• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED GEOPOLYMER SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED GEOPOLYMER SKRIPSI"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR

AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED

GEOPOLYMER

(Effect of water-binder ratio and activator content on the setting time of fly ash based geopolymer)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh :

IKA NURMALA DEWI

NIM I. 1106008

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR

AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED

GEOPOLYMER

(Effect of water-binder ratio and activator content on the setting time of fly ash based geopolymer)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

IKA NURMALA DEWI

NIM I. 1106008

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan : Dosen Pembimbing I S.A. Kristiawan, ST., MSc., Ph.D. NIP. 19690501 199512 1 001 Dosen Pembimbing II Edy Purwanto, ST., MT NIP. 19680912 199702 1 001

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii

HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR

AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED

GEOPOLYMER

(Effect of water-binder ratio and activator content on the setting time of fly ash based geopolymer)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

IKA NURMALA DEWI

NIM I. 1106008

Telah dipertahankan dihadapan tim penguji pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Selasa, 23 November 2010

1. S.A. Kristiawan, ST., MSc., Ph.D. NIP. 19690501 199512 1 001 (………) 2. Edy Purwanto, ST., MT NIP. 19680912 199702 1 001 (………) 3. Ir. Sunarmasto, MT NIP.19560717 198703 1 003 (………)

4. Ir. Antonius Mediyanto, MT

NIP. 19620118 199512 1 001 (………)

Mengetahui,

a.n. Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Pembantu Dekan I

Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP.19561112 198403 2 007

Disahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil

Ir. Bambang Santosa, MT NIP.19590823 198601 1 001

Disahkan,

Ketua Program S1 Non-Reguler Jurusan Teknik Sipil

Ir. Agus Sumarsono, MT NIP.19570814 198601 1 001

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

MOTTO

· Sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan

· Kita tidak bisa belajar sesuatu tanpa adanya

kesulitan (aristoteles)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk :

· Allah SWT yang telah memberi anugrah serta hidayah kepadaku. · Bapak dan ibuku atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan

selama ini.

· Buat adik’2ku dan seluruh keluargaku atas doa dan dukungannya. · Buat Ms Hendriex (pipi) atas kesabaran dan dukungannya.

· Temen-temen kelompok skripsiku: Ephin, velly, Rahma.

· Temen-temen satu angkatan 2006 yang tidak saya sebutkan. · Special thanks to PAK IWAN, PAK EDY, PAK SETIONO atas

bimbingannya selama ini.

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

ABSTRAK

IKA NURMALA DEWI, 2010. PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED

GEOPOLYMER. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Geopolymer mortar atau mortar dengan bahan dasar 100% fly ash ini merupakan salah satu alternatif pengganti mortar yang pada umumnya menggunakan semen sebagai bahan dasar. Fly ash sendiri tidak dapat mengeras seperti halnya semen, maka dibutuhkan alkaline aktivator untuk mengikat fly ash. Mortar geopolymer merupakan suatu material baru dan cukup potensial untuk digunakan di dunia konstruksi khususnya dalam hal patch repair. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya pengaruh penggunaan variasi faktor air binder dan kadar aktivator terhadap setting time.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini dengan mengadakan suatu percobaan di laboratorium secara langsung untuk mendapatkan data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diamati. Parameter yang digunakan adalah persiapan alkaline aktivator, faktor air binder, kadar aktivator, dan pengamatan setting time dengan alat vicat dengan mencatat jatuhnya penetrasi sehingga akan didapatkan waktu initial dan final setting time.

Dari hasil pengujian Setting time dapat direpresentasikan dengan grafik hubungan fungsi power antara penetrasi resistance P dan waktu pengerasan t yaitu dalam bentuk persamaan P=A(t-t0)B. Dimana A dan B merupakan konstanta. Setting Time

dengan variasi fab dan variasi kadar aktivator memiliki persamaan fungsi power dengan konstanta A bervariasi dan konstanta B (pangkat) tetap yaitu -0,22. Antara fab dan kadar aktivator dengan konstanta A dibuat grafik hubungan menghasilkan

persamaan secara berurutan untuk variasi fab dengan konstanta A, y = 966,8x2 – 379,6x + 82,84 dan untuk variasi kadar aktivator dengan konstanta

A, y = -0,006x2 + 0,593x + 33,03. Dengan fab dan kadar aktivator sebagai absis (x), dan konstanta A sebagai ordinat (y). Dari persamaan keduanya dapat disimpulkan dengan semakin tinggi pengunaan fab dan kadar aktivator akan menghasilkan konstanta A yang semakin tinggi dengan kata lain setting time yang dihasilkan juga semakin lama.

Kata kunci: geopolymer mortar, fly ash, alkaline activator,faktor air binder, kadar aktivator, setting time

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi ABSTRACT

IKA NURMALA DEWI, 2010. EFFECT OF WATER BINDER RATIO AND ACTIVATOR CONTENT ON THE SETTING TIME OF FLY ASH BASED GEOPOLYMER. Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

Geopolymer mortar or 100% fly ash based-mortar is one alternative to the mortar generally using cement as the basic materials. Fly ash it self cannot harden like cement, therefore alkaline activator is required to bind fly ash. Mortar geopolymer is a new and sufficiently potential material to be used in the construction area particularly in the terms of patch repair. The objective of research is to find out the extent to which the use of water binder ratio variation and activator content affects on setting time.

The method employed in this research was direct experimental method to obtain a data or result connecting the variables studied. The parameter employed was alkaline activator preparation, water binder ratio, activator content, and setting time observation using vicat tool by noting the fall of penetration so that will get the initial and final setting time.

From the result of Setting time testing it can be represented using the graphic of power function relationship between resistance P and t hardening time in the form of equation P = A (t-t0)B, in which A and B are constants. Setting time with fab and

activator content variations has power function equation with varying A constant and fixed B constant (power) of -0.22. Between fab and activator content with A constant, the relationship graphic is made to produce the orderly equation for fab variation with A constant, y = 966.8x2 – 376.6x + 82.84 and for activator content variation with A constant, y = - 0.006x2 + 0.593x + 33.03. With fab and activator content as abscissa (x), and A constant as ordinate (y). From both equations it can be concluded that the higher the use of fab and activator content the higher is the A constant, in other words the longer is the setting time.

Keywords: geopolymer mortar, fly ash, alkaline activator, water binder ratio, activator content, setting time.

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis mengambil judul skripsi “PENGARUH FAKTOR AIR BINDER DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SETTING TIME FLY ASH BASED

GEOPOLYMER”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka banyak kendala yang sulit untuk penulis pecahkan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Pimpinan Program S1 Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

4. Bapak S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Edy Purwanto, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II.

