• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk, Susunan Dan Ruang Pada Rumah Karya Arsitek Yu Sing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bentuk, Susunan Dan Ruang Pada Rumah Karya Arsitek Yu Sing"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini arsitektur dipandang sebagai sebuah ilmu yang diperuntukkan kepada kalangan tertentu, arsitektur akan sering muncul pada perancangan bangunan besar dan kawasan-kawasan elite sehingga perkembangan dari arsitektur di indonesia kini sebagian besar mulai mengarah ke sesuatu yang lebih modern dan secara perlahan meninggalkan nilai-nilai arsitektur lokal yaitu arsitektur Nusantara yang merupakan jati diri bangsa Indonesia.

Namun seiring pesatnya perkembangan tersebut, masih terdapat seorang arsitek yang tetap konsisten dalam pemikirannya yaitu Yu Sing yang memiliki prinsip bahwa ilmu pengetahuan adalah hak bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk ilmu arsitektur. Yu sing selalu mengangkat dan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal di setiap karyanya. Beliau juga menggunakan material lokal yang lebih mudah didapat dan material sisa yang tidak terpakai lagi sehingga dari sisi ekonomis akan lebih rendah tetapi dengan tidak sedikitpun mengurangi nilai estetika pada desainnya.

Yu Sing juga terkenal melalui terbitan buku pertamanya yang berjudul “Mimpi Rumah Murah”.Buku ini bercerita tentang ambisi beliau yang ingin memasyarakatkan arsitektur ke masyarakat banyak melalui rancangan rumah “murah” namun dengan desain yang serius.

Dikutip dari buku Mimpi Rumah Murah (2009) karya Yu Sing, Ahmad Djuhara (Ketua IAI Jakarta 2006-2009) menuturkan bahwa “Arsitek selalu berada di persimpangan antara jalan yang mudah dan sulit. Banyak pihak yang tidak mau mengambil jejak sulit ini yaitu memikirkan arsitektur berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan. Namun arsitek tetaplah arsitek, akan selalu bekerja dengan kompetensinya yaitu gubahan massa, ruang, material dan biaya, yang tidak dikuasai profesi lain. Disini Yu Sing mengorbankan dirinya sekaligus berani mengambil jalan mulia yang sulit di jalur avant garde ini, bergelut dengan persoalan bangsa yang universal seperti, papan (rumah) murah, terjangkau, tanpa

(2)

2

sedikit pun mengurangi sikap mengejar kualitas desain. Sebuah pergulatan yang patut mendapat perhatian, sambutan & kritik yang sepantasnya.”

Imelda Akmal (Arsitek-Penulis Buku Interior dan Arsitektur) di dalam buku Mimpi Rumah Murah (2009) karya Yu Sing menambahkan, “Tidak banyak arsitek yang berminat mengerjakan proyek rumah murah untuk masyarakat biasa. Lebih sedikit lagi arsitek yang mau menyisihkan waktunya untuk menulis dan membagi idenya kepada masyarakat luas. Yu Sing adalah salah satu dari sangat sedikit dari mereka. Di dalam buku ini Yu Sing tidak bermaksud untuk membeberkan teori arsitektur formal atau mengemukakan teknologi arsitektur yang canggih. Melainkan menguraikan pemikiran desain lewat pengalaman bersahajanya yang kaya, lucu, unik, juga mengharukan yang dijalin erat dengan konsep-konsep desain perancangan rumah yang tidak hanya murah, tetapi juga sustainable dengan menggunakan potensi lokal, ramah lingkungan, material daur ulang hingga memberdayakan masyarakat setempat. Tidak hanya praktikal, Yu Sing juga merefleksikan gambaran arsitektur bermoral, yang selayaknya menjadi teladan.”

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan seminar ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk, ruang dan susunan pada rumah tinggal karya Yu Sing?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan seminar ini adalah untuk menjelaskan tentang identifikasi karakteristi bentuk, ruang dan susunan pada rumah tinggal karya Yu Sing khususnya studi kasus rumah purnama.

