• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Observasi Yang Fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Observasi Yang Fix"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu uang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Bahasa sangat penting untuk dipelajari karena merupakan alat yang menghubungkan pengertian dengan akal dan budi melalui perkataan. Hal ini yang menjadi dasar mengapa bahasa sangat penting untuk dipelajari. Pada kehidupan sosial bahasa sangat berpengaruh terhadapa kebudayaan, lingkungan, dan harmonisme antar individu. Selain itu bahasa juga bahasa juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Oleh karena itu bahasa sangat penting untuk dipelajari.

Bahasa sebagai wujud dari kebudayaan. Dengan adanya bahasa kita dapat mengetahui seberapa tinggi tingkat kebudayaan suatu bangsa. Selain itu bahasa sangat berpengaruh terhadadap keharmonisan kehidupan dimsyarakat. Kehidupan di msayarakat dapat dikatakan harmonis jika tingkat komunikasi, interaksi mereka menimbulkan suatu kenyamanan, dan hubungan saling percaya. Terlepas manfaat bahasa bagi kehidupan sosial di masyarakat, bahasa juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Tingkat penilaian terhadap kepribadian seseorang dapat ditentukan dengan mengguakan bahasa yang digunakan. Bahasa dapat menentukan sikap, tingkah laku, pola fikir, dan cara pandang seseorang.

Negara di seluruh dunia memiliki lebih dari satu bahasa. Pada umumnya di suatu negara terdapat bahasa nasional dan bahasa daerah, salah satunya Indonesia. Indonesia memiliki kurang lebih 726 bahasa. Bahasa tersebut terbentang dari ujung timur sampai ujung barat negara Indonesia. Indonesia sangat kaya akan bahasa daerahnya. Beberapa bahasa daerah di Indonesia antara lain bahasa jawa, bahasa madura, bahasa batak, bahasa osing, bahasa dayak dll. Di Indonesia pada umumnya satu daerah menggunakan lebih dari dua bahasa. Hal ini dikarenakan banyaknya penduduk pendatang yang membawa bahasa dari daerahnya, dan akan mewarnai ragam bahasa di daerah yang akan ditinggalinya.

Salah satu contoh daerah di Indonesia yang memiliki lebih dari dua bahasa adalah Jember. Jember memiliki tiga bahasa penduduk asli, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Madura. Studi lapang ini dilakukan agar dapat memahami alur penyebaran bahasa di daerah jember, dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial di masyarakat. Dalam laporan ini akan membahas tentang bahasa Madura yang ada di daerah jember, yaitu bahasa Madura di Desa Kemiri, kecamatan Panti, Jember.

(2)

2 1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana pennggunaan bahasa Madura yang ada di Desa Kemiri ? b. Bagaimana dailek atau varian bahasa Madura di Desa Kemiri ? c. Bagaimana pengaruh penggunaan bahasa di Desa Kemiri ? 1.3 Tujuan Studi Lapang

Tujuan dilakukannya studi lapang ini untuk mengetahui dan memahami alur penyebaran bahasa di daerah Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Jember Jawa Timur, dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial di masyarakat.

1.4 Manfaat

Laporan observasi ini bisa digunakan sebagai media informasi untuk menambah wawasan tentang bahasa sebagai kebudayaan yang ada di Desa Kemiri dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mempertahankan kebudayaan-kebudayaan di setiap daerah.

(3)

3 BAB 2.

GAMBARAN UMUM LOKASI OBSERVASI

2.1 Kondisi Geografi

Panti merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di kota Jember, Jawa Timur. Kecamatan Panti terletak sekitar 17 km ke arah barat dari pusat kota jember (Alun-Alun). Kira-kira memakan waktu kurang lebih 35 menit jika menuju ke kecamatan Panti tersebut. Desa panti sendiri terbagi menjadi 7 desa, diantaranya adalah Desa Panti, Desa Glagahwero, Desa Kemuningsari Lor, Desa Pakis, Desa Serut, Desa Suci, dan Desa Kemiri. Sedangkan untuk Kantor Camat terletak di Desa Glagahwero.Mata pencaharian mayoritas penduduk di kecamatan yang memiliki kode pos 68153 ini adalah sebagai petani, beragam jenis tanaman pokok maupun sayuran mereka tanam baik padi, jagung, cabai, kubis, brokoli bahkan tembakau. Selain itu tidak sedikit penduduk yang berprofesi sebagai pedagang dan karyawan di perusahaan-perusahaan perkebunan di daerah tersebut.

Dibidang pendidikan, Desa Panti itu sendiri memiliki beberapa Instansi pendidikan baik itu setingkat SD, SMP, SMA, maupun pondok pesantren, diantaranya untuk tingkatan SMP adalah SMP Negeri 1 Panti, SMP Negeri 2 Panti, SMP Argopuro 1 dan 2, MTs Al-Kawtsar, MTs Al-Hasan, MTS Al-Firdaus, MTS NURIS dan masih banyak yang lainnya. Ditingkat SMA adalah MA Al-Kawtsar, SMA Plus Al-Hasan, SMK Al-Hasan, SMA Agropuro, SMA Diponegoro, MA Al-Firdaus. Dan beberapa pondok pesantren yang ada di kecamatan panti yaitu PP Hasan, PP Kawtsar, PP AL-Firdaus dan PP Al-Fattah.

Sedangkan untuk sektor pariwisata Kecamatan Panti juga memiliki beberapa rekomendasi unggulan diantaranya Air Terjun Tancak, Taman wisata yang terdapat berbagai macam Out Bond dikawasan perkebunan.

Fokus kita mengenai kajian gambaran umum ini adalah di Desa Kemiri Kecamatan Panti, disini terdapat salah satu perkebunan milik pemerintah yang sering dikenal dengan nama Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP). Perkebunan ini merupakan perkebunan yang terletak dibagian ujung dari Desa Kemiri, Medan yang kita lalui untuk menuju ke kawasan perkebunan ini sekarang sudah cukup layak, yakni jalan yang cukup lebar dan beraspal, beda halnya dengan dahulu yang masih tanah berpasir dan susunan batu. Namun ketika memasuki perkebunan jalanan atau medan yang dilalui cukup menantang, jalan berkelok, naik turun dan sedikit berlumpur. Namun juga tidak sedikit jalanan yang sudah beraspal di tengah kawasan perkebunan.

Desa Kemiri terletak di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Desa ini memiliki luas wilayah 1.578.584 Ha. Desa Kemiri membawahi lima dusun yaitu, Dusun Delima, Dusun Kantong, Dusun Krajan, Dusun Krajan, Dusun Sodong, Dusun Danci, dan Dusun Tenggiling. Sebelah utara desa berbatasan dengan Pegungan Argopuro, sebelah timur desa berbatasan dengan Desa Sukorambi, sebelah selatan desa berbatasan berbatasan dengan Desa Serut dan Desa Suci, dan sebelah barat desa berbatasan dengan Desa Suci (Profil Desa Kemiri, 2009).

(4)

4 Ketika memasuki kawasan perkebunan susasana sejuk langsung menyambut kening, suara daun yang terhembus angin terdengar ditelinga, hal tersebutlah yang menjadikan perkebunan ini merupakan salah satu alasan penghilang penat setelah beraktifitas di awal pekan, masyarakat perkebunan yang ramah dengan senantiasa memasang senyum lebar ketika bertemu dengan pengunjung perkebunan. Dan tidak jarang pula para pekerja perkebunan menyapa dengan sepatah dua patah kata.

2.2 Kondisi Demografi 2.2.1 Struktur Kependudukan

Tabel 2.2.1.1 Jumlah penduduk menurut kepala keluarga

No Dusun Jumlah Penduduk Jumlah KK

1 Delima 2,006 Jiwa 530 KK 2 Kantong 1,204 Jiwa 305 KK 3 Krajan 1,242 Jiwa 277 KK 4 Sodong 1,441 Jiwa 596 KK 5 Danci 1,539 Jiwa 376 KK 6 Tenggiling 1,375 Jiwa 356 KK Jumlah 8,807 Jiwa 2,440 KK Tabel 2.2.1.2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur

No Kelompok Umur (Th) Laki-Laki Perempuan 1 0 s/d 4 Th 373 Jiwa 402 Jiwa 2 5 s/d 9 Th 538 Jiwa 581 Jiwa 3 10 s/d 15 Th 558 Jiwa 603 Jiwa 4 16 s/d 20 Th 579 Jiwa 626 Jiwa 5 21 s/d 25 Th 704 Jiwa 760 Jiwa 6 26 s/d 55 Th 952 Jiwa 1,027 Jiwa 7 56 s/d lebih 435 Jiwa 469 Jiwa Jumlah 4,139 Jiwa 4,468 Jiwa

(5)

5 Tabel 2.2.1.3 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 108 Orang

2 Buruh Tani 543 Orang

3 Peternak Sapi/Kambing 257 Orang

4 Buruh Perkebunan 881 Orang

5 Pegawai Negeri/TNI/POLRI 21 Orang

6 Potong Rambut, Salon 23 Orang

7 Service Radio,Tape,Televisi 6 Orang

8 Penjahit 24 Orang

9 Pengemudi Taksi/Jasa Angkutan 86 Orang

10 Tukang Ojek 12 Orang

11 Tukang Batu 56 Orang

12 Tukang Kayu/Mebeler 27 Orang

13 Toko/Peracangan 65 Orang

14 Warung Nasi/Rujak/Bakso dll 17 Orang 15 Pembuat Makanan/Kue-kue 6 Orang

16 Lainnya Orang

Jumlah 2,132 Orang

Tabel 2.2.1.4 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 SD / MI 2,741 Orang

2 SMP / MTs 2,005 Orang

3 SLTA / MA 744 Orang

4 Diploma 55 Orang

5 Sarjana S,1 39 Orang

6 Sarjana S,II - Orang

7 Pondok Pesantren 681 Orang

8 Buta Huruf 1,567 Orang

JUMLAH 7,832 Orang

2.3 Struktur Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi buruh sekitar perkebunan di Kecamatan Panti berbeda-beda bergantung pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan buruh. Perbedaan yang mencolok terlihat pada buruh sekitar perkebunan Sentool milik swasta di Desa Suci dengan buruh perkebunan Gunung Pasang milik PDP di Desa Kemiri. Buruh sekitar Perkebunan Kopi Zidam V/Brawijaya Perkebunan Sentool di Desa Suci menggantungkan hidup sepenuhnya hanya sebagai buruh perkebunan, sedangkan buruh di Gunung Pasang Desa Kemiri selain sebagai buruh kebun juga sebagai buruh pabrik atau afdeling dan melakukan pekerjaan

(6)

6 sampingan beternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi sosial ekonomi buruh sekitar kebun kopi di perkebunan Gunung Pasang Desa Kemiri Kecamatan Panti Jember.