6. Tim Penguji Pendadaran.

7. Bapak Setiono, ST., MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik.

8. Staf pengelola/laboran Laboratorium Bahan Bangunan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

9. Ervin, Velly, Rahma dan teman-teman angkatan 2006 terima kasih atas kerjasama dan bantuannya.

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

Disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta, November 2010

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR NOTASI... xv BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang………. 1 1.2. Rumusan Masalah……….... 3 1.3. Batasan Masalah………... 3 1.4. Tujuan Penelitian………... 4 1.5. Manfaat Penelitian………... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Pendahuluan………... 5

2.2. Fly Ash………... 6

2.3. Alkaline Activator (Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida) …………. 7

2.3.1. Sodium Silikat (Na2SiO3) ……… 8

2.3.2. Sodium Hidroksida (NaOH) ……… 9

2.4. Geopolymer Sebagai Binder Dalam Campuran Beton... 10

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

BAB 3 METODE PENELITIAN……….... 14

3.1. Tinjauan Umum………... 14

3.2. Bahan-bahan Yang Digunakan……… 14

3.2.1. Air………... 14

3.2.2. Fly Ash………... 15

3.2.2. Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida………... 16

3.3. Benda Uji………... 16

3.4. Alat-Alat Yang Digunakan……….. 19

3.5. Tahap -Tahap Penelitian………... 19

3.6. Pembuatan Benda Uji………... 22

3.7. Prosedur Pengujian Setting Time………. 22

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………. 24

4.1. Analisis Data………... 24

4.1.1. Pengujian Setting Time Dengan Variasi Fab (Faktor Air Binder)…….. 24

4.1.2. Pengujian Setting Time Dengan Variasi Kadar Aktivator ……….. 24

4.2. Pembahasan………... 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 37

5.1. Kesimpulan………... 37

5.2. Saran………... 37

DAFTAR PUSTAKA ………... 38 LAMPIRAN

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi Yang Terjadi Pada Beton Geopolymer ... 5

Gambar 3.1. Fly ash Tipe C... 15

Gambar 3.2. Sodium Silikat... 16

Gambar 3.3. Sodium Hidroksida... 16

Gambar 3.4. Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian... . 21

Gambar 3.5. Pengujian Setting Time... ... 23

Gambar 4.1. Hubungan Fab dan Waktu Tercapainya Setting Time... ... 26

Gambar 4.2. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.FAB 0,200... ... 27

Gambar 4.3. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.FAB 0,225... .... 27

Gambar 4.4. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.FAB 0,250... ... 28

Gambar 4.5. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.FAB 0,275... ... 28

Gambar 4.6. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.FAB 0,300... .... . 29

Gambar 4.7. Hubungan Fab dan Konstanta A... ... . 30

Gambar 4.8. Hubungan Kadar Aktivator dan Waktu Tercapainya Setting Time... ... ... 32

Gambar 4.9. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.KA 22,87%... ... 33

Gambar 4.10. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.KA 29,40%... . 33

Gambar 4.11. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.KA 35,93%... ... . 34

Gambar 4.12. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.KA 42,46%... ... . 34

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

Gambar 4.13. Hubungan Jatuhnya Penetrasi Dengan Setting Time Untuk G.KA 49%... . 35 Gambar 4.14.Hubungan Kadar Aktivator dan Konstanta A ... 36

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Komposisi Kimia Fly ash Yang Digunakan Dalam Penelitian... 15

Tabel 3.2. Proporsi Campuran Benda Uji Dengan Variasi Fab... 17

Tabel 3.3. Proporsi Campuran Benda Uji Dengan Variasi Kadar Aktivator.. 18

Tabel 3.1. Komposisi Kimia Fly ash Yang Digunakan Dalam Penelitian... 22

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Setting Time Dengan Variasi Fab... 25

Tabel 4.2. Data Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi Pada Benda Uji G.FAB... 30

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Setting Time Dengan Variasi Kadar Aktivator... 31

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : KEBUTUAN BAHAN

LAMPIRAN B : DATA DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN SETTING

TIME

LAMPIRAN C : DOKUMENTASI PENELITIAN LAMPIRAN D : BERKAS KELENGKAPAN SKRIPSI

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

DAFTAR NOTASI

G. FAB = Geopolymer variasi Faktor Air Binder G. KA = Geopolymer variasi Kadar Aktivator Xi = t = waktu penetrasi (Setting Time) Yi = Jatuhnya Penetrasi

g(x) = Persamaan fungsi power M = molaritas (Molar)

P = penetrasi resistance A & B = konstanta

t0 = waktu terakhir sebelum skala penetrasi dapat terbaca ( skala

penetrasi menunjukkan angka 50 ke atas ) r = koefisien korelasi

Dt2 = jumlah dari kuadrat selisih antara nilai data dan nilai rerata D2 = jumlah dari kuadrat selisih antara nilai data dan fungsi g(x)

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan beton sebagai komponen utama dalam konstruksi bangunan telah banyak mengalami penyempurnaan dalam hubungannya dengan fungsi, kekuatan, umur, manfaat dan biaya dari suatu perencanaan struktur. Hal ini karena beton mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan bahan-bahan lain diantaranya adalah memiliki kuat desak yang tinggi, mudah dalam pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, dan juga tahan terhadap perubahan cuaca.

Namun akhir – akhir ini, industri semen dan beton semakin sering disorot, khususnya oleh para pecinta lingkungan. Hal ini disebabkan oleh emisi gas karbondioksida yang dihasilkan akibat pembuatan semen. Dalam produksi satu ton semen portland akan dihasilkan kurang lebih sekitar satu ton gas karbondioksida yang dilepaskan ke atmosfer. Penggantian sejumlah bagian semen dalam proses pembuatan beton, atau secara total dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan, menjadi pilihan yang lebih menjanjikan. Salah satunya dengan menggunakan Fly ash (abu terbang). Penggunaan fly ash (abu terbang) sepenuhnya sebagai bahan dasar untuk pembuatan beton merupakan suatu hal yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.

Seiring dengan waktu, banyak bangunan yang terbuat dari beton mengalami berbagai macam kerusakan yang bersumber dari terjadinya degradasi material beton. Degradasi beton itu sendiri dapat disebabkan oleh serangan asam, korosi, beban yang berlebihan dan sebagainya. Kerusakan-kerusakan yang timbul sebagai akibat dari degradasi contohnya terjadi retak-retak, aus, delaminasi, grompal dan

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

spalling (terlepasnya bagian beton). Kerusakan-kerusakan tersebut memerlukan perbaikan-perbaikan antara lain dengan cara penambalan (patch repair).

Perbaikan kerusakan beton dimaksutkan untuk memulihkan struktur beton dalam hal recovery size (ukuran tampang), regain strength (kekuatan), protect tulangan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk material patch repair adalah cepat mengeras, mampu menyatu atau melekat erat dengan beton yang akan di-patch repair, dapat menyesuaikan dengan bentuk beton yang akan di-patch repair, dan tidak mengurangi kekuatan beton setelah dilakukan patch repair.