1.4 Sasaran

Adapun sasaran yang akan dicapai adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi bentuk dari aplikasi item pekerjaan (PJV, plafond, dinding, dan lainnya) pada rumah tinggal tersebut

(3)

3

3. Mengidentifikasi susunan dari item pekerjaan (PJV, plafond, dinding, dll) pada rumah tinggal tersebut

1.5 Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan dari penulisan seminar ini yaitu :

1.5.1 Manfaat Akademisi

Manfaat akademisi yaitu manfaat ilmu pengetahuan yang di tulis dalam bentuk laporan yang diberikan kepada pihak Fakultas dan Universitas Tanjungpura.

1.6 Metode Penulisan Laporan 1.6.1 Metode Analisis Data 1. Metode Deskriptif

Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa penelitian desktiptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.

Sedangkan, Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung.

1.6.2 Metode Pengumpulan Data

Data didefinisikan sebagai keterangan dan fakta mengenai suatu persoalan untuk dianalisis dan dicari penyelesaiannya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Teknik Studi literatur merupakan cara pengumpulan data dengan mengkaji teori tentang definisi yang berkaitan dengan proses Identifikasi bentuk, ruang dan susunan pada rumah tinggal karya Yu Sing

(4)

4 2. Studi Observasi

Metode observasi merupakan metode pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Marzuki, 2000 : 58). Pengertian observasi yang lebih sempit adalah mengamati (watching) dan mencatat kelengkapan laporan kegiatan untuk digunakan dalam analisis tanpa melakukan manipulasi. Adapun instrumen yang diperlukan dalam metode ini adalah pulpen, kertas dan alat dokumentasi. Penulis melakukan observasi pada rumah tinggal Pak Heru, Jl. Purnama, Komp. Purnama Agung VII, No. G7.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam peyusuan laporan seminar ini adalah:

Bab I Pendahuluan, Bab pendahuluan merupakan bab yang berisikan latar belakang permasalahan, tujuan dan sasaran, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, Pada bagian ini berisi Pustaka tentang sesuatu yang berkenaan dengan kajian teori yang akan dibahas disesuaikan dengan permasalahan yaitu tentang identifikasi bentuk, ruang dan susunan rumah tinggal karya arsitek Yu Sing.

Bab III Contoh Kasus, Bab ini berisi tentang profil dari arsitek Yu Sing dan profil contoh kasus yang akan dianalisa, yaitu Rumah Kediaman Bpk. Heru di Jl. Purnama Komp. Purnama Agung VII No. G7.

Bab IV Analisa, Bab ini berisi tentang data-data berupa bentuk, ruang dan susunan dari contoh kasus yang akan di indentifikasi.

Bab V Penutup, Berisikan tentang hasil-hasil dari analisa dan kesimpulan tentang identifikasi bentuk, ruang dan susunan pada rumah tinggal karya dari arsitek Yu Sing.

(5)

5 1.8 Diagram Alur Pemikiran

Tahap Pendataan

Tahap Analisa

Tahap Analisa Akhir

Gambar 1.2 (Diagram Alur Pemikiran), Sumber : Penulis, 2013 Latar Belakang

- Penerapan nilai-nilai kearifan lokal sudah jarang dijumpai - Perkembangan arsitektur di indonesia yang lebih ke arah modern

- Mengesampingkan faktor ekonomis

- Peran Yu Sing dalam memasyarakatkan arsitektur - Melestarikan nilai budaya nusantara melalui desain

Permasalahan

Bagaimana bentuk, ruang dan susunan pada rumah tinggal karya Yu Sing ?

-Tujuan Mengidentifikasi bentuk, ruang dan susunan pada rumah tinggal murah karya Yu Sing

Pengumpulan Data Teori : 1. Data Literatur 2. Referensi Buku 3. Internet Data Lapangan : 1. Foto Lapangan 2. Data Material Rumah 3. Wawancara pemilik

rumah

Sasaran

- Mengetahui suasana yang di timbulkan dari penggunaan material tersebut

- Memahami bentuk dan susunan

dari aplikasi item pekerjaan (PJV, Plafond, dinding, ornament dll) - Memahami susunan ruang luar dan

ruang dalam pada rumah tersebut.

