• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Blok 10 Sk 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Blok 10 Sk 6"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 2 BLOK 10 SKENARIO 2 BLOK 10  “KELAINAN KELENJA

 “KELAINAN KELENJAR LIUR DAN KISTA RONGGA R LIUR DAN KISTA RONGGA MULUT” MULUT” 

Kelompok G Kelompok G

Ketua

Ketua : : Salsabila Salsabila Allysa Allysa P. P. 155070401550704071110177111017

Sekretaris

Sekretaris : : Uswatun Uswatun Khasanah Khasanah 155070401550704011110021111002

 Anggota

 Anggota : Atika Permata Nursila P. : Atika Permata Nursila P. 155070401550704001110140111014

Calvin

Calvin Destevano Destevano 155070401550704001110150111015

Dwi

Dwi Elvi Elvi Setianingsih Setianingsih 155070401550704001110320111032

Savira

Savira Putri Putri Dianti Dianti 155070401550704001110430111043

 Vira Leonita Fernanda F.

 Vira Leonita Fernanda F. 155070401550704001110500111050

 Azkiya Asri Rahmaniar

 Azkiya Asri Rahmaniar 155070401550704011110061111006

Syifa

Syifa Aziza Aziza 155070401550704071110047111004

Trishinta

Trishinta Melati Melati Irgananda Irgananda 155070401550704071110227111022

DK 1 : Rabu, 06 Desember 2017 DK 1 : Rabu, 06 Desember 2017 DK 2 : Jumat, 08 Desember 2017 DK 2 : Jumat, 08 Desember 2017

FASILITATOR : Dr. drg. M. Chair Effendi, SU, Sp.KGA FASILITATOR : Dr. drg. M. Chair Effendi, SU, Sp.KGA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017 2017

(2)
(3)

2 2 KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjat

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatatas berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan hasil diskusi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada dan rahmat-Nya penulisan laporan hasil diskusi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan ini berisi seputar kelainan kelenjar liur dan kista rongga mulut.

waktunya. Laporan ini berisi seputar kelainan kelenjar liur dan kista rongga mulut.

Selain bantuan dari Tuhan, penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan dari banyak Selain bantuan dari Tuhan, penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis 1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis

untuk menulis

untuk menulis laporan ini laporan ini sehingga penusehingga penulis dapat lis dapat mempertanggung jmempertanggung jawabkan hawabkan hasil diskusiasil diskusi kelompok 7 yang membahas mengenai kelainan kelenjar liur dan kista rongga mulut.

kelompok 7 yang membahas mengenai kelainan kelenjar liur dan kista rongga mulut.

2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan selalu memberikan semangat serta 2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan selalu memberikan semangat serta motivasi-motivasi kepada penulis selama proses pembuatan laporan ini sehingga dapat motivasi-motivasi kepada penulis selama proses pembuatan laporan ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

terselesaikan dengan baik.

3 .Semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan makalah ini. 3 .Semua pihak yang turut membantu kelancaran pembuatan makalah ini.

Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan ini. Namun bila Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan ini. Namun bila masih ada kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat masih ada kekurangan, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun dalam penyusunan laporan-laporan berikutnya

membangun dalam penyusunan laporan-laporan berikutnya

Tim Penyusun Tim Penyusun

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul...Judul... ... II

Kata

Kata Pengantar...Pengantar... ... 22

Daftar

Daftar Isi...Isi... ... 33

BAB I BAB I SKENARIO SKENARIO ... ... 44 BAB II BAB II IDENTIFIKASI

IDENTIFIKASI MASALAH...MASALAH... ... 55

BAB III BAB III HIPOTESIS... 6 HIPOTESIS... 6 BAB IV BAB IV LEARNING

LEARNING ISSUES...ISSUES...

BAB V BAB V

7 7

LEARNING

LEARNING OUTCOME...OUTCOME... ... 88

DAFTAR

(5)

BAB I BAB I SKENARIO SKENARIO NYERI DI WAJAHKU... NYERI DI WAJAHKU...

Seorang pria usia 30 tahun datang ke klinik gigi karena merasakan ada pembesaran di bawah Seorang pria usia 30 tahun datang ke klinik gigi karena merasakan ada pembesaran di bawah lidahnya. Pembesaran itu dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, kadang membesar dan kadang lidahnya. Pembesaran itu dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, kadang membesar dan kadang mengecil.selain itu, pasien juga merasakan ada benjolan di rahang atas kanan sekitar gigi taringnya. mengecil.selain itu, pasien juga merasakan ada benjolan di rahang atas kanan sekitar gigi taringnya. Pada pemeriksaan ekstra oral tampak pembesaran di regio 13,14. Pada pemeriksaan intra oral Pada pemeriksaan ekstra oral tampak pembesaran di regio 13,14. Pada pemeriksaan intra oral terdapat pembesaran dibawah lidah dengan diameter 2cm, warna seperti jaringan sekitarnya. Pada terdapat pembesaran dibawah lidah dengan diameter 2cm, warna seperti jaringan sekitarnya. Pada palpasi teraba lunak dan tampakadanya fluktuasi. Tidak ada gigi karies pada rahang bawah. Pada palpasi teraba lunak dan tampakadanya fluktuasi. Tidak ada gigi karies pada rahang bawah. Pada rahang atas, tampakpembesran di regio 1,14 hingga vestibulum regio tersebut dangkal, dari palpasi rahang atas, tampakpembesran di regio 1,14 hingga vestibulum regio tersebut dangkal, dari palpasi terdapat krepitasi dan tidak terasa

terdapat krepitasi dan tidak terasa nyeri. Gigi 14 tampak sisa akar. Foto radiografismenunjukkan tnyeri. Gigi 14 tampak sisa akar. Foto radiografismenunjukkan t idakidak asa kelainan pada rahang bawah,sedangkan pada rahang atas terdapat gambaran lesi radiolusen asa kelainan pada rahang bawah,sedangkan pada rahang atas terdapat gambaran lesi radiolusen unilokuler meliputi bagian akar gigi 14 dengan batas tegas radiopak.

(6)

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

1.  Apakah penyebab pembessaran di bawah lidah sehingga dapat membesar dan mengecil?

Pembesaran dibawah lidah disebabkan karena adanya kelenjar saliva yang mengeras sehingga saat palpasi lunak dan fluktuatif.

2. Jika tidak ada karies dan pada radiografi tidak menunjukkan kelainan,jenis lesi apakah pembbesaran tersebut?

Pada gambaran radiografi tidak tampak karena jaringan lunak sehingga lei tersebut adalah Tumor Kelenjar Saliva

3.  Apakah perawatan untuk kasus tersebut? a. HPA

b. Eksisi

4.  Apakah sisa akar berhubungan dengan benjolan pada regio 13, 14?

Sisa akar berhubungan dengan pembesaran karena pada radiografik terlihat radiolusen di bagian akar gigi 14 dengan batas tegas radiopak yang merupakan gambaran radiografik dari Kista Radikuler.

5. Mengapa pembesaran tersebut tidak sakit?

Tidak sakit karen tinggal sisa akar sehingga sudah non vital 6. Termasuk jenis lesi apakah dari gambaran tersebut?

Kista Radikular

7.  Apakah perawatannya? c. Ekstraksi gigi 14

d.  Apeks reseksi: jika 1/3 akar

e. Ekstraksi gigi 13:jika goyang derajat 3 f. PSA: jika non vital

g. Tanpa perawatan : jika vital h. Eksisi: untuk kistanya

(7)

BAB III HIPOTESIS Pria 30 th Rahang  Atas Rahang Bawah

- Benjolan regio 13 dan 14 - Hingga vestibulum dangkal - Palpasi: ada krepitasi - (x) nyeri

Radiografik:

-  Ada sisa akar gigi 14 - Radiolusen unilokuler di

akar gigi 14 dengan batas  jelas radiopak

Kista Periapikal DD: Granuloma

Perawatan

- Ekstraksi gigi 14

- Apeks reseksi: jika 1/3 akar - Ekstraksi gigi 13:jika goyang

derajat 3

- PSA: jika non vital

- Tanpa perawatan : jika vital - Eksisi: untuk kistanya

- Pembesaran di bawah lidah ±2 cm

- Sudah 6 bulan

- Kadang besar dan kecil - Warna seperti jaringan

sekitar

- Palpasi lunakdan fluktuatif - (x) karies

Radiografik: Normal karena  jaringan lunak

Pemeriksaan: HPA,FNAB

Tumor Kelenjar Saliva

(8)