Banyak material yang dikembangkan untuk pekerjaan penambalan. Namun harga bahan material untuk penambalan yang beredar di pasaran semakin lama semakin mahal khususnya semen portland. Oleh karena itu perlu dikembangkan repair material yang dapat dibuat sendiri dengan bahan dasar mortar. Mortar merupakan campuran semen + pasir + air pada perbandingan tertentu di mana semen difungsikan sebagai bahan pengikat. Semen sebagai bahan pengikat ini dapat diganti dengan fly ash geopolymer yang merupakan campuran fly ash + alkalin aktivator. Fly ash merupakan debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara. Geopolymer merupakan produk beton geosintetik dimana reaksi pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini Alumunium (Al) dan Silica (Si) mempunyai peranan penting dalam ikatan polimerisasi (Davidovits, 1994). Untuk membantu proses pengikatan antar partikel digunakan sodium hidroksida (NaOH) sebagai alkalin dan sodium silikat (Na2SiO3)sebagai aktivatornya yang berfungsi

untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Geopolymer sangat potensial digunakan sebagai patch repair karena mempunyai sifat antara lain permeabilitas rendah, tahan api dan serangan asam, kuat tekan tinggi dan susut rendah dibandingkan mortar semen biasa.

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Dari penelitian terdahulu (Wiyoto J, 2007) , perbandingan massa antara Sodium silikat dengan Sodium hidroksida dibuat bervariasi, yaitu sebesar 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5. Semakin tinggi rasio sodium silikat terhadap sodium hidroksida setting time, kadar porositas tertutup serta kuat tekan pada binder menghasilkan nilai yang tidak berbanding linear. Sedangkan dengan semakin tinggi molaritas, menghasilkan kuat tekan dan kadar porositas tertutup yang semakin besar pula. Selain itu menghasilkan setting time awal dan akhir yang semakin cepat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh faktor air binder terhadap setting time fly ash – based geopolymer ?

2. Bagaimanakah pengaruh kadar aktivator (NaOH dan Na2SiO3) terhadap

setting time fly ash – based geopolymer ?

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang dari rumusan masalah di atas maka perlu adanya pembatasan masalah yang ditinjau, tinjauan tersebut dibatasi oleh:

1. Fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe C.

2. Alkaline activator yang digunakan adalah Sodium Hidroksida (NaOH) dan Sodium Silikat (Na2SiO3) jenis BE 58 R 2,3.

3. Faktor air binder yang digunakan variasi 0,2 ; 0,225 ; 0,25 ; 0,275 ; 0,3.

4. Kadar aktivator yang digunakan variasi 22,87% ; 29,40% ; 35,93% ; 42,46% ; 49% (berdasarkan hasil perhitungan faktor air binder 0,25).

5. Batas penentuan setting time dari polimerisasi fly ash geopolymer serupa dengan batas penentuan setting time dari hidrasi semen.

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor air binder dan kadar aktivator terhadap setting time fly ash based geopolymer yang dapat diaplikasikan untuk pekerjaan penambalan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

a. Mengurangi emisi gas karbondioksida yang dihasilkan oleh industri semen. b. Mengetahui pengaruh faktor air binder dan kadar aktivator (NaOH dan

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Beton geopolymer adalah campuran beton dimana bahan dasarnya tidak menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat, tetapi digantikan oleh geopolymer yang dibuat dari bahan sampingan seperti fly ash (abu terbang), GGBS (slag), abu kulit padi (rice husk ash) dan lain-lain, yang banyak mengandung Silikon dan Aluminium (Davidovits, 1997). Penggantian bahan dasar semen portland ini selain sebagai tindakan yang efektif untuk pemanfaatan bahan sisa limbah pabrik juga sebagai tindakan peduli lingkungan, karena dapat mengurangi emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh industri semen.

Geopolymer dapat disintesis dengan mencampur bahan alumino-silikat reaktif (fly ash, slag dan lain sebagainya) dengan alkaline aktivator (NaOH + Na2SiO3)

untuk meningkatkan reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini Aluminium (Al) dan Silica (Si) mempunyai peranan penting. Reaksi aluminium dan silika dengan alkaline akan menghasilkan AlO4 dan SiO4 seperti ditunjukkan

pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Beton Geopolymer

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Dalam penggunaan beton geopolymer memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Beton geopolymer tahan terhadap serangan asam sulfat, reaksi alkali silika serta tahan terhadap api. Beton geopolymer juga mempunyai rangkak dan susut kecil, serta dapat mengurangi polusi udara. Tetapi dalam proses pembuatannya beton geopolymer ini sedikit lebih rumit dari beton konvensional karena jumlah material yang digunakan lebih banyak dari beton konvensional. Di samping itu, beton geopolymer ini juga belum mempunyai komposisi mix design yang pasti.

2.2. Fly Ash

Fly ash adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air (Himawan dan Darma, 2000).

Fly ash termasuk bahan pozolan buatan yang memiliki sifat pozolanik. Fly ash terdiri dari sebagian besar partikel yang mempunyai diameter berkisar antara 1-150 mikrometer yang lolos dari ayakan 45 mikrometer. Sifat fly ash tersebut membuat fly ash dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dan bahan patch repair yang dapat memperbaiki kerusakan beton pada umumnya dan meningkatkan ketahanan/keawetan beton terhadap ion sulfat juga menurunkan panas hidrasi semen.

Fly ash cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena bahan penyusun utamanya adalah silikat dioksida (SiO2), aluminium (Al2O3) dan Ferrum oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Fly ash sebagai pengganti semen dinilai dapat meningkatkan kualitas beton dalam hal kekuatan, kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan (workability) beton

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

(Hadi, 2000 dalam Andoyo, 2006). Pengurangan jumlah semen atau mengganti

jumlah semen sepenuhnya akan menurunkan biaya material sehingga efisiensi dapat ditingkatkan, sekaligus sebagai bentuk pemanfaatan limbah yang akan membantu menjaga kelestarian lingkungan.

Ada tiga jenis fly ash, yaitu fly ash tipe C,F dan N(ACI Manual of Concrete

Practice 1993 Parts 1 226.3R-3). Fly ash tipe C mengandung CaO diatas 10%

dan dihasilkan dari pembakaran ligmit atau batu bara dengan kadar carbon ± 60% atau sub bitumen, selain itu kadar kandungan (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%. Fly

ash tipe F mengandung CaO dibawah 10% dan dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis anthrcharite pada suhu 1560oC, selain itu kadar kandungan (SiO2 +

Al2O3 + Fe2O3 ) > 70%. Fly ash tipe N merupakan hasil kalsinasi dari pozolan

alam, misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung.