Sekitar 75% masyarakat sekitar PDP Gunung Pasang adalah buruh. Buruh yang tinggal di perumahan dalam PDP Gunung Pasang memiliki pekerjaan utama di sektor perkebunan yaitu sebagai buruh lepas maupun tetap, pekerjaan sampingan yang dilakukan “ Ngadhu sapi” dan beternak. Buruh yang tinggal di perkampungan sekitar PDP Gunung Pasang memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan buruh tani, sedangkan pekerjaan sampingannya6bekerja sebagai buruh lepas di kebun. Tingkat pendapatan yang diperoleh bervariasi tergantung pada pekerjaannya. Buruh tetap di gaji dengan sistem harian sedangkan buruh lepas dengan sistem borongan. Sedangkan tingkat pendidikan orang tua di daerah ini rata-rata setingkat SMP, untuk pendidikan anak maksimal perguruan tinggi.

kondisi sosial ekonomi buruh sekitar PDP Gunung Pasang Desa Kemiri Kecamatan Panti Jember masih tergolong rendah dan miskin. Buruh sekitar PDP Gunung Pasang 37,5% adalah buruh lepas, buruh lepas pendapatannya tidak menentu dan rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan buruh hanya mampu memenuhi kebutuhan subsitensinya. Subsistensi yang terjadi menjadikan buruh melakukan strategi bertahan hidup dengan melakukan pekerjaan lain diluar pekerjaan utamanya. 50% buruh sekitar PDP Gunung Pasang Memiliki Pekerjaan sampingan. Sekitar 75% buruh bekerja sampingan “Ngadhu Sapi” untuk menambah pendapatannya. Dengan pekerjaan merawat sapi orang (Ngadhu Sapi) pendapatan yang diterima penduduk harus di bagi dua dengan pemilik sapi, sehingga pendapatan dari pekerjaan sampingannya tetap rendah Keadaan ini menyebabkan buruh tidak mampu menabung dan tetap hidup dalam keadaan subsisten.

(7)

7 BAB 3.

PEMBAHASAN

3.1 Bahasa Dalam Perspektif Budaya

Sebelum bicara tentang bahasa daerah, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang definisi kebudayaan, walaupun jika ditelusuri tentang makna terminology kebudayaan maka kita akan mengetahui banyak sekali pengertian tentang kebudayaan. Menurut Koentjoroningrat (1983) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar, yang akan lebih lanjut dijabarkan tentang tujuh unsure kebudayaan, dimana bahasa termasuk dalam unsur tersebut. Tapi secara singkat kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Kebudayaan itu sendiri bisa seperti candi, dan kebudayaan dinamis ; mengalami perubahan-perubahan. Misalnya bahasa yang setiap waktu bisa mengalami perubahan. Maka dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bagian dari sebuah kebudayaan masyarakat yang bersifat dinamis yaitu mengalami perubahan-perubahan yang tentunya juga bisa mengarah pada pergeseran bahasa jika tidak diperhatikan dengan seksama.

Bahasa mempenyuai relevansi yang kuat terhadap kebudayaan masyarakat pemakai bahasa. Relevansi itu berupa nada bahasa, konsep gramatikal bahasa, ataupun konsep tingkatan bahasa. Dalam masyarakat Jawa misalnya, bahasa Jawa dialek Solo dengan nada yang halus dan terdegar santun menunjukkan bahwa kepribadian dasar masyarakat Solo adalah masyarakat yang menjunjung tinggi kesantuna dan kesopanan, lain halnya dengan nada bahasa Batak yang lebih tegas da keras.

Bahasa merupakan salah satu bukti adanya suatu peradaban dari suatu masyarakat dahulu yang dalam konteks ini bisa berupa dalam bentuk verbal ataupun tulisan. Oleh karena itu, bahasa bisa diartikan sebagai sistem ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang mempengaruhi perilaku masyarakat itu sendiri. Sehingga jika bahasa suatu daerah bergeser, maka tidak mustahil jika itu berarti menandakan terjadinya pergeseran nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat baik perubahan terhadap pandangan hidup, perilaku sosial ataupun hal lain yang sebenarnya merupakan cirri khas dari budaya masyarakat tersebut.

3.2 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial

Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh

(8)

8 efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).

Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.

Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

3.3 Perkembangan Bahasa di Jember

Di Jember terdapat bahasa campuran yakni bahasa Jawa yang dimadurakan atau bahasa Madura yang dijawakan telah melahirkan bahasa dan budaya baru di Jember. Sampai kini belum ada istilah yang baku sebagai istilah akulturasi bahasa tersebut. Ada yang mengistilahkanya sebagai budaya Pendhalungan. Namun bukan bahasa Pendhalungan. Kalau di Malang lahir bahasa Jawa yang dibolak-balik, seperti : umak kadit nakam ? (kamu tidak makan?) atau di Surabaya terkenal dengan cak-cuk nya, maka di Jember ada bahasa sehari-hari yang sampai saat ini belum diketemukan istilahnya, menurut hemat saya anggap saja itu bahasa hibrid (Jemberan), karena merupakan perkawinan dari dua bahasa sehingga menghasilkan bahasa baru. Logat dan bahasa ini dipakai luas oleh masyarakat Jember sehari-hari, baik yang tinggal di kota atau masyarakat Jember lainnya. Orang Jember juga sering mengistilahkan behasa tersebut dengan ”bhasa oréng Medurah campor ambik bosoné wong Jowo” (bahasa orang Madura bercampur dengan bahasanya orang Jawa). Misalnya metao’ = sok tau; buk-masibuk=sok sibuk; mara=ayo; carpak ler-keleran=bohong banget; dim makodim=sok tegas.

Masyarakat etnis Madura (EM) di Jember membentuk suatu komunitas yang menunjukkan perkembangan berbeda dari komunitas Madura asli. Dalam masyarakat EM di Jember terbentuk proses akulturasi budaya. Sehingga lahirlah bahasa dan budaya hibrid. Sebagian besar anak-anak kita di daerah Tapal Kuda (Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Lumajang) sudah tidak lagi bisa berbahasa Jawa dan Madura. Mereka dari kecil dengan lingkungannya berbahasa Indonesia yang kosa katanya diadopsi berdasarkan kosa kata bahasa Jawa maupun Madura.

(9)

9 Misalnya : Adik ini maluan ! (maluan = pemalu); Kalau kamu mbak, suka bilangan ! ( bilangan = mengatakan sesuatu kepada orang lain).

Kata maluan merupakan kata bentukan yang berasal dari kata ‘malu’ yang dibentuk berdasarkan tiruan tata bentukan bahasa jawa: ‘isin – isinan’ dan bahasa Madura: ‘todus – todusan’ (malu - pemalu). Bigitu pula dengan kata ‘bilangan’ berasal dari kata ‘bilang’ (mengatakan sesuatu kepada orang lain) yang dalam tata bentukan bahasa Jawa: ‘ngomong – ngomongan’, dan bahasa Madura: ‘madhul – madhulan’ (bilang - suka bilang sesuatu kepada orang lain). Padahal kata bilangan memiliki arti konotasi yang lain dalam matematika.

Secara historis, pada mulanya komunitas etnis Madura di Jember merupakan komunitas monolingual. Artinya, mereka hanya menguasai dan menggunakan satu bahasa sebagai sarana interaksi sosial, yaitu Bahasa Madura (BM). Sebagian besar penduduk etnis Madura di Jember menguasai dan menggunakan Bahasa Madura sebagai sarana komunikasi intraetnik. Bersamaan dengan mencairnya isolasi sosial-geografis melalui kontak perdagangan (ekonomi), pekerjaan, pendidikan, dan pariwisata, telah memaksa komunitas etnis Madura di Jember tidak hanya berinteraksi dengan kelompok etnik mereka, melainkan harus mengadakan kontak dengan kelompok etnik lain, sehingga kontak bahasa tidak dapat terhindarkan. Akibatnya, komunitas etnis Madura di Jember tidak lagi merupakan komunitas yang monolingual melainkan menjadi dwilingual, dan bahkan cenderung menuju ke multilingual. Sehingga terbentuklah ragam bahasa baru komunitas Jember seperti berikut: Etnis Jawa : Pundi griyane Pak Kampung? Tebih, Pak?(Dimana rumah Pak Kasun? Jauh, Pak?) Etnis Madura : Ten-kinten gangsal griya depa' pon. (Kira-kira lima rumah sudah sampai).

Etnis Madura di Jember memilih menggunakan bahasa Jawa (BJ) krama jika yang diajak bicara etnis Jawa (EJ) yang bertutur menggunakan BJ krama. Jika EJ mendahului menggunakan bahasa Jawa krama, etnis Madura menjawab dengan menggunakan bahasa Jawa krama juga. Untuk seterusnya mereka menggunakan bahasa Jawa krama sebagai sarana cakapan (Sofyan & Wibisono, 2001; Haryono, 2008).