BAB IV

LEARNING ISSUES 1. Kelainan Kelenjar Saliva

- Macam a. Definisi b. Etiologi c. Patogenesis d. Gambaran Klinis e. Gambaran Radiografi f. Gambaran HPA g. Perawatan h. Diagnosis Banding 2. Kista Rongga Mulut

- Macam a. Definisi b. Etiologi c. Patogenesis d. Gambaran Klinis e. Gambaran Radiografi f. Gambaran HPA g. Perawatan h. Diagnosis Banding

(9)

BAB V

LEARNING OUTCOMES  A. KELAINAN KELENJAR SALIVA

1. MUCOCELE

a. Definisi

Mucocele merupakan istilah klinis yang dipergunakan untuk pembesaran (swelling) pada mukosa oral yang disebabkan karena akumulasi saliva pada tempat duktus kelenjarludah minor yang mengalami obstruksi atau terkena trauma.

b. Etiologi

Mukokel terbentuk akibat rupturnya duktus glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak. Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik

c. Patogenesis

Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventrallidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memilikikebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Dapat juga akibat trauma pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses kelahiran bayi yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan suction untuk membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun trauma yang disebabkan karena ibu jari bayi yang dilahirkan masih berada dalam posisi sucking (menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma pada proses kelahiran bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah terjadi trauma yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus glandula saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa kemudian cairan mukus terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi (adanya penumpukan jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen kebiruan pada mukosa mulut yang disebut mukokel d. Gambaran klinis

- Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa ataupembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massabelum

(10)

begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosamulut

- Apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. e. Perawatan

- Perawatan mukokeldilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yangdirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan massa. Sejumlah literatur menuliskanbeberapa kasus mukokel dapat hilang dengan sendirinya tanpa dilakukan perawatanterutama pada pasien anak-anak

- Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera disingkirkan atau dihilangkan, maka mukokel akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan perawatan bedah

f. Pemeriksaan penunjang

- Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstrsavasasi mukus berbeda dengantipe retensi mukus. Tipe ekstravasasi gambaran histopatologinya memperlihatkanglandula yang dikelilingi oleh jaringan granulasi Sedangkan tiperetensi menunjukkan adanya epithelial lining

- Pada kasus mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan (Computed Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi konfensional.

- Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dandissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.

g. Diagnosa Banding - Hemangioma - Lymphangioma

(11)

2. RANULA

a. Definisi

Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang letaknya di dasar mulut .Merupakan pembengkakan dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga melibatkan glandula salivari minor b. Etiologi

Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka

c. Patogenesis

Terdapat dua konsep patogenesis ranula superfisial.

- Pertama pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva dan kedua pembentukan pseudokista yang diakibatkan oleh injuri duktus dan ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan parut pada periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor

- Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi mukus mengalir ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial sehingga terjadipembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental leher. Sekresi saliva yang berlangsung lama pada glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga terjadi pembesaran massa servikal secara konstan

- Trauma dari tindakan bedah yang dilakukan untuk mengeksisi ranula menimbulkan jaringan parut atau disebut juga jaringan fibrosa pada permukaan superior ranula, sehingga apabila kambuh kembali ranula akan tumbuh dan berpenetrasi ke otot milohioideus dan membentuk ranula servikal. Sekurang-kurangnya 45% dari ranula servikal terjadi setelah eksisi ranula superfisial

d. Gambaran klinis

- Sama halnya dengan mukokel, gambaran klinis ranula merupakan massa lunak yang berfluktusi dan berwarna translusen kebiruan, yang

(12)

membedakannya dengan mukokel adalah letaknya di dasar mulut atau bagian bawah lidah

-  Apabila dipalpasi, massa ini tidak akan berubah warna menjadi pucat.

- Jika massa ini terletak agak jauh ke dasar mulut, maka massa ini tidak lagi berwarna kebiruan melainkan berwarna normal seperti mukosa mulut yang sehat.

- Diameternya mulai dari 1 sampai dengan beberapa sentimeter - Ranula tidak diikuti rasa sakit.

- Keluhan yang paling sering diungkapkan pasien adalah mulutnya terasa penuh dan lidah terangkat ke atas.

-  Apabila tidak segera diatasi akan terus mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas.

- Ranula yang berukuran besar akan menekan duktus glandula saliva dan menyebabkan aliran saliva menjadi terganggu. Akibatnya muncul gejala obstruksi glandula saliva seperti sakit saat makan atau sakit pada saat glandula saliva terangsang untuk mengeluarkan saliva dan akhirnya kelenjar saliva membengkak

e. Perawatan

- Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya rekurensi. Biasanya ranula yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal atau mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi ranula. Karena apabila kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera dihilangkan, maka ranula akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan perawatan pembedahan.

- Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dari massa.

f. Pemeriksaan penunjang

- Secara histopatologi, kebanyakan ranula tidak mempunyai lapisan epitel dan dinding dari ranula terdiri dari jaringan ikat fibrous yang menyerupai jaringan granulasi. Penemuan histopatologi menunjukkan ruang dalam kista dan dindingnya didominasi oleh histiosit, dan juga dijumpai mucin

(13)

g. Diagnosa banding - Kista Dermoid - Sialolithiasis

- Thyroglossal Duct Cyst - Cystic Hygroma

- Neoplastic Thyroid Disease

3. SIALADENITIS

a. Definisi

Sialadenitis adalah infeksi kelenjar liur yang dapat bersifat akut, subakut, ataukronis yang dapat disebabkan bakteri atau virus

b. Etiologi

- Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik,antihistamin, antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan penurunanfungsi dari kelenjar liur sehingga dapat menurunkan produksi saliva. Keadaan inibisa menyebabkan penyebaran kolonisasi bakteri dari parenkim kelenjar liurmelalui sistem ductal (saluran) ke kelenjar liur - Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjarliur

dapat mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan seseorangmenderita sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik khas yangsering menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus danHaemophilus influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella berpigmen,Porphyromonas, dan Fusobacterium juga dapat menjadi penyebab padasialadenitis.

- Penyakit auto imun (Sjogren syndrome) c. Patogenesis

- Tahap awal sialadenitis ditandai dengan akumulasi bakteri/virus, neutrofil, dan cairan inspissated dalam lumen struktur duktal. Kerusakan epitel duktal menimbulkan sialodochitis (peradangan periductal), akumulasi neutrofil dalam stroma kelenjar, dan selanjutnya nekrosis asinus dan pembentukan mikro abses.

- Tahap kronis dimulai saat terjadi episode berulang dan ditandai oleh kerusakan lebih lanjut asinus liur dan pembentukan folikel getah bening periductal.

(14)

Pada sialadenitis sklerosis kronis, terjadi berbagai tingkat peradangan (dimulai dengan limfositik sialadenitis menyebar menjadi sirosis kelenjar liur yang mengenai sel asinus) yang dapat disebabkan oleh obstruksi dari saluran-saluran air liur oleh microliths, yang menyebabkan infeksi, atau dari reaksi kekebalan melalui pembentukan folikel getah bening sekunder. Pada sialadenitis autoimun, respon terhadap antigen yang tak diketahui pada parenkim kelenjar liur menyebabkan terjadinya aktivasi sel limfosit T dan limfosit B yang dapat menginfiltrasi interstitium, yang kemudian menyebabkan kerusakan asinus dan pembentukan pulau epimyoepithelial. Hal ini meningkatkan kemungkinan pengembangan B-sel limfoma.

d. Gambaran klinis - Nyeri pada wajah

- Rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut rahang - Demam

- Kemerahan pada leher atas dan sisi samping wajah - Kesulitan membuka mulut

- Penurunan rasa saat makan - Mulut kering

- Wajah bengkak e. Perawatan

Menurut Yoskovitch (2009) dalam Muttaqin (2011), penatalaksanaan umum untuk sialadenitis meliputi :

1) Istirahat ditempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar saliva

2) Pada kasus sialadenitis akut, harus melakukan hidrasi yang memadai sehingga ketidakseimbangan elektrolit dapat diperbaiki

3) Diberikan kompres hangat serta dapat diberikan antipiretik dan analgesik

4) Menjaga kebersihan mulut dan gigi secara menyeluruh dengan menyikat gigi dan flossing setidaknya dua kali per hari dapat membantu proses penyembuhan sialadenitis

5) Menganjurkan pasien untuk berhenti merokok untuk membantu mencegah penyebaran infeksi

(15)

6) Membilas mulut dengan air garam hangat (1/2 sendok teh garam dalam satu cangkir air) dapat membantu menenangkan dan menjaga mulut tetap lembab

7) Minum banyak air putih dan menggunakan sari lemon bebas gula untuk meningkatkan aliran air liur dan mengurangi pembengkakan.