Dari ketiga jenis fly ash diatas yang bisa digunakan sebagai geopolymer adalah jenis fly ash yang memiliki kandungan CaO rendah dan kandungan Si dan Al lebih dari 50% yaitu fly ash tipe C dan F. Karena Si dan Al merupakan unsur yang utama dalam terjadinya proses geopolymerisasi. Dari penelitian terdahulu

(Kosnatha dan Prasetio, 2007) geopolymer yang menggunaan fly ash tipe C

menghasilkan kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan fly ash tipe F baik yang menggunakan curing dengan oven maupun pada suhu ruang.

2.3. Alkaline Activator (Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida)

Sodium silikat dan sodium hidroksida digunakan sebagai alkaline aktivator

(Djuwantoro, dkk, 2004). Sodium silikat mempunyai fungsi untuk mempercepat

reaksi polimerisasi. Sedangkan sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat.

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2.3.1. Sodium Silikat (Na2SiO3)

Sodium silikat merupakan salah satu bahan tertua dan paling aman yang sering digunakan dalam industri kimia. Hal ini dikarenakan proses produksi yang lebih sederhana, maka sejak 1818 sodium silikat berkembang dengan cepat. Sodium silikat dapat dibuat dengan 2 proses yaitu proses kering dan proses basah. Pada proses kering, pasir (SiO2) dicampur dengan sodium carbonate (Na2CO3) atau

dengan pottasium carbonate (K2CO3) pada temperatur 1100 – 1200oC. Hasil

reaksi tersebut menghasilkan kaca (cullets) yang dilarutkan kedalam air dengan tekanan tinggi menjadi cairan yang bening dan agak kental. Sedangkan pada proses pembuatan basah, pasir (SiO2) dicampur dengan sodium hidroxide (NaOH)

melalui proses filtrasi akan menghasilkan sodium silikat yang murni (Andi dan

Calvin, 2006 dalam Andoyo, 2006).

Sodium silikat terdapat dalam 2 bentuk, yaitu padatan dan larutan. Untuk campuran beton lebih banyak digunakan dengan bentuk larutan. Sodium silikat atau yang lebih dikenal dengan water glass, pada mulanya digunakan sebagai campuran dalam pembuatan sabun. Tetapi dalam perkembangannya sodium silikat dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain untuk bahan campuran semen, pengikat keramik, coating, campuran cat serta dalam beberapa keperluan industri, seperti kertas, tekstil dan serat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa sodium silikat dapat digunakan untuk bahan campuran dalam beton (Hartono dan Sutanto, 2005 dalam Andoyo, 2006). Dalam penelitian ini, sodium silikat digunakan sebagai salah satu alkaline activator.

Sodium silikat ini merupakan salah satu larutan alkali yang memainkan peranan penting dalam proses polimerisasi karena sodium silikat mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Reaksi terjadi secara lebih cepat pada larutan alkali yang banyak mengandung larutan silikat seperti sodium silikat ataupun potassium silikat dibandingkan larutan alkali yang banyak mengandung larutan hidroksida.

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2.3.2. Sodium Hidroksida (NaOH)

Sodium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau natrium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Sodium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Sodium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Sodium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan sodium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

Dalam penelitian ini sodium hidroksida yang merupakan senyawa basa kuat berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang merupakan senyawa asam kuat yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Sebagai aktivator, sodium hidroksida harus dilarutkan terlebih dahulu dengan air sesuai dengan molaritas yang diinginkan. Larutan ini harus dibuat dan didiamkan setidaknya selama satu malam sebelum pemakaian.

(Hardjito et.al, 2005). Campuran antara fly ash dan sodium hidroksida

membentuk ikatan yang kurang kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih padat dan tidak ada retakan seperti pada campuran sodium silikat dan fly ash.

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2.4. Geopolymer Sebagai Binder dalam Campuran Beton

Binder berfungsi sebagai pengikat antar partikel-partikel pembentuk mortar maupun beton yaitu pasir, kerikil dan bahan sampingan lainnya. Binder jika dicampur menjadi satu dengan pasir, kerikil dan bahan sampingan lainnya dengan komposisi tertentu akan menjadi satu kesatuan yang utuh yang dinamakan beton.

Dalam proses konstruksi beton, semen masih merupakan bahan pengikat yang paling terkenal dan paling banyak digunakan. Semen yang umum dipakai adalah semen tipe I dan ketergantungan kepada pemakaian semen jenis ini masih sangat besar.

Pada dasarnya semen portland terdiri dari 4 unsur penting, yaitu: a). Trikalsium silikat (C3S) atau CaO.SiO2

b). Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2.

c). Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3.

d). Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau Al2O3.Fe2O3.

Dari keempat unsur tersebut yang paling dominan dalam memberikan sifat semen dan yang paling penting pada proses hidrasi semen adalah unsur C3S dan C2S

yaitu sebesar 70-80 % dari semen. Hasil utama dari proses hidrasi semen adalah ikatan kalsium silikat hidrat (CSH) yang biasa disebut tobermorite yang berbentuk gel. Panas juga keluar selama proses berlangsung (panas hidrasi) akibat reaksi kimia semen yang bersifat exothermic. Akibat dari reaksi exothermic, terjadi perbedaan temperatur yang sangat tajam sehingga mengakibatkan retak-retak kecil (microcrack) pada beton.

Semen portland sebagai bahan pengikat jika dilihat dari sisi fungsi masih memiliki kekurangan dan keterbatasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi mutu beton. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan bahan lain yaitu geopolymer yang berbahan dasar fly ash sebagai bahan pengikat. Dalam hal ini fly

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

ash dipilih sebagai bahan dasar pembuatan geopolymer mortar karena fly ash mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan memiliki sifat pozzolanik. Unsur yang terkandung dalam fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2),

aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium, potasium,

sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. Fly ash sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan alkaline activator (sodium silikat dan sodium hidroksida), oksida silika yang dikandung oleh fly ash akan bereaksi secara kimia dengan alkaline activator yang akan menghasilkan pasta geopolymer dengan kekuatan mengikat seperti pasta semen. Penambahan atau penggantian sejumlah semen dengan fly ash sebagai bahan dasar pasta geopolymer berpotensi menambah keawetan beton tersebut.

Reaksi yang terjadi pada geopolymer adalah reaksi polimerisasi dan yang paling berperan penting dalam reaksi ini adalah unsur Si dan Al yang terkandung dalam fly ash. Reaksi polimerisasi menghasilkan suatu rantai dalam bentuk struktur dimensional Si-O-O-Al polymeric yang dibentuk ikatan polysialate, Polysialate-Siloxo (Si-O-O-Al-O-Si-O) dan Polysialate-Disiloxo (Si-O-O-Al-O-Si-O-Si-O). Semakin besar rasio Si/Al menghasilkan karakter ikatan polimer yang semakin terbentuk kuat (Hardjito, et.al, 2004).