3.4 Bahasa yang digunakan di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember

Bahasa yang digunakan di Desa Kemiri kecamatan Panti adalah bahasa bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan Bahasa Madura. Sebagian besar masyarakat Desa Kemiri, Kecamatan Panti adalah menggunakan bahasa Madura. Akan tetapi ada juga beberapa masyarakat yang berbahasa Jawa dan Indonesia. Menurut pak Adi sebagai salah satu masyarakat di Desa Kemiri Kecamatan Panti, awal mula perkembangan bahasa di Desa Kemiri, Kecamatan Panti pada zaman penjajahan, awal sebagian besar masyarakat Desa Kemiri, Kecamatan Panti adalah bahasa Jawa, akan tetapi pada zaman penjajahan banyak orang Madura yang mengasingkan diri ke daerah panti. Hal ini yang menjadi awal mula perkembangan bahasa di daerah panti. Pada saat itulah terpecah yang awalnya penduduk asli Desa Kemiri, Kecamatan Panti berbahasa Jawa, akhirnya munculah bahasa Madura. Bahasa Madura lambat laun semakin menyebar di Desa Kemiri

(10)

10 Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Hal ini dikarenakan banyaknya orang madura yang menetap dan menikah dengan penduduk asli Desa Kemiri, Kecamatan Panti.

Seiring berkembangnya zaman, bahasa Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti semakin mendominasi daripada bahasa Jawa. Hingga akhirnya Bahasa Madura menjadi bahasa yang umum digunakan di Desa Kemiri Kecamatan Panti. Jika kita berkomunikasi dengan masyarakat sekitar Desa Kemiri Kecamatan Panti pada umumnya mereka akan menjawab dengan Bahasa Madura dan logat Madura. Bahasa Madura telah menjadi bahasa daerah yang melekat di Desa Kemiri. Banyak ragam bahasa Madura yang dibunakan oleh masyarakat Desa Kemiri, mulai dari bahasa Madura halus hingga bahasa Madura kasar. Dengan berkembangnya bahasa Madura di Desa Kemiri Kecamtan Panti, terdapat bahasa baru yang merupakan perpaduan dari bahasa Madura dan bahasa Jawa yang disebut Pendalungan. Bahasa lebih yang mendominasi bahasa Pendalungan adalah bahasa Madura. Beberapa penjabaran diatas merupakan sejarah singkat perkembangan bahasa di Desa Panti Kecamatan Jember.

3.5 Varian Bahasa yang digunakan di Desa Kemiri

3.5.1 Berkomunikasi dengan Mitra Tutur Sesama Kelompok Etnis

Secara umum, dalam berkomunikasi dengan mitra tutur sesama etnis (berkomunikasi dengan orang tua (Ayah dan Ibu), dengan pendamping hidup sesama Madura, dengan saudara (kakak dan adik), dan dengan tetangga sesama Madura), orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, menggunakan Bahasa Madura. Bahasa Madura yang mereka gunakan ada dua varian, yaitu ragam krama dan ragam ngoko. Bahasa Madura ragam krama mereka gunakan dalam berkomunikasi dengan ayah sedangkan dengan ibu, mereka lebih banyak menggunakan Bahasa Madura ragam ngoko. Contohnya seperti berikut: Konteks: komunikasi antara Mad Dul Halim dan Sahibu (ayah). Komunikasi berlangsung di rumah Sahibu, sore hari, kira-kira pukul 16.30 WIB.

Tuturan :

A: Kulê nyo on sêporra sé bênya ka sampéyan. Kulê pon ètarèmmah, èangkat dêdi pegawai, Pak! (Saya minta maaf yang banyak ke sampeyan. Saya sudah diterima, diangkat menjadi pegawai, Pak). Saya minta maaf kepada Bapak. Saya sekarang sudah diterima menjadi pegawai.

B: Duh! Kêso on Nak. Iyê bên êngko bê ên épojhiyê! pojhiyê bê ên bên êngko Nak. Mandar moggê dêdiyê orèng sé bhêgus. pojhiyê têros bên êngko bê ên, Nak! (Duh! Terima kasih, Nak. Iya, oleh saya kamu saya doakan. Didoakan kamu oleh saya, Nak. Moga-moga, menjadi orang yang bagus. Didoa-kan terus oleh saya, kamu, Nak). Terima kasih, Nak. Saya berdoa terus mudah-mudahan kamu men-jadi orang yang berhasil .

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi dengan ayah, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, menggunakan Bahasa Madura ragam krama. Dalam berkomunikasi dengan pendamping hidup sesama Madura, mereka menggunakan Bahasa Madura ragam ngoko. Suami dan isteri saling tidak menggunakan ragam halus dalam berkomunikasi. Demikian pula, dalam berkomunikasi dengan saudara, kakak atau adik, mereka menggunakan Bahasa

(11)

11 Madura ragam ngoko, tidak menggunakan Bahasa Madura ragam krama atau ragam krama inggil. Adik tidak menggunakan bahasa ragam halus dalam berkomunikasi dengan kakak meskipun mereka sudah sama-sama berusia tua. Contohnya seperti berikut. Konteks: komunikasi antara Mad Dul Halim (A) dan isteri, Umi Sakdiyah (B) Komunikasi berlangsung sore hari, kira-kira pukul 16.30 WIB ketika Mad Dul Halim baru datang dari pasar dalam keadaan basah karena kehujanan.

Tuturan:

A: Gêbhêiaghi jhêi! Gêbhêiaghi jhêi marèna! (Buatkan jahe. Buatkan jahe setelah)

ini) Buatkan wedang jahe B: Apa? Jhêi? (Apa? Jahe?)

Dalam berkomunikasi dengan tetangga sesama etnis, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, juga menggunakan Bahasa Madura. Bahasa Madura yang mereka gunakan ada dua varian, yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Mereka tidak menggunakan Bahasa Madura ragam krama inggil meskipun tetangga mereka lebih tua dan sangat mereka hormati. Contohnya sebagai berikut. Konteks: komunikasi antara Mad Dul Halim (A) dan Suyatman (B), tetangga sesama Madura, tukang pompa. Komunikasi berlangsung di ruang tamu, sore hari, kirakira pukul 16.00 WIB.

Tuturan:

A: Ndo rêmma kabhêrra? (Gimana kabarnya?) Apa kabar?

B: Ènggih. Alako nèka harus têlatèn (Iya. Bekerja itu harus telaten). Ya. Bekerja harus sabar

Dalam berkomunikasi dengan anak, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, menggunakan beberapa varian bahasa. Keluarga bukan campuran (suami-isteri sama-sama Madura)

dalam situasi tertentu meng-gunakan Bahasa Madura. Dalam situasi tertentu yang lain mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Penggunaan Bahasa Madura, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan anak bergantung pada jumlah partisipan, sifat interaksi, dan umur anak. Dalam berkomunikasi dengan anak yang bukan kanak-kanak dan komunikasinya bersifat diadik, mereka menggunakan Bahasa Madura ragam ngoko. Dalam berkomunikasi dengan anak yang bukan kanak-kanak dan komunikasinya bersifat triadik, mereka menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam berkomunikasi dengan anak yang masih kanak-kanak, mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Contohnya seperti berikut. Konteks: komunikasi antara Mad Dul Halim (A) dan Abi (B), anaknya yang masih kanak-kanak, laki-laki, umur 5 tahun. Tempat komunikasi di ruang tamu. Waktu komunikasi kira-kira pukul 17.00 WIB. Komunikasi terjadi ketika mereka sedang menonton televisi.

Tuturan

A: Acaranya apa? Kamu lihat? Acaranya apa? B: Apa?

A: Kamu lihat! Apa acaranya? Ayo dipakai kaosnya. Acaranya apa Bing! Apa acaranya?

(12)

12 Pada keluarga campuran (suami Madura-isteri Jawa, suami Jawa-isteri Madura), mereka lebih banyak meng-gunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mereka gunakan dalam berkomunikasi dengan anak mereka yang masih kanak-kanak dan BJ mereka gunakan dalam berkomunikasi dengan anak mereka yang sudah tidak lagi kanak-kanak. Bahasa Jawa yang mereka gunakan dalam berkomunikasi engan anak beragam ngoko. Contohnya sebagai berikut. Konteks: komunikasi antara Sulastri (A) dan Antok (B), anak laki-laki, umur 13 tahun. Komunikasi berlangsung di ruang keluarga rumah Sulastri. Komunikasi terjadi sore hari, sekitar pukul 16.00 WIB, ketika Antok baru pulang dari mengaji.

Tuturan:

A: Yok apa ngajimu, Tok? Lancar enggake? Nek gak isa, takon ayahe iku! (Gimana mengajimu, Tok? Lancar tidaknya? Kalau tidak bisa, Tanya ayahnya itu). Bagaimana mengajimu Tok? Lancar apa tidak? Jika tidak dapat, bertanyalah kepada ayah.

B: Enggak, enggak. (Tidak, tidak) Tidak ada masalah.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa dalam berkomunikasi dengan anak yang tidak lagi kanak-kanak, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Demikian pula, bahasa Jawa yang digunakan oleh anak juga bahasa Jawa ragam ngoko. Orang tua dan anak saling menggunakan ragam ngoko, baik ketika mereka menggunakan bahasa Jawa maupun menggunakan Bahasa Madura.

3.5.2 Berkomunikasi dengan Mitra Tutur Lain Kelompok Etnis

Secara umum dalam berkomunikasi dengan mitra tutur lain kelompok etnis, misalnya, berkomunikasi dengan tetangga Jawa, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, tidak bertahan menggunakan Bahasa Madura, tetapi memilih menggunakan bahasa Jember. Bahasa Jember yang mereka gunakan ada dua varian, yaitu ragam ngoko dan krama. Contohnya seperti berikut. Konteks: komunikasi antara Mad Dul Halim (A) dan Nurhayati (B), 25 tahun, tetangga Jawa. Komunikasi berlangsung di ruang tamu rumah Nurhayati, petang hari, sekitar pukul 17.00 WIB.