8) Bila faktor penyebab tidak dapat dihilangkan, diusahakan untuk memperbesar aliran dengan cara mengunyah permen karet.

9) Pemberian antibiotic klindamisin (900 mg secara/IV atau 300 mg/Oral) selama 7-10 hari

10) Terapi pembedahan. Dengan melakukan insisi dan hidrasi serta massage (kalkuli, tumor, sclerosing sialadenitis atau abses). Batu pada duktus dapat dikeluarkan dengan membuat insisi ke duktus dari mukosa mulut. Batu yang terletak lebih di dalam, memerlukan insisi linear eksternal.

11) Pada semua keadaan, lubang masuk duktus harus diperlebar dengan beberapa probe lakrimal.

12) Pada keadaan yang lebih parah, gejala yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan duktus. Pengikatan duktus hanya dilakukan bila ada hiposekresi yang hebat, misalnya bila ada sindrom Sicca atau kerusakan kelenjar sudah sangat besar atau bila kecepatan sekresi tinggi, dapat dilakukan parotidektomi.

f. Pemeriksaan penunjang

Tes Hasil

Kultur dan kepekaan dari eksudat

Ditemukan adanya pertumbuhan bakteri/virus pada kultur yang diperiksa

CBC Peningkatan Jumlah WBC

Radiografi wajah Mengindentifikasi Sialotiasis USG kelenjar yang terkena

dampak

Menunjukan adanya rongga abses atau adanya cairan

(16)

CT-Scan Akan menunjukkan adanya sialadenitis, pembesaran kelenjar liurdi sialadenitis atau sclerosing kronis

Sialography  Akan menunjukkan adanya batu, striktur duktus, atau hilangnya integritas parenkim

Skintigrafi menggunakan radio isotop natrium perteknetat Tc-99m

Mungkin menunjukkan adanya hiposekresi kelenjar liur atau non functional

FNA sitologi kelenjar yang terkena dampak

ada perubahan neoplastik jika ada sclerosing sialadenitis kronis

Biopsi Kelenjar Saliva Menunjukan keparahan infiltrate parenkim dari kelenjar liur dengan hilangnya struktur Acinar dan ketahanan dari saluran liur disebabkan karena etiologi autoimun, dan sialadenitis nekrosis kelenjar tanpa metaplasia skuamosa

4. SIALOLIT

a. Definisi

Sialolit adalah suatu yang berklasifikasi dan merupakan bahan organik yang terjadi di dalam kelenjar parenkim atau pada duktus kelenjar ludah major maupun minor.

b. Etiologi

- Meskipun penyebab pasti sialolithiasis masih belum jelas, beberapa batu saliva mungkin berhubungan dengan infeksi kronis (Staphylococcus aureus ,Streptococcus viridans) dari kelenjar

- Sjögren's sindrom dan atau peningkatan kalsium, dehidrasi, yang meningkatkan viskositas saliva

- asupan makanan berkurang, yang menurunkan permintaan untuk saliva, atau obat yang menurunkan produksi saliva, termasuk anti histamin tertentu, anti

(17)

hipertensi (diuretic) dan anti psikotik, tetapi dalam banyak kasus dapat timbul secara idiopatik.

c. Patogenesis

 Adanya ekresi dari intracellularmicrocalculi ke dalam saluran duktus dan menjadi nidus kalsifikasi. Kedua, dugaan adanya substansi dan bakteri dari rongga mulut yang migrasi ke dalam duktus salivary dan menjadi nidus kalsifikasi. Kedua hipotesis ini sebagai pemicu nidus organik yang kemudian berkembang menjadi penumpukan substansi organik dan inorganik. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa terdapat proses biologi terbentuknya batu, yang ditandai menurunnya sekresi kelenjar, perubahan elektrolit, dan menurunnya sintesis glikoprotein. Hal ini terjadi karena terjadi pembusukan membransel akibat proses penuaan.

d. Gambaran klinis

- Rasa sakit dan adanya pembengkakan secara intermiten di daerah kelenjar ludah major. Keadaan ini bertambah parah pada waktu makan dan kembali hilang setelah makan. Rasa sakit ini berasal dari tersumbatnya air ludah dibelakang pembatuan.

- Sebagian besar (80% - 90%) sialolithiasis terjadi di duktus

submandibula(warthon’s duct) karena struktur anatomi duktus dan

karakteristik kimiawi darisekresi kelenjar saliva. Kedua faktor ini mendukung terjadinya proses kalsifikasi padaduktus submandibula sehingga muncul sialolithiasis.

e. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan Radiologis

Teknik radiografi yang banyak digunakan adalah teknik radiograf oklusal dan panoramik (OPG), namun tidak semua sialolith dapat terlihat melalui pemeriksaan radiografis konvensional karena sebagian kecil batu saliva tersebut mengalami hipomineralisasi dan superimposisi dengan jaringan lain yang bersifat radiodense.

2) Sialografi

Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan menggunakan kontras. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus, identifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, serta area granulomatosa. Selain itu dapat pula diidentifikasi adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun stenosis. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan Wharton. Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah maksimal, maka dapat

(18)

dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan kontras, yang bisa berupa etiodol atau sinografin.

Sialografi dapat memberikan pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan dan dapat memberikan informasi mengenai area yang tidak dapat dijangkau dengan sialoendoskop, misalnya pada area di belakang lekukan yang tajam dan striktur. Kekurangan dari pemeriksaan sialografi adalah paparan radiasi dan hasil positif palsu pada pemeriksaan batu karena adanya air bubble (gelembung udara).

3) Tomografi computer

Pemeriksaan ini merupakan salah satu pilihan untuk mengevaluasi sistem duktus dan parenkim pada kelenjar saliva. Identifikasi dapat dilakukan pada potongan aksial, koronal maupun sagital. Dengan pemeriksaan ini dapat diidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus dengan melihat adanya penebalan dan penyangatan pada dinding duktus. Pada obstruksi yang disebabkan karena batu, kalsifikasi dapat dilihat berupa masa hiperdens tanpa penyangatan pada pemeriksaan tomografi komputer. Adanya penyangatan dapat merupakan indikasi adanya obstruksi sialodenitis akut.

4) Sialografi Tomografi Komputer

Pemeriksaan ini merupakan kombinasi antara pemeriksaan sialografi dengan menggunakan kontras dan pemeriksaan tomografi komputer. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan kateter pada duktus, kemudian mengisinya dengan kontras, lalu dilakukan pemeriksaan tomografi komputer. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi parenkim secara detail.

5) Magnetic resonance imaging dan magnetic resonance sialography

Pemeriksaan dengan MRI juga dapat mengidentifikasi adanya kelainan pada kelenjar saliva. Dengan pemeriksaan ini akan tampak perbedaan antara struktur duktus dan parenkim. Pemeriksaan Magnetic Resonance Sialography dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur duktus pada kelenjar parotis dan submandibula dengan melakukan sialografi dengan menggunakan kontras Magnetic Resonance.

6) Ultrasonografi

Dalam mendiagnosis kelainan pada kelenjar saliva terkadang diperlukan pemeriksaan ultrasonografi dengan resolusi tinggi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi bermanfaat dalam mengidentifikasi massa dan membedakan konsistensi massa tersebut, apakah padat atau kistik. Ultrasonografi yang digunakan pada pemeriksaan kelenjar saliva adalah ul trasonografi dengan transduser beresolusi

(19)

tinggi, yaitu 7,5-10,0 MHz. Pada kasus abses atau massa kistik kelenjar saliva terkadang dilakukan aspirasi jarum halus. Pada kasus ini, ultrasonografi dapat dimanfaatkan untuk menjadi panduan dalam aspirasi. Pemeriksaan ultrasonografi  juga penting dilakukan untuk melihat adanya kelokan atau cabang-cabang duktus,

yang bisa menimbulkan komplikasi pada proses obstruksi.

Kekurangan pada pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah, alat ini tidak dapat memvisualisasi kelenjar saliva secara keseluruhan. Pada penegakan kelainan obstruksi kelenjar saliva menggunakan ultrasonografi sering sulit untuk menentukan ukuran batu secara tiga dimensi begitu juga dengan struktur stenosisnya. Selain itu, pemeriksaan dengan alat ini tidak dapat memberikan informasi yang cukup jelas mengenai diameter bagian distal obstruksi sehingga sulit memastikan apakah duktusnya cukup lebar dan lurus sehingga memungkinkan masuknya instrumen pada endoskopi terapeutik.

f. Perawatan

 Tanpa pembedahan

- Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan anti inflamasi. pengobatan yang diberikan adalah simptomatik, nyeri diobati denganNSAID (e.g ibuprofen, 600 mg setiap 8 jam selama 7 hari) dan infeksi bacteria diobati dengan antibiotik golongan penicillin dan Cephalosporins, (875mgamoxicillin dan asam klavulanat 125 mg setiap 8 jam untuk jangka waktu satu minggu )

- Diet kaya protein dan cairan asam termasuk makanan dan minuman  juga dianjurkan untuk menghindari pembentukan batu lebih lanjut

dalam kelenjar saliva.

