• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interview with mr/ms: Sarmuji Sarjan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Interview with mr/ms: Sarmuji Sarjan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Royal Institute for Southeast Asian and Caribbean Studies Reuvensplaats 2 2311 BE Leiden Netherlands

tel: (+)31 71 - 527 2295; email: kitlv@kitlv.nl

Interview with mr/ms: Sarmuji Sarjan

Transcriptic summary

(00:00)

Wah itu saya ngga tau bapak saya nikah di sana atau di mana. Kalau mbakyu saya yang Siwuh itu lahirnya 16 juni 1928 tanggal lahirnya. Kalo yg Marikem 21 feb 1935 itu yg saya tau, kalo saya 16 januari 1943. Yg Marmi, mudah2an ada…sebentar….pokoknya kalo mau ke Suriname hanya nginep di dua tempat, di mbakyu Marmi dan Marikem. Mbakyu Marikem, suaminya punya taksi yg besar di Paramaribo namanya Karim. Namanya Karim taksi, jadi kalo mo nyari tinggal bilang the owner taksi van Karim. Itu suaminya orang Jawa (kemudian menelepon Mbak Marmi yg tinggal di Suriname-red).

Saya tiap minggu menelepon kakak. Maklum ya sudah sepuh. Sudah 80 tahun. Saya kadang-kadang….dari tahun 1954 sampai sekarang belum pernah ke sana makanya ada yg ngajak ke sana (Suriname), seneng banget. Saya bulan desember ke sana. Bu Marmi tinggal di Nickerie. Petani juga. Bu marikem mengurus taksi karena suaminya sudah meninggal dan ia termasuk satu pengurus partai yg berkuasa.

(5:14)

Partai Percaya Luhur, kemarin pas saya telpon. Kalo Radiman juga wiraswasta saja. Yg tinggal di Paramaribo, semua kecuali yu Marmi di Nickerie. Pak Sarmuji di Surabaya. Surabaya atau Jakarta pak? Yo mana saya wong bolak-balik.

(2)

Sekarang kalo bapaknya pak Sarmuji? Sadin Amatno. Sebetulnya pengenya Muhamad Nuh, tapi karena wong jowo, wong ndeso jadinya Amatno. Jadi sekarang family name semua Amatno. Saya kadang diasuh orang lain jadi saya ikut bapak yg mupu saya. Sarjan. Jadi namanya Sarmuji Sarjan.

Ibu kandung saya Sutiyem. Itu kandung. Yg besarkan saya namanya pak Sarjan sama ibu Saliyem. Pulangnya ke Indonesia beersama mereka. Mereka petani. Bapak dan ibu juga petani. Kebetulan yu Marmi ini termasuk petani yg machinaal jadi SML (Stichting Machinale landbow), petani yg bermesin jadi nanemnya pake mesin, traktor mesin, membabat, ngambilnya pake mesin. Mereka nyebutnya kombaine. Jadi mereka yg punya kombaine, termasuk golongan “ the have”. Ya kebetulan dari kakak2 saya tidak termasuk…adalah… makanya kalo ke Suriname hayok..nginepnya di rumahnya ini, tapi ya usianya sudah sepuh, 80 hampir 90. Sekarang tinggal bersama cucunya yg bernama Mirelle, dia seorang guru sekaligus politikus. Saya tidak inget jumlah anaknya.

(10:12)

Kalo tgl lahir orang tua? Ga inget, kalo asal katanya dari Kendal. Ibu juga dari Kendal. Jadi rupanya bapak saya, pak Satin dan pak Sarjan, teman karib dari dulu di Jawa, soalnya waktu saya masih di kandungan, itu langsung, orangtua saya khan anaknya banyak, jadi dari dalam kandungan itu langsung. Pak Sarjan itu ga punya anak jadi, kalo anakmu lahir langsung tak minta. Bapak pernah kembali ke Kendal ga? Iya pernah kesana sama pak Sarjan. Pernah satu saat bapak ngajak jalan2 ke kampung asalnya dan ketemu dengan saudara-saudaranya, kakak-kakaknya dan adik pak sarjan yg masih ada.

Usiaku 67, dah ga inget kakek. Kalo di Suriname sekarang dicari mulai dari yg pertama datang, semua tersusun rapi. Kebetulan ide membuat itu namanya Maurits Hassankhan, beliau mendagri suriname, data basenya lengkap sekali. Foto yg dua itu kita ambil dari sana. Foto orangtua pak Basar.

Nanti sapa tau di embassy ada atau suatu saat kita temuin pak Saimbang, wakil duta besar Suriname untuk mencari data yg lengkap. Tinggalnya di jl.Padalarang, Menteng. Mudah2an ada. Itu jadi misalnya pak Amir kawin ma siapa, anaknya berapa, namanya siapa saja. Pertanyaan saya, kita sudah ngirim transmigran berapa kali. Aku pernah nanya di depnaker, kita ini very poor. Apa saya tidak tahu sekarang tugas siapa mungkin LIPI dapat membantu pembuatan dokumen. Saya pernah cerita soal ibu Kartini, coba ga ada si bule yg ngumpulin suratnya

(3)

Kartini? Yg paling berjasa ya si bule itu. Kalo ga ada simpenan itu, ga ada yg tau siapa itu Kartini. Orang islam aja ada perintah iqra artinya baca. Kalo ga ada yg ditulis, apa yg mau dibaca?