Tuturan

A: Jam pira tekane? (Jam berapa datangnya) Pukul berapa ia datang? B: Wis mau. (Sudah tadi) Sejak tadi.

Dalam berkomunikasi dengan tetangga bukan Jawa, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, tidak bertahan menggunakan Bahasa Madura, tetapi cenderung memilih menggunakan bahasa Indonesia. Dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan mitra tutur tetangga bukan Jawa, berkomunikasi dengan tetangga warga keturunan Arab, misalnya, mereka acap kali memasukkan serpihan unsur kosa kata bahasa Arab. Contoh sebagai berikut. Konteks: komunikasi antara Sulatri (A) dan Bu Amar Baadil (B) (tetangga warga keturunan Arab), umur 56 tahun, wiraswasta (penjual minyak wangi di pasar). Komunikasi berlangsung di ruang tamu rumah Amar Baadil, berlangsung malam hari, antara pukul 19.00 WIB.

Tuturan

(13)

13 B: Wallah Bagaimana Pak Sin? Bu Lastri?

A: Baik-baik saja. B: Kayak mimpi! A: Ha .mimpi

B: Alhamdulillah. Nggak pergi ke luar kota? (Segala puji bagi Allah) Syukurlah. Berdasarkan penjabaran diatas dapat dipaparkan bahwa orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, tidak tampak memaksakan menggunakan bahasa kelompok etnis mereka dalam berkomunikasi dengan mitra tutur lain etnis. Bahkan, mereka cenderung melakukan konvergensi berbahasa. Mereka cenderung mengubah kode bahasa yang mereka gunakan ke arah bahasa yang digunakan oleh mitra tutur. Jika mitra tutur yang diajak bertutur adalah warga kelompok etnis Jawa, mereka berusaha melakukan alih kode ke penggunaan bahasa Jember. Jika bahasa yang digunakan oleh mitra tutur adalah bahasa Jember ragam ngoko, mereka cenderung memilih menggunakan bahasa Jember ragam ngoko. Jika bahasa yang digunakan oleh mitra tutur adalah BJ ragam krama, mereka cenderung memilih menggunakan bahasa Jember ragam krama.

Dalam menggunakan varian bahasa sebagai sarana berkomunikasi, orang Madura di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, tampak selalu memperhitungkan pihak kedua yang menjadi mitra tutur, misalnya, memperhitungkan asal kelompok etnis mitra tutur. Jika mitra tutur warga keturunan Arab, bahasa yang mereka gunakan dalam berkomunikasi banyak diselingi oleh penggunaan unsur-unsur kosa kata bahasa Arab.

(14)

14 BAB 4.

HASIL OBSERVASI

4.1 Bahasa Madura di Desa Kemiri

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang digunakan untuk memberitahukan sesuatu agar pendengar mengerti apa yang ingin disampaikan. Begitu pula dengan pendengar ketika ingin memberikan suatu tanggapan atau saran, maka harus mengerti apa yang sudah disampaikan oleh pembicara. Dan penggunaan bahasa dari setiap orang berbeda. Oleh karena itu, bahasa daerah sangat penting untuk diketahui guna sebagai sarana komunikasi yang baik.

Desa Kemiri merupakan salah satu Desa yang ada di Panti. Desa panti terletak sebelah utara Gunung Pasang. Pemandangannya yang indah, membuat orang-orang di sana selalu merasa nyaman. Udaranya sejuk nan asri dan airnya jernih. Bahasa yang digunakan oleh warga Desa Panti mayoritas bahasa Madura. Berikut contoh penggunaan bahasa dari hasil observasi beberapa lifestory penduduk yang ada di Desa Kemiri :

lifestory

BAHASA MADURA SEBAGAI BAHASA SEHARI-HARI BU SUNAIDAH DI WARUNG

Ibu Sunaidah adalah pemilik warung kecil di suatu pinggir jalan di kawasan sekitar PDP Gunung Pasang, Desa Kemiri, Kecamatan Panti. Beliau sudah menetap selama 18 tahun dan menikah dengan seorang pria asal Desa Kemiri. Suami ibu sunaidah merupakan seorang mandor perkebunan yang sudah pensiun beberapa tahun yang lalu di PDP Gunung Pasang. Suami Ibu Sunaidah sudah bekerja selama 38 tahun di PDP Gungung Pasanag tersebut. Saat ini beliau membantu menjaga warung kopi yang dijalankan oleh Ibu Sunaidah dan bekerja sebagai petani untuk pekerjaan sampingan. Penghasilan sehari-hari yang di dapat oleh Ibu Sunaidah dan suaminya adalah kurang lebih sebesar Rp 50.000 per hari. Terkadang Ibu Sunaidah hanya mendapat Rp 30.000 hingga Rp 40.000. Pendapatan Ibu Sunaidah bergantung pada banyaknya pengunjung di warung tersebut. Beliau merasa sedih ketika pengunjung yang datang hanya sedikit, karena tidak setiap hari pengunjung yang datang selalu ramai. Tetapi beliau tetap bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena Ibu Sunaidah tahu bahwa hidup memang harus dengan bejerja keras. Dengan pemikiran seperti itulah Ibu Sunaidah terus bekerja hingga saat ini.

Pendapatan Ibu Sunaidah bisa dikatakan hanya sedikit, karena pendapatan di setiap harinya digunakan untuk kepentingan anak-anaknya yang saat ini masih sekolah demi menutut ilmu. Setiap pagi Ibu Sunaidah dan suaminya selalu menyiapkan segala kebutuhan untuk anaknya supaya bisa pergi kesekolah dan menyiapkan keperluan untuk bejualan di warung kopi. Meskipun begitu, mereka terlihat sangat bahagia bisa berkumpul dengan anak-anak mereka yang dan membuat kehidupan keluarga yang harmonis. Mereka saling bercanda, tertawa

(15)

15 dan saling terbuka satu sama lain. Ibu Sunaidah memiliki 3 anak. Mereka hidup bersama di Desa Kemiri, Kecamatan Panti. Mereka menggunakan bahasa yang sudah melekat dengan kawasan tempat tinggal mereka. Mereka saling menggunakan bahasa Madura, Karena PDP Gunung Pasang adalah tempat dimana masyarakatnya menggunakan bahasa Madura. Anak-anak, siswa, pak RT, bahkan orang tua, semuanya menggunakan bahasa Madura.

Orang-orang yang ada di Panti semuanya bersikap ramah kepada sesama. Dalam berbahasa, mengucapkan salam, bahkan ramah terhadap orang-orang yang tidak berasal dari panti. Salah satu yang membuat orang-orang di Panti sangat ramah adalah ketika mereka saling berbicara dengan bahasa Madura. Bahasa Madura sudah merupakan bahasa yang sudah sejak dulu digunakan. Meskipun di kawasan mereka tinggal mayoritas menggunakan bahasa Madura, tetapi mereka juga bisa berbahasa jawa dam juga Indonesia. Jenis bahasa madura di panti ada dua jenis, yang pertama adalah Madura kasar. Madura kasar merupakan bahasa yang di gunakan Ibu Sunaidah kepada orang yang sudah lama dikenalnya. Madura kasar digunakan untuk sesama teman, antar orang-orang terdekat. Yang kedua, yaitu Madura halus, Madura halus biasa diguanakan untuk orang-orang yang memiliki jabatan. Contohnya saat percakapan Ibu Sunaidah dengan kepala mandor, dengan Pak RT setempat, dan juga untuk orang-orang yang lebih tua. Di keluarga Ibu Sunaidah, mereka biasa menggunakan Madura halus karena untuk menghormati antaranggota keluarga. Anak-anak Ibu Sunaidah juga menggunakan Madura halus. Mereka harus bersikap sopan kepada orang tua. Tetapi mereka menggunakan Madura kasar kepada teman-temannya. Begitulah cara mereka menggunakan bahasa Madura di PDP Gunung Pasang ini.

Saat salah seorang pekerja buruh perkebunan ingin beristirahat di warung Ibu Sunaidah, buruh tersebut memesan secangkir kopi dan makanan dengan memakai bahasa madura. Ibu Sunaidah langsung melayani dengan sangat ramah dan membuat buruh tersebut duduk di tempat yang nyaman untuk ditempati. Saat jam istirahat para buruh, warung kopi Ibu Sunaidah selalu ramai oleh pengunjung. Bahkan ada beberapa pengunjung yang tidak berasal dari panti. Ibu Sunaidah menawarkan makanan dan minuman kepada pengunjung tersebut dengan berbahasa Indonesia, karena beliau tahu mereka mungkin tidak mengerti bahasa Madura yang di gunakan di kawasan PDP Gunung Pasang. Tidak banyak pengunjung yang berasal dari luar daerah Panti mengerti tentang bahasa madura. Namun pengunjung tidak kesulitan melakukan percakapan dengan orang-orang di PDP Gunung Pasang Karena orang-orang di PDP Gunung Pasang juga bisa berbahasa Indonesia. Ketika mereka ingin bertanya atau berbicara dengan salah seorang di Desa Kemiri, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Saat kami ingin melakukan observasi, kami melihat Ibu Sunaidah saling berbicara dengan bapak-bapak yang merupakan buruh tetap sadap karet.

Percakapan Ibu sunaidah, suaminya, dan buruh tetap sadap karet. Buruh “Buk.. kopi setong”

Ibu sunaidah “Oh iyeh ”

Buruh “Gulenah jek nyak-benyak buk !” Ibu Sunaidah “Iyeh lek. Tak ngakanah ?”

(16)

16 Buruh “Iyeh. Gebeyagih mie goreng, tambe nasek pole !”

Ibu Sunaidah “Iyeh” Suami Ibu Sunaidah “Istirahat ?”

Buruh “Iyeh. Cek panasah setiah cak”

Suami Ibu Sunaidah “Hahah nyamana lah alakoh. Mun tak tero panas ye jek alakoh !”