 Pembedahan

- Bila lokasi batu di belakang ostium duktus maka bisa dilakukan tindakan simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk mengeluarkannya. - Pada batu yang berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi

pada duktus dengan menghindari injury pada n. lingualis.

 Minimal invasiv

- Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) ESWL merupakan terapi dengan pendekatan non invasive yang cukup efektif pada sialolithiasis. Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam

(20)

glandula maupun dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur n. facialis.Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal dan inflamasi kronis bukan merupakan kontra indikasi, sedangkan kelainan pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi, dan pasien dengan pacemaker merupakankontraindikasi umum ESWL. Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk setengah berbaring (semi-reclining position)

- Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus kelenjar saliva. Teknik ini termasuk minimal invasive terbaru yang dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal pathologies seperti obstruksi,striktur, dan sialolit.

5.  XEROSTOMIA

a. Definisi

Xerostomia secara harfiah berasal dari bahasa Yunani, “xeros” yang berarti kering

dan“stoma” yang berarti mulut. Keadaan ini bukan merupakan suatu penyakit,

melainkan tanda atau gejala dari proses patofisiologi yang terjadi dan disebabkan oleh berbagai macamfaktor, semisal gangguan pada sistem syaraf, medikasi, gangguan kelenjar ludah, terapiradiasi terutama pada leher dan kepala. Pada kondisi normal, produksi saliva adalah 500-1500 ml/hari dan rata-rata saliva yang ada di rongga mulut adalah 1 ml. Seseorang dikatakanmenderita xerostomia jika produksi salivanya kurang dari setengah standar normal produksisaliva.Xerostomia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat reversibel danireversibel. Reversibel yaitu kekeringan mulut masih dalam taraf rendah dan bersifatsementara. Ini biasanya terjadi pada pasien yang menderita gangguan emosi, gangguankeseimbangan cairan elektrolit, bernafas menggunakan mulut dalam jangka waktu cukuplama, merokok, dan mengonsumsi obat-obatan tertentu. Sedangkan ireversibel yaitukekeringan mulut berada pada taraf permanen yang bisa disebabkan oleh pasien yangmenderita sindroma Sjogren, sarkoidosis, setelah terapi radiasi, obstruksi kelenjar saliva, dankerusakan syaraf autonom.

(21)

b. Faktor-faktor etiologi xerostomia

Xerostomia yang diindikasikan sebagai penurunan produksi saliva pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

1) Radioterapi kepala dan leher Radioterapi pada daerah kepala dan leher untuk

perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Jumlah kerusakan kelenjar saliva tergantung dari jumlah dosis radiasi yang diberikan selama terapi radiasi. Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva parotis dibandingkan dengan kelenjar saliva sublingualis. Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu, terjadi radang kelenjar saliva pada beberapa hari pertama, lalu setelah satu minggu akan terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan penyumbatan. Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi IgA berkurang. Waktu pengembalian kecepatan sekresi saliva menjadi normal kembali tergantung pada individu dan dosis radiasinya.

2) Usia Tua Xerostomia merupakan masalah umum yang terjadi pada usia lajut.

Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atopi pada kelenjar saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terdapat perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang dan akan tergantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Perubahan atopi yang terjadi di kelenjar submandibula sesuai dengan pertambahan usia juga akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya.

3) Obat-obatan Salah satu efek samping dari pengobatan tertentu adalah

hiposalivasi yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan xerostomia. Beberapa obat tertentu seperti antidepresan trisiklik, antipsikotik,

benzodiazepin, atropin, β-blocker dan antihistamin mempunyai efek samping xerostomia. Obat-obat ini memiliki sifat antikolinergik atau simpatomimetik yang akan menurunkan produksi saliva sehingga kadar asam di dalam mulut meningkat. Dengan jumlah yang sedikit dan konsistensi yang kental, saliva akan kehilangan fungsinya sebagai pembersih alami rongga mulut.

(22)

4) Penurunan volume kelenjar saliva Beberapa penyakit lokal mempengaruhi

volume kelenjar saliva dan menyebabkan hiposaliva. Inflamasi kelenjar saliva akut dan kronik, tumor ganas maupun jinak serta sindrom Sjörgen dapat menyebabkan xerostomia. Inflamasi kelenjar saliva kronis lebih sering mempegaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur duktus dari kelenjar saliva dan mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjörgen adalah penyakit gangguan autoimun jaringan ikat yang mempengaruhi kelenjar air mata dan saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.

5) Tingkat stres Pada saat berolah raga atau berbicara yang lama aliran saliva

dapat berkurang sehingga mulut terasa kering. Dalam keadaan gangguan emosional seperti stres, putus asa dan rasa takut, terjadi stimulasi simpatis dari sistem saraf otonom dan menghalangi sistem saraf parasimpatis, sehingga sekresi saliva menjadi menurun dan menyebabkan mulut menjadi kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering. c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan hematologi, sialografi, scintiscaning diperlukan jika dicurigai sindroma sjorgen

d. DD

Sindroma Sjorgen e. Diagnosis

Diagnosis xerostomia dapat dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan pengukuran laju aliran saliva total yaitu dengan saliva collection. Laju aliran saliva memberi informasi yang penting untuk tindakan diagnostik dan tujuan penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan teknik pengukuran tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar saliva mayor individual atau melalui campuran cairan dalam rongga mulut yang disebut saliva murni. Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting, suction dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu. Metode spitting

(23)

dilakukan dengan membiarkan saliva untuk tergenang di dalam mulut dan meludahkan ke dalam suatu tabung setiap 60 detik selama 2-5 menit. Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung dalam periode waktu yang telah ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan di dalam mulut pasien dalam waktu tertentu. Saat mengukur saliva murni, subyek tidak diperkenankan makan dan minum dalam kurun waktu 60 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva. Laju aliran saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi (USFR/Unstimulated Salivary Flow Rate) dan laju aliran saliva terstimulasi(SSFR/Stimulated Salivary Flow Rate). Laju aliran saliva tanpa stimulasi < 0,1 g/min dan laju aliran saliva terstimulasi

f. Terapi

Xerostomia Terapi xerostomia tergantung pada penyebab dan tingkat kerusakan kelenjar saliva. Terapi tersebut berupa saliva buatan dan terapi stimulan. Ketika kelenjar saliva tidak mampu distimulasi secara lokal maupun sistemik, saliva buatan dapat dijadikan pilihan terapi. Namun saliva buatan tidak mampu memberikan kepuasan dibandingkan dengan saliva yang dihasilkan oleh terapi stimulan karena harga dan ketersediaan saliva buatan cenderung susah dijangkau.

1) Stimulasi lokal. Mengunyah dan mengkonsumsi makanan yang asam sangat efektif dalam merangsang laju aliran saliva. Contohnya mengunyah permen karet, apel dan buah nanas. Pada penderita xerostomia, hendaknya menggunakan permen karet yang mengandung xylitol sehingga menurunkan resiko karies gigi. Selain itu terapi akupuntur dan listrik juga mampu merangsang laju aliran saliva.

2) Stimulasi sistemik. Setiap agen yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan laju aliran saliva disebut secretagogue. Contoh secretagogue antara lain bromhexine, anetholetrithione, pilocarpine hidroklorida (HCl), dan cevimeline HCl. Pilokarpin HCL adalah secretagogue terbaik yang efeknya menyebabkan stimulasi reseptor kolinergik pada permukaan sel-sel asinar, meningkatkan output saliva dan merangsang setiap fungsi kelenjar tersisa

(24)

B. KISTA RONGGA MULUT Kista Odontogenik 1. Kista Dentigerous

a. Definisi

Kista dentigerous merupakan salah satu jenis kista odontogenik yang terbanyak setelah kista radikuler di rongga mulut.Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi yang belum erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila cairan menumpuk di dalam lapisan epitel email yang tereduksi atau di antara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi

b. Etiologi

- Faktor lokal dari penyebab kista dentigerous dapat dikaitkan denganperkembangan mahkota atau gigi permanen dan juga bisa muncul dari sisa epitel enamel.

- Faktor lingkungan termasuk kekurangan endokrin, demam dan radiasi.

- Kista dentigerous di coronoid akibat karena molar 3 bawah yang ektopik dengan posisi inverted.