Analisa

- Identifikasi bentuk pada atap, badan dan kaki bangunan

- Identifikasi ruang dalam dan ruang luar - Identifikasi susunan bentuk dan susunan

ruang pada bangunan rumah

Kesimpulan Akhir E V A L U A S I

(6)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Identifikasi

Identifikasi adalah proses pengenalan, menempatkan obyek atau individu dalam suatu kelas sesuai dengan karakteristik tertentu. ( Menurut JP Chaplin yang diterjemahkan Kartini Kartono yang dikutip oleh Uttoro 2008 : 8). Menurut Poerwadarminto (1976: 369) “ identifikasi adalah penentuan atau penetapan identitas seseorang atau benda”. Menurut ahli psikoanalisis identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang, secara tidak sadar, seluruhnya atau sebagian, atas dasar ikatan emosional dengan tokoh tertentu, sehingga ia berperilaku atau membayangkan dirinya seakan-akan ia adalah tokoh tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa identifikasi adalah penempatan atau penentu identitas seseorang atau benda pada suatu saat tertentu.

2.2 Definisi Bentuk

Terdapat beberapa definisi bentuk dari berbagai sumber yaitu sebagai berikut :

1. Menurut Hugo Haring, Bentuk merupakan suatu perwujudan dari organisasi ruang yang merupakan hasil dari suatu proses pemikiran. Proses ini didasarkan atas pertimbangan fungsi dan usaha pernyataan diri/ekspresi (Hugo Haring).

2. Menurut Mies van der Rohe, Bentuk adalah wujud dari penyelesaian akhir dari konstruksi yang pengertiannya sama.

3. Menurut Benyamin Handler, Bentuk adalah suatu keseluruhan dari fungsi-fungsi yang bekerja secara bersamaan, yang hasilnya merupakan susunan benda.

(7)

7 2.2.1 Ciri-ciri visual bentuk

Ciri-ciri pokok yang menunjukan bentuk, dimana ciri-ciri tersebut pada kenyataannya dipengaruhi oleh keadaan bagaimana cara kita memandangnnya. Bentuk dapat dikenali karena ia memiliki ciri-ciri visual yaitu : ( Ching, 1979 ) 1. Wujud : adalah hasil konfugurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan

sisi sisi bentuk

2. Dimensi : dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar, tinggi. Demensi-demensi ini menentukan proporsinya. Adapun skalanya di tentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain di sekelilingnya.

3. Warna : corak, intensitas dan nada permukaan pada suatu bentuk. Warna adalah atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkunganya. Warna juga mempengaruhi bobot visual pada bentuk.

4. Tekstur : adalah karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur mempengaruhi perasaan kita pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan benda tersebut.

5. Posisi : adalah letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau medan visual.

6. Orientasi : adalah posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasat, arah mata angin atau terhadap pandangan seseotang yang melihatnya.

7. Inersia visual : adalah derajad konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk. Inersia suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.

Dengan penghayatan terhadap wujud kita bisa mendapatkan kepuasan. Wujud dapat menawan perhatian kita, mengundang keingintahuan memberikan sensasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam berbagai cara. Ada wujud yang memuat pesan khusus, ada yang membuat kita langsung mengerti bahkan ada yang tidak sama sekali dengan atau tanpa penjelasan wujud tidak dapat di pertentangkan, Abrecombie, 1984 ; 37.

(8)

8 2.2.2 Bentuk Dasar

Dari bentuk geometri dapat diketahui wujud-wujud beraturan adalah lingkaran, dan sederetan segi-banyak beraturan (yang memiliki sisi-sisi dan sudut-sudut yang sama) yang tak terhingga banyaknya yang dapat dilukiskan dalam lingkaran tersebut. Dari hal di atas yang paling jelas adalah adalah wujud-wujud primer : lingkaran, segitiga dan bujur sangkar.

1. Lingkaran : adalah sederetan titik-titik yang disusun dengan jarak yang sama dengan seimbang terhadap sebuah titik.

2. Segitiga : adalah sebuah bidang datar uang dibatasi oleh 3 (tiga) sisi dan mempunyai 3 (tiga) buah sudut. 3. Bujur Sangkar : adalah sebuah bidang datar yang mempunyai 4 buah sisi yang sama panjang dan 4 buah sudut 90o

Gambar 2.1 : Bentuk Dasar

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

2.2.3 Bentuk Beraturan & Bentuk Tak Beraturan

Bentuk beraturan adalah bentuk-bentuk yang hubungan antar bagiannya, satu dengan yang lain, tersusun dan konsisten. Pada umumnya bentuk-bentuk tersebut bersifat stabil dan simetris terhadap satu sumbu atau lebih. Bentuk-bentuk platonic solid merupakan contoh-contoh utama bentuk beraturan.

Bentuk tak beraturan adalah bentuk yang bagian-bagiannya tidak serupa dan hubungan antar bagiannya pun tidak konsisten. Pada umumnya bentuk-bentuk ini tidak simetris dan lebih dinamis dibandingkan bentuk-bentuk beraturan. Bentuk-bentuk tak beraturan bisa berasal dari Bentuk-bentuk-Bentuk-bentuk beraturan yang dikurangi oleh bentuk tak beraturan ataupun komposisi tak beraturan dari bentuk-bentuk beraturan.

(9)

9

Gambar 2.2 : Bentuk Beraturan & tak Beraturan.

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

2.2.4 Perubahan Bentuk

Bentuk-bentuk lain dapat dipahami sebagai perubahan dari bentuk-bentuk platonic solid melalui variasi-variasi yang timbul dengan adanyamanipulasi dimensinya, atau penghilangan maupun penambahan unsur-unsurnya.

1. Perubahan Dimensi

Suatu bentuk dapat diubah dengan mengubah satu atau lebih dimensi-dimensinya dan tetap memiliki identitas asalnya.

Bentuk bola dapat diubah menjadi

bentuk bulat telur atau elipsoid dengan cara memperpanjang salah satu sumbunya.

Bentuk Piramida dapat diubah bentuknya dengan mengubah dimensi dasarnya, mengubah ketinggian puncaknya atau memindahkan kedudukan titik puncak keluar dari sumbu vertikalnya yang normal.

Sebuah kubus dapat diubah menjadi bentuk persegi panjang prismatis dengan memperpendek atau memperpanjang tinggi, lebar dan tebal.

2. Bentuk Yang Dipotong

Pada bentuk-bentuk yang sederhana dan memiliki ketaraturan geometris, seperti pada bentukan platonic solid dapat menerima secara langsung adanya perlakuan pengurangan. Bentuk-bentuk ini akan tetap

(10)

10

mempertahankan identitas aslinya jika bagian-bagian volumenya dihilangkan tanpa merusak sisi sudut dan profil keseluruhan.

Gambar 2.3 : Rumah Tinggal Gorman, New York 1968, Julian & Barbara Neski (Kiri), Rumah Tinggal Gwathmey, New York 1967, Charles Gwathmey (Kanan)

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 Volume suatu bentuk dapat dipotong (dikurangi) untuk menciptakan jalan masuk yang menjorok ke dalam, terbentuk dengan baik ruang-ruang dalam yang bersifat pribadi atau bukaan-bukaan untuk jendela yang terlindungi dari permukaan dinding yang ditekuk ke dalam secara vertikal dan horisontal.

3. Bentuk Yang Ditambah

Bentuk tambahan terjadi akibat dari penambahan bentuk lain kepada volume yang ada. Kemungkinan-kemungkinan dasar pada 2 buah bentuk yang tergabung bersama adalah :

- Spatial Tension : Dengan adanya tarikan antar ruang, syarat yang perlu pada jenis hubungan semacam ini adalah kedua bentuk relatif berdekatan satu dengan yang lain, atau memiliki kesamaan visual seperti wujud, bahan material atau warna.

(11)

11

- Edge To Edge Contact : Dengan adanya pertemuan antar sisi pada jenis hubungan ini dua buah bentuk memiliki satu sisibersama dan dapat berporos pada sisi tersebut.

- Face To Face Contact : Dengan adanya pertemuan permukaan, pada jenis bangunan ini mensyaratkan adanya bidang-bidang datar pada bentuk tersebut yang terletak sejajar satu sama lain.

- Interlocking Relationship : Dengan adanya volume yang berkaitan, pada jenis hubungan ini kedua bentuk tersebut saling menembus ke dalam masing-masing ruannya. Bentuuk-bentuk ini tidak perlu memiliki kesamaan visual.

Gambar 2.4 : Kemungkinan-kemungkinan bentuk yang ditambah. Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

Bentuk-bentuk dengan penambahan berasal dari pertumbuhan pada masing-masing unsurnya dapat dikenali secara umum oleh kemampuannya untuk tumbuh dan bertemu dengan bentuk lainnya. Diagram berikut bertujuan untuk mengkategorikan bentuk-bentuk dengan penambahan menurut sifat alamiah pada hubungan yang muncul diantara bentuk komponennya maupun konfigurasi keseluruhannya.

(12)

12

Gambar 2.5 : Kategori bentuk dengan penambahan

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

2.2.5 Artikulasi (Penegasan) Bentuk

Suatu bentuk yang diartikulasi, dengan jelas memperlihatkan sisi-sisi permukaannya dan sudut-sudut pertemuannya. Permukaan-permukaannya tampak sebagai bidang dengan wujud yang jelas. Sebuah bentuk dan bidang-bidang permukaannya dapat ditegaskan dengan :

1. Membedakan permukaan-permukaan yang berdekatan dengan jalan membedakan jenis material, warna, tekstur maupun polanya.

2. Mengembangkan sudut menjadi unsur linier yang tegas dan terpisah dari permukaan.

3. Menghilangkan sudut yang secara fisik memisahkan bidang-bidang yang berdekatan

4. Menyinari bentuk untuk menciptakan keadaan terang dan gelap pada sudut-sudutnya.

Sebagai perbedaan yang jelas kepada hal-hal diatas, sudut-sudut suatu bentuk dapat dilunakkan (dibulatkan) dan diperhalus untuk menonjolkan kesatuan permukaannya. Atau suatu bahan, warna, teksture atau pola dapat dibuat menerus pada sudut dan permukaan yang berhubungan untuk melemahkan individualitas bidang-bidang permukaan dan sebaliknya memperjelas volume suatu bentuk.

(13)

13 2.3 Definisi Ruang

Menurut Lao Tzu dalam buku Space In Architecture, Cornelis Van de Van, 1995, ruang adalah ”kekosongan” yang ada di sekitar kita maupun disekitar objek atau benda. Ruang yang ada di dalamnya lebih hakiki ketimbang materialnya/masanya. Kekosongan yang terbingkaikan adalah sebagai transisi yang memisahkan arsitektur dengan fundamental, ada 3(tiga) Tahapan hirarki ruang yaitu :

1. Ruang adalah hasil serangkaian secara tektonik 2. Ruang yang dilingkupi bentuk.

3. Ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan antara dunia di dalam dan dunia di luar.

Menurut Plato, Ruang adalah sesuatu yang dapat terlihat dan teraba, menjadi teraba karena memiki karakter yang jelas berbeda dengan semua unsur lainnya. Plato menginginkan : “kini, segala sesuatunya harus berwadah, kasat mata, dan teraba” Space In Architecture, Cornelis Van de Van, 1995.

Ruang adalah sebagai tempat (topos) sesuatu dimana setiap elemen fisik cenderung berada. Karakteristik dari ruang dapat dirangkum menjadi lima butir : 1. Tempat melingkupi objek yang ada padanya

2. Tempat bukan bagian yang di linkungannya

3. Tempat dari suatu objek yang tidak lebih besar atau lebih kecil dari objek tersebut

4. Tempat dapat di tinggalkan oleh objek dan dapat di pisahkan dari objek 5. Tempat selalu mengikuti objek walaupun objek terus bergerak

2.3.1 Unsur-unsur Pembentuk Ruang

Ruang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia, baik secara Psikologi, emosional, dan dimensional. Manusia berada dalam ruang, bergerak, menghayati, berfikir dan juga menciptakan dan menyatakan bentuk dirinya. Secara umum, ruang di bentuk oleh tiga pembentuk elemen ruangan yaitu :

1. Bidang Alas/Lantai (The base Plane). Oleh karena lantai Merupakan pendukung segala aktifitas kita di dalam ruangan.

(14)

14

2. Bidang Dinding/pembatas (The vertical Space Devider). Sebagai unsur perancangan bidang dinding dapat menyatu dengan bidang lantai atau sebagai bidang yang terpisah.

3. Bidang atap/langit-langit (The Overhead Plane). Bidang atap adalah unsur pelindung utama dari suatu bangunan dan pelindung terhadap pengaruh iklim.

Selain ketiga unsur diatas adapun beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi terbentuknya suatu ruang yang disebut faktor keterangkuman ruang, Faktor-faktor tersebut adalah dimensi, wujud, konfigurasi permukaan, sisi bidang dan bukaan-bukaan. Dari beberapa faktor keterangkuman ruang tersebut akan menentukan kualitas sebuah ruang.

2.3.2 Hubungan Bentuk dan Ruang

Hubungan simbiosis antara bentuk dan ruang di dalam arsitektur dapat dipelajari dan dijumpai adanya pada beberapa skala. Pada tiap-tiap tingkat harus mementingkan bukan hanya bentuk bangunannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap ruang disekitarnya. Pada skala tapak bangunan ada bermacam-macam strategi untuk menghubungkan suatu bentuk banguna terhadap ruang yang mengelilinginya. Suatu bangunan dapat :

1. Membentuk dinding sepanjang sisi tapak dan membentuk ruang-ruang luar yang positif

2. Mengelilingi dan menutup suatu halaman atau ruang atrium didalam ruang yang ada

3. Menyatukan ruang interiornya dengan ruang luar pribadinya pada suatu tapak yang dikelilingi dinding tembok.

4. Memasukkan sebagian tapaknya sebagai ruang luar

5. Berdiri sebagai bentuk yang tegas di dalam ruang dan mendominasi tapak 6. Melebar keluar dan menciptakan suatu tapak dan menciptakan ruang luar

yang tertutup sebagai bagian dari interiornya.

(15)

15

Bentuk dan enclosure setiap ruang pada sebuah bangunan akan menentukan atau ditentukan oleh bentuk ruang disekitarnya. Dalam sebuah bangunan, seperti teater Seinojoki oleh Alvar Aalto, dapat terlihat beberapa konfigurasi bentuk-bentuk ruang dan menganalisa bagaimana ruang-ruang tersebut saling berinteraksi. Tiap-tiap kategori memiliki peranaktif atau pasif dalam pembentukan ruang.

Gambar 2.6 : Denah Gedung Teater N. Seinakoki, Finlandia, Alvar Aalto 1968-1969.

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

2.3.3 Penentuan Ruang Dengan Unsur-Unsur Horizontal

Tiap bentuk 3 (tiga) dimensi akan memberikan artikulasi pada volume ruang disekitarnya dan menimbulkan medan pengaruh atau kawasan yang dianggap sebagai milikinya. Berikut akan dijelaskan tentang unsur-unsur vertikal dan horizontal suatu bentuk dan orientasi membentuk macam-macam ruang yang khusus.

1. Bidang Dasar

Dasar suatu ruang dapat dibentuk oleh bidang datar horizontal yang terletak sebagai suatu figur pada suatu latarbelakang yang kontras. Harus ada perbedaan warna atau tekstur yang jelas antara bidang datar itu sendiri dengan bidang datar perletakannya. Semakin jelas batas-batas bidang horizontal tersebut, semakin tegaslah bidangnya.

Gambar 2.7 : Parterre De Broderie, Versaille, Andre Le Notre Sumber : Architecture;Form, Space

and Order ; Francis D.K Ching, 1979

(16)

16

2. Bidang Dasar Yang Dipertinggi

Peninggian sebagian dari suatu bidang dasar akan menciptakan suatu ruang di dalam ruang yang lebih besar. Perubahan ketinggian sepanjang sisi bidang yang ditinggikan adalah batas-batas bidang tersebut dan memutuskan aliran ruang yang melalui permukaannya. Jika permukaan bidang dasar menerus ke atas dan menembus bidang yang telah ditinggikan, maka kawasan bidang yang telah ditinggikan tersebut akan nampak terpisah dari ruang disekelilingnya. Namun, jika keadaan sisinya diperkuat dengan perubahan bentuk, warna dan tekstur nya, maka kawasan itu menjadi plateau atau kawasan yang tinggi yang secara jelas terpisah dari lingkungannya.