Buruh “Iyeh rah.. jek alakoh, mak posang seh ngakanah” Suami Ibu Sunaidah “Nyareh kalakoan stiah riyah sarah lek”

Buruh “Iyeh cak. Engkok yak alakoh gun cokop ngakan, gebei anak

skolah, bik tang binih”

Suami Ibu sunaidah “Yak regenah cabbih onggeh lek. Tak cokop gebei meleh speda”

Buruh “Buh.. been meleah speda ? tang anak yak lah mintah hp can”

Ibu Sunaidah “Meleagih ! Jek ben benyak pesenah”

Buruh “Yeh olleah dimmah pessenah diyeh. Pola e penjemah bik been”

Ibu Sunaidah “Hahah.. penjemnah ? engkok yak endik ning setong hp gebei

skeluarga”

Suami Ibu Sunaidah “Mak lah mintah hp ? gebei apah can anak an been ?” Buruh “Yeh paleng gebei mainan. Ngabesin kancanah roah

negguk hp terro kiyah”

Suami Ibu Sunaidah “Yak kopi bik mie nah” Buruh “Ngakan kadek kok cak”

Suami Ibu Sunaidah “Iyeh lah. Engkok entarah ngarek yak gik” Terjemahan.

Buruh “Bu.. kopi satu !” Ibu Sunaidah “Oh iya dik”

Buruh “Gulanya jangan terlalu banyak ya, Ibu !” Ibu Sunaidah “Iya dik. Tidak mau makan ?”

Buruh “Iya. Tolong buatkan mie goreng, tambah nasinya !” Ibu Sunaidah “Iya..”

Suami Ibu Sunaidah “Sedang istirahat ?”

Buruh “Iya. Panas sekali hari ini kak”

Suami Ibu Sunaidah “Hahah namanya juga bekerja. Kalau tidak mau panas, tidak perlu bekerja !”

Buruh “Iya !!!... tidak kerja, biar bingung cari makannya” Suami Ibu Sunaidah “Mencari kerja sekarang ini susah dik”

Buruh “Iya kak. Saya sekarang kerja hanya cukup untuk makan, untuk anak, dan istri saya”

Suami Ibu Sunaidah “Sekarang ini harga cabai naik dik. Tidak cukup untuk beli sepeda”

(17)

17 Buruh “Buh.. kakak mau beli sepeda ? anak saya sekarang minta

Hp katanya”

Ibu Sunaidah “Belikan saja ! kan banyak uang”

Buruh “Mau dapat dari mana uangnya itu ? mungkin ingin dipinjamkan uang ?”

Ibu Suaidah “Hahah.. di pinjamkan ? Saya sekarang ini punya satu hp untuk satu keluarga”

Suami Ibu Sunaidah “Kok sudah minta hp ? ingin di buat apa kata anakmu ?” Buruh “Paling hanya buat maen game. Melihat temannya punya

hp dia ingin juga” Suami Ibu Sunaidah “Ini kopi dan mie nya” Buruh “Saya makan dulu kak”

Suami Ibu Sunaidah “Iya silahkan. Saya ingin pergi ngarit dulu”

Ketika seorang ibu-ibu yang berusia kurang lebih 50 tahun lewat di depan warung kopi Ibu Sunaidah, Ibu Sunaidah menyapanya dengan senyum. Dan ibu yang lewat itu juga membalas sapaan dari Ibu Sunaidah.

Percakpan Ibu Sunaidah dengan Ibu-Ibu yang bekerja sebagai buruh perkebunan Ibu Sunaidah “Longguh geluh Buk !”

Ibu pekerja “Enggih”

Ibu Sunaidah “Nikah nginum kopi”

Ibu pekerja “Tak usah pot-repot Buk, kalakoan tak mareh kauleh” Ibu Sunaidah “Kalakoan napah ?”

Ibu pekerja “Hahaha gik ngalak ah kopi Buk” Ibu Sunaidah “Ohh.. enggih pon”

Ibu pekerja “Amit Buk” Ibu Sunaidah “Enggih…”

Terjemahan

Ibu Sunaidah “Duduk dulu, Ibu !” Ibu pekerja “Iya”

Ibu Sunaidah “Ini diminum kopinya !”

Ibu pekerja “Tidak usah repot-repot, saya masih banyak pekerjaan” Ibu Sunaidah “Pekerjaan apa”

Ibu pekerja “hahaha ini masih mau mengambil kopi, ibu” Ibu Sunaidah “Ohh.. iya”

Ibu pekerja “Saya pamit dulu ya” Ibu Sunaidah “iya..”

Warung Ibu Sunaidah dekat dengan tempat wisata. Disana, Ibu Sunaidah bisa melihat pemandangan dan juga anak-anak yang senang sekali bermain di tempat wisata tersebut. Ada pemandian, rumah makan, bahkan disana ada pedagang cilok yang enak. Tempat itu selalu ramai ketika hari libur. Banyak anggota kluarga yang datang kesana. Disana juga terdapat tempat agrowisata yang

(18)

18 indah untuk dinikmati bersama keluarga. Airnya jernih dan terawat. Beberapa keluarga juga ramai-ramai datang kesana hanya untuk menikmati keindahannya. Di agrowisata tersebut juga ada taman bermain dan juga outbond. Tempat tersebut sering dipakai mahasiswa untuk melakukan kegiatan diklat dan lain-lain. Pada saat jam pulang anak sekolah, warung Ibu Sunaidah ramai dipenuhi anak-anak sekolah. Mereka juga menggunakan bahasa Madura. Anak-anak-anak sekolah menggunakan bahasa madura yang halus kepada Ibu Sunaidah. Karena mereka tahu bahwa harus bersikap menghormati dan beretika yang baik kepada yang lebih tua. Ibu Sunaidah sangat sibuk ketika banyak anak sekolah yang pergi ke warung Ibu Sunaidah. Beliau sangat bersyukur dengan banyak pembeli di warung tersebut.

Di dekat warung Ibu Sunaidah terdapat sebuah bangunan masjid untuk beribadah orang-orang di Desa Kemiri. Beberapa pengunjung juga pergi ke masjid tersebut untuk melakukan ibadah. Orang dewasa dan juga anak-anak disana selalu pergi ke masjid saat adzan dan berjamaah. Anak-anak kecil usia 5 hingga 9 tahun sangat antusias pergi ke masjid hanya untuk meminta ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Orang-orang yang bertemu di masjid selalu menyapa dengan senyum, mereka saling berbicara. Membahas topik yang membuat mereka tersenyum hingga terbawa suasana. Bahasa Madura memang bahasa yang unik dan dengan berbicara dengan bahasa Madura mereka selalu tersenyum. Setiap kali mendengar mereka bercanda dan tertawa kami pun juga ikut tertawa. Orang-orang di sekitarnya pun begitu. Air yang digunakan untuk bersuci di masjid tersebut sangat dingin ketika menyentuh kulit. Meskipun cuacanya panas, air di sana tetap akan dingin. Seakan-akan air disana seperti dinginnya es batu.

Ketika orang-orang tua berkumpul di warung Ibu Sunaidah, mereka selalu bercanda dengan topik pembicaraan mereka. Mereka menggunakan bahasa Madura yang kasar, karena mereka sudah menganggap diri mereka sebagai teman terdekat atau juga sahabat. Setiap kali mereka berkumpul mereka selalu tertawa bersama, saling memberikan pendapat satu sama lain. Mereka tidak pernah kehabisan akal dengan apa yang mereka ceritakan. Ibu Sunaidah pun juga ikut tertawa mendengar yang di bicarakan oleh orang-orang tua itu. Ketika kami merasa asik mendengar mereka berbicara, kami senang sekali berada disana dan lupa kalau hari sudah mulai sore. Tidak terasa sudah berapa jam kami berada di warung kopi Ibu Sunaidah.

Menjelang adzan magrib, Ibu Sunaidah dengan suaminya membersihkan warung dan bersiap untuk kembali ke rumah mereka. Mereka akan bertemu da berkumpul dengan anak-anak mereka. Mereka bersiap untuk pergi ke masjid bersama. Dengan melakukan kegiatan seperti itu mereka memberikan contoh baik yang terhadap anak-anak mereka. Sehingga mereka, sebagai orang tua tidak merasa khawatir dengan masa depan anak-anaknya. Dengan begitu, mereka bisa bersikap sopan kepada semua orang dan memiliki etika yang baik serta taat pada agama. Anak-anak Ibu Sunaidah adalah anak-anak yang masih rentan terhadap perilaku orang-orang disekitarnya. Mereka akan melihat sikap-sikap orang lain dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Oleh karena itu, Ibu Sunaidah dan suaminya menjaga mereka dengan sangat baik dan menyuruh mereka rajin beribadah, memberikan contoh yang baik, memberikan masukan-masukan yang

(19)

19 dapat memotivasi mereka. Agar di masa depan mereka, bisa menjadi seperti apa yang orang tua mereka harapkan.