(15:19)

Istri saya namanya Nurmi. Tgl lahir 1 desember 1949, tempat lahir Suriname. Istri saya juga termasuk yg di rombongan pulang itu. Tapi waktu itu masih 4 tahun/5 tahun, masih kecil. Kalo dulu ikut suami, kemana saja ikut. Tanggal perkawinan 8 agustus 1970. Putranya, satu Erawan Priambodo, laki 19 mei 1971, tempat lahir Surabaya, yang kedua Widya Indriasari, 15 januari 1974, Surabaya, yg ketiga Hendardian Bramantyo, 5 february 1980, yang pertama ma ketiga ekonom, yang kedua sastra inggris. Yg sudah menikah baru yg pertama. Orang tua istri namanya Satimin Karsowidjojo, yg ikut rombongan pulang, namun sudah almarhum. Ibunya juga sudah meninggal tapi namanya aduh..

(19:19)

Kalau dulu bapak mertua saya ini pegawai Caltex, tapi sudah meninggal. Sebelumnya tani, semua di Suriname itu petani. Umumnya orang jawa ya tani, ada yang mekanik, ada yang di bengkel, tapi pada umumnya itu petani. Kemudian pindah ke sini dan kerja di Caltex. Beliau itu salah satu foreman di bidang mekanik.

Asal ibu katanya Nganjuk, Jawa Timur. Saya lahir di suatu desa namanya Sidoredjo, jadi perkampungan Jawa, sampai sekarang masih ada. Terus saya dipindahkan lagi, tidak di Sidoredjo, ikut Pak Sarjan, jadi di desa namanya Longmay, di majalah itu masih ada. Pindah ke Longmay sejak lahir. Istilahnya di-erken, di-erken tuh dibalik nama, jadi menjadi anaknya Pak Sarjan itu, terus ikut Pak Sarjan dan Bu Saliyem tadi, tinggal di Longmay tadi. Mereka kerja pertanian.

Longmay pada umumnya Jawa, mayoritas Jawa, ada negro nya, ada Indianya, kalau cina ya biasanya yang punya toko-toko cina, tapi kalau yang namanya pertanian itu ya Jawa dan India, terus dari situ, saya besar, saya sekolah. Namanya openbare school, itu artinya sekolah umum, ya kalau kita mungkin SD, sampai kelas 5. Gurunya bule, pake bahasa Belanda. Tapi sehari-hari pakai bahasa Jawa, jadi disana umumnya orang Suriname itu bahasa Jawa dan bahasa Belanda, resminya bahasa nasional Belanda, bahasa sehari-harinya tergantung, kalau masuk ke perkampungan India ya bahasa India. Trus ada lagi bahasa, tidak bahasa nasional tapi merupakan

(4)

bahasa kedua, itu bahasa negro, atau mereka nyebutkan bahasa taki-taki itu, itu dimengerti oleh semua orang, jadi sebetulnya kalau bahasa belanda hilang, itu bisa diangkat jadi bahasa nasional.

(26:34)

Terus begitu saya naik ke kelas empat, itu pindah, kalau openbareschool itu ada di desa bernama Paradise. Saya naik sepeda 4 kilo lah kira-kira, saya SD nya di Paradise, itu termasuk ndeso, pindah ke ibukota di Nieuw Nickerie, distriknya Nickerie atau kabupatennya Nickerie, ibukotanya namanya New Nickerie, di situ saya masuk ke Spangenberg school, masih ada sampai sekarang, kebetulan Spangenberg school ini Kristen, jadi kalau openbare school tadi umum, everybody may join it, tapi kalau Spangenberg school itu umumnya orang Kristen, kebetulan di Suriname itu yang paling banyak agamanya Kristen

(28:10)

Trus itu saya sampai dengan tahun 54, baru pulang ke Indonesia. Sebabnya itu kenapa, kok kita itu pulang ke Indonesia, jadi pada saat itu ya keadaan aman, tentram, damai, artinya aman tentram damai itu, mau makan, beras juga ada, sawahnya luas-luas, bapak saya itu pas dari sana tanahnya lima hektar, per orang, luas Suriname itu, bapak saya sawahnya lima hektar, ya cukuplah, ga nguber-nguber kayak jaman budak belian dulu, kerja kontrak. Kita dengar Indonesia merdeka itu, ada professor doctor Yusuf Ismail yang nulis itu, dia ngambil doktornya, s3nya itu, beliau sekolah di belanda, di Leiden kalau ga salah, terus nulis tentang itu, sejarah orang Suriname, kenapa kok ada orang kesana, dipelajari, itu hasil tulisan beliau. Dia mengatakan hei jangan takut sama bule, dia salah sebenarnya kan, sebagai mahasiswa gaboleh dong membangkit semangat, tapi biar bagaimana, dia kasihan melihat bangsanya itu, go, negaramu tuh dah merdeka, oh ya? Jadi tahun 47an lah, kita baru tahu kalau negara kita sudah merdeka. Selama ini tidak pernah dengar kabar tentang Indonesia. Nah ceritanya orang Jawa yang dikirim ke Suriname itu diambil di satu tempat, di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian di Jawa Barat, kalau di Jawa Barat itu mungkin dari Indramayu, umumnya dari Indramayu.