2.5. Setting Time

Dalam pembuatan beton ketika air ditambahkan kedalam campuran semen, proses kimiawi yang disebut hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia di dalam semen akan bereaksi dengan air dan membentuk komponen baru. Unsur dominan dalam semen, kalsium silikat akan terhidrasi menjadi gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida. Kecepatan reaksi hidrasi maksimum pada tahap awal dan kemudian menurun terhadap waktu. Ini disebabkan makin terbentuknya lapisan gel kalsium silikat hidrat pada kristal semen. Makin tebal lapisan semakin lambat hidrasi. Secara teoritis, proses hidrasi akan terhenti apabila tebal lapisan mencapai

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

25 mikron. Semen Portland pada umumnya memiliki ukuran Kristal antara 5 sampai 50 mikron.

Pengikatan (set) adalah perubahan bentuk dari bentuk cair manjadi bentuk padat, tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikatan ini terjadi akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen, terutama butir trikalsium aluminat. Dengan penambahan gypsum waktu pengikatan dapat diatur karena gypsum memodifikasi hidrasi awal. Pengerasan (hardening) adalah pertumbuhan kekuatan dari beton atau mortar setelah bentuknya menjadi padat.

Semen jika dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis dan dapat dibentuk (workable). Namun setelah selang beberapa waktu, terbentuk pengikatan awal (initial set) yaitu waktu mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai tidak workable . Selanjutnya pasta akan meningkat kekakuannya sampai didapatkan padatan yang utuh disebut pengikatan akhir (final set). Pasta berlanjut hingga pasta mempunyai kekuatan, disebut pengerasan (hardening). Pada umumnya waktu pengikatan awal minimum pada proses hidrasi semen adalah 45 menit, sedangkan waktu pengikatan akhir adalah 6-10 jam. Dengan menggunakan alat vicat penentuan waktu ikat awal tercapai bila hasil penetrasi (masuknya jarum ke dalam pasta) kurang dari 25 mm sedangkan waktu pengikatan akhir tercapai bila jarum tidak menembus pasta

(Nugraha dan Antoni, 2007: 37).

Pada geopolymer mortar proses yang terjadi dalam pengikatan dan pengerasan sampai mendapatkan kekuatannya dilihat secara fisik hampir serupa dengan proses pada hidrasi semen. Untuk mendapatkan ikatan yang sempurna dan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi larutan air, NaOH dan Na2SiO3

didiamkan selama ±24 jam sebelum pembuatan pasta.

Air dalam pengujian ini tidak mempunyai peran penting tanpa adanya alkali aktivator karena proses polimerisasi dilakukan oleh alkali aktivator dimana

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

kandungan silika dalam fly ash hanya bisa bereaksi dengan sodium hidroksida sebagai aktivator. Dan jika kebanyakan air akan mempengaruhi mutu mortar geopolymer itu sendiri. Namun untuk memperoleh kemudahan dalam pengerjaan mortar (workability) dan untuk melarutkan sodium hidroksida digunakan sejumlah air yang sesuai sehingga memenuhi persyaratan setting time. Perbandingan kadar Sodium silikat dengan Sodium hidroksida dibuat bervariasi. Semakin tinggi rasio sodium silikat terhadap sodium hidroksida setting time pada binder menghasilkan nilai yang tidak berbanding linear. Sedangkan dengan semakin tinggi molaritas menghasilkan setting time awal dan akhir yang semakin cepat (Wiyoto, 2007).

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 14

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

Dalam suatu penelitian agar tujuan yang diharapkan tercapai, maka dilaksanakan dalam suatu metode. Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian ini akan dilakukan di dalam laboratorium.

Pemecahan masalah pada penelitian ini dengan menggunakan cara statistik, yaitu dengan urutan kegiatan dalam memperoleh data sampai data itu berguna sebagai dasar pembuatan keputusan diantaranya melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan cara pengambilan keputusan secara umum berdasarkan hasil penelitian.

3.2. Bahan – Bahan Yang Digunakan

3.2.1. Air

Air dalam penelitian ini berfungsi untuk melarutkan sodium hidroksida sebelum dicampur dengan sodium silikat dan digunakan untuk pengadukan fly ash sehingga mortar mudah dikerjakan. Air tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan menurunnya kekuatan mortar. Air yang digunakan untuk pembuatan mortar/beton harus bersih dan tidak mengandung minyak, tidak

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

mengandung alkali, garam-garaman, zat organis yang dapat merusak beton atau baja tulangan. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari PDAM yang umumnya bisa dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari.

3.2.2. Fly Ash

Fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe C yang merupakan limbah dari PLTU Paiton, yang diperoleh dari P.T. Jaya Ready Mix. Fly ash memiliki karakteristik kandungan pozzolanik yang tinggi dan komposisi kimia dari fly ash dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Komposisi Kimia Fly Ash yang Digunakan dalam Penelitian

Oksida Fly Ash tipe C (%)

SiO2 45.27 Al2O3 20.07 Fe2O3 10.59 TiO2 0.82 CaO 13.32 MgO 2.83 K2O 1.59 Na2O 0.98 P2O5 0.41 SO3 1.00 MnO2 0.07

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

3.2.3. Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida

Dalam penelitian ini digunakan sodium silikat dengan jenis BE 58 R 2,3, dan sodium hidroksida padat yang dijual di toko -toko bahan kimia. Sodium silikat dan sodium hidroksida ini akan digunakan sebagai alkaline activator yang dapat digunakan untuk mereaksikan unsur-unsur Si dan Al yang terkandung di dalam fly ash sehingga terjadi reaksi polimerisasi.

Gambar 3.2. Sodium silikat Gambar 3.3. Sodium hidroksida

3.3. Benda Uji

Benda uji yang digunakan ini, dibuat dengan variasi fab dan kadar aktivator. Proporsi campuran benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3. Total benda uji 27 buah dengan 9 variasi campuran.

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Tabel 3.2. Proporsi Campuran Benda Uji dengan Variasi Fab.

