• Tidak ada hasil yang ditemukan

PPK Orthopaedi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PPK Orthopaedi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BEDAH ORTHOPEDI Daftar isi : 1. Fraktur 2. Dislokasi bahu 3. Debridement

4. Pemasangan alat dan bahan muskuloskeletal yang lain 5. Fraktur tertutup diafisis radius pada anak

6. Fraktur humerus 1/3 tengah

7. Fraktur tertutup supracondyler humerus reduksi tertutup dengan pemasangan gips pada fraktur tibia anak

8. Fraktur tertutup distal radius 9. Fraktur Femur

10. fraktur tertutup diafisis tibia pada anak

11. fraktur tertutup diafisis femur pada anak reduksi tertutup dengan spica cast pada femur

12. Reduksi tertutup dengan cast pada radius anak

13. Closed reduction + perkutanues pinning + cast dengan c-arm 14. Reduksi tertutup tanpa disertai internal fiksasi

15. Reduksi terbuka disertai internal fiksasi 16. Reposisi tertutup tanpa internal fiksasi 17. CTEV

18. Carpal tunnel syndrome

19. Dislokasi sendi panggul kongenital

Fraktur

Definisi:

terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan tulang. Fraktur tertutup bila tidak ada hubungan antara daerah fraktur dengan udara luar dan disebut terbuka untuk kejadian sebaliknya. Fraktur

(2)

patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelum fraktur sudah menderita/patologi.

Anamnesis :

adanya riwayat trauma yang adekuat (bukan fraktur patologis) karena fraktur merupakan akibat dari trauma maka perlu diperiksa kemungkinan cedera pada organ atau bagian tubuh yang lain yang segera mengancam nyawa.

nyeri pada bagian fraktur dan tidak dapat digerakkan yang disertai bengkak sering menjadi keluhan utama fraktur.

Pemeriksaan fisik :

status lokalis diperiksa adanya tanda-tanda fraktur secara sistematis (look, feel, move) seperti bengkak, luka pada kulit (fraktur terbuka dan tertutup), deformitas, nyeri tekan, kondisi neurovaskular distal, adanya gerakan abnormal pada daerah yang diduga fraktur.

Kriteria diagnosis :

sesuai kriteria anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas di pertegas dengan pemeriksaan penunjang radiologi.

Diagnosis : Close/Open fraktur (nama tulang) (lokasi fraktur)

Diagnosis banding : terutama pada fraktur dekat dengan sendi, fraktur dislokasi atau fraktur dan dislokasi

Pemeriksaan penunjang:

foto polos untuk menentukan diagnosis pasti dan penting untuk perencanaan penatalaksanaan.

-pada pemeriksaan patologis tentukan lokasi tulang yang fraktur, bagiannya, ekstensi ke sendi, jenis garis fraktur.

-dibuat minimal dua proyeksi (ap dan lateral) -dibuat mencakup dua sendi

-pada pasien anak dibuat juga x-ray dari sisi yang sehat (untuk perbandingan) -pemeriksaan radiologis khusus seperti tomografi, penggunaan za kontras, ct scan, mri, radio isotop scanning, usg, dll.

-pemeriksaan darah dan urine Terapi :

(3)

Penanganan secara umum: tindakan penyelamatan jiwa sesuai dengan prosedur atls. Penanganan terhadap frakturnya : pada pertolongan pertama, dilakukan pemasangan bidai pada anggota gerak yang diduga patah/dislokasi untuk mengurangi pergerakan antara fragmen tulang sehingga dapat mengurangi nyeri, perdarahan, dan menghindari kerusakan jaringan lebih lanjut serta memudahkan transportasi. Pada prinsipnya 4r :

Recognition (diagnosis klinis dan keadaan sosial pasien)

Reduction ( bila terjadi pergeseran fragmen, dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup)

Retention (mempertahankan kedudukan hasil reduksi, dapat bersifat internal maupun eksternal)

Rehabilitation (anggota gerak bawah penting untuk mobilisasi dan untuk anggota gerak atas, ketrampilan lebih dipentingkan).

Pada patah tulang terbuka perlu tindakan debridement dan diberikan antibiotik profilaksis dan merupakan bagian dari indikasi operasi segera pada bidang orthopedi.

Edukasi :

- Pasien diinformasikan tentang penyakitnya dan untuk tidak banyak bergerak

- Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi dan perkiraan waktu pemulihan fraktur

Prognosis :

bergantung pada lokasi tulang yang fraktur, penanganan yang dipilih, dan penyulit.

- Ad vitam : dubia at bonam - Ad sanationam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Indikator medis:

- Kepulangan pasien bergantung pada klinis pasien dengan harapan output dapat kembali mengerjakan kegiatan sehari-hari.

- Untuk pasien fraktur diindikasikan rawat inap dan untuk terbuka dapat diadakan tindakan segera.

(4)

Kepustakaan :

1. Vernan t toto, master tehnique in orthopaedic surgery pediatric, lippincott willian & wilkins

2. Helmi zn, buku ajar gangguan muskuloskeletal. Salemba medika 2011, jakarta.

Dislokasi bahu (anterior)

Definisi :

Pindahnya atau lepasnya permukaan sentuh tulang yang menyusun sendi disebabkan gaya yang membuat sendi melampaui batas normal anatomisnya. Anamnesis :

(5)

Pemeriksaan fisik :

look : terlihat penonjolan akromion, bahu menjadi rata, penonjolan kepala humerus, lengan abduksi dan eksterna rotasi, fleksi siku, dan lengan bawah dibantu lengan normal.

feel : kepala humerus, periksa adanya gangguan fungsi sensorik dan motorik dari muskulotaneus dan saraf radial

move : ketidakmampuan menggerakkan bahu secara adduksi dan rotasi interna.