- Perluasan kista yang lebih kaudal merupakan kasus yang sangat jarang terjadi dan biasanya tidak menimbulkan keluhan. Pasien menyadarinya jika telah menimbulkan keluhan berupa pembengkakan dan rasa sakit serta tidak memberikan hasil yang signifikan jika hanya diberikan medikasi berupa obat –

obatan. c. Patogenesis

Patogenesis pertumbuhan atau perkembangan suatu kista dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:

1) Tahap awal, ditandai kista belum merusak tulang sehingga tulang di atasnya masih utuh dan teraba keras.

2) Tahap sensasi bola pingpong, ditandai sudah mulai terjadi desakan kista yang semakin besar pada tulang,

3) Tahap krepitasi, pada tahap ini sudah terjadi fragmentasi dari tulang di atasnya akibat desakan kista, sehingga pada palpasi teraba adanya krepitasi.

4) Tahap fluktuasi, pada tahap ini hanya ada bila kista telah mengerosi tulang secara sempurna

(25)

Gambaran klinis, kista umumnya

- asimptomatis hingga timbulnya infeksi atau adanya fraktur patologis.

- Kista dapat tumbuh dengan berbagai ukuran, dan kista yang besar dapat dihubungkan dengan ekspansi tanpa rasa sakit pada tulang yang diserang. - Lesi yang besar dapat menimbulkan asimetri wajah dan dapat berpotensi

menjadi agresif.

- Perluasan tulang yang diikuti dengan asimetri wajah, pergeseran gigi yang ekstrem, resorpsi akar gigi yang berdekatan dan rasa sakit merupakan kemungkinan dari akibat yang ditimbulkan oleh pembesaran kista yang berlanjut.

- Pemeriksaan klinis juga menunjukkan adanya gigi yang hilang dan pembengkakan dan indurasi positip, terjadi asimetri wajah dan kemungkinan adanya fraktur patologis.

- Pasien biasanya tahu setelah dilakukan pemeriksaan rontgen gigi.

- Pasien tidak selalu merasakan sakit atau rasa tidak nyaman. Sekitar 4% pasien dengan gigi yang tidak erupsi memiliki lesi kista dentigerous. Kista dentigerous  juga dapat terjadi di sekitar gigi supernumerary sekitar 5% dari seluruh kista

dentigerous e. Diagnosis Banding

  Ameloblastoma in situ

  Ameloblastic fibroma

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan histopatologis kista bervariasi, tergantung apakah kistanya terinflamasi atau tidak.

- Pada kista non inflamasi, dinding jaringan fibrous tersusun longgar dan terdiri dari substansi dasar glycosaminoglycan. Pulau-pulau kecil dan anyaman sisa-sisa epitel odontogenik yang tidak aktif terdapat pada dinding jaringan fibrous. Batasan epitel terdiri dari 2-4 lapisan sel epitel kuboid dan ruang antara  jaringan dan epitelnya datar.

- Pada kista yang terinflamasi, dinding fibrous lebih banyak kolagennya dengan disertai sel-sel inflamasi kronis. Batasan epitel memperlihatkan bermacam  jumlah hipeplasia dengan tonjolan rete serta gambaran skuamousa.

(26)

g. Perawatan dan prognosa

Terapi dan prognosa kista dapat dilakukan enukleasi terhadap kapsuljaringan ikat dan sekaligus mengikutsertakan lapisan epitel secarakeseluruhan. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati untukmenghindari tertinggalnya epitel yang dapat menyebabkan terbentuknya kista residual, karena kista baru yang terbentuk akan lebih invasif.

- Enukleasi kista dentigerous pada coronoid dapat dilakukan secara ekstra oral dengan memiliki keuntungan akses dan visibilitas lebih baik sehingga lebih mudah dalam tindakan enukleasi kista. Namun tidak dapat dihindari komplikasi setelah operasi berupa parastesi dan munculnya skar di sekitar daerah incisi. - Manajemen kista dentigerous yang disebabkan posisi molar ke tiga ektopik

terutama di bawah posisi nervus alveolaris inferior lebih sering pendekatan ekstra oral sub mandibular atau pre auricular. Teknik ini memiliki penglihatan yang lebih baik pada daerah operasi sehingga mengurangi pembuangan tulang yang berlebih dan dapatmenghindari fraktur patologis. Kekurangan enukleasi kista dentigerous dengan pendekatan ekstra oral seperti skar dan resiko kerusakan percabangan saraf fasialis.

2. Periapical Radicular cyst

a. Definisi

Kista radikuler disebut juga kista periodontal, kista periapikal,kista dento alveolar serta kista apikal periodontal atau kista gigiadalah kista yang menggambarkan suatu keadaan patologis yangumum dalam perubahan-perubahan progresive yang berhubungandengan invasi bakteri dan kematian

b. Etiologi

(27)

menyebar keapikal gigi sehingga membentukmassa keradangan kronis yangdisebut granuloma apikalis.dalam granuloma apikalis terdapatsisa-sisa epitel Malassez yangsecara normal terdapat padaligamentum periodontal. Sisa-sisa epitel ini berproliferasi secara luasakibat adanya rangsangan reaksi radang kronis.Kelompok sisa-sisaepitel ini bergabung menjadi satu dan menjadi kistik. Dari sini dimulaiberkembangnya kistaradikuler

c. Patogenesis

Pada fase 1 diawali dengan proliferasi sel epitel malassez pada ligamentum periodontal dimana pada fase ini sudah terjadi perubahan morfologi dan biokimia. Sel-sel yang berploriferasi selanjutnya akan menunjukkan perubahan rasio antara nukleus dan sitoplas-manya.Proliferasi epitel selanjutnya akanmembentuk pita-pita dan akan diikuti jaringan fibrovaskuler yangmeluas ke dalam epitel sehingga pada penampakan histopatologik terlihat sebagai rongga dengan dinding jaringan fibrovaskuler. Padafase berikutnya, rongga kista dilapisi oleh epitel odontogen yangterdapat pada granuloma periapikal yang berploriferasi dan padapemeriksaan ultrastruktur terlihatmenempel satu sama lain dengankandungan desmosom yang lebihsediskit daripada epitel normal.Kemudian bagian sentral darimassa tersebut akanmengalaminekrosis sehingga pada kista yangsemakin membesar di dalamnyaterdapat akumulasi cairan yangdisebabkan terjadinya osmosis

d. Gambaran Klinis

- Kista radikuler seringkalitidak menampakkan gejala atautanda klinis. Tanda dan gejalanyatergantung dari besar danperluasan kista dan yang kecilbelum menampakkan gejala dantanda sehingga sukar diketahuidengan pemeriksaan klinik.

- Kistaini baru akan tampak bila dilakukanpemeriksaan radiografi.

- Beberapa kista radikulermenunjukkan rasa nyeri daninfeksi.Adanya infeksi inimenimbulkan gejala pada kista.

- Secara klinis kista juga akantampak bila terjadi ekspansi kejaringan sekitamya.

- Karena pembesaran kista,kadang-kadang terjadi perubahan bentuk muka, gigi tetangga dapatterdesak dan posisinya berubah.

- Pada maksila ekspansi kistaumumnya kearah bukal atau labialsedangkan pada kista pada radikuler yang berasal dari gigiinsisivus lateral, akar-akar palatal dari gigi premolar satu dan molar, hampir selalu ekspansi ke palatal.

(28)

- Frekuensi terjadinyalesi ini lebih sering terjadi pada lakilakidibandingkan dengan perempuan dan dapat timbul di daerah gigi dimana saja pada rahang, namun dibagian rahang maksila bagian anterior menjadi tempat yang paling sering ditemukan

e. Diagnosis Banding

- Periapical granuloma

- Developmental odontogenic cyst - Giant cell lesion

f. Perawatan

 Ada tiga macam cara perawatan kista yaitu metode enukleasi,marsupialisasi serta kombinasi enukleasi dan marsupialisasi.Metode perawatan kista radikuler yang paling banyak dilakukan adalah enukleasi.