Kode Benda Uji Proporsi Campuran Jumlah Benda Uji

G. FAB 0,200

Fab 0,200

Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

3 buah

G. FAB 0,225

Fab 0,225

Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

3 buah

G. FAB 0,250

Fab 0,250

Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

3 buah

G. FAB 0,275

Fab 0,275

Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

3 buah

G. FAB 0,300

Fab 0,300

Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

3 buah

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Tabel 3.3. Proporsi Campuran Benda Uji dengan Variasi Kadar Aktivator. Kode Benda Uji Proporsi Campuran Jumlah Benda Uji

G. KA 22,87 %

Kadar aktivator 22,87 % Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

Fab 0,250

3 buah

G. KA 29,40 %

Kadar aktivator 29,40 % Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

Fab 0,250

3 buah

G. KA 35,93 %

Kadar aktivator 35,93 % Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

Fab 0,250

3 buah

G. KA 42,46 %

Kadar aktivator 35,93 % Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

Fab 0,250

3 buah

G. KA 49,00 %

Kadar aktivator 35,93 % Molaritas NaOH 8 Molar Modulus alkali 1,25

Perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2

Fab 0,250

3 buah

Jumlah 15 buah

Dengan fab 0,25 dan kadar aktivator 49 % hanya terdiri 3 buah benda uji. Jadi hasil penelitian sama-sama digunakan pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3. Jadi total

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

benda uji 15 + 12 = 27 buah. Perhitungan kebutuhan bahan lebih jelasnya bisa dilihat di lampiran A.

3.4. Alat-alat Yang Digunakan

a) Timbangan Digital

Timbangan digital merk SCA-301 dengan kapasitas 5 kg, digunakan untuk menimbang komposisi bahan yang akan digunakan dalam campuran geopolimer.

b) Vicat Apparatus lengkap dengan cincin dan plat ebonite Digunakan untuk pengujian penetrasi setting time.

Cincin ebonite dengan diameter bawah 70 mm, diameter atas 60 mm, dan tinggi 40 mm.

c) Alat bantu

a. Cetok kayu, digunakan untuk mengaduk campuran geopolymer.

b. Gelas ukur kapasitas 50 ml, digunakan untuk menakar air yang akan dipakai dalam campuran geopolymer.

c. Mangkok stainless steel, digunakan sebagai tempat mengaduk dan merendam larutan geopolymer.

d) Stop watch/ Jam, digunakan untuk mencatat waktu pengadukan dan penetrasi setting time.

3.5. Tahap-Tahap Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, penelitian ini dilaksanakan dalam sistematika dengan urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi beberapa tahapan, yaitu :

a) Tahap I (Tahap Persiapan)

Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

b) Tahap II (Tahap Pembuatan Larutan Alkali Aktivator dan Curing)

Pada tahap ini dibuat larutan alkali aktivator dan dilakukan perawatan atau curing dengan cara mendiamkan larutan dalam mangkok dan disimpan dalam ruangan selama ±24 jam.

c) Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji)

Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut : a. Pembuatan adukan geopolymer.

b. Pembuatan benda uji.

d) Tahap IV (Tahap Pengujian dan Pengamatan)

Tahap ini dilakukan pengujian penetrasi. Pengamatan yang dilakukan adalah mengetahui kedalaman penetrasi yang terjadi pada benda uji tersebut dari awal pembuatan benda uji sampai batas initial setting dan finish setting. Selama waktu pengamatan yang dilakukan benda uji tidak terlepas dari cetakan kecuali penutup paling luar benda uji.

e) Tahap V (Analisa Data)

Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian dan pengamatan lalu dianalisis untuk mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

f) Tahap VI (Kesimpulan)

Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian.

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Persiapan Bahan

Fly ash

Air

Alkali aktivator

Pembuatan Benda Uji :

· Pembuatan adukan geopolymer

· Pembuatan benda uji

Larutan Alkali

aktivator & Curing

Pengujian Setting Time

dan Pengamatan Penetrasi

Analisa Data

Kesimpulan

Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.4. sebagai berikut :

Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Tahap V Tahap VI

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3.6. Pembuatan Benda Uji

Dalam pengujian setting time didahului dengan pembuatan campuran adukan geopolymer yang telah dihitung proporsi masing-masing bahan yang dipergunakan, kemudian mencampur dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengambil bahan-bahan pembentuk geopolymer dengan berat yang

ditentukan sesuai rencana campuran.

2. Melarutkan sodium hidroksida (NaOH) ke dalam air berdasarkan perhitungan mix design.

3. Menambahkan sodium silikat (Na2SiO3) kedalam larutan air dan sodium

hidroksida selama ± 3 menit. Kemudian larutan tersebut didiamkan selama ±24 jam untuk menuntaskan pelarutan eksotermis NaOH.

4. Mencampur larutan (NaOH + air + Na2SiO3) tersebut dengan fly ash sampai

benar-benar homogen selama waktu ± 4 menit.

5. Menuangkan adukan kedalam cincin ebonite dan dilakukan pengujian penetrasi untuk mendapatkan waktu pengikatan awal (initial set), dan waktu pengikatan akhir (final set).

6. Mengulangi lagi langkah 2 sampai 5 dengan variasi komposisi, sehingga didapatkan komposisi awal fly ash-based geopolymer yang memenuhi persyaratan setting time

3.7. Prosedur Pengujian Setting Time

Pengujian ini dilakukan berdasarkan ASTM C-191, yaitu Standart Test Method for Time of Setting of Hydraulic Cement by Vicat Needle.

Adapun langkah-langkah pengujian setting time dengan vicat dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menyetel jarum pada vicat agar menunjuk angka nol pada skala pembacaan di bagian kanan dan kemudian menguncinya.

2. Memasukkan fly ash – based geopolymer ke dalam cincin ebonite kemudian meratakan permukaannya.

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

3. Memasang cincin ebonite di bawah jarum penetrasi (1 mm).

4. Menunggu selama 60 menit kemudian melepaskan batang peluncur. 5. Mencatat kedalaman masuknya jarum dengan membaca skala.

6. Mengulangi langkah no.4 dan 5 dengan selang waktu 60 menit. Cincin harus selalu dipindahkan dengan jarak minimal 1 cm.

7. Setelah kedalaman penetrasi mencapai 25 mm berarti waktu pengikatan awal / initial setting time telah tercapai.

8. Mengulangi lagi langkah no.6 dengan selang waktu yang sama.

9. Setelah kedalaman penetrasi tidak menembus permukaan fly ash – based geopolymer ( mencapai 23 mm ) berarti waktu pengikatan akhir / final setting time telah tercapai.

Gambar 3.5. Pengujian Setting Time

Penggerak Batang Peluncur

Plat Ebonite Cincin Ebonite Jarum Penetrasi

Pembacaan Skala Batang Peluncur

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

BAB 4

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Data

4.1.1. Pengujian Setting Time dengan Variasi Fab (Faktor Air Binder)

Pengujian setting time dilakukan dengan pembacaan jatuhnya penetrasi pada alat vicat selama selang waktu tertentu, dimulai dari awal pembuatan campuran sampai mengeras, yaitu sampai batas initial set dan final set. Prosedur pengujian setting time ini berdasarkan ASTM C-191 (American Standart Test Method for Time of Setting of Hydraulic Cement by Vicat Needle). Benda uji yang digunakan yaitu dengan variasi Fab dan berjumlah 5 variasi, dengan masing-masing variasi 3 benda uji.