(Ketika wawancara dengan Ibu Sunaidah)

(20)

20 KOMUNIKASI DAN INTERAKSI IBU MURINI DALAM BERBAHASA

MADURA

Sebelum memasuki area perkebunan tamu yang datang atau yang ingin mengisi liburannya terlebih dahulu untuk melapor pada satpam yang menjaga.dan tamu yang datang wajib mengisi terlebih dahulu nama sebagai identitas untuk memasuki area perkebunan.dan di tarik biaya sebesar 5000 rupiah saja.Sekitar kurang lebih dari 500 meter pintu masuk PTP Perkebunan Gunung Pasang.berdiri sebuah warung yang sangat amat sederhana sekali.letak warung ini persis di pinggir jalan.warung ini meski sederhana akan tetapi bersih pemilik warung sangat menjaga kebersihan warungnya.tak heran jika banyak sekali karyawan di perkebunan ini menyempatkan waktu istirahatnya untuk bersantai di warung tersebut.biasanya warung ini ramai pengunjung siang hari.karena pada siang hari tepat jam istirahat para karyawan maupun pekerja di pekerbunan.penghasilan per 1 hari bisa mencapai 200 ribu dan meraut keuntungan 50 ribu.warung ini menyediakan makanan dan minuman.dan tepat di depan warung tersebut ada sebuah bangunan yaitu sebuah musholla kecil milik PTP Perkebunan Gunung Pasang.Namun bangunan musholla milik PTP Perkebunan ini tidak begitu terawat sehingga banyak sekali lumut yang mengotori tembok musholla ini.padahal Musholla ini adalah musholla satu-satunya musholla yang digunakan untuk karyawan perkebunan ini untuk melakukan suatu ibadah sholat.seharusnya sebagai tempat ibadah itu tempatnya harus bersih dan tidak kotor.sehingga nyaman untuk melakukan ibadah sholat.letak warung dan musholla ini ada di sebuah Desa Kemiri tepatnya di Kecamatan Panti Kota Jember.

Ibu Muniri ini adalah seorang pemilik warung penduduk asli kelahiran perkebunan RT 11 RW 5..Ibu muniri sekitar berumur 35 tahun.ibu muniri lupa dengan tanggal lahirnya.dan sudah bekeluarga dan juga di karuniai seseorang 2 buah anak.suami dari ibu muniri merupakan karyawan tetap perkebunan di Gunung Pasang, Panti.sebelum pergi bekerja suami pemilik warung ini terlebih dahulu sarapan pagi di warung.biasanya sebelum pergi bekerja ibu pemilik warung ini mencium keningnya terlebih dahulu pada suaminya yang siap bekerja dari pagi hari sampai sore untuk menafkahi keluarganya.tepat disaat jam istirahat suami pemilik warung ini menyematkan waktunya untuk istrinya untuk duduk bersantai dengannya.dan juga menyempatkan sholat dhuhur di musholla untuk mendekatkan dengan yang maha kuasa.biasanya jam istirahat tepat pada jam 12 siang hingga jam 1 siang.dan juga suami dari ibu muniri ini meraut penghasilan dari Perkebunan bukan per hari namun per bulan yaitu mengikuti UMR yang berlaku di daerah jember.ibu muniri ini tidak menyebutkan berapa penghasilan dari suami.di rahasiakan.biar orang lain tidak tahu pungkas kata ibu muniri pemilik warung tersebut.

dan 2 buah hati ibu muniri ini sama-sama bersekolah.anak yang pertama bernama hadi.hadi ini sudah jenjang SMP.bersekolah di SMP Kemiri.kesehariannya anak pertama dari ibu muniri untuk bersekolah harus berjalan kaki.dan menempuh sekitar 1 km kurang lebih.hadi harus berjuang keras untuk tetap semangat bersekolah meskipun jarak yang sangat jauh kalau kita bayangkan.hadi merupakan anak yang rajin dan semangat kata ibu muniri .dia

(21)

21 mampu bersaing dengan temannya.bahkan hadi ini masuk dalam kategori anak yang pintar di sekolahnya.dia mampu masuk 10 besar parallel di sekolahnya.dan hadi pun setiap harinya meminta uang saku pada ibunya dan harus ke warung terlebih dahulu untuk meminta uang saku nya.sehari-harinya ibu muniri memberi hadi uang saku 5000 Rupiah untuk membeli jajan.akan tetapi sebelum berangkat sekolah ibu muniri menyuruh hadi untuk terlebih dahulu untuk makan di warung ibunya setelah itu berangkat sekolah.sebelum berangkat ibu muniri mencium kening hadi agar kelak nanti jadi anak yang sukses yang dapat membahagiakan ibu nya kata ibu muniri.dan hadi pun demikian sebelum berangkat bersalaman pada ibunya.dan berdoa untuk keselamatan di jalan.

Anak kedua dari ibu muniri bernama Fatimah.fatimah bersekolah di SD kemiri dan masi kelas 6 SD.tak jauh beda dengan kakaknya Fatimah harus berjalan kurang lebih 1 km .dan harus berjuang keras juga untuk tetap semangat bersekolah.meski jarak yang sangat jaoh dan terik matahari yang menyengat.fatimah ini juga merupakan anak yang pintar dan patuh pada kedua orang tua nya.fatimah juga mendapatkan peringkat yang membaggakan masuk dalam 10 besar di kelasnya.ibu muniri harus mengeluarkan banyak uang untuk meluluskan anaknya yang sebentar lagi mengikuti UN.fatimah kesehariannya meminta uang saku pada ibu nya.dan harus juga ke warung terlebih dahulu untuk meminta uang saku.ibu muniri memberi uang saku pada Fatimah biasanya 3000 rupiah.sebelum berangkat sekolah ibu muniri menyuruh Fatimah terlebih dahulu untuk makan di warung ibunya.setelah selesai sarapan pagi,ibu muniri mencuium keningnya agar kelas menjadi orang sukses kata ibu muniri.dan demikian Fatimah bersalaman pada ibunya sebelum berangkat dan berdoa agar diberi keselamatan di jalan.

Berbagai daerah memiliki bahasanya masing-masing untuk memberikan sebuah perbedaan dari satu daerah ke daerah yang lain.terkadang saya menjadi penasaran akan apa sih guna nya bahasa daerah atau madura Indonesia ini ? toh,kan sudah ada ada bahasa Indonesia yang dapat kita gunakan sebagai alat komunikasi kita.tapi ternyata bahasa daerah atau madura sangatlah bermanfaat bagi Negara khususnya di daerah desa kemiri yang rata-rata menggunakan bahasa Madura.bahasa Madura di desa kemiri seakan menjadi bahasa yang wajib digunakan untuk menjadikan suatu nilai sendiri.agar orang luar tahu warga desa kemiri ini merupakan mayoritas menggunakan bahasa Madura.

Penggunaan bahasa di desa kemiri kecamatan panti ini rata-rata memakai bahasa Madura kasar.antara pedagang dengan pedagang yang memakai bahasa Madura sebagai bahasa yang digunakan sehari untuk menjalin suatu keakraban satu dengan yang lain.sebelum menggunakan bahasa Madura kita harus terlebih dahulu apa arti makna dari suatu kalimat bahasa Madura yang digunakan.agar kita yang menggunakan bahasa tersebut bias memahami isi arti bahasa tersebut.dan tidak menyalah gunakan bahasa yang ada.kebanyakan orang Indonesia sekarang merendah kan suatu bahasa Madura tepatnya di desa kemiri.karena beranggapan bahasa Madura ini adalah bahasa yang kurang gaul untuk bicara dengan orang di luar sana.namun ada juga yang mengabidakan bahasa maduran ini sebagai bahasa warisan Indonesia yang patut kita jaga sampai akhir hayat.dan menjaga nya dari pihak pihak yang ingin mengakuinya.

(22)

22 Maupun pedagang dengan karyawan / pekerja di pekerbunan ini menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa sehari-hari .menurut mereka bahasa Madura yang digunakan adalah sebagai bahasa wajib untuk berkomunikasi dan menjalin keakraban dengan yang satu maupun dengan yang lain.biasanya para pedagang mengucapkan bahasa Madura yang halus untuk menarik perhatian karyawan perkebunan ini agar lebih dekat.tujuaanya adalah menjalin kebersamaan.dengan begitu para pedagang bisa melariskan dagangan dengan harapan mendapatkan keuntungan yang lebih.jika kita menyalah gunakan bahasa Madura seperti menggunakannya dengan bahasa yang kotor yang tidak layak para pedagang tidak bisa berdekat dengan para karyawan malah akan menjauhi nya.karena para karyawan beranggapan para pedagang ini tidak bisa berkomunikasi bahasa Madura yang baik dan benar.sebaliknya juga demikian para karyawan perkebunan harus menggunakan bahasa Madura ini sebagai bahasa keseharian yang bisa mendekatkan dengan banyak orang.tujuaanya menjalin suatu keakraban.kita hidup tidak bisa sendirian.hidup dengan orang lain.menjalin kebersamaan dengan orang lain itu akan membuat suasana akan lebih indah.menjadi orang yang tidak sombong dengan orang lain.

Lain lagi jika para pedagang apabila mereka bertemu dengan para ulama dan perangkat-perangkat desa.biasanya warga kemiri ini memakai bahasa Madura halus.agar lebih sopan atau menghargai kata warga suci ini.namun tidak banyak pula yang mengggunakan bahasa halus ini karena ada beberapa orang yang berannggapan bahasa Madura halus dan kasar adalah sama tapi menurut saya bahasa halus dan kasar itu beda.pengucapan bahasa Madura kasar cenderung tidak efektif jika digunakan dengan orang-orang yang di anggap atas darinya.

di dalam keluarga ibu muniri juga menggunakan bahasa Madura kasar.kedua saudara dari anak ibu muniri ini biasanya menggunakan bahasa Madura kasar sebagai bahasa sehari untuk di lakukan sebagai komunikasi.akan tetapi ada waktunya juga si adik atau yang lebih muda yang disebut dengan nama Fatimah ini menggunakan bahasa Madura halus untuk digunakan komunikasinya dengan si kakak hadi.menurutnya agar lebih sopan.menghargai hadi sebagai kakaknya.dan yang lebih tua darinya.itu juga disebut sebagai kebudayaan yang digunakan di desa kemiri ini sebagai yang lebih tua darinya.dan budaya ini masi diterapkan di desa kemiri.sebagai anak hadi dan Fatimah apabila ingin menjalin komunikasi dengan orang tua nya mereka menggunakan bahasa halus sebagai bahasa seharian –harian.menurut hadi dan Fatimah ini jika menggunakan bahasa kasar terhadap ibu maupun bapaknya terdengar tidak pantas di dengar atau tidak sopan sebagai anak.