Teknik enukleasi pada penatalaksanaan kista radikulerpada maksila adalah sebagaiberikut:

1. Kaninus dirahang atas karies sampai batas gingiva dan mempunyai kista yang besar.

2. Permukaan di insisi pada mukoperiosteal flap

3. Setelah insisi selesai, periosteal elevator digunakan untuk mengelevasi dan memisahkan mukoperiosteal flap

4. Flap diperlihatkan dan dipegang kembali dengan allis forceps, sehingga terlihat tulang kortikal yang tipis

5. Tulang kortikal yang tipis dihilangkan dengan menggunakan end cutting rongeurs

6. Membran kista dipegang dengan hemostat

7. Dengan kuret membran kista dilepaskan dari kripta tulang

8. Kista telah dienukleasi dengan sempurna dan tepi-tepi tulangdihaluskan 9. Rongga kista diisi dengan iodoform qauzejika rongga kista kecil dan terisi

oleh bekuan darah, dressing ini tidak perlu digunakan

10. Mukoperiosteal flap dikembalikan dan dijahit pada posisinya. Catatan iodoform qauze didrainase.

(29)

g. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan Radiografi :

Pada pemeriksaan radiografi kista radikuler merupakan areayang berbatas tegas dan berdindingtipis terlihat sebagai daerah radiolusen berbentuk bulat atau oval pada daerah periapikal denganukuran yang bervariasi serta dikelilingi oleh tepi radiopak padaapeks akar gigi yang non vital, padatepi luar terlihat lapisan tipis berupagaris putih dari tulang yang kompak

- Pemeriksaan HPA

Hasil pemeriksaan histologis menunjukkan bahwa kista radikuler dilapisi oleh nonkeratinized stratified squamous epithelium

3. Gingival Cyst

Macam : adult gingival cyst, newborn gingival cyst a. Newborn gingival cyst

1) Definisi

Kista gingiva pada bayi baru lahir adalah lesi mukosa mulut yang bersifat sementara. Meskipun lesi sangat umum ditemukan pada bayi usia 3 sampai 6 minggu. Namun lesi jarang terlihat setelah umur tersebut.

2) Etiologi

Berasal dari sisa epitel dari Serres yang tersisa setelah terputusnya dental lamina. Dipercaya bahwa sisa epitel dari komponen aparatus odontogenik terperangkap di antara tulang atau jaringan gingival periferal.

3) Patogenesis

Pada stadium dini perkembangan, sisa epitel lamina dentalis mempunyai kemampuan berproliferasi, berkeratinisasi dan membentuk kista kecil. Beberapa kista gingival berdegenrasi dan menghilang, keratin dan debris dicernakan oleh sel datia. Namun ada juga yang bermuara ke permukaan yang meninggalkan celah. Kista sepanjang rafe midpalatum mempunyai asal yang berbeda. Mereka berasal dari inklusi epitel pada garis fusi lipatan palatum dan processus nasalis. Normalnya ia terbentuk lengkap pada akhir bulan keempat. Setelah kelahiran biasanya inklusi epitel atrofi dan diresorbsi. Tetapi beberapa kista bisa menghasilkan mikrokista yang

(30)

mengandung keratin yang meluas ke permukaan dan pecah selama beberapa bulan pertama setelah lahir.

4) Gambaran klinis

Kista gingiva pada neonatal umumnya terjadi secara multipel tetapi kadang-kadang terjadisebagai nodul yang soliter. Kista ini bertempat pada ridge alveolar pada neonatal atau bayi muda.Struktur ini berawal dari sisa lamina gigi dan terletak dalam corium dibawah permukaanepitelium. Kadang-kadang, kista ini dapat menjadi cukup besar sehingga dapat tercatat secaraklinis sebagai pembengkakan berwarna putih yang terpisah pada ridge. Kista ini umumnya tidak bergejala dan tidak menimbulkan rasa tidak nyaman bagi bayi.

5) Gambaran histologis

Secara histologi, kista gingiva pada neonatal adalah kista sejati dengan suatu tepi epitelial yang tipis. Lumen biasanya terisi dengan keratin tetapi dapat terdiri dari beberapa sel radang,kalsfikasi distropik, dan hyaline body, seperti yang

umumnya ditemukan pada kista dentigerous. 6) Gambaran radiografi

Tidak terlihat pada gambaran radiografis 7) DD

Epstein’s pearl, Bhon’s nodule, Epidermoid Cyst

8) Rencana Perawatan

Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk lesi ini, yang mana biasanya lenyap dengan pembukaan ke permukaan mukosa atau melalui gangguan erupsi gigi. Kista ini sepertikebanyakan yang dijelaskan dalam literatur lama sebagai geligi predesidui.

b.  Adult Gingival Cyst 1) Definisi

(31)

odontogenik ini paling sering terlihat di dekat daerah caninus RB dan premolar, diyakini mewakili bagian jaringan lunak dari kista periodontal lateral.

2) Etiologi

Merupakan developmental cyst yang berasal dari sisa dental lamina 3) Pathogenesis

Kista gingival pada orang dewasa berasal dari epitel sambungan (sebelumnya disebut perlekatan epitel), sama seperti kista periodontal lateralis. Epitel sambungan ini berasal dari epitel enamel yang telah berkurang. Kista gingival berasal dari perkembangan epitel sambungan setelah erupsi gigi, sedangkan kista periodontal lateralis terjadi sebelum erupsi gigi. Epitel ini bisa mengalami penebalan setempat dan bersifat tidak agresif, berbeda dengan yang terjadi pada kista primordial.

4) Gambaran Klinis

- Kista gingiva pada orang dewasa hanya ditemukan pada jaringan lunak pada daerah premolar bawah.

- Kista ini muncul sebagai lesi yang meregang, fluktuan, vesikular dan berbentuk bulla.

- Sebagian besar kasus terjadi pada usia 50-50 tahun. Sering terjadi pada laki-laki.

- Pembengkakan yang membesar secara perlahan tanpa rasa sakit. 1) Gambaran HPA

Gambaran histopatologis sama dengan kista periodontal lateralis, terdapat gambaran sebuah epitel skuamosa berlapis tipis yang melapisi lumen.

2) Gambaran radiografi

Menunjukkan area yang dengan batas jelas, unilokular, radiolusen

berbentuk bulat atau oval. Kista terletak di suatu tempat antara puncak dan batas servikal gigi vital. Berbeda-beda ukuran dari yang sekecil 1 mm ke lesi yang lebih besar yang mungkin sepanjang panjang akar.

3) DD

(32)

4) Rencana Perawatan

Kista gingival bisa dikeluarkan dengan bedah eksisi.

4. Kista Lateral Periodontal

a. Definisi

Kista lateral periodontal jarang terjadi namun dikenal sebagai perkembangan kista odontogenik. Kista odontogenik developmental non keratinisasi yang terlihat pada sebelah lateral gigi yang terlibat.

b. Etiologi

- Kista ini timbul pada permukaan lateral akar pada gigi yang telah erupsi.

- Proliferasi sisa dental lamina (rest of Serres) , pada orang dewasa biasanya berhubungan dengan gingival cyst.

c. Patogenesis

Kemungkinan yang terjadi mengenai asal mula dan tipe dari perkembangan kista tersebut meliputi :

1) Berasal dari awalnya kista dentigerous yang berkembang sepanjang permukaan lateral mahkota sampai gigi erupsi, posisi kista terletak pada permukaan lateral akar.

2) Berasal dari proliferasi sisa Malassez di ligamen periodontal meskipun stimulus untuk proliferasi ini tidak diketahui.

3) Berasal dari kista primordial pada benih gigi supernumerary, karena kecenderungan untuk terjadinya kista periodontal lateral dalam regio premolar mandibula sesuai dengan tingginya insiden terdapat gigi supernumerary di regio yang sama.

4) Berasal dari proliferasi dan transformasi kistik yang berasal dari lamina gigi, yang berada dalam keadaan pasca fungsional dan karena itu hanya memiliki potensi pertumbuhan terbatasyang sesuai dengan ukuran kecil kista yang biasa terjadi ini.

d. Gambaran Klinis

- Kista lateral periodontal yang terjadi terutama pada orang dewasa usia rata-rata 50 tahun dan rentang usia 22-85 tahun.

- Tempat predileksi terjadinya sebanyak 67% kasus terjadi di regio gigi anterior atau posterior rahang bawah, 33% kasus pada gigi insisif lateral rahang atas.

(33)

- Lesi tidak ditemukan ditempat lain

- Bentuk lingkaran atau menyerupai tetesan air (teardrop)

- tidak ada tanda-tanda atau gejala klinis yang telah ditemukan selama pemeriksaan radiografi. Kadang-kadang, ketika kista berada pada permukaan labial dari akar, mungkin ada sedikit massa yang jelas, meskipun mukosa di atasnya terlihat normal.