(30:54)

Nah terus mereka diangkat karena apa? Kondisi daerah pada waktu itu sangat miskin, Jawa Tengah, Jawa Timur, miskin gara-gara gunung merapi meletus pada waktu itu, waduh miskin sekali, nah mereka diambil dengan iming-iming kamu dikasih tanah, ini kerja, gini gini, tapi disana, nah orang desa ga ngerti apa-apa itu ya ada yang mau, ada yang tidak, dan umumnya itu yang dibawa yang masih muda-muda, yang masih remaja lah, tenaga kerjanya dibawa ke

(5)

suriname, untuk dipekerjakan di perkebunan, tebu, kopi, kakao, itu umumnya, karena pembebasan budak belian itu, budak belian orang Amerika dibebaskan oleh presiden siapa itu, sudah tidak ada lagi budak yang mengerjakan kebun-kebun itu, terus menjadi mangkrak, terus dicari penggantinya. Pengganti pertama kali didatangkan dari negro afrika, india, cina, terakhir baru dari Indonesia, karena dari cina untuk cocok tanam itu waduh gak cocok, india pun kurang, yang cocok yang dari Indonesia tadi. Mayoritas dari jawa tadi, jawa tengah, jawa timur. Jadi mereka yang diambil itu adalah orang yang kondisinya sangat lemah, miskin, pengetahuannya pun miskin. Orangtua pernah cerita tentang kehidupannya dulu, dia masih ingat udan awu. Dia mau berangkat itu karena ya itu masa depan ndak ada, trus gimana ditawarin ikut, berangkat, ini menurut cerita lho ya, berangkat kan mereka, berombongan sesuai dengan jadwal yang saya tulis, jadi mereka dalam kondisi miskin termasuk miskin kebudayaan, termasuk miskin bahasa, jadi kalau bahasa kromo inggil mboten ngertos, ada juga yang bisa, tapi umumnya miskin segala-galanya, bahkan kami disebutkan anak kuli kontrak, saya sudah speech dimana-mana, di riwayat hidup saya jelaskan, saya ini anak kuli kontrak, saya lantang saya bilang memang bapak kulo kok.

(38:36)

Nah semenjak orang Indonesia tahu negaranya sudah merdeka, baru muncul dua partai KTPI dan PBIS. Makanya itu boleh dikatakan buku itu (buku dari thesis Pak Yusuf Ismail) harus dimiliki oleh orang Suriname, semua harus tahu, iki lho sejarahmu mbiyen, nah karena mungkin itu sulit, ta’tulis, yo ta’kirim kemana-mana. Setelah itu kita bikin Yayasan, nah dari KTPI (Kaum Tani Persatuan Indonesia) itu dan PBIS (Pergerakan Bangsa Indonesia Suriname), ketuanya diantaranya Pak Salikin itu, beliau itu dengan pengurus-pengurusnya, we collect money, ngumpulkan duit, iuran lah, untuk pulang ke Indonesia, nah alhamdulilah sesuai dengan tanggal 4 januari tahun 54 meninggalkan Suriname dengan kapalnya tadi itu. Trus akhirnya tahun 54 itu kita balik ke Indonesia, setelah kita tahu dengan dua partai yang besar, terus bikin yayasan, pulang ke Indonesia, atas biaya sendiri. Nah kebetulan rame-rame, termasuk pak Sadin mau pulang, tapi kebetulan gimana mereka ngaturnya, saya berangkat duluan dengan bapak angkat tadi, yang lainnya nanti gelombang berikutnya, kedua, ketiga, dan selanjutnya. Gelombang kedua, ketiga ga jadi pulang karena masalah Irian Barat, pada waktu itu hubungan Belanda

(6)

dengan Indonesia menjadi putus tahun 55, akhirnya rencana pulang repatrian yang kedua ini sampai sekarang ga jadi.

(42:23)

(Begitu di Indonesia ini ngirim perwakilan). Perwakilan itu menghadap pak Soekarno waktu itu, trus ditempatkan di Lampung, di kabupaten Metro sekarang. Setelah diselidiki ternyata disana banyak gajah, akhirnya ga mau atau entah gimana terus ceritanya itu trus dipindah ke Tongar sekarang, itulah kita pulang ke Tongar, Tongar masih hutan belantara. Ya waktu pertama kali kita mendarat di Padang, Padang kan kota ya, ya rame, trus dibilang masih jauh lagi, masih nginap semalam lagi,4 jam naik bis, waktu itu saya masih kecil kan, anak kecil seperti saya waktu itu ya seneng aja. Dalam perjalanan kesana, naek bis tuh, nginep semalam, di Lubuk Sikaping, baru besoknya sampai ke tongar.