Tidak semua warga desa kemiri ini khusunya ibu muniri menggunakan bahasa Madura.ketika ada tamu atau orang yang ingin liburan ke desa kemiri dan ingin berkomunikasi dengannya dan menggunakan bahasa Indonesia maka ibu pemilik warung ini akan menjawabnya dengan menggunakan bahasa Indonesia.agar komunikasi yang di lancarkan sesuai dan nyambung.menurut ibu muniri sejak lahir dia di desa kemiri memang sudah mengggunakan bahasa Madura dan tidak ada bahasa indoneisa di daerah desa kemiri.karena awalnya memang orang jaman dahulu di desa kemiri ini menggunakan bahasa Madura.

(23)

23 ibu muniri kesehariannya hanya menjaga warung tidak ada kerja lain yang dilakukan.menurutnya pendapatan dari warung ditambah dengan suami nya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.selepas pulang menjaga warung dan suaminya yang juga sudah usai kerja.biasanya mereka bersantai di rumah dengan anak-anak nya dengan menjalin komunikasi dengan bahasa Madura.menurutnya bahasa Madura sudah lekat di dalam jiwanya.dan tidak bisa di ubah dengan bahasa yang laiinya.dan juga demikian apabila anaknya bermain denga temannya menggunakan bahasa Madura dan temannya ini menggunakan bahasa Madura.dan yang saya sudah bilang rata-rata warga di desa kemiri ini menggunakan bahasa Madura.

Berikut gambaran ibu pemilik warung membeli sebuah sayur untuk kebutuhan di warung dan di rumah untuk dimasak nya dan para pedagang sayur berkomunikasi menggunakan bahasa Madura Dengan ibu pemilik warung.terlihat begitu santai menggunakan bahasa Madura sebagai sehari-hari dan merupakan bahasa yang digunakan denga warga desa kemiri ini.

Berikut juga gambaran saya dan teman-teman dari kelompok 4 dalam melakukan observasi dengan pemilik warung.saya dan teman-teman bersantai sambil memesan minuman untuk mengembalikan tubuh yang lelah dalam melakukan observasi ini

(24)

24 (Desa Kemiri Kecamatan Panti ,kota Jember, Tertanggal 22 Maret 2016)

(25)

25 TRANSMIGRASI DAN CIKAL BAKAL AKULTURASI BAHASA DAN

BUDAYA PAK SUPANDI

Panti merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di kota Jember, Jawa Timur. Kecamatan Panti terletak sekitar 17 KM ke arah barat laut dari pusat kota jember (Alun-Alun). Kira-kira memakan waktu kurang lebih 35 menit jika menuju ke kecamatan Panti tersebut. Desa panti sendiri terbagi menjadi 7 desa, diantaranya adalah Desa Panti, Desa Glagahwero, Desa Kemuningsari Lor, Desa Pakis, Desa Serut, Desa Suci, dan Desa Kemiri. Sedangkan untuk Kantor Camat terletak di Desa Glagahwero.

Mata pencaharian mayoritas penduduk di kecamatan yang memiliki kode pos 68153 ini adalah sebagai petani, beragam jenis tanaman pokok maupun sayuran mereka tanam baik padi, jagung, cabai, kubis, brokoli bahkan tembakau. Selain itu tidak sedikit penduduk yang berprofesi sebagai pedagang dan karyawan di perusahaan-perusahaan perkebunan di daerah tersebut.

Ketika memasuki kawasan perkebunan susasana sejuk langsung menyambut kening, suara daun yang terhembus angin terdengar ditelinga, hal tersebutlah yang menjadikan perkebunan ini merupakan salah satu alasan penghilang penat setelah beraktifitas di awal pekan, masyarakat perkebunan yang ramah dengan senantiasa memasang senyum lebar ketika bertemu dengan pengunjung perkebunan. Dan tidak jarang pula para pekerja perkebunan menyapa dengan sepatah dua patah kata. Fokus kita mengenai life story kali ini adalah kepada sosok kepala keluarga yang multi talenta, dia merupakan salah satu orang yang berperan penting di desanya dan juga merupakan kepala keluarga yang sangat berwibawa.

Pak supandi atau yang sering di panggil Pak Lusi (nama daging) oleh warga di daerah perkebunan Gunung Pasang yang terdapat di jalan Tancak no. 88 Desa Kemiri, Kecamatan Panti Jember ini adalah salah satu aparatur desa yang menjabat sebagai RT di desa Kemiri tersebut. Beliau merupakan salah satu tokoh masyarakat yang sangat ramah terhadap warga desa maupun orang asing yang memiliki keperluan dengannya, hal ini terbukti ketika saya mendatangi rumahnya untuk sekedar mengenal lebih dekat mengenai bahasa sehari-hari yang digunakan oleh warga di daerah tersebut. Dengan ramah beliau menyuguhkan minuman kepada saya sambil memasang raut muka tersenyum karena kedatangan saya. Selain menjabat sebagai “Pak RT” beliau juga merupakan karyawan di perkebunan tersebut, beliau juga diangkat sebagai pengawas mandor (golongan IV)yang bertugas setiap hari di sekitar perkebunan tersebut.

Setiap bulannya beliau menerima kurang lebih sebesar Rp. 1.600.000,- dari pihak perkebunan PDP. Selain itu beliau juga menerima gaji/upah dari profesinya sebagai aparatur desa di daerah tersebut. Selain seb agai pak RT dan Pengawas Mandor beliau juga membuka usaha sederhana yang dikelolah oleh istri di depan rumahnya, usaha tersebut adalah toko, toko milik pak Supandi menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari manusia pada umumnya, seperti sabun, shampo, pasta gigi, obat nyamuk, air mineral, aneka snack dan lain sebagainya. Tidak banyak laba yang diperoleh dari usaha toko tersebut namun

(26)

26 setidaknya dapat sedikit banyak mengurangi beban ekonomi rumah tangga yang ditanggungnya.

Pak Supandi menikah dan memiliki tiga orang anak, hal ini menarik untuk dibahas karena pak Supandi menikahi orang yang bukan berasal dari lingkungan tempat tinggalnya, beliau menikah dengan istrinya yang merupakan orang keturunan jawa madura di daerah Ambulu, Jember. Ketiga anak dari pak Supandi diberi kebebasan dalam bertutur kata dan berbahasa selama masih dalam batas wajar dan sopan, anak-anak dari pak Supandi menggunakan bahasa Madura ketika berinteraksi dengannya dan berbahasa Jawa ketika berinteraksi dengan istrinya, namun tidak jarang pula mereka saling berbincang/bergurau menggunakan satu bahasa baik itu Madura maupun Jawa. Namun ketika anak-anak dan istri Pak Supandi berinteraksi dengan orang diluar lingkungan keluarga mereka cenderung menggunakan bahasa Madura, hal ini terbukti ketika ada salah satu warga yang membeli kebutuhan rumah tangga di toko milik pak Supandi, kurang lebih percakan tersebut seperti berikut. “yu, ndik masako”(buk, punya masako) ujar sang pembeli. “bede yak kare duk’en yu” (ada ini tinggal dua buk) jawab istri bapak Supandi. “iyelah jie yu, berempa?” (iyaudah itu buk, berapa?) tanya pembeli itu. “sebuh yu, napa poleh?” (seribu buk, apalagi?) tegas istri pak Supandi. “sampon nikah bei, so’on yu” (sudah ini saja, terimakasih buk) ucap pembeli itu sambil meninggalkan toko. Dari sini saya dapat menggambil kesimpulan bahwa istri pak supandi yang berketurunan jawa lebih cenderung menggunakan bahasa Madura ketika berhadapan dengan orang di lingkungan perkebunan tersebut, hal ini dilakukan supaya adanya interaksi yang komunikatif antara individu dan menciptakan kenyamanan dalam berinteraksi secara langsung. Melatar belakangi masalah bahasa yang digunakan oleh penduduk di daerah perkebunan tersebut, perlu diketahui bahwa warga binaan pak Supandi yang ada di RT 02, mayoritas merupakan penduduk asli di daerah tersebut dan berbahasa menggunakan bahasa Madura, hal ini disampaikan oleh pak Supandi dimana ada 78 kepala keluarga dan 95 persen dari mereka menggunakan bahasa Madura dan yang 5 persen menggunakan bahasa Jawa, rata-rata orang yang menggunakan bahasa Jawa merupakan pendatang seperti halnya istri pak Supandi. Pak Supandi melakukan tugasnya sebagai pengawas mandor dimulai pada pukul 08.00 – 12.30 WIB, hal tersebut tidak setiap hari dilakukan oleh pak Supandi, karena dia juga memiliki kewajiban di luar profesinya sebagai pengawas mandor yaitu Pak RT, tidak jarang beliau membimbing warganya yang hendak membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Kelahiran dan sebagainya. Tidak jarang beliau harus meninggalkan wilayah perkebunan untuk melakukan tugasnya sebagai pak RT. Warga sekitar maupun masyarakat dari luar sangat menghargai profesinya sebagai pak RT, hal ini disampaikan oleh pak Supandi karena jika ada urusan dengan desanya warga selalu melapor kepada beliau, salah satu contohnya ketika ada Mahasiswa pencinta alam yang ingin melaksanakan diklat dan bermalam didaerah perkebunan tersebut. Mahasiswa wajib memiliki surat ijin dari Fakultas atau organisasi yang menaungi sebagai penanggung jawab.

Kembali kepada topik bahasan yang menjadi kajian kali ini yaitu bahasa, pak Supandi maupun warga menerima kebebasan berbahasa yang dilakukan oleh pengunjung atau warga diluar perkebunan yang berbahasa selain Madura tanpa

(27)

27 ada persyaratan khusus. Warga juga paham mengenai bahasa diluar bahasa Madura, seperti halnya bahasa Jawa, Bahasa Indonesia. Hanya saja ketika mereka berbahasa Jawa ataupun Indonesia masih terdapat logat madura yang melekat mendarah daging. Kembali lagi keawal, apapun logat atau bahasa yang digunakan mereka hidup rukun tanpa mempermasalahkan hal tersebut, karena bahasa Indonesia, jawa dan Madura memiliki hak dan strata yang sma di Indonesia.