Kriteria diagnosis :

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas ditegaskan dengan pemeriksaan penunjang radiologi.

Diagnosis : dislokasi bahu Diagnosis banding :

- Dislokasi akromioklavikula - Fraktur klavikula

- Fraktur kolum humeri - Fraktur humerus proksimal Pemeriksaan penunjang :

foto rontgen bahu proyeksi ap/aksial Terapi :

Non operatif : reposisi tertutup dengan manuver kocher, imobilisasi dengan verban atau collar cuff selama 3 minggu.

Operatif : prosedur bristow pada dislokasi anterior bahu rekuren. Edukasi :

- Pasien diinformasikan tentang penyakitnya dan untuk tidak banyak bergerak

- Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi dan perkiraan waktu pemulihan dislokasi

Prognosis :

- Ad vitam : dubia at bonam - Ad sanationam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Indikator medis:

(6)

- Kepulangan pasien bergantung pada klinis pasien dengan harapan output dapat kembali mengerjakan kegiatan sehari-hari.

- Indikasi operasi dilakukan pada pasien yang neglected dan rekuren Kepustakaan :

1. Vernan t toto, master tehnique in orthopaedic surgery pediatric, lippincott willian & wilkins

2. Helmi zn, buku ajar gangguan muskuloskeletal. Salemba medika 2011, jakarta.

Debridement (86.22)

Definisi :

Suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengevaluasi dan mengeliminasi abses pada sendi mencegah kerusakan sendi Indikasi :

1. Septic arthritis 2. Coxitis

(7)

Kontra indikasi

Persiapan :

1. Bila hasil aspirasi cairan sendi tidak terbukti purulent dan tidak ditemukan adanya pertumbuhan kuman

Prosedur tindakan 1. Sign in

2. Pasien terlentang di meja operasi 3. Time – out

4. Dilakukan pembiusan (ga)

5. Dilakukan pengambilan sample kultir pus dan sensitivity test

6. Dilakukan evakuasi cairan sendi dan jaringan nekrotik serta pencucian berulang – ulang dengan cairan isotonik

7. Dilakukan pengambilan jaringa synovial sendi dan evaluasi permukaan sendi

8. Dilakukan pemasangan selang drain untuk evakuasi dan irigasi sendi 9. Dilakukan penjahitan luka operasi

10. Operasi selesai Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi pasca pembiusan

3. Perawatan selama minimal 2-3 minggu serta pemberian ab sesuai kultur

4. Observasi ateri dan nervus distal, serta adanya keadaan umum dan adanya tanda – tanda septicemia

5. Edukasi mengenai komplikasi dan perawatan selama perawatan diruangan

Indikator prosedur tindakan :

Perbaikan l;inis dimana demam menurun serta nyeri berkurang

Pasien dipulangkan bila keadaan membaik dan dapat mengkonsumsi obat oral

(8)

Kepustakaan :

1. Vernan t toto, master tehnique in orthopaedic surgery pediatric, lippincott willian & wilkins

2. Helmi zn, buku ajar gangguan muskuloskeletal. Salemba medika 2011, jakarta.

Pemasangan alat Dan

Bahan muskuloskeletal yang lain (84.5)

Definisi :

Pemasangan pavlik harness orthosis pada pasien anak dengan ddh (0-6 bulan)

Indikasi :

1. Pada pasien anak ddh dengan usia < 6 bulan

2. Mencegah ekstensi dan adduksi sendi panggul yang dapat menyebabkan redislokasi

Kontra indikasi :

(9)

2. Pada pasien dengan tetrologi Persiapan :

1. Dilakukan foto kontrol x-ray pelvis

2. Dilakukan pengukuran alat untuk pemasangan pavlik harness

3. Konsul pasien ke bagian rehabilitasi medik untuk pembuatan alat pavlik harness

Prosedur tindakan

1. Pasien tidur posisi supine

2. Pasien diposisikan artholani positif

3. Dilakukan pemasangan pavlik harness orthosis

4. Dilakukan evaluasi kesesuaian orthosis dengan pasien Pasca prosedur tindakan :

1. Edukasi mengenai perawatan orthosis tersebut dan komplikasi dari pemasangan orthosis

2. Edukasi kontrol rutin sampai 6 minggu post pemasangan orthosis

Indikator prosedur tindakan :

Pasien anak – anak yang mengalami ddh dengan umur 0-6 bulan Kepustakaan :

1. Beaty, james h; kasser, james r, rockwood & wilkins ”fractures in children, 6th edition, 2006

2. Marissy, raymond t: weinstein, shart l, lovell & winter’s pediatrics orthopaedis 6th edition 2006

3. Canale terry s, beaty, james h, compbell’s operative orthopaedics 11th edition 2008

4. Miller, mark d. Review of orthopaedics 5th edition 2008

5. Salomon, luis; warwick, david nayagam, selvadurai, appley’s system of orthopaedics and fractures 9th edition

(10)

Fraktur tertutup diafisis radius Pada anak (s52.4)

Definisi :

Patah tulang diafisis radius tertutup Anamnesis :

adanya riwayat trauma yang adekuat (bukan fraktur patologis) karena fraktur merupakan akibat dari trauma maka perlu diperiksa kemungkinan cedera pada organ atau bagian tubuh yang lain yang segera mengancam nyawa.

1. Nyeri pada daerah lengan bawah 2. Riwayat trauma 3. Gangguan fungsi Pemeriksaan fisik : 1. Pembengkaan 2. Deformitas angulasi 3. Nyeri tekan

4. Gangguan ruang lingkup sendi (rom) Kriteria diagnosis :

1. Riwayat trauma

(11)

3. Gambaran radiologis Diagnosis kerja

Fraktur tertutup diafiasis radius ulna (s52.4) Diagnosis banding

1. Strain injury pada lengan bawah Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos antebracii proyeksi ap dan lateral

Gambaran garis patah inkomplit / komplit, transverse, extraarticular , pada diafiasis, angulasi, pembengkakan pada jaringan lunak

Terapi

1. Splint

2. Closed reduction + cast (dengan bantuan c-arm)

3. Pemberian antinyeri oral : paracetamol 10mg/kgbb 3 -6x per hari Edukasi

1. Prosedur tindakan dan rencana perawatan 2. Penyulit

3. Komplikasi yang dapat terjadi Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad sanationam : bonam Ad fungsionam : bonam Indikator medis

80 % pasien dirawat dalam waktu 4 – 5 hari 80 % pasien sembuh dalam waktu 4 – 6 minggu Kepustakaan

Bucholz, et al. 2006. Rackwood & green’s fractures in children, 6th edition. Lippincott williams & wilkins

(12)

Fraktur humerus 1/3 tengah (s 42.3)

Definisi

Patah tulang tertutup pada bagian diafisis dari humerus Anamnesis

1. Nyeri pada bagian tengah dari lengan atas

2. Riwayat trauma (jatuh saat bermain dengan lengan posisi ekstensi), menahan benturan dengan menangkis

3. Bengkak dan kaku saat menggerakkan lengan atas, siku

4. Keluhan kesemutan dan kelemahan pada jari – jari tangan ataupun pergelangan tangan

5. Riwayat child abuse Pemeriksaan fisik

1. Pembengkakan, hematom

2. Ada tidaknya riwayat trauma di tempat lain (child abuse) 3. Deformitas angulasi

4. Nyeri pada lengan atas

5. Gangguan pada ruang lingkup sendi

6. Pemeriksaan motoris, sensoris dan keterlibatan pembuuh darah ataupun nervus pada daerah sekitar fraktur

Kriteria diagnosis

1. Riwayat trauma (jatuh dengan siku posisi ekstensi)

2. Tampak deformitas, hematom, pembengkakan pada lengan atas 3. Terdapat gambaran fraktur pada pemeriksaan radiologi

(13)

Fraktur tertutp humerus 1/3 tengah (s 42.3) Diagnosis banding

1. Fraktur proksimal humerus 2. Fraktur humerus segmental Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos x-ray humerus ap/lateral/oblique tampak garis fraktur bs dalam berbagai macam varian (inkomplit, komplit, kominutif, transverse, oblik). Orthogonal view untuk melihat keterlibatan dari bahu dan siku

Terapi

1. Imobilisasi dan dilakukan sling dan swathe atau collar & cuff

2. Reposisi terbuka bila didapatkan keterlibatan neurvaskular post reduksi tertututp, disertai floating elbow, pasien dengan multiple trauma, cedera bahu

3. Pemberian anti nyeri per oral dengan paracetamol 10 mg/kgbb/hari atau dengan ibuprofen 5 mg/kgbb/hari

Edukasi

1. Prosedur tindakan dan perawatan gips tergantung 2. Komplikasi compartement syndrom

3. Penyulit pada saat pemasangan gips 4. Evakuasi dr keterlibatan neurovaskuler Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad sanationam : bonam Ad fungsionam : bonam Indikator kritis

80% fraktur tertutup humerus 1/3 tgh tidak memerlukan rawat inap Kepustakaan

1. Beaty, james h; kasser, james r, rockwood & wilkins ”fractures in children, 6th edition, 2006

2. Marissy, raymond t: weinstein, shart l, lovell & winter’s pediatrics orthopaedis 6th edition 2006

(14)

3. Canale terry s, beaty, james h, compbell’s operative orthopaedics 11th edition 2008

4. Miller, mark d. Review of orthopaedics 5th edition 2008

5. Salomon, luis; warwick, david nayagam, selvadurai, appley’s system of orthopaedics and fractures 9th edition

6. Www.orthobullets.com/pediatrics/4005/humerus-shaft-fracture-pediatric

(15)

Fraktur tertutup

Supracondyler humerus (s.42.4)

Definisi

Patah tulang tertutup pada bagian distal humerus diatas epicondylus (sering pada anak – anak)

Anamnesis

1. Nyeri pada 1/3 bawah lengan atas

2. Riwayat trauma (jatuh saat bermain dengan siku pada posisi full extensi)

3. Bengkak dan kaku saat menggerakkan siku

4. Keluhan kesemutan dan kelemahan pada jari – jari tangan ataupun pergelangan tangan

Pemeriksaan fisik

1. Pembengkakakan, hematom 2. Deformitas angulasi (berbentuk s)

3. Pucker sign (defek pada kulit dimana fragmen distal menarik kulit ke arah dalam)

4. Gangguan pada ruang lingkup sendi

5. Pemeriksaan motoris, sensoris dan keterlibatan pembuluh darah ataupun nervus pada daerah sekitar fraktur

Kriteria diagnosis

1. Riwayat trauma (jatuh dengan siku posisi ekstensi)

2. Dari pemeriksaan klinis : bengkak, deformitas angulasi pucker sign, hematom, nyeri tekan, gangguan neurovaskuler pada jari – jari tangan atau pergelangan tangan

3. Terdapat gambaran fraktur pada pemeriksaan radiologi Diagnosis kerja

(16)

Diagnosis banding

1. Fraktur olecranon 2. Fraktur humerus 1/3 tgh 3. Fraktur humerus intraartikular Pemeriksaan penunjang

1. Arthrogram (untuk mendeteksi perluasan dari cedera pada siku) 2. Mri/usg membantu evaluasi cedera dari unosified epifisis

3. Foto polos x-ray humerus ap/lateral/oblique tampak garis fraktur bisa dalam berbagai macam varian (inkomplit, komplit, kominutif, transverse, oblik) bisa diserta rotasi ataupun angulasi dari distal humerus, disertai pembengkakan dari jaringan lunak di bagian anterior atau posterior

Terapi

1. Imobilisasi sederhana dengan posterior splint (untuk sementara) dengan siku fleksi 60-90 0 dan dilakukan supprot dengan collar and cuff

2. Reposisi tertutup dengan pembiusan dan dilakukan pemasangan perkutaneus pinning (cross pinning atau lateral pin fiksasi, intramedullary pin fiksasi) serta splint dan dilakukan pemasangan collar and cuff (bila diperlukan bisa dibantu dengan c-arm)

3. Reposisi terbuka dengan pembiusan umum dan dilakukan k-wire insertion

4. Traksi dan insersi wing nut

5. Bila terdapat neurovascular involvement dapat dilakukan explorasi 6. Pemberian anti nyeri per oral dengan paracetamol 10 mg/ kg bb/hari

atau dengan ibuprofen 5 mg/ kg bb/ hari Edukasi

1. Prosedur tindakan dan perawatan gips dan collar and cuff 2. Komplikasi compartement syndrom

3. Penyulit pada saat pemasangan gips 4. Evaluasi dari keterlibatan neurovaskular Prognosis

1. Ad vitam : bonam

2. Ad sanationam : bonam 3. Ad fungsionam : bonam Indikator kritis

(17)

2. 70% fraktur tertutup supracondyler tipe 2 dan memerlukan rawat inap Kepustakaan

1. Beaty, james h; kasser, james r, rockwood & wilkins ”fractures in children, 6th edition, 2006

2. Marissy, raymond t: weinstein, shart l, lovell & winter’s pediatrics orthopaedis 6th edition 2006

3. Canale terry s, beaty, james h, compbell’s operative orthopaedics 11th edition 2008

4. Miller, mark d. Review of orthopaedics 5th edition 2008

5. Salomon, luis; warwick, david nayagam, selvadurai, appley’s system of orthopaedics and fractures 9th edition

Fraktur tertutup distal radius (s 52.5)

Definisi

Patah tulang tertutup pada bagian distal radius pada anak Anamnesis

1. Nyeri pada bagian pergelangan tangan

2. Riwayat trauma (jatuh saat bermain dengan tangan posisi dorsifleksi) 3. Bengkak dan kaku saat mengerakkan pergelangan tangan

(18)

4. Keluhan kesemutan dan kelemahan pada jari-jari tangan ataupun pergelangan tangan

Pemeriksaan fisik

1. Pembekakan ,hematom 2. Deformitas angulasi

3. Gangguan pada ruang lingkup sendi pergelangan, lengan bawah dan tangan

4. Pemeriksaan motoris, sensoris dan keterlibatan pembuluh darah ataupun nervus pada daerah sekitar fraktur

Kriteria diagnosis

1. Riwayat trauma (jatuh dengan wrist posisi dorsifleksi)

2. Dari pemeriksaan klinis : bengkak, deformitas angulasi, pucker sign, hematom, nyeri tekan, gangguan neurovaskuler pada jari-jari tangan atau pergelangan tangan

3. Terdapat gambaran fraktur os radius pada pemeriksaan radiologi Diagnosis kerja

Fraktur tertutup distal radius (s 42.4) Diagnosis banding

1. Fraktur diafisis os radius 2. Fraktur os carpalia 3. Fraktur distal ulna Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos x-ray antebrachii ap/lateral untuk mendiagnosis adanya fraktur distal radius disertai derajat dari salter harris

2. Ct scan untuk mendiagnosis pola dr fraktur dan derajat dari intraartikular displacement

3. C-arm untuk reposisi tertutup Terapi

1. Imobilisasi dengan gips tanpa dilakukan reduksi

2. Reposisi tertutup dan imobilisasi dengan pembiusan umum 3. Reposisi tertutup disertai imobilisasi dengan pin

4. Reposisi terbuka dengan pin fiksasi Edukasi

1. Edukasi prosedur tindakan baik imobilisasi dengan gips maupun reposisi tertutup ataupun reposisi terbuka

(19)

2. Komplikasi compartement syndrom post pemasangan gips 3. Penyulit pada saat pemasangan gips

4. Evaluasi dr keterlibatan neurovaskular Prognosis

Ad vitam :bonam

Ad sanationam :bonam Ad fumgsionam :bonam Kepustakaan

1. Beaty, james h; kasser, james r, rockwood & wilkins ”fractures in children, 6th edition, 2006

2. Marissy, raymond t: weinstein, shart l, lovell & winter’s pediatrics orthopaedis 6th edition 2006

3. Canale terry s, beaty, james h, compbell’s operative orthopaedics 11th edition 2008

4. Miller, mark d. Review of orthopaedics 5th edition 2008

5. Salomon, luis; warwick, david nayagam, selvadurai, appley’s system of orthopaedics and fractures 9th edition

Fraktur Femur

Definisi :

Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas.

Anamnesis :

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut

(20)

Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk. Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi. Kriteria Diagnosis :

- Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipertegs denga pemeriksaan penunjang radiologi

Diagnosis : Close/open Fraktur Femur (lokasi fraktur) Diagnosis Banding :

- Dislokasi hip - Dislokasi patella

- Tumor/cancer dan infeksi pada femur Pemeriksaan Penunjang :

- Foto rontgen x-ray femur ap/lateral - Pemeriksaan darah

Terapi:

Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini:

a. traksi

Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar.

b.fiksasi interna

Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna

(21)

merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi

c.pembidaian

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang (Anonim, 2010). b

d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif

Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut.

Edukasi :

- Menjelaskan perjalanan penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi

- Menginformasikan penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang , sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan. Prognosis :

- Ad vitam : dubia at bonam - Ad sanationam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Indikator Medis :

- Hampir semua fraktur femur mengindikasikan rawat inap, lama perawatan minimal 3 hari.

Kepustakaan :

1. Salomon, luis; warwick, david nayagam, selvadurai, appley’s system of orthopaedics and fractures 9th edition.

2. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.

(22)

Fraktur tertutup diafisis tibia Pada anak (s82.2)

Definisi

Patah tulang diafisis tibia tertutup Anamnesis

1. Nyeri pada daerah tungkai bawah 2. Riwayat trauma 3. Gangguan fungsi Pemeriksaan fisik 1. Pembengkakan 2. Deformitas angulasi 3. Nyeri tekan

4. Gangguan ruang lingkup sendi (rom) Kriteria diagnosis

1. Riwayat trauma

2. Deformitas disertai pembengkakan dan nyeri tekan 3. Gambaran radiologis

Diagnosis kerja

Fraktur tertutup diafisis tibia (s82.2) Diagnosis banding

(23)

2. Fraktur diafisis fibula 3. Fraktur pylon

Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos cruris proyeksi ap dan lateral: gambaran garis patah ikomplet/komplit, transverse,extraarticular, pada jaringan lunak

Terapi

1. Splint

2. Closed reduction + cast

3. Pemberian antinyeri oral: paracetamol 10mg/kgbb 3-6x per hari Edukasi

1. Prosdur tindakan dan rencana perwatan 2. Penyulit

3. Komplikasi yang dapat terjadi Prognosis Ad vitam :bonam Ad sanationam :bonam Ad fumgsionam :bonam Indikator kritis Kepustakaan

Bucholz, et al. 2006. Rockwood & green’s fractures in chidren, 6th edition. Lippioncott williams & wilkins

(24)

Fraktur tertutup diafisis femur Pada anak (s72.30)

Definisi

Patah tulang paha yang terjadi pada diafisis, yaitu di antara 5cm distal dari trochanter minor sampai dengan 5cm proksimal dari tuberkel adduktor. Anamnesis

1. Nyeri akut pada daerah paha sisi terkena. 2. Riwayat trauma

3. Gangguan fungsi/gerak Pemeriksaan fisik

1. Pembengkakan pada daerah paha.

2. Deformitas angulasi dan perbedaan panjang tungkai 3. Nyeri tekan

4. Gangguan ruang lingkup sendi (rom) Kriteria diagnosis

1. Riwayat trauma

2. Deformitas disertai pembengkakan, nyeri dan ketidakmampuan untuk berjalan.

3. Gambaran radiologis Diagnosis kerja

Fraktur tertutup diafisis femur (s72.30) Diagnosis banding

1. Fraktur subtrochanter femur 2. Fraktur intercondyler Pemeriksaan penunjang

(25)

1. Foto polos pelvis proyeksi ap,femur ap/ laternal: gambaran garis patah komplit pada diafisis femur, simple/kominutif, angulasi, pembengkakan pada jaringan lunak

Terapi

1. Skin traksi sementara

2. Pemberian antinyeri oral pada waktu skin traksi (fase akut): paracetamol 10mg/kg berat badan p.o.

3. Spica cast Edukasi

1. Prosedur tindakan konservatif 2. Penyulit pada traksi

3. Komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan cast 4. Rehabilitasi pasca pelepasan cast

Prognosis

Ad vitam :bonam

Ad sanationam :dubia et bonam Ad fumgsionam :dubia et bonam Kepustakaan

1. Bucholz, robert w;heckman, james d; court- brown, charles. Rockwood & greens’ fractures in children, 6th edition,2006

(26)

Reduksi tertutup dengan pemasangan gips Pada fraktur tibia anak (79.16)

Definisi :

Mengembalikan posisi fraktur dan melakukan reduksi pada fraktur tibia secara tertutup dilanjutkan dengan pemasangan gips

Indikasi :

1. Fraktur komplit dan displaced dari tibia 2. Usia anak

Persiapan :

1. Patah tulang terbuka derajad 3 2. Evaluasi prosedur pembiusan

3. Persiapan alat – alat berupa gips, sofban, stockinet 4. 1 asisten

Prosedur tindakan 1. Sign in

2. Pasien terlentang di meja operasi 3. Time out

4. Dilakukan pembiusan (ga)

5. Pasien diposisikan tungkai bawah menggantung 6. Dilakukan reduksi tertutup dengan traksi longitudinal

7. Malakukan pemasangan stockinet, sofban dan pemasangan gips sirkuler dimulai dari pedis sampai di atas sendi lutut, posisi planty grade dan sendi lutut semi fleksi (pemakaian c-arm jika diperlukan) 8. Pertahankan posisi dengan gips keras

9. Pasien dibangunkan Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi pasca pembiusan 3. Perawatan selama 1 hari

4. Observasi ateri dan nervus distal, serta tanda – tanda sindroma kompartemen

(27)

5. Edukasi mengenai komplikasi pemasangan gips Indikator prosedur tindakan :

80 % tindakan selesai dalam waktu 20 menit 80% dirawat 1 hari

Kepustakaan :

1. Bucholz, et al. 2006 rockwood & green’s fractures in children, 6th edision, lippincott williams & wilkins

Reduksi tertutup

(28)

Definisi :

Memfiksasi posisi fraktur setelah dilakukan traksi dan memasang spica cost

Indikasi :

1. Fraktur komplit dan displaced dari femur setelah di traksi 2. Usia anak – anak

Kontra indikasi

Fraktur site belum sticky (belum terbentuk soft calus) Persiapan :