Kita mendapatkan tanah dari pemerintah Indonesia, 2500 hektar, itu untuk kita semua, dengan catatan, bagi yang 1 KK itu dapat jatah 5 hektar rencananya. Nah sampai sana kan, bagi orang yang petani ya harus babat hutan dulu, besok yang namanya pak Darman dan pak Sarmidi itu pelaku sejarah betul-betul buka hutan dia, kalau saya kan masih kecil ya, andai kata saya buka hutan juga hanya sekedar nonton aja kan. Trus setelah sampai di Tongar, situasinya berubah. Ketika sampai Tongar, jadi ya wujud hutan itu masih kelihatan, trus dibuka hutannya, bagian ini dibangunkan bedeng-bedeng, yang terbuat dari anyaman bambu itu. Sudah disiapin, kita langsung masuk bedeng, pak Sarjan dan saya hanya berdua, dapat satu kamar, pak yang lain yang anaknya sepuluh tempat yang sama, bisa dibayangkan, hitungnya KK. Kira-kira 3m kali 3 m. Kalau saya sama pak Sarjan hanya berdua oke lah, glundung kono, glundung kene, yang anaknya enam, yang anaknya tujuh. Kamar mandi (di) kali. Di Suriname, saya tidak mengatakan itu ada tapi sudah ada kamar mandi lah kita disana. Itu mandi di kali, kali nya bening memang, (di) Batang Lingkin, itu masih ada, rame-rame di kali, nanti pulang bawa airnya untuk masak. Awalnya gelap gulita, ublik, lampu yang dari minyak tanah itu, nah karena kita bawa traktor, bawa segala-galanya, bangun generator, beberapa saat kemudian baru nyala. Traktor kita bawa, generator kita bawa, ya alat-alat kerja lah, beras aja bawa, untuk awal pertama kali tinggal di tongar itu.

Perjalanan Suriname Tongar sebulan, dari 4 januari sampai 5 februari tahun 54, lewat Cape Town, jadi selatan, baru langsung ke Padang. Selama pembukaan lahan biasanya anak-anak

(7)

main, saya masih anak-anak kan umur 11 tahun ya main. Belum ada sekolah, baru dibangunkan sekolah, sekolahnya atap rumbia. Tahun 54, ya kira-kira 6 bulan lah baru ada sekolah di Tongar.

(50:26)

Terus kami sekolah di situ, itu yang tinggal, tapi ada yang mekanik, orang-orang yang tidak cocok bertanam meninggalkan Tongar, langsung Caltex, ke Palembang, Plaju, trus yang di Medan, di Lhoksemawe yang ada gas itu, itu mereka kesana semua, yang paling banyak ke Pekanbaru tadi. Perginya sendiri-sendiri, akhirnya pengen cari hidup yang lebih baik, ngapain disitu, bercocok tanam ga bisa, bersamaan dengan saat itu, karena hutan belantara, masih ada di sebelah itu hutan, (pada saat) malam ada dua opsi, kalau opsi itu kok sepi berarti macan berkeliaran, harimau, tapi kalau malam itu rame, babi hutan, kalau babi hutan ga ada, berarti ada macan. Kalau dah bunyi gludududuk (ramai) itu, artinya semua tanaman kita, nanam singkong itu hancur, dirusak sama mereka, babi hutan atau yang sering dibilang orang celeng. Banyak yang nanam singkong, nanam kelapa juga, sudah 50 tahun, sekarang sudah tinggi-tinggi. Tanamannya untuk konsumsi sendiri, jadi kita waktu datang itu, dibagi di samping kita tinggal di bedeng-bedeng tadi itu, trus di(kasih) petak, pembagian 20(x)40 untuk rumah masing-masing dibagi, eh kamu nanti tanggal sekian segera bangun rumah disana, bangun sendiri, bukan dibikin(in) yg 20(x)40, itu untuk tempat tinggal, nah yang 5 hektar tadi, yang belum dibagi pada waktu itu masih hutan belantara itu. Bangun rumah rame-rame satu desa.

(54:08)

Trus sampai tahun 58, pecah perang PRRI, hancur berantakan. Petaninya di Suriname itu petani sawah, di Tongar petani di ladang-ladang itu, jadi tidak disawah, tapi di lereng-lereng bukit, di ladang, ladang itu pun dirusak sama monyet, burung. Hambatannya tuh banyak sekali, dalam kondisi seperti itu, tiap malam itu, kalau kita dengerin, kupingnya nempel di dinding, orang nangis semua, “aku meninggalkan segala-galanya yang ada di suriname, ini yang aku dapatkan di Indonesia. Waktu pecah perang itu, sengsara, kami dianggap orang Jawa, memang kami orang Jawa umumnya, disana suku Minang, nah terjadi suatu (per)beda(an). Konflik tidak tapi ya itu dimusuhin secara ga langsung (oleh) penduduk setempat. Ketika datang belum bisa menyatu dengan penduduk setempat karena mereka itu hidupnya kayak begitu, kami dalam tempo berapa bulan, tiga bulan, langsung listrik nyala. Semua kita modal sendiri, terus daerah itu yang meresmikan listrik nyala itu almarhum pak wakil presiden Hatta, ada bikin jembatan juga, jembatan Hatta namanya, sebaliknya kampung sebelah masih gelap gulita, masih pakai ublik dari

(8)

lampu teplok itu, ya saya bisa mengerti, mereka pikir ini tanah negaraku, kamu pendatang, kok hidupnya lebih enak, memahami pun baru sekarang, dulu masih anak-anak ga memahami waktu itu. Bahkan juga ada berapa yang terjadi konflik, tapi ya ga konflik, tapi ya gimana ya, iri tadi ya ada kan, tapi yang kawin dengan penduduk setempat juga ada, itu Om Satino tadi, istri pertamanya om Satino itu cantik, putih, mulus. Itu pun jadi masalah, dikiranya orang tongar itu ngampirin gadis-gadis cantik yang di kampung-kampung itu. Itu ada kata-kata itu.

(58:19)

Waktu kecil, sering main ke dusun-dusun. Pake Bahasa Indonesia, nah awalnya kita ga bisa bahasa Indonesia, sama sekali, bahasa jawa sama bahasa negro sana, sama bahasa belanda, terus begitu kami sekolah kan diajari, mulai belajar bahasa Indonesia. Gurunya ada yang sebagian kita, sebagian orang yang dari pemerintah lah, SD negeri. Jadi saya tidak pernah diajari bahasa minang, walaupun pada waktu itu diajari bahasa Indonesia oleh guru-guru setempat. Orangtua otomatis, ya sehari-hari diajari itu, saya malah ngerti bahasa jawa daripada bahasa Indonesia pada waktu itu. Jadi, bahasa ibunya bahasa Jawa tapi ya maaf, karena kondisi itu, Jawa nya Jawa kasar, ya yang katro gitu lho, bener, baru kita belajar, oh ada tingkatan bahasa. Di Suriname tidak ada tingkatan bahasa. Orangtua juga tidak tahu.

(01:03:00)

Terus waktu perang PRRI tadi, itu saya sudah kelas 3 smp, ya namanya smp kelas 3, bahasa sudah dikuasailah. SMP di Simpang Empat, Tongar – Simpang Empat itu kira-kira antara 4-5 kilo(meter), ya 4-5 kilo(meter) itu kan deket banget.

Ketika pulang, kita masak seperti masakan orang Jawa. Di Suriname masakannya juga Jawa, ya sama dengan itu. Kabudayaan Jawa yang dibawa ke Suriname ada juga jaran kepang, (itu) ada, wayang ada, ludruk, ludruk surabayaan tuh ada, reog rasanya ga ada di Suriname, maen judi pake dadu ada, sabung ayam ada. Mitoni juga ada.

Waktu pulang ke Tongar, ada juga (kebudayaan Jawa), tapi begitu kita lihat make-up nya bagi manten Suriname itu sama dengan manten di Gunung Kidul mungkin sekarang, maaf mungkin saya ngomong blak-blakan ya, begitu ndesonya, pake kembang melati yang dirangkai-rangkai panjang ya gitu, jadi apa adanya, as it is, yang dibawa pada tahun itu kesana, ya itu. Saya mulai ngomong dengan mereka, walaupun bagaimanapun boso Jowo mu itu elek, bukan elek, kasar, ono sing luwih halus maneh, belajar.

(9)

Sekarang ini, kalau ponakan saya, kalau yang di Nickerie, tempatnya mbak yu Marmi tadi itu masih pinter bahasa Jawa, seperti Mirelle tadi, cucu ponakan saya, wah itu bisa bahasa Jawa, tapi yang tinggal di Paramaribo, di ibu kota, lain (ga bisa). Karena sudah diajarinnya lain, yang sering ke sini, lilianne, itu ga bisa bahasa jawa, (bisanya) bahasa belanda, tapi kalau yang di desa kayak di distrik tadi, kabupaten lah, itu masih bisa.

(1:10:52)

Nah jadi kalau Longmay, Paradise, Sidoredjo, Karanganyar, ada Waterloo, itu masih banyak orang Jawa mengelompok, ada lagi di Hamptoncourt polder, polder itu kan tambak ya, yang nambak itu namanya mister Hamptoncourt, sekarang itu jadi desanya orang Jawa, orang Jawa nyebutkannya bukan Hamptoncourt, (tapi) Ngatikut.

Kenduren ga ada, tapi slametan ada, selapanan ada. Rewang ada, nyinom ada, sinoman, trus nanti ada satu orang speech, pidato mewakili yang punya rumah ada, tapi umumnya speech itu hapalan. Baku (ada teksnya) dia ga ngerti maksudnya apa, tapi udah dihapalkan, bla blab la bla, ga ngerti maksudnya, kalau kita disini kan, apa yang terkandung dalam hati, kita ucapkan, dialog lah, kalau di sana hapalan lah, dihapalkan betul, misalnya ketika pidato gitu, woi stop, terus mau mulai lagi, bingung.