Mungkin itu tadi sedikit life story dari kehidupan Bapak Supandi dan warga daerah Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember, Kebun Gunung Pasangyang beraktifitas melakukan rutinitas setiap hari yang mayoritas berbahasa madura. Saya sangat menikmati dengan adanya obsevasi ini, dengan demikian kita selaku mahasisva dituntut aktif dan kreatif dalam menanggapi kejadian disekitar lingkungan kita, secara tidak langsung rasa simpati dan empati timbul ketika melaksanakan observasi ini. Berikut merupakan bebrapa lampiran foto ketika kita melakukan observasi secara langsung maupun tidak langsung di daerah tersebut:

(28)

28 (Lokasi observasi yang bertemakan bahasa)

(29)

29 PAK ADI SEORANG BURUH LEPAS PENYADAP KARET YANG KESEHARIANNYA MENGGUNANAKAN BAHASA MADURA

Masyarakat di desa Kemiri kecamatan Panti kabupaten Jember memiliki dua adat yang saling hidup berdampingan dengan rukun. Masyarakat di Desa Kemiri kebanyakan beradat Madura. Penduduk di desa Kemiri kecamatan Panti sebagian besar bekerja buruh lepas penyadap karet. Tingkat pendidikan akhir di desa Kemiri sendiri sudah bagus karena rata-rata penduduk disana sudah tamatan SMP dan SMA dan juga menempuh sampai ke perguruan tinggi. Sedangkan tingkat perekonomiannya sendiri juga sudah mencapai tingkat menengah menengah keatas serta untuk para Ibu rumah tangga di desa Kemiri kebanyakan membuka warung atau toko kebutuhan sehari-hari.

Pak Adi hidup di desa Kemiri, kecamatan panti kabupaten jember. Pak Adi tinggal bersama ibu kandung, istri dan ketiga orang anaknya. Pak Adi mempunyai tiga orang anak yang bernama Muhammad Dian Shafilah, Muhammad Shafa Shafilah, dan Muhammad Nagib Abdi Robbi. Ketiga orang anaknya adalah laki-laki. Anak pertama pak Adi yang bernama dian saat ini menempuh pendidikan di bangku kuliah fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (FKIP) Universitas Jember. Kemudian anak keduanya yang bernama Shafa duduk di bangku SMP, sedangkan anak ketiga berada di bangku kelas dua sekolah dasar (SD). Sejak kecil semua anak pak Adi diajarkan untuk mandiri. Ketiga anak pak Adi sejak kecil telah diajarkan berwirausaha. Terlebih anak pertamanya yang bernama Muhammad Dian Shafilah saat ini telah memiliki usaha sendiri di bidang Ternak.

Pak Adi yang bernama lengkap Adi Razaq merupakan penduduk asli Dusun Kemuning Lor Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Sedangkan istrinya yang bernama Ismiati merupakan penduduk desa Ajung kabupaten Jember. Ibu kandung pak Adi merupakan penduduk asli Madura tepatnya di sebuah desa kabupaten Sumenep. Ayahnya yang telah lama meninggal merupakan penduduk asli dusun Kemuning Lor, kecamatan Panti kabupaten Jember.

Pekerjaan tetap pak Adi sehari-hari adalah buruh harian lepas penyadap karet. Namun pak Adi memiliki pekerjaan sampingan demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Selain itu istri pak Adi bu Ismiati juga bekerja sebagai pedagang sayur dan membuka warung. Setiap hari pak Adi selalu bangun pukul 3 subuh untuk mengantar istrinya ke pasar, untuk membeli kebutuhan pokok terutama lauk yang kita makan sehari-hari seperti sayur-sayuran, ikan, daging ,bumbu masakan dll, yang kemudian dijual lagi. Setiap pagi istri pak Adi selalu ke dusun sebelah misalnya dusun Kerajan maupun dusun Sumbersari untuk menjajahkan dagangannya. Istri pak Adi setiap pagi menjajahkan dagangannya dengan menaiki sepeda motor. Selepas sholat subuh istri pak Adi berkeliling melintasi dusun antar dusun untuk menjajahkan dagangannya. Biasanya istri pak Adi yang biasa disapa bu Ismiati pulang pukul 10 pagi seusai menjajahkan dagangannya. Seusai menjajahkan dagangannya istri pak Adi membuka warung yang menjual kebutuhan sehari-hari. Disamping istri pak Adi atau yang biasa disapa akrab bu Ismiati mencari nafkah, pak Adi tidak serta melupakan tanggung jawab dan kewajibannnya untuk mencari nafkah. Setiap hari pak Adi bekerja sebagai buruh

(30)

30 harian lepas penyadap karet, selain itu pekerjaan sampingan pak Adi juga memiliki usaha ternak ayam untuk kemudian diambil telurnya.

Adat istiadat di dusun kemuning lor pada umumnya menggunkan adat istiadat madura. Hal ini dikarenakan menurut pak Adi nenek moyang terdahulu yang menempati dusun kemuning lor ini adalah penduduk asli dari pulau madura yang kemudian melakukan pengasingan saat zaman penjajahan. Dengan adanya adat istiadat yang menggunakan adat istiadat madura, hal ini akan berdampak pada bahasa yang digunakan dan berkembang di dusun Kemuning Lor, kecamatan Panti, kabupaten Jember ini. Sehingga sebagian besar masyarakat dusun Kemuning Lor menggunakan bahasa Madura. Tidak terlebih bahasa yang digunakan oleh pak Adi dan keluarga.

Pak Adi setiap hari menggunakan Bahasa Madura untuk berkomunikasi atau berinteraksi baik sesama keluarga ataupun kepada masyarakat sekitar. Bahasa madura yang digunakan pak Adi adalah berbagai macam tingkatan bahasa madura, baik madura ngoko (kasar), hingga madura halus. Pak Adi berkomunikasi menggunakan madura kasar maupun madura halus sesuai dengan siapa beliau melakukan komunikasi. Misalnya pak Adi berkomunikasi dengan anak-anaknya atau teman akrabnya biasa menggunakan madura kasar, sedangkan pak Adi jika berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang yang dianggap lebih tua biasa menggunakan bahasa madura halus. Begitupun anggota keluarga pak Adi yang lainnya, baik ibu, istri dan anak-anaknya. Hal ini juga yang menjadi tolak ukur keharmonisan suatu komunikasi atau interaksi seseorang.

Dalam bahasa sehari hari pak Adi dan bu ismiati menggunakan bahasa Madura. Walaupunn bu Ismiati awalnya sebelum menikah dengan pak Adi lebih banyak menggunakan bahasa Jawa, karena pengaruh kebiasaan dan lingkungan sekitar yang mayoritas berbahasa Madura, akhirnya bu Ismiati terpengaruh menggunakan bahasa Madura juga. Dalam bahasa sehari hari bu Ismiati dan pak Adi lebih banyak menggunakan bahasa madura ngoko (kasar). Saat bu Ismiati menggunakan bahasa madura masih terdengar logat bahasa Jawanya. Hal ini mungkin dikarenakan bu Ismiati sejak kecil hingga belum menikah lebih banyak menggunakan bahasa Jawa. Ada beberapa contoh percakapan bu Ismiati dan Pak Adi yang saya dengarkan saat beliau berdua berbincang-bincang. Contohnya sebagai berikut

Pak Adi : Dek ?

Bu Ismiati : Apah Mas (Apa mas)

Pak Adi : Bede Tamoy nya dek (Ada tamu ini dek )

Bu Ismiati : “Bu ismiati keluar, sambil bersalaman dengan saya”

Pak Adi : Gebeyagi kopi nya dek, bik ngalakagi mok amok ? (Buatkan kopi ini dek, sambil ambilkan beberapa jajan/kue)

Bu Ismiati : O iye mas, nantek sekejjek (Oh iya mas, tunggu sebentar)

Berikut merupakan sepenggal percakapan bu Ismiati dan Pak Adi saat saya berkunjung kerumahnya. Dari percakapan tersebut bu Ismiati dan pak Adi lebih banyak menggunakan bahasa madura ngoko (kasar). Akan tetapi kadang kala Pak Adi mengunakan bahasa Jawa saat berbincang-bincang dengan bu Ismiati, hal ini merupakan bentuk varian orang madura dalam penggunaan bahasa saat bertemu dengan orang jawa.

Gambar

Tabel 2.2.1.1 Jumlah penduduk menurut kepala keluarga
Tabel 2.2.1.4 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “Hubungan Pengalaman Personal dengan Kesiapsiagaan Bencana Banjir pada Siswa SMA Al-Hasan Desa Kemiri Kecamatan Panti ” telah diuji dan disahkan oleh

Hubungan Penguasaan Lahan Terhadap Pendapatan dan Ekonomi Politik Petani Kopi (Studi Kasus di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember); Dora Egar Rizky

Pcnelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi famili laba-laba (Ordo Araneae) yang ditemukan di Perkebunan Kopi Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Penentuan

Analisis Kelayakan Investasi Berdasarkan Aspek Keuangan Dalam Pengadaan Sarana Saluran Air Bersih di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember; Nuril Anwar;

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) variasi fonologis yang terjadi pada bahasa Jawa di Desa Kemiri Lor Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo; (2) bentuk

Dalam sistem pemasaran kemiri, petani menjual dalam bentuk biji yang belum dipecah kepada pedagang pengumpul tingkat desa/kecamatan, atau dalam bentuk yang langsung dijual ke

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul: “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI DESA KEMIRI KECAMATAN PANTI KABUPATEN JEMBER

Investigasi Struktur Bawah Permukaan dengan Menggunakan Metode Seismik Refleksi di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember; Ardhina Cahya Prahesti, 091810201037; 2013: