengan perombakan jaringan oleh bakteri (Ilyas, 1983).

3. Proses Mikrobiologis

Fase perubahan karena mikrobiologis merupakan proses pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas mikroganisme, terutama bakteri. Senyawa sederhana hasil autolisis teryanta sangat dibutuhkan bakteri pembusuk sehingga mendorong pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri tersebut mengeluarkan enzim ke jaringan daging untuk mengubah protein menjadi senyawa yang mudah larut (Yunizal dan Wibowo, 1998).

Penurunan mutu ikan dapat dilihat dari berubahnya lendir menjadi pekat, bergetah dan amis, mata terbenam dan sinarnya pudar, insang dan isi perut berubah warna dengan susunan yang berantakan dan berbau menusuk, akhirnya seluruh ikan busuk (Ilyas, 1983). Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor internal (jenis ikan, umur dan ukuran, kandungan lemak, kondisi fisik ikan, dan karakteristik kulit) dan eksternal (penggunaan alat tangkap, penanganan oleh nelayan, musim, wilayah penangkapan, dan suhu air saat ikan ditangkap). Kerusakan ditandai dengan adanya lendir di permukaan ikan, insang memudar (tidak merah), mata tidak bening, berbau busuk, dan sisik mudah terkelupas (Djaafar, 2007).

Pembuatan Surimi

Penanganan dan pengolahan ikan bertujuan untuk mencegah kerusakan atau pembusukan. Mikroorganisme merupakan penyebab utama kerusakan ikan, sehingga diperlukan perlakuan-perlakuan khusus untuk menghindari kondisi-kondisi yang mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Upaya untuk memperpanjang daya tahan simpan ikan segar adalah melalui penyimpanan dalam lemari pendingin atau pembeku, yang mampu menghambat aktivitas mikroba atau

(8)

enzim. Selain itu, dapat pula dilakukan perlakuan pengawetan, salah satunya pembuatan surimi.

Surimi dapat didefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang telah mengalami proses penghilangan tulang (deboning), pencucian, dan penghilangan sebagian air (dewatering) sehingga dikenal sebagai protein konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada, 1992). Bahan baku yang digunakan merupakan ikan nila segar yang telah di fillet kemudian dilakukan leaching. Leaching merupakan proses perendaman dalam air es (perbandingan air : daging adalah 4 : 1) yang ditambahkan garam dengan konsentrasi 0,3% selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada daging serta untuk melarutkan protein sarkoplasma dan mempertahankan mutu produk akhir surimi yang dihasilkan.

Daging ikan tersebut kemudian diperas menggunakan kain saring untuk mengeluarkan air. Kemudian, daging ikan tersebut ditambahkan gula 3% dan STTP 0,2% sebagai pengawet sebelum proses penggilingan atau pelumatan. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan surimi adalah penambahan senyawa cryoprotectan berupa gula dan poliphosphat berupa Sodium tripoliphosphat (STTP). Senyawa cryoprotectan berfungsi melindungi produk surimi dari dehidrasi yang terdapat pada struktur protein,sehingga dapat mencegah denaturasi protein, sedangkan senyawa polyphosphat berungsi meningkatkan daya ikat air.

Gula yang ditambahkan berfungsi pula untuk meningkatkan aroma pada surimi yang dihasilkan dan mencegah terjadinya kerusakan struktur protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Pemberian garam pada pencucian terakhir daging ikan sebelum diolah berfungsi untuk mengawetkan produk. Hal ini sesuai dengan pendapat Kanoni (2005), bahwa garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegasan citarasa, sebagai pengawet dan bahan yang digunakan untuk melemaskan adonan pada industri roti. Surimi yang telah ditambahkan kedua senyawa tersebut, kemudian dikemas dalam kantung-kantung plastik dan disimpan beku. Surimi beku ini memudahkan dalam transportasi, penyimpanan dan penanganan, tetapi memerlukan proses