Di sana juga ada sesepuh, dukun. Kalau ibu-ibu melahirkan ada yang ke dukun tapi ada juga yang ke rumah sakit. Ada rumah sakit, kalau sekarang lain, sekarang wajib rumah sakit, tapi waktu itu dukun, dukun beranak, dukun bayi, orang Jawa juga. Jadi, artinya budaya yang asli pada waktu itu ada di Jawa itulah yang diterapkan disana. Trus oleh Pak Harto kemarin, dibangunkan gedung yang namanya Saana Budaya di Paramaribo, trus isinya gamelan dikirim oleh Pak Sultan, diharapkan itu bisa berkembang, tapi untuk mengumpulkan anak-anak muda sekarang untuk ting ting ting ting (memainkan gamelan), lebih baik ke disko kan.

(1:15:44)

Saya masih berhubungan terus dengan saudara-saudara di Suriname. By phone, email. Saudara pernah ada yang ke Indonesia, untuk vakansi aja ya, tapi kakak saya belum pernah, yang sering itu ponakan-ponakan. Mereka tuh yang dari Suriname ke sini umumnya napak tilas, dulu mbah ku disana, dia pengen berkunjung. Mereka merasa kampong halamannya itu Jawa tapi (kalau) ditanya mau gak pindah ke Indonesia atau pulang ke jawa, the answer is no, berkali-kali saya tanya, saya bisa memahami, standar kehidupannya, living costnya masih murah sana. Mereka selalu merasa I’m Javanese, dia tidak bilang I’m Indonesian.

(10)

Saya selalu mensyukuri apa yang saya terima, coba kalau kita mau merenung ya, kita renungkan hidup dan kehidupan saya, saya begitu lahir di atas bumi ini, sudah ngenger, diasuh orang lain, begitu lahir, saya belum tahu apa-apa, itu sudah hidup di tempat orang lain, diasuh orang lain, bapak dan ibu angkat saya, I’m happy until now, 9 bersaudara saya sampai sekarang masih disana, saya disini, it is God’s will, kehendak Allah, ya saya harus terima, apa saya harus berontak, mensyukuri nikmat Allah.

(01:21:09)

Pendidikan di Suriname dan Indonesia sama, sekarang mungkin beda, soalnya disini kan banyak PPKn, kalau disana kan mungkin ga ada. Jadi kalau ditanya are you proud about Indonesia, (I said) yes, saya pernah ditempeleng orang waktu jaman diplonco, waktu jaman AKABRI, senior saya tahu “Sarmji, coba nyanyi Indonesia Raya”, saya nyanyi “Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku”, ditempeleng saya, tanah tumpah darahmu Suriname sana, ya buat guyon-guyon lah, tapi my mother land is Indonesia. Nah itulah dan dari hidup dan kehidupan saya yang “berat”, ya artinya itu everything I do, it’s for my own, saya sekolah ga disekolahin, artinya ya ga sampai tamat, itu saya sampai ke Tongar hanya sampai kelas 3 SMP, itu pun belum tamat, selanjutnya saya kerja sendiri, sekolah sendiri, masuk SMA di Padang, terus tamat SMA masuk AKABRI, saya kuliah lagi. SMA biaya sendiri. Selama perang PRRI di Sumatera tahun 57-58 bekerja sebagai ABK kapal motor KM Tongcing yang berlayar di perairan barat sumatera utara, mulai dari gunung Sitoli, Nias, dan sekitarnya, Sibolga, Tapanuli, dan Padang, Sumatera Barat, tahun 59 bekerja sebagai pegawai negeri sipil, PNS pada PEKASMIL staf kodam III 17 Agustus, sekaligus menyelesaikan pelajaran di SMP dan SMA. Waktu PRRI saya pergi dari Tongar karena kondisi begitu situasi krusial, hidup susah, abis kan logistik kan stop ya, kalau beras masih ada, tapi minyak dan kebutuhan pokok sehari-hari susah ya, itu kami berat sekali hidup di Tongar tuh, akhirnya orang mulai kemana-mana, termasuk saya meninggalkan Tongar, trus bekerja di kapal Tongcing tadi itu, dari gunung Sitoli, Sibolga, Padang, muter, berlayar, kerja.

(01:28:09)

Orang Tongar yang sudah keluar kebanyakan balik kembali untuk mencari jodoh, garis besarnya, daripada nyari yang lain, kalau ada saudara sendiri, keluarga sendiri, teman sendiri, kenapa (ga)? Yang sudah sehati, sewarga, sedaerah, kalau yang sekarang sudah lain, jadi pola pandang, pola pikir, pola tindak, sudah berubah. Istri saya waktu dating ke Indonesia umurnya masih 4-5 tahun gitu. Langsung sekolah di Tongar. Karena bapak mertua saya ga tahan tinggal di Tongar,

(11)

langsung ke Pekanbaru. Jadi kalau istri ditanya kehidupan di Tongar, dia ga ngerti. Nah yang saya bilang ada di Pati ya, mertua saya, sudah meninggal. Ibu mertua saya kan meninggal, yang perempuan, kawin dapat orang Pati, aslinya Nganjuk tadi ya. Waktu pulang ke Indonesia berkunjung ke Nganjuk, family bezoek istilahnya, bersilaturahmi, sampai sekarang masih ada, istri saya kadang-kadang ga Nganjuk, silaturahmi ke tante-tantenya. Pak Sarjan juga pernah sekali kembali ke Kendal, terus akhirnya karna sudah ga ada lagi, ada tinggal berapa orang saudaranya, kebetulan pak Sarjan itu lebih tua dibanding adik-adiknya, adik-adiknya yang datang ke Surabaya, (bapak) ikut saya di Surabaya. Sekarang sudah agak jarang (berhubungan dengan saudara-saudara bapak), waktu itu iya. Kebanyakan masih di Kendal.