- Jika kista terinfeksi, mungkin menyerupai abses lateral periodontal dan terlihat drainase

e. Diagnosis Banding - Radicular cyst

- Odontogenic keratocyst - Odontogenic tumor - Lateral Radicular Cyst f. Perawatan

Kista lateral periodontal yang harus diangkat dengan operasi jika mungkin tanpa mengeluarkan gigi terkait. Jika hal ini tidak dapat dicapai, gigi harus dicabut. Hal ini sangat penting bahwa diagnosis dibentuk karena kesamaan dalam penampilan antara kista ini dan lesi lain yang lebih serius seperti awal terjadinya ameloblastoma. Tidak ada kecenderungan dilaporkan untuk kekambuhan dari  jenis kista berikut eksisi bedahnya.

g. Pemeriksaan Penunjang

- Hasil pemeriksaan radiologi periapikal mengungkapkan area radiolusen kista lateral periodontal berada pada permukaan lateral akar gigi. Lesi biasanya kecil, diameternya jarang berukuran lebih dari 1 cm dan mungkin atau tidak

mungkin berbatas baik. Dalam kebanyakan kasus perbatasan yang definitif dan bahkan kadang-kadang dikelilingi oleh lapisan tipis tulang sklerotik. Kista odontogenik botryoid tampak serupa kecuali bahwa gambaran polikistik yang sering terlihat melalui pola multilokular pada pemeriksaan radiologis

- Pemeriksaan HPA :

Kista berasal pada dasarnya dari kantung berongga dengan dinding jaringan ikat dilapisi pada permukaan bagian dalam oleh lapisan epitel yang dapat berkisar dari satu lapisan datar sel untuk satu yang beberapa sel tebal, jenis skuamosa berlapis tipis. Sel kuboid atau kolumnar bahkan dapat ditemukan

(34)

menyusun lapisan ini. Banyak sel-sel lapisan memiliki jelas, vakuolisasi terutama, sitoplasma kaya glikogen. Sisa dari lamina gigi kadang-kadang ditemukan di dinding jaringan ikat dan ini sama sering terdiri dari sel-sel yang  jelas kaya glikogen.

5. Kista erupsi

a. Definisi

suatu kista yang terjadi akibat rongga folikuler di sekitar mahkotagigi sulung/tetap yang akan erupsi mengembang karena penumpukancairan dari  jaringan atau darah.

b. Gambaran Klinis

- Kista erupsi menyebabkanpembengkakan yang licin di atasgigi yang sedang erupsi,yangbisa mempunyai warna gingivalyang normal,ataupun biru.

- Biasanya tanpa nyeri kecuali jikaterinfeksi. - Lunak berfluktuasi

- Kadang kadang lebih dari satu kista c. Patogenesis

Patogenesa kista erupsi mungkinsangat serupa dengan kistadentigerous. Perbedaanya bahwagigi pada kasus kista erupsi lebihterpendam di jaringan lunak gingivalketimbang di dalam tulang. Belumdiketahui faktor-faktor yangsebenarnya menghalangi erupsi kedalam jaringan lunak ini,tetapiadanya  jaringan fibrosa yang sangatpadat dapat bertanggung jawab

d. Diagnosa banding - Granuloma

- Bohn’s Nodule

e. Perawatan

- Beberapa kista yang ringan(pembengkakan kecil) dapathilang dengan robeknya kistadan erupsinya gigi.

- Pada keadaan yang parah disertai gangguan pada anak yaitu cengeng atau gelisah, kista dapat diinsisi, kemudian diberi antibiotik dan analgetik untuk mencegah infeksi dan rasa sakit.

(35)

6. Glandular Odontogenic Cyst

a. Definisi

Glandular Odontogenic Cyst (GOC) adalah kista developmental yang jarang terjadi. Namun kista ini kebanyakn terjadi pada laki-laki paruh baya, khususnya pada anterior mandibula.

b. Gambaran klinis

- GOC dapat bersifat asimptomatik atau dapat menimbulkan rasa sakit - Pembengkakan yang lambat

- Pergeseran gigi - Uni/bilateral

- Terjadi pada usia dekade 2-9 c. Perawatan

Dalam perawatan kista odontogenik glandula, pada dasarnya digunakan teknik bedah dengan metode enukleasi.

d. Pemeriksaan penunjang

- Secara radiografi, COG memiliki tampakan radiolusen dengan uni-atau multiokular. Kehilangan integritas tulang kortikal dan resorbsi akar dapat terjadi pada kasus ini - Gambaran histologi GOC

menunjukkan dari sisa-sisa dental

lamina. Gambaran mikroskopis menunjukkan garis kavitas kista nonkeratin, squamous ephitelium, pembesaran epitel, sejumlah sekret mukos pada permukaan lapisan epitel. Permukaan lapisan epitel terdiri dari sel kuboid eosinophil yang membuat permukaannya irregular

7. Calcifying Odontogenic Cyst

a. Definisi

Kista odotogenik kalsifikasi atau kista Gorlin, yang sekarang dikenal di Klasifikasi Tumor WHO sebagai calcifying cystic odontogenic tumor adalah tumor odontogenik jinak dari jenis kistik yang paling sering terjadi pada area anterior rahang.

(36)

Kista Gorlin adalah lesi developmental yang jarang terjadi dan berasal dari epitel odontogenik.

c. Patogenesis

Kista odontogenik berkalsifikasi merupakan proses unikistik yang terjadi dari epitel enamel yang telah berkurang ataupun sisa epitel odontogenik didalam folikel, jaringan gingival atau tulang.

d. Gambaran Klinis

- Pembengkakan

- Jarang terdapat rasa nyeri - Bisa ekspansi hingga ke lingual

- Dapat menyebabkan pergeseran gigi

- Laki-laki dan wanita mempunyai resiko yang sama mengalami kista ini. - Maksila dan mandibula terlibat dalam frekuensi yang hampir sama.

- Kista odontogenik berkalsifikasi terdiri dari dua komponen, yaitu kista dan neoplasma.

e. Gambaran radiografi

Lesi ini muncul sebagai lesi radiolusen dengan area kistik yang berbatas jelas, unilokuler atau multilokuler. Awalnya tidak ada kalsifikasi sehingga disebut sebagai kista non-spesifik. Kemudian, kecil

Muncul gambaran irreguler opak bodies yang terkalsifikasi dapat terlihat sebagai daerah radiolusen dan dalam beberapa kasus mungkin bersifat substansial dan menempati

bagian yang lebih besar dari lesi. Inilah satu-satunya kista dengan gambaran opak.

f. Gambaran HPA

Lapisan sel basal palisading yang berbatas jelas, sel epitel suprabasal yang diatur secara longgar menyerupai retikulum stellata yang serupa dengan ameloblastoma.

g. DD

(37)

 Ghost cell odontogenic carcinoma: infiltrative and exhibits mitotic activity,

nuclear atypia, and/or necrosis.

 Odontoma   Ameloblastic fibro-odontoma  Pilomatrixoma  Matrical carcinoma  Craniopharyngioma h. Rencana Perawatan

Kista odontogenik berkalsifikasi diobati dengan enukleasi bedah, kecuali jika ia disertai dengan tumor odontogenik lainnya seperti fibroma ameloblastoma yang membutuhkan eksisi yang lebih besar.

8. Kista Radikuler

a. Definisi

- Suatu kantongan / rongga patologis yang dapat terjadi pada tulang atau  jaringan lunak berisi cairan (cairan peradangan / steril) yang mempunyai

dinding kapsul , yang berlapis epitel

- Suatu kantong epitelial , yang pertumbuhannya lambat pada apex gigi, yang melapisi suatu kavitas patologik pada tulang alveolar , lumen kista berisi cairan protein berkonsentrasi rendah.

- Kista Radikuler merupakan kista yang timbul dari sisa epitel pada ligamentum

periodontal , sebagai akibat peradangan , peradangannya terpicu karena infksi bakteri pada pulpa yang nekrosis

- Kista yang terbentuk di ujung apex , yang jaringan pulpanya sudah non vital. - Rongga/ruang dalam jaringan yang abnormal yang dibatasi oleh jaringan

epitel yang berisi cairan yang mengandung kolesterin

- Kista Odontogenik yang terjadi pada gigi non vital. Paling sering dijumpai di

mulut , dengan frekuensi kurang lebih 60  –  75% dari seluruh kista odontogenik , di rahang atas paling sering terjadi di regio anterior (sekitar 60&)sedangkan di rahang bawah sering terjadi di regio posterior , namun bisa terjadi di regio mana saja di rongga mulut

b. Gambaran Klinis

- Lesi berukuran 10-14mm

(38)

- Cairan berwarna kuning, isi cairan kolesterin. - Sifatnya Recurrent .

- Pada test vitalitas dihasilkan negative , artinya gigi tersebut sudah tidak vital

lagi .

- Tidak bergejala / asymptomatic , kadang ditemukan secara tidak sengaja pada dental radiograf yang dilakukan secara berkala.

- Banyak dijumpai di rahang , berkembang bersama granuloma periapikal ,

yang merupakan respon kematian pulpa , dan akibat nekrosis jaringan

- Dapat terjadi pada seluruh rahang yang mempunyai gigi

- Fluktuasi ada jika kista telah mengerosi tulang secara sempurna. -  Adanya rasa nyeri dan infeksi .

- Wajahnya asimetris, pada palpasi berbatas

c. Gambaran Radiograf

Menunjukkan area radioluscent yang dibatasi lapisan tipis radiopak. d. Gambaran Histopatologis

- Dinding nya bervariasi tipis – tebal , berkisar 5 mm

- Permukaannya bisa licin atau berombak

- Hampir semua dilapisi oleh lapisan berepitel squamos kompleks

- Sediaan miskrokopis , bisa berupa massa kristik sferis atau ovoid yang utuh , tapi sering tidak teratur dan collapse

- Isi berwarna kecoklatan -  Ada 3 lapisan jaringan :

Jaringan epithelium , merupakan proliferasi sel-sel epithelium , yang membatasi rongga kista ,

Jaringan granulasi , jaringan yang dipenuhi oleh sel infiltrasi sel – sel radang kronis

Jaringan ikat Fibrous , merupakan jaringan terluar pembungkus kista e. Gambaran Mikroskopis

Suatu Granuloma dengan suatu kavitas yang dilapisi oleh epithelium squamus berstrata , kista dikelilingi oleh jaringan penghubung yang di infiltrasi oleh limfosit , sel plasma , dan neutrofil polimorfonuklear

f. Etiologi

- Infeksi Gigi dan Trauma yang menyebabkan gigi nekrosis

(39)

sel bagian tengah mati pengumpulan cairan penambahan tekanan hidrostatik , yang ditimbulkan pengumpulan cairan menekan dinding epitel kapsul fibrous kista mnjadi semakin besar tulang sekitar diaktivasi oleh osteoklas

g. Gejala

- Kista Radikuler tidak memiliki gejala dan ditemukan pada pemeriksaan

radiografik

- Sakit bila terinfeksi

- Perubahan warna gigi akibat hilangnya vitalitas

- Cairan purulen dan bau akan keluar bila ada drainase spontan pada

pembengkakan h. Tanda

- Gigi Non Vital , berubah warna dan goyang -  Ada sisa akar yang bertahan

- Terlihat menggelembung , saat ditekan ada cairan

- Semakin besar kista akan terbentuk pembengkakan yang keras di intra oral ,

dalam arah buccal maupun lingual

- Ekspansi lebih lanjutakan menyebabkan erosi pada tulang , dan

menimbulkan fluktuasi

- Gigi yang bersangkutan terasa nyeri saat di perkusi , bila kista terinfeksi

i. Differential Diagnose

- Periapikal Granuloma

- Metastatik Tumor

- Central Giant Cell Granuloma  j. Perawatan

- gigi untuk tindakan selanjutnya di curetase(pengambilan kista setelah ekstraksi , sebagai proses final atau pembersihan kista terakhir)

- Bedah periapikal / periapical surgery :: Dilakukan enuclease(proses pengangkatan seluruh lesi kista , tanpa terjadi perpecahan pada kista) , namun gigi dipertahankan

- Terapi Endodontik

- Marsupialisasi (di lubangi di kistanya, agar ada ventilasi untuk cairan keluar) - Biopsi

Pada kista kecil digunakan enuclease dan bedah periapikal , pada kista besar digunakan Marsupialisasi  

(40)

9. Odontogenic Keratosis

a. Definisi

Odontogenic keratocyst (OKC) merupakan lesi patologis pada rahang yang berasal dari sisa-sisa dental lamina atau lapisan sel basal pada permukaan epitel. b. Etiologi dan patogenesis

- Sisa dental lamina RA dan RB dilapisi epitel berkeratin - Mula kista dari perluasan sel basal diatas epithelium - Faktor yang berpengaruh proliferasi meningkat c. Gambaran Klinis

- Sekitar 10% dari kista rahang dan dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia. Sekitar 70% atau lebih kasus melibatkan rahang bawah, terutama pada molar, ramus rahang.

- OKC biasanya asimptomatik dan ditemukan pada saat pemeriksaan radiografi - Sering pada dekade 2 dan 3

d. Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan radiologi

Secara radiografi, OKC terlihat radiolusen unilokular, namun juga dapat terlihat multiokular. Biasanya kista mengelilingi mahkota gigi yang belum erupsi. Gigi dapat mengalami pergeseran akan tetapi biasanya tidak meresorbsi gigi tersebut

- HPA

Epitel tipis (6-10 lapisan sel) , refraksile , batas parakeratonic e. Perawatan

- Bedah eksisi -> kuret tulang periperal / osteomy - Lesi agresif -> sering rekuren

f. Diagnosa banding - Dentigerous cyst -  Ameloblastoma

- Odontogenic myxoma -  Ameloblastic fibroma

(41)

Kista Non Odontogenik 1. Kista Nasolabial

a. Definisi

Kista nasolabial merupakan suatu pembengkakan ektodermal yang bermanifestasi sebagai suatu massa pada setengah lateral dari lantai vestibulum nasi di dasar ala nasi

b. Etiologi

asal mula dari kista nasolabialis ini tidak diketahui. kista ini dapat pula merupakan kista fisura yangtimbul dari sisa epitelial pada garis fusi dari globular, nasalis lateral, dan prosesusmaksilaris. Sumber dari epitelium dapat juga datang dari duktus embrioniknasolakrimal, yang asal mulanya terdapat pada permukaan tulang

c. Gambaran Klinis

- Kista nasolabial jarang ditemukan, tapi mudah diidentifikasi. Insiden kista ini hanya 0,7% dari seluruh kista pada rahang.

- Biasanya bersifat unilateral, hanya sekitar 10 –11,2% kasus ditemukan bilateral.

- Prevalensi lebih sering pada dewasa dengan puncak pada dekade keempat dan kelima, serta sering pada wanita dibandingkan laki-laki dengan rasio 3:1 - Gejala klinik dari kista nasolabial umumnya asimtomatis.

- Kista tumbuh lambat dan memperlihatkan pembengkakan pada daerah sekitar bibir.

- Kista keluar dari lipatan nasolabial dan mengangkat ala nasi sehingga merubah bentuk nostril kemudian menyebabkan pembengkakan pada dasar hidung.

- Dalam rongga mulut, kista membentuk tonjolan pada sulkus labialis. - Pada pemeriksaan bimanual, kista teraba fluktuatif.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan meraba pembengkakan pada dasar hidung dan sulkus labialis.

- Bila kista terinfeksi, dapat ditemukan sekret di dalam hidung. Kis ta juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman saat menggunakan gigi, obstruksi nafas dan asimetri pada wajah.

(42)

- Nyeri hanya dirasakan bila kista terinfeksi. Meskipun kista tidak menginvasi ke tulang, pada beberapa kasus dilaporkan terdapatnya destruksi pada apek gigi di sekitar kista.

d. Patogenesis

Patogenesis terbentuknya kista nasolabial, diterangkan oleh 3 teori yaitu :

1) Kista terbentuk secara embriogenik akibat kegagalan penyatuan sel pada daerah maksilla, dinding medial dan lateral nasal.

2) Kista terbentuk secara embriogenik dari sisa duktus nasolakrimal yang terperangkap.

3) Kista terbentuk secara embriogenik dari sel endodermal duktus nasolakrimal. Bila terjadi trauma pada daerah sekitarnya, akan membentuk kista.

e. Perawatan

Penatalaksanaan kista nasolabial dapat berupa injeksi kista dengan agen sklerotik, ekstirpasi kistadengan pendekatan sublabial atau dengan teknik terbaru yaitu marsupialisasi endoskopi transnasal.9 Ekstirpasi kista dengan pendekatan sublabial merupakan teknik standar dalam penatalaksanaan kista nasolabial

f. Pemeriksaan penunjang

- Diagnosis kista nasolabial ini ditegakan dengan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Meskipun kista dapat dipalpasi secara bimanual, gambaran kista yang lebih jelas dapat dilihat dari pemeriksaan tomografi komputer. Selain tomografi komputer, magnetic resonance imaging (MRI) juga merupakan modalitas yang penting dalam mendeteksi kelainan pada jaringan lunak karena kemampuannya dalam membuat gambaran jaringan lunak dengan resolusi yang sangat baik

- Pemeriksaan radiologi

Karena kista ini adalah lesi jaringan lunak, gambaran radiografi biasa mungkin tidak menunjukkan perubahanterdeteksi.

g. Diagnosa banding

Diagnosis banding dari kista nasolabial ini meliputi abses pada periapikal, kista odontogenik, furunkel dan kista inklusi epidermal

Referensi

Dokumen terkait