Faktor air binder (Fab) merupakan volume air dibagi dengan berat fly ash yang digunakan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Fab

봨iǑat 搸ǁǑ

봨iǑat 搸 ...(4.1)

Untuk menentukan jumlah aktivator (NaOH dan Na2SiO3) yang digunakan

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(

)

Berat

(

air

(

liter

)

)

liter x NaOH dari Ar NaOH berat laru lt terlarut zat mol jumlah Molaritas 1 40 tan 1 = =

(

liter

)

Molaritas x x air Berat NaOH berat 1 40 = ... (4.2) 24

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Pada penelitian ini digunakan perbandingan NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2, jadi jumlah

Na2SiO3 yang digunakan yaitu 2 x berat NaOH. Hasil pengujian setting time

dengan variasi fab disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Setting Time dengan Variasi Fab

Kode Benda Uji

Initial Setting Time ( Jam ) Rata-Rata Initial ( Jam ) Final Setting Time ( Jam ) Rata-Rata Final ( Jam ) G. FAB 0.200 1 14 13.67 22 21 2 13 20 3 14 21 G. FAB 0.225 1 16 16 27.5 26.5 2 15 25 3 17 27 G. FAB 0.250 1 15 16.67 25 26.33 2 18 28 3 17 26 G. FAB 0.275 1 29 28.67 36 36.33 2 27 35 3 30 38 G. FAB 0.300 1 34 33.67 43 42.67 2 32 42 3 35 43

Dari Tabel 4.1. menunjukkan bahwa semakin tinggi fab akan menghasilkan setting time yang semakin lama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Gambar 4.1. Hubungan Fab dan Waktu Tercapainya Setting Time

Polivka dan Klein ( 1960 ) menyatakan bahwa antara penetrasi resistance P dan

waktu pengerasan t dapat dinyatakan dalam suatu hubungan fungsi power, yaitu:

B t t A

P= ( - 0) ...(4.3.)

Dengan : A dan B = konstanta t = waktu penetrasi

t0 = waktu terakhir sebelum skala penetrasi dapat terbaca

(skala penetrasi menunjukkan angka 50 keatas)

Hubungan antara jatuhnya penetrasi terhadap waktu tercapainya setting time dari hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.2. sampai Gambar 4.6., dengan jatuhnya penetrasi sebagai absis dan waktu tercapainya setting time sebagai ordinat. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 W ak tu (J am ) Fab

final setting time initial setting time

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Gambar 4.2. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.FAB

0,200

Gambar 4.3. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.FAB

0,225 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 4 8 12 16 20 24 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

initial setting time final setting time

P = 43.53 (t-t0)-0.22 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 4 8 12 16 20 24 28 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 47 (t-t0)-0.22

t0=1

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Gambar 4.4. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.FAB

0,250

Gambar 4.5. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.FAB

0,275 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 4 8 12 16 20 24 28 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 46.8 (t-t0)-0.22 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 53 (t-t0)-0.22

t0=5

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Gambar 4.6. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.FAB

0,300

Persamaan – persamaan yang terdapat pada Gambar 4.2. sampai Gambar 4.6. akan dievaluasi keakuratannya dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Besarnya nilai penyimpangan atau nilai koefisien korelasi antara persamaa- persamaan tersebut dengan data pengukuran langsung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

2 2 2 Dt D Dt r= - ...(4.4.) dengan :

(

)

2 1 2

å

= -= n i y yi Dt ...(4.5.)

(

)

2 1 1 0 2

å

= -= n i x a a yi D ...(4.6.)

Hasil korelasi dari persamaan di atas ditampilkan dalam Tabel 4.2. Perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran B.

0 10 20 30 40 50 60 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 55.5 (t-t0)-0.22

(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Tabel 4.2. Data Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi pada Benda Uji G.FAB

FAB Fungsi Power

Persamaan Koefisien Korelasi

0.200 P = 43.53 (t-t0) – 0.22 0.993

0.225 P = 47.00 (t-t0) – 0.22 0.985

0.250 P = 46.80 (t-t0) – 0.22 0.971

0.275 P = 53.00 (t-t0) – 0.22 0.982

0.300 P = 55.50 (t-t0) – 0.22 0.967

Dari Tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi r untuk fungsi power rata-rata mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan yang didapat dari fungsi power adalah baik. Selain itu juga dapat dilihat bahwa pada fungsi power semua persamaan memiliki konstanta B (pangkat) yang sama. Untuk itu maka dibuat suatu grafik hubungan antara Fab dan konstanta A dari persamaan tersebut.

Gambar 4.7. Hubungan Fab dan Konstanta A

Dari Gambar 4.7. diatas dapat dilihat bahwa dengan semakin tinggi penggunaan fab akan menghasilkan konstanta A yang semakin tinggi sehingga Setting time yang dihasilkan juga semakin lama.

y = 509.7x2- 135.1x + 50.44 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Ko ns ta nt a A FAB

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

4.1.2. Pengujian Setting Time dengan Variasi Kadar Aktivator

Kadar aktivator merupakan persen jumlah aktivator (NaOH, Na2SiO3) dan air

terhadap berat fly ash yang digunakan dalam pembuatan geopolymer. Yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

KA

ꊰaOe ꊰa ǁO 搸ǁǑ

100% ..

...(4.7)

Benda uji yang digunakan yaitu dengan variasi kadar aktivator dan berjumlah 5 variasi, dengan masing-masing variasi 3 benda uji. Dalam variasi ini Fab yang digunakan tetap 0,25. Prosedur pengujian setting time dengan variasi kadar aktivator ini serupa dengan prosedur pengujian setting time dengan variasi fab diatas. Yaitu dengan membaca jatuhnya penetrasi pada alat vicat selama selang waktu tertentu, sampai batas initial set dan final set tercapai. Hasil pengujian setting time dengan variasi kadar aktivator disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Setting Time dengan Variasi Kadar Aktivator

Kode Benda Uji

Initial Setting Time ( Jam ) Rata-Rata Initial ( Jam ) Final Setting Time ( Jam ) Rata-Rata Final ( Jam ) G. KA 22.87% 1 11 12.33 20 21 2 14 22 3 12 21 G. KA 29.40% 1 15 14.33 25 24 2 13 22 3 15 25 G. KA 35.93% 1 16 15.33 24 24.67 2 16 25 3 14 25 G. KA 42.46% 1 17 16 25 25.33 2 15 26 3 16 25 G. KA 49.00% 1 15 16.67 25 26.33 2 18 28 3 17 26

(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Dari Tabel 4.2. menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar aktivator akan menghasilkan setting time yang semakin lama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8. dibawah ini.

Gambar 4.8. Hubungan Kadar Aktivator dan Waktu Tercapainya Setting Time

Penetrasi resistance P dan waktu pengerasan t karena pengaruh kadar aktivator ini juga dapat dinyatakan dalam suatu hubungan berbentuk fungsi power seperti yang telah dinyatakan oleh Polivka dan Klein ( 1960 ), yaitu pada persamaan (4.3.).