1. Puasa 4-6 jam

2. Evaluasi prosedur pembiusan

3. Persiapan alat – alat berupa gips, softban dan stockinet 4. 2 asisten

Prosedur tindakan 1. Sign in

2. Pasien terlentang di meja operasi 3. Time out

4. Dilakukan pembiusan (ga)

5. Melakukan pemeriksaan fraktur site, stabil atau non stabil

6. Jika stabil (sticky) dilakukan posisi fleksi hip dan sendi lutut pada posisi 90° serta abduksi hip

7. Dilakukan pemasangan stokinet, softban dan gips secara sirkuler dimulai dari proksimal ankle (ankle bebas) sampai hip

8. Dipertahankan posisi gips sampai dengan gips kering 9. Pasien dibangunkan

Pasca prosedur tindakan : 1. Sign out

2. Observasi pasca pembiusan 3. Perawatan selama 1 hari

4. Observasi ateri dan nervus distal, serta tanda sindroma kompartemen 5. Edukasi mengenai komplikasi dan perawatn selama terpasang spica

cost

Indikator prosedur tindakan :

80 % tindakan selesai dalam waktu 20 menit 80 % dirawat 1 hari post pemasangan spica cast

(29)

Kepustakaan :

1. Bucholz, et al. 2006. Rackwood & green’s fractures in children, 6th edition. Lippincott williams & wilkins

2. Helmi zn, buku ajar gangguan muskuloskeletal. Salemba medika 2011, jakarta.

Reduksi tertutup dengan cast Pada radius anak (79.12)

Definisi :

melakukan reduksi tertutup fraktur radius dan dilakukan pemasangan cast Indikasi :

(30)

1. Fraktur komplit atau inkomplit dari radius 2. Usia anak – anak

Persiapan :

1. Puasa 4-6 jam

2. Evalusi prosedur pembiusan

3. Persiapan alat – alat berupa gips, sofban dan stockinet 4. 2 asisten

Prosedur tindakan 1. Sign

2. Pasien terlentang di meja operasi 3. Time-out

4. Dilakukan pembiusan (ga)

5. Melakukan pemeriksaan fraktur site (bisa dengan bantuan c-arm) 6. Dilakukan pemasangan stockinet,sofban dan gips secara sirkuler

dimulai dari metacarpal sampai dengan 1/3 tengah tungkai atas 7. Dipertahankan posisi gips sampai dengan gips kering

8. Pasien dibangunkan Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi pasca pembiusan 3. Perawatan selama 1 hari

4. Observasi ateri dan nervus distal, serta tanda sindroma kompartemen 5. Edukasi mengenai komplikasi dan perawatn selama terpasang cast Indikator prosedur tindakan :

80 % tindakan selesai dalam waktu 20 menit 80 % dirawat 1 hari post pemasangan spica cast Kepustakaan :

Bucholz, et al. 2006. Rackwood & green’s fractures in children, 6th edition. Lippincott williams & wilkins

(31)

Closed reduction + perkutanues pinning + cast dengan c-arm

Definisi

Mengembalikan posisi fraktur dan melakukan insersi k-wire percutaneus serta melakukan imobilisasi

Indikasi :

1. Fraktur pada supracondyler humerus gartland 2 Kontra indikasi :

1. Patah tulang dengan luka yang besar dan membutuhkan perawatan berkala 2. Patah tulang dengan indikasi orif

3. Patah tulang dengan kecurigaan sindroma kompartemen Persiapan :

(32)

1. Kie pasien 2. Site marking

3. Persiapan alat-alat berupa stockinette, gips 10 cm, softbann 10 cm, arm sling, k-wire

4. Air

5. 2 orang asisten Prosedur tindakan :

1. Sign in

2. Pasien tidur di bed tindakan

3. Dilakukan desinfeksi dan demarkasi pada lapangan operasi 4. Dilakukan reposisi tertutup bisa dengan bantuan c-arm 5. Dilakukan perkutaneus pinning dengan c-arm

6. Cek stabilitas sendi siku

7. Dilakukan perawatan luka dan pemasangan gips dengan flesi sendi siku 60-900

8. Menunggu gips mengering sambil tetap mempertahankan posisi yang diinginkan

9. Membersihkan kembali sisa gips pada kulit pasien 10. Pemasangan arm sling

11. Pasien dibangunkan Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi pasca pembiusan

3. Edukasi mengenai komplikasi pemasangan gips dan perkutaneus pinning 4. Edukasi perawatan luka di ruangan

5. Pemberian analgetik dan antibiotik Indikator prosedur tindakan :

1. 80% tindakan reposisi tertutup dengan perkutaneus pinning dan pemasangan cast membutuhkan rawat inap disertai observasi perawatan luka

Kepustakaan :

1. Beaty, james h.; kasser, james r. Rockwood & wilkins’ fractures in children, 6th edition, 2006

2. Morrisy, raymond t; weinstein, stuart l, lovell & winter’s pediatric orthopaedics 6th edition. 2006

3. Canale, tery s; beaty, james h. Campbell’s operative orthopaedics 11th edition. 2008

(33)

Reduksi tertutup tanpa disertai Internal fiksasi (79.01)

Definisi

Mengembalikan posisi fraktur dan melakukan pemasangan splint dengan posisi fleksi sendi siku 60-900 dan pemasangan splint tambahan yang dikaitkan ke leher dan pergelangan tangan

Indikasi :

1. Fraktur pada supracondyler humerus gartland 1 Kontra indikasi :

1. Patah tulang dengan luka yang besar dan membutuhkan perawatan berkala

2. Patah tulang dengan indikasi orif

3. Patah tulang dengan kecurigaan sindroma kompartemen Persiapan :

1. Kie pasien 2. Site marking

3. Persiapan alat-alat berupa stockinette, gips 10 cm, softbann 10 cm, arm sling, k-wire

4. Air

5. 2 orang asisten Prosedur tindakan :

(34)

1. Sign in

2. Pasien tidur di bed tindakan

3. Dilakukan desinfeksi dan demarkasi pada lapangan operasi 4. Dilakukan reposisi tertutup bisa dengan bantuan c-arm 5. Dilakukan perkutaneus pinning dengan c-arm