(9)

pelelehan (thawing) sebelum diolah menjadi produk lanjutan. Selama penyimpanan beku masih terjadi perubahan sifat fisika-kimia protein yang berpengaruh terhadap sifat fungsionalnya (Kanoni, 2005). Suhu penyimpanan yang semakin rendah,maka daya simpannya juga semakin panjang.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Surimi Setelah Thawing Karakteristik Keterangan

Warna Putih sedikit merah muda

Tekstur Lembut

Aroma Segar tidak menyengat

Berat 150 gram

Kekenyalan Kenyal +

Surimi yang diamati setelah penyimapanan beku selama satu minggu dan setelah thawing. Berdasarkan hasil pengamatan, diektahui bahwa karakteristik surimi yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan karakteristik surimi yang dikehendaki. Surimi yang di kehendaki ialah berwarna putih, mempunyai flavor atau citarasa yang baik dan berelastisitas tinggi.

Meskipun semua jenis ikan dapat diolah menjadi surimi, tetapi ada beberapa syarat bahan mentah (ikan) yang disarankan, yaitu hidup diperairan dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya tidak sesuai untuk dibuat surimi. Selain itu makin segar ikan yang digunakan,elastisitas teksturnya makin tinggi. pH ikan yang terbaik untuk surimi adalah 6,5-7,0 dan sebaiknya ikan tersebut berlemak rendah. Hal ini karena lemak akan berpengaruh terhadap daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik

KESIMPULAN

Pengamatan karakteristik organoleptik ikan terdiri atas pengamatan mata, insang, lendir dipermukaan tubuh, warna dan kenampakan daging, bau, dan tekstur dimana hasil pengamatan dihasilkan nilai 9 terhadap ikan nila yang menunjukkan tingkat kesegaran ikan yang masih baik. Prinsip pembuatan surimi terdiri atas leaching, pengepresan, penambahan senyawa cryoprotectan dan poliphosphat pengemasan, dan pembekuan. Dihasilkan surimi dengan karakteristik hampir sesuai dengan yang dikehendaki dimana dipengaruhi pula oleh jenis ikan yang digunakan.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta

Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI) No 01-2729.1-2006 Ikan Segar Bagian 1: Spesifikasi. Dewan Standardisasi Nasional Indonesia: Jakarta.

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashirrudin, J., Restuti, R.D., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, halaman 64-77

Djarijah, N.M dan A.s. Djarijah. 2001. Budidaya Jamur Tiram Putih. Kanisius, Yogyakarta.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan Jilid 1. Penerbit Liberty, Yogyakarta

Kanoni, S. 2005. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan, PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.

Murniati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Rostini, Iis. 2013. Pemanfaatan Daging Limbah Filet Ikan Kakak Merah sebagai Bahan Baku Surimi untuk Produk Perikanan. Jurnal Akuatika Vol. IV No. 2 : 141-148. ISSN 0853-2523.

Wibowo, S. dan Yunizal, 1998. Penanganan ikan segar. Instalasi Perikanan Laut Slipi. Jakarta.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUNTUKAN DAN FUNGSI HUTAN DALAM KASUS PEMANFAATAN TANAH

Tabel 4 memperlihatkan bahwa pengaruh antara umur panen dan suhu simpan memberikan respon kelunakan kulit yang lebih tinggi pada suhu 15 °C dibandingkan pada

Data dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah anak pada PAUD Lestari berdasarkan jenis kelamin dari kelompok A jumlah laki-laki 12 orang dan perempuan14 orang,

2 Kerugian besar yang dapat menghabiskan modal yang dimiliki, sebenarnya dapal dihindari atau paling tidak dapat ditekan sekecil mungkin jika kita bisa memilih

Raja dan permaisurinya lari ke gunung dan mendirikan kerajaan baru Yang diberi nama Watuparang yang kemudian terkenal dengan nama kerajaan Selaparang.. Kapan nama Lomboq

100 juta rupiah untuk dimanfaatkan anggota gabungan kelompok tani pada sarana produksi pertanian, kegiatan gabungan kelompok tani pada pengelolaan dana pengembangan usaha

Penelitian untuk menguji kemampuan daya hambat ekstrak daun belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi L ) terhadap pertumbuhan jamur penyebab Candida albicans pada pengguna