Hubungan antara jatuhnya penetrasi terhadap waktu tercapainya setting time dari hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.9. sampai Gambar 4.13., dengan jatuhnya penetrasi sebagai absis dan waktu tercapainya setting time sebagai ordinat. 0 5 10 15 20 25 30 0 10 20 30 40 50 60 W ak tu (J am ) Kadar Aktivator (%)

Final setting time Initial setting time

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Gambar 4.9. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.KA

22,87 %

Gambar 4.10. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.KA

29,4 % 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 4 8 12 16 20 24 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 42.2 (t-t0)-0.22 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 4 8 12 16 20 24 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 46.5 (t-t0)-0.22

t0=2

(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Gambar 4.11. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.KA

35,93 %

Gambar 4.12. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.KA

42,46 % 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 4 8 12 16 20 24 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 45.51 (t-t0)-0.22 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 4 8 12 16 20 24 28 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 44.5 (t-t0)-0.22

t0=2

(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Gambar 4.13. Hubungan Jatuhnya Penetrasi dengan Setting Time untuk G.KA

49 %

Persamaan – persamaan yang terdapat pada Gambar 4.9. sampai Gambar 4.13. akan dievaluasi keakuratannya dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Besarnya nilai penyimpangan atau nilai koefisien korelasi antara persamaa- persamaan tersebut dengan data pengukuran langsung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.4.), (4.5.), dan (4.6.). Hasil korelasi dari persamaan di atas ditampilkan dalam Tabel 4.4. berikut :

Tabel 4.4. Data Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi pada Benda Uji G.KA

KA Fungsi Power

Persamaan Koefisien Korelasi

22.87% P = 42.20 (t-t0) – 0.22 0.944

29.40% P = 46.50 (t-t0) – 0.22 0.948

35.93% P = 45.51 (t-t0) – 0.22 0.976

42.46% P = 44.50 (t-t0) – 0.22 0.973

49.00% P = 46.80 (t-t0) – 0.22 0.971

Dari Tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi r untuk fungsi power rata-rata mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan yang didapat dari fungsi power adalah baik. Selain itu juga dapat dilihat bahwa pada

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 4 8 12 16 20 24 28 Ja tu hn ya P en et ra si (m m ) t-t0 (Jam)

Initial Setting Time Final Setting Time

P = 46.8 (t-t0)-0.22

(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

fungsi power semua persamaan memiliki konstanta B (pangkat) yang sama. Untuk itu maka dibuat suatu grafik hubungan antara Fab dan konstanta A dari persamaan tersebut.

Gambar 4.14. Hubungan Kadar Aktivator dan Konstanta A

Dari Gambar 4.14. diatas dapat dilihat bahwa dengan semakin tinggi penggunaan kadar aktivator akan menghasilkan konstanta A yang semakin tinggi sehingga Setting time yang dihasilkan juga semakin lama.

4.2. Pembahasan

Pada umumnya fly ash digunakan untuk meningkatkan kohesi dan workability beton geopolymer pada slump yang diinginkan karena kehalusan dan bentuk partikel fly ash yang bulat (rounded shape). Segregasi dan bleeding yang sering dijumpai pada beton konvensional juga dapat direduksi karena berkurangnya kebutuhan air yang diperlukan dibandingkan dengan menggunakan semen. Secara umum, penggunaan fly ash pada mortar menyebabkan peningkatan setting time pada keduanya, baik pada initial maupun final set. Semakin banyak penggunaan sodium silikat semakin cepat reaksi polimerisasi yang terjadi sehingga setting time cepat tercapai. Namun dengan penggunaan faktor air binder yang semakin tinggi akan memperlemah reaksi polimerisasi itu sendiri sehingga setting time akan

y = -0.006x2+ 0.593x + 33.03 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Ko ns ta nt a A Kadar Aktivator

(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

semakin lama, baik initial setting time maupun final setting time. Pada penelitian ini digunakan fab terendah 0.2 menghasilkan initial seting time 13,67 jam dan final setting time 21 jam. Dan penggunaan fab tertinggi 0,3 menghasilkan initial seting time 33,67 jam dan final setting time 42,67 jam. Jadi semakin tinggi penggunaan fab setting time juga semakin lama.

Pada variasi kadar aktivator, juga didapatkan setting time yang semakin lama seperti halnya pada variasi fab. Pada dasarnya, dengan semakin tinggi kadar aktivator juga akan mempercepat reaksi polimerisasi sehingga setting time cepat tercapai. Tetapi dengan adanya penambahan kekurangan air yang dibutuhkan otomatis akan menghambat reaksi polimerisasi itu sendiri sehingga setting time semakin banyak penggunaan air semakin lama. Pada penelitian ini digunakan kadar aktivator terendah 22.87% menghasilkan initial seting time 12.33 jam dan final setting time 21 jam. Dan penggunaan kadar aktivator tertinggi 49% menghasilkan initial seting time 16.67 jam dan final setting time 26.33 jam.

Gambar

Gambar  4.13.  Hubungan  Jatuhnya  Penetrasi  Dengan  Setting  Time  Untuk      G.KA 49%...............................................................................
Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Beton Geopolymer  Sumber : Geopolymer institute (2008)
Tabel 3.1. Komposisi Kimia Fly Ash yang Digunakan dalam Penelitian  Oksida  Fly Ash tipe C (%)
Tabel 3.2. Proporsi Campuran Benda Uji dengan Variasi Fab.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disim- pulkan bahwa selama periode penelitian ini (2005- 2009), perbankan syariah yang paling efisien adalah Bank Syariah Mandiri dan

Sebaliknya, pendapatan per kapita memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan prestasi akademik (r=-0,234, p<0,01), yang dapat diartikan bahwa semakin rendah

Tampilan ini digunakan oleh pengguna sistem untuk memasukan bobot masing-masing kriteria dalam skala1-100 bergantung pada tingkat kepentingan masing-masing

Työttömien lukumäärä Pirkanmaalla kasvoi vuonna 2009 kaikissa ammattiryhmissä, mutta teollisuuden ja rakentamisen osalta työttömien määrä lisääntyi jopa lähes 50 %

Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa suatu himpunan a ≥ 0 adalah sama dengan nol, maka harus ditunjukkan bahwa a selalu lebih kecil dari sebarang bilangan positi

Sebaliknya, hasil penelitian ini menemukan bahwa LNEGDefTax berpengaruh positif signifikan terhadap variabilitas RATING artinya tolak H 1B yang menyatakan bahwa

digunakan sebagai sarana untuk mendaftar menjadi calon mahasiswa Universitas Budi Luhur. Untuk mengatasi itu, diperlukan keamanan data yang baik. Melihat kemungkinan semakin