Pemerintah pernah memberi bantuan, bantuannya itu nah kita pada waktu itu yang ngurusin, pemerintah, itu kita di bawah kendali, di bawah asuhan Depnaker, jadi waktu itu namanya masih kepala jawatan transmigrasi provinsi sumatera tengah waktu itu, kita diatur oleh mereka, kita “diasuh”, jadi semua keluh kesah kita lewat Depnakertrans atau kantor jawatan transmigrasi tadi. Kalo guru sudah dapat langsung dari PEMDA setempat.

Kalau pembangunan seperti jembatan, dananya dari orang Suriname, bahannya dari hutan belantra, kayu, sa’gelondongan banyak itu, potong, pasak, cepet sekali, walaupun kita tidak ada sarjana. Ga ada basic tukang, pengalaman aja, bangunannya bagus-bagus.

Saya tidak merasakan seperti itu (rombongan gelombang pertama merupakan orang yang sudah memiliki ketrampilan), tapi kalau ada orang ngomong gitu, monggo, saya tidak merasakan seperti itu, kita sama aja kok, tapi kalau kita dibekali dengan peralatan itu iya, tapi kalau kita adalah trained atau skilled labour pada waktu itu, no, kita sama, menurut saya ya. Waktu pulang ke Indonesia, bukan random, we have to pay yourself, jadi yang sudah bayar duluan, pulang duluan, kita iuran per kepala keluarga.

(01:36:06)

Antara lain ongkos perjalanan laut dari Suriname ke Indonesia untuk dewasa dan remaja yang telah berusia 10 tahun ke atas membayar 375 suriname golden per orang, anak-anak yang berusia 1-9 tahun 187 golden, anak-anak yang berusia di bawah 1 tahun tidak bayar. Jumlahnya besar waktu itu. We are rich, kita petani kaya, kita sekali panen itu, untuk 3-4 kali panen, kita ga nanem, cukup, makanya saya bilang hidup dan kehidupan di Suriname gini (mengacungkan jempol), selama kita hidupnya ga mewah-mewah ya. Dan orang (Jawa) Suriname, (contohnya) ibu Dubes tadi tuh yang diajak ngomong opo, wah aku masak iki, ibu-ibu banget. Nah kalau

(12)

andaikata itu, cukup, beras, 5 hektar (sawah) saya punya, gitu saya masih punya kambing waktu itu, saya masih kecil waktu itu, saya menarik kambing waktu itu, 50 ekor kambing saya punya. Jadi kalau saya untuk mau bayar sekolah, ambil satu, jual, buat bayar. Jadi since I was kid, bayar sekolah saya sudah pake kambing saya. Pendidikan di Suriname, tidak bisa diatakan better, begini lho memang yang sekolah sampai MULO, MULO ituSMP ya, jarang, mereka tamat SD, kerja, sudah gajinya sekian. Kakak-kakak saya juga sama, anak-anak yang ponakan saya sekarang aja (yang) udah (baik), jaman yang dulu ga, tamat SD sudah well educated. Itu sudah dianggap cukup, sekolah gini, gajinya sekian, tamat MULO aja udah mimpin segala-galanya waktu itu. Jadi ngapain sekolah tinggi-tinggi, arahnya ke situ. Anak-anak ada juga yang jadi petani, ponakan saya kalau sudah namanya marginale, pertanian yang mesin, mereka sayang dong dikerjakan orang lain. Nah yang maju siapa, antara India sama Jawa, yang maju itu India, hitungannya njelimet, jadi kalau petani-petani kaya raya India, tapi kalau petani yang cukup Jawa, ya itu ngapain sekolah tinggi, cukup sekian, kalau India kan nggak, mukul anaknya kamu harus tamat ini, kamu harus begini, jadi ada kewajiban, mencapai rangking sekolah yang setinggi-tingginya, jadi gak mustahil kalau the well educated people pada waktu itu antara dibandingkan antara jawa sama india, lebih banyak yang orang india, karena kerasnya itu, ya maklum orang india jajahan inggris kan, mungkin dari situ, sebaliknya belanda kan tidak diciptakan seperti itu oleh orang belandanya.