6. Cek stabilitas sendi siku

7. Dilakukan perawatan luka dan pemasangan gips dengan flesi sendi siku 60-900

8. Menunggu gips mengering sambil tetap mempertahankan posisi yang diinginkan

9. Membersihkan kembali sisa gips pada kulit pasien 10. Pemasangan arm sling

11. Pasien dibangunkan Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi pasca pembiusan

3. Edukasi mengenai komplikasi pemasangan gips dan perkutaneus pinning 4. Edukasi perawatan luka di ruangan

5. Pemberian analgetik dan antibiotik Indikator prosedur tindakan :

1. 80% tindakan reposisi tertutup dengan perkutaneus pinning dan pemasangan cast membutuhkan rawat inap disertai observasi perawatan luka

Kepustakaan :

1. Beaty, james h.; kasser, james r. Rockwood & wilkins’ fractures in children, 6th edition, 2006

2. Morrisy, raymond t; weinstein, stuart l, lovell & winter’s pediatric orthopaedics 6th edition. 2006

3. Canale, tery s; beaty, james h. Campbell’s operative orthopaedics 11th edition. 2008

(35)

Reduksi terbuka Disertai internal fiksasi (79.3)

Definisi :

Mengembalikan posisi fraktur dengan operasi terbuka dan disertai pemasangan fleksible nail

Indikasi :

1. Fraktur pada diafisis humerus pada semua umur 2. Fraktur terbuka pada humerus

3. Fraktur humerus disertai keterlibatan struktur neurovaskuler Kontra indikasi :

1. Patah tulang tertutup dan sederhana Persiapan :

1. Kie pasien 2. Site marking

3. Persiapan alat-alat : fleksible nail 4. Antibiotik profilaksis

Prosedur tindakan : 1. Sign in

2. Pasien tidur di bed tindakan 3. Dilakukan insisi lapis demi lapis

4. Diidentifikasi fraktur site pada os humerus 5. Dilakukan insersi flexible nail dengan boor 6. Cek dengan c-arm (bila perlu)

7. Cek stabilitas

8. Jahit luka lapis demi lapis 9. Rawat luka dengan tulle 10. Pasien dibangunkan Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi luka pasca operasi

3. Edukasi mengenai komplikasi operasi humerus 4. Edukasi kontrol perawatan luka

(36)

1. 80% tindakan orif memerlukan rawat inap Kepustakaan :

1. Beaty, james h.; kasser, james r. Rockwood& wilkins’ fractures in children, 6th edition,2006

2. www.orthobullets.com/pediatrics/4005/humerus-shaft-fracture--pediatric

3. Canale,terry s; beaty, james h. Campbell’s operative orthopaedics 11 th edition. 2008

Reposisi tertutup Tanpa internal fiksasi (79.32)

(37)

Definisi :

Mengembalikan posisi fraktur dan melakukan pemasangan splint dan dilakukan pemasangan sling melingkar di leher

Indikasi :

1. Fraktur pada diafisis humerus pada semua umur

2. Fraktur diafisis humerus tanpa disertai keterlibatan intraartikular pada anak semua umur

Kontra indikasi :

1. Patah tulang dengan luka yang besar dan membutuhkan perawatan berkala

2. Patah tulang dengan indikasi orif

3. Patah tulang dengan kecurigaan sindroma kompartemen Persiapan :

1. Kie pasien 2. Site marking

3. Persiapan alat-alat berupa stockinette, elastic bandage 10cm, gips 10cm, softbann 10cm

4. Air

5. 2 orang asisten Prosedur tindakan :

1. Sign in

2. Pasien tidur di bed tindakan 3. Dilakukan reposisi

4. Asisten menahan posisi yang diinginkan, operator melakukan pemasangan backslab

5. Membersihkan kembali sisa gips pada kulit pasien 6. Pemasangan collar dan cuff ke leher

7. Pasien dibangunkan Pasca prosedur tindakan :

1. Sign out

2. Observasi pasca pemasangan backslab

3. Edukasi mengenai komplikasi pemasangan backslab dan perawatan backslab

4. Edukasi durasi backslab dipakai Indikator prosedur tindakan :

(38)

80% tindakan pemasangan backslab dan collar and cuff selesai dalam waktu 30 menit dan tidak memerlukan rawat inap

Kepustakaan :

1. Beaty, james h.;kasser, james r. Rockwood & wilkins’ fractures in children, 6th edition, 2006

2. www.orthobullets.com/pediatrics/4005/humerus-shaft-fracture--pediatric

3. Canale,terry s; beaty, james h. Campbell’s operative orthopaedics 11 th edition. 2008

CTEV (q 66.0)

Definisi

Suatu sindrom congenital dari clubfoot yang terdiri dari: adduksi kaki depan, supinasi dari sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar, equines pada sendi engkel dan medial deviasi dari seluruh kaki terhadap lutut

Anamnesis

(39)

2. Riwayat trauma

3. Gangguan fungsi/gerak Pemeriksaan fisik

1. Pembengkakan pada daerah paha.

2. Deformitas angulasi dan perbedaan panjang tungkai 3. Nyeri tekan

4. Gangguan ruang lingkup sendi (rom) Kriteria diagnosis

1. Riwayat trauma

2. Deformitas disertai pembengkakan, nyeri dan ketidakmempuan untuk berjalan.

3. Gambaran radiologis Diagnosis kerja

Fraktur tertutup diafisis femur (s72.30) Diagnosis banding

1. Fraktur subtrochanter femur 2. Fraktur intercondyler femur Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos pelvis proyeksi ap, femur ap/laternal: gambaran garis patah komplit pada diafisis femur, simple/kominutif, angulasi, pembekakan pada jaringan lunak.