(01:41:18)

(Orang Jawa) gaji sekian main dadu, main puter, sabung ayam, main kartu, main ceki. Sistem ijon ada juga tapi (cuma) satu dua, tapi mayoritas masih bener lah. Jadi kalau dari hidup dan kehidupan tuh, yes we are poor in knowledge, maaf ya tamatan SD kita bisa apa sih, anggap tamatan SMP, apa yang mau kita banggakan kan, tapi dari hidup dan kehidupan kita kaya, kita gak miskin, saya punya kambing sekian banyak, punya tanah sekitar 5 hektar, dan cara kita nanam sawah tuh ga ngumpan orang, kita kerjakan bersama-sama, jadi hari ini saya bantu pak ini, rame, (sekitar) 100 orang, selesai, besok pindah ke situ, besok pindah ke situ (tempat lain). Jadi mulai jaman kecil ini (menunjuk kaki) sudah biasa masuk ke lumpur sawah. Sampai sekarang masih, oh gak sekarang sudah mesin

Keluarga yang lain di Suriname memang ada keinginan mau pulang gelombang kedua, gelombang ketiga dan selanjutnya. Pertama, saran dari sini, sudahlah ga usah pulang karena kita

(13)

sudah menderita tadi. Yang kedua adalah soal politik. Dan yang berikutnya, yang partai KTPI yang lawan PBIS tadi, dia tidak ada cita-cita pulang ke Indonesia.

(01:46:09)

Di tulisan saya paling belakang kan terungkap kekesalan saya kan, akibat kelakukan penjajah kan, saya tulis gitu kan, ya itu. Ya gimana ya, it’s already done, sudah terjadi, pada jaman itu Indonesia mana sih yang tidak dijajah Belanda, dari Sabang sampai Merauke kan semua dijajah Belanda, lah ya itu, kita merupakan bagian dari itu, kebetulan kami ke Suriname, itu aja bedanya, di Suriname memang tidak ditindas kayak disini, saya tidak ngerti ya di Indonesia kayak apa waktu itu, harus perang kemerdekaan, disana kan gak. Bedanya cuma bertani aja, tapi saya dengar ada teman yang cerita bahwa orangtuanya tuh sangat menderita ketika dia disana bikin arang. Di Tongar aja saya masih bikin arang kok. Semua orang juga bikin, Sakri yang anda pernah tahu, terakhir jadi direktur logistic nya PERURI, pak Dasimin yang pernah jadi atase di luar negeri, hidupnya di luar negeri terus itu, Sarmuji yang riwayat hidupnya tadi itu, kita adalah orang-orang yang pernah bikin arang. Arang itu sambilan. Di jaman susah pas perang PRRI kan, hidup dan kehidupan susah, sekolah tidak, ngapain, bikin arang, lumayan bisa untuk beli, ya uang saku lah. Yang namanya sambilan, ya sama aja orang, bikin warung, yang mo dijual apa, arang kan untuk setrika itu ya. Saya tidak setuju itu (banyak cerita tentang orangtua di Suriname yang sakit paru-paru karena terlalu banyak menghisap asap pembakaran arang), orang sakit bukan karena kehendak orang itu, (tapi) karena Allah yang menentukan, kalau saya ga suka kayak gitu, ya udahlah, wong yang lainnya gak semua seperti itu, hanya satu dua, mungkin kasus. Waktu pertama orang Jawa pindah ke Suriname, awalnya diajak sama Belanda, istilahnya di-wereg, istilah Belandanya tuh ya dipaksa. Kalau mereka istilahnya di-wereg itu ya, setengah dipaksa, dibujuk’i, apa diapusi gitu ya. Saya tidak bisa mengatakan yang betul yang mana tapi mereka mengatakan ada semacam keterpaksaan, nah bentuk keterpaksaannya gimana, saya ndak ngerti

(01:51:00)

Harapan orangtua saya waktu pulang ya pada umumnya orang mengatakan hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari hujan emas di negeri orang, kan begitu. Dan kadang-kadang semboyan-semboyan kayak gitu masih ada. Waktu diajak pulang happy aja, happy anak kecil lah, apalagi kakak-kakak saya mendukung, yo wis kamu berangkat duluan, nanti kita menyusul belakangan, ya uda, happy aja. Di Suriname masih berhubungan dengan saudara-saudara, masih sering

(14)

nginap di rumah bapak saya sendiri, dengan kakak saya juga akrab, sering minta duit, biasa anak kecil, sekolah itu, mampir.

Referensi

Dokumen terkait

Dikondisikan oleh tetap bertahannya tradisi filsafat ini di Persia, dan merupakan kelanjutan dari tradisi itu, lahirlah figur yang kemudian dikenal sebagai filsuf terbesar

Kartun yang digunakan dalam sumber data penelitian ini adalah buku kumpulan humor komik serial Mice Cartoon yang berjudul Obladi Oblada Life Goes On (2012) dan

Produk Lokal Unggulan Daerah adalah produk baik berupa barang maupun jasa yang dihasilkan oleh koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah yang potensial untuk

Prinsip proporsi pada ornamen pepatran mengarah pada beberapa hal seperti dimensi dan bentuk elemen. Dimensi dalam penyusunan setiap elemen ornamen pepatran sangat

Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan

Jika benturan ini berlangsung terus menerus, dapat mengakibatkan terjadinya tennis elbow (Core, 2006:1). Cedera ini terjadi secara perlahan-lahan dan menjadi

Melalui strategi pemasaran yang terintegrasi dengan bauran promosi, lembaga zakat dapat menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan tentang jasa yang ditawarkan

Ada dua dimensi struktur lewis yang terdiri dari electron-dot simbol yang menggambarkan masig-masing atom yang berikatan dengan pasangan yang menahan mereka bersama-sama, dan