Terapi

1. Skin traksi sementara

2. Pemberian antinyeri oral pada waktu skin traksi (fase akut): paracetamol 10mg/kg berat badan p.o.

3. Spica cast Edukasi

1. Prosedur tindakan konservatif 2. Penyulit pada traksi

3. Komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan cast 4. Rehabilitasi pasca pelepasan cast

Prognosis

Ad vitam :bonam

Ad sanationam : dubia et bonam Ad fungsinam : dubia et bonam

(40)

Indikator kritis Kepustakaan

1. Bucholz, robert w; heckman, james d; court-brown, charles. Rockwood & greens’ fractures in children, 6th edition, 2006

Carpal Tunnel Syndrome/ Sindroma Terowongan Karpal

Definisi :

Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor retinakulum

Anamnesis :

Tahap awal: gangguan sensorik. Gejala awal berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari.

Tahap akhir: jari-jarinya kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering

(41)

dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus .

Pemeriksaan Fisik :

Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah:

a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.

d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.

(42)

f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Kriteria Diagnosis :

- Kriteria berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas. Diagnosis : Carpal Tunnel Syndrome/ Sindroma Terowongan Karpal Diagnosis Banding :

1. Cervical radiculopathy. 2. lnoracic outlet syndrome. 3. Pronator teres syndrome. 4. de Quervain's syndrome. Pemeriksaan Penunjang :

1. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar.

b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS).

2. Pemeriksaan radiologis. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

3. Pemeriksaan laboratorium. Terapi:

Selain ditujukan langsung terhadap STK, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya STK. Oleh karena itu sebaiknya terapi STK dibagi atas 2 kelompok, yaitu :

1. Terapi langsung terhadap STK a. Terapi konservatif.

(43)

1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid.

3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika. 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat

bahwa salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar

7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif.

Tindakan operasi pacta STK disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada STK bilateral biasanya operasi pertama dilakukan

(44)

pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral.

Biasanya tindakan operasi STK dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab STK seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka

2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari STK . Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan STK kembali. Pada keadaan di mana STK terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.

Edukasi :

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya STK atau mencegah kekambuhannya antara lain:

􀂃 Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral

􀂃 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

􀂃 Batasi gerakan tangan yang repetitif. 􀂃 Istirahatkan tangan secara periodik.

􀂃 Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.

􀂃 Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.

Prognosis :

(45)

- Ad santionam : dubia at bonam - Ad functionam : dubia at bonam Indikator medis :

- Lebih dari 80% pasien tidak memerlukan operasi dan rawat inap - Atropi otot thenar dan gangguan sensibilitas yang menetap saja yang

merupakan indikasi operasi Kepustakaan :

1. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.) atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27. 2. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed,

JB Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559.

3. Krames Communication (booklet). Carpal Tunnel Syndrome. San Bruno (CA) : Krames Comm ; 1994: 1-7.

4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.

Dislokasi sendi panggul kongenital (q 65.0)

Definisi

Suatu kompleks kelainan termasuk displasia asetabular tanpa disertai displacement, subluksasi dan dislokasi

Anamnesis

1. Riwayat keluarga dengan ddh

2. Riwayat anc dan riwayat persalinan (perempuan, anak pertama dan posisi sungsang)

3. Riwayat pembedongan paska persalinan Pemeriksaan fisik

1. Ortholani tes (+)

(46)

3. Adanya lipatan kulit yang berlebih pada bagian dalam paha dan eksternal rotasi dari bagian bawah tubuh

4. Rom terbatas (abduksi pasif dari hip fleksi) 5. Elatisitas ligamen yang berlebih

6. Perbedaan panjang kaki

7. Pada anak usia lebih dr 2 tahun ditemukan gejala pincang, berjalan dengan jari2 kaki, gaya berjalan seperti bebek, tanpa galeazzi

Kriteria diagnosis

1. Usg dinamik dan morologik pada sendi panggul 2. X-ray pelvis ap/latera

3. Riwayat keluarga dan persalinan

4. Pemeriksaan fisik : (ortholani tes dan barlow tes+) 5. Terdapat perbedaan panjang dari kaki

Diagnosis kerja

Dislokasi sendi panggul kongenital (q 65.0) Diagnosis banding

1. Hemihypertrofi kongenital Pemeriksaan penunjang

1. Usg dinamik pada sendi panggul 2. X-ray pelvic ap/lateral

3. Mri pelvic untuk evaluasi diagnosis ddh dan evaluasi ddh Terapi

1. Tergantung dari usia : usia 1-2 tahun dengan menggunakan orthosis pavlik harness selama 1-2 bulan,1-6 bulan menggunakan spica cast Edukasi

1. Edukasi mengenai gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang diderita pada pasien

2. Edukasi mengenai jenis terapi dan car penggunaan orthosis

3. Edukasi mengenai jenis operasi yang dilakukan bila keadaan tidak membaik

Prognosis

Ad vitam :bonam

Ad sanationam :dubia ad bonam Ad fumgsionam :dubia ad bonam Kepustakaan

(47)

1. Beaty, james h; kasser, james r, rockwood & wilkins ”fractures in children, 6th edition, 2006

2. Marissy, raymond t: weinstein, shart l, lovell & winter’s pediatrics orthopaedis 6th edition 2006

3. Canale terry s, beaty, james h, compbell’s operative orthopaedics 11th edition 2008

4. Miller, mark d. Review of orthopaedics 5th edition 2008

5. Salomon, luis; warwick, david nayagam, selvadurai, appley’s system of orthopaedics and fractures 9th edition

Referensi

Dokumen terkait

Nyeri sedang dengan skala 4-7 disarankan untuk melakukan terapi dengan analgesik opioid lemah, dan untuk nyeri berat dengan skala 8-10 terapi dapat dilanjutkan