Gambar 2.8 : Fathepur Sikri, Rumah Tinggal Maghul Agung, India 1569-1574 (Panggung di atas danau persegi yang dikelilingi oleh tempat tinggal dan ruang

tidur kaisar)

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 Bidag tanah dapat ditinggikan untuk menciptakan suatu panggung atau podium yang secara struktural dan visual menunjang bentuk bangunannya. Bidang tanah yang ditinggikan dapat merupakan keadaan asli, ataupun secara artifisial dibentuk utnuk meningkatkan nilai bangunan diatas lengkungannya atau menunjang nilai bangunan tersebut dalam pemandangan yang ada.

Gambar 2.9 : Taihe Dian (Pavilion Harmonis Agung)Peking, Kota Terlarang 1627 Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

(17)

17

3. Bidang Dasar Yang Diperendah

Suatu daerah ruang dapat dipertegas dengan menurunkan sebagian dari lantai dasar yang ada. Batas-batas bidangnya ditentukan oleh permukaan-permukaan vertikal penurunan itu. Batas-batas ini tidak begitu saja ada seperti pada bidang yang dipertinggi, tetapi sisi-sisi yang tampak mulai membentuk dinding-dinding suatu ruang. Kawasan ruang lebih dapat dipertegas lagi dengan membuat kontras penyelesaian bidang yang diturunkan terhadap bidang dasar sekitarnya.

Kontras dalam bentuk, geometri atau orientasi dapat juga dpergunakan untuk memperkuat keterpisahan daerah ruang yang diturunkan terhadap ruang semestanya secara visual.

 Kawasan yang diperendah dapat merupakan pemutusan bidang tanah atau lantai dan tetap merupakan satu kesatuan daria ruang di sekitarnya.

 Pertambahan kedalaman penurunan melemahkan hubungan visual dengan ruang disekelilingnya dan memperkuat pembentukannya sebagai volume ruang yang berbeda

 Jika bidang dasar asal berada di atas batas tinggi mata kita, maka bidang yang diturunkan tampak sebagai ruang yang tersendiri dan jelas terpisah.

(18)

18

Gambar 2.10 : Pemandangan Dari Ruang Duduk Yang Tenggelam Rumah dilantai Massachusetts Hugh Stubbins 1948

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 4. Bidang Ambang Atas

Bila unsur-unsur linear vertikal seperti kolom-kolom digunakan untuk menyangga bidang ambang atas, kolom-kolom tersebut secara visual akan membantu menetapkan batas-batas ruang yang dibentuk tanpa mengganggu aliran ruang yang ada. Unsur utama ambang atas sebuah bangunan adalah atap. Bidang tersebut tidak hanya menutupi ruang dalam bangunan dari cuaca, tetapi juga dapat mempengaruhi bentuk bentuk ruang dan bangunan secara keseluruhan.

Gambar 2.11 : Rumah Kaca New Canaan, Connecticut 1949, Philip Johnson Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

Bidang atap secara visual dapat ditampakkan sebagai unsur datar dan dipertegas lagi oleh pola sistem strukturnya. Bidang atap dapat menjadi unsur utama pembatas ruang dari suatu bentuk bangunan dan secara visual mengorganisisr bentuk-bentuk dan ruang-ruang di bawahnya.

(19)

19 2.3.4 Penentuan Ruang Dengan Unsur-Unsur Vertikal

Bentuk-bentuk vertikal pada umumnya lebih aktif didalam bidang pandangan kita jika dibandingkan bidang-bidang horizontal dan oleh karenanya merupakan instrumen untuk membatasi volume ruang dan memberikan kesan enclosure yang kuat kepada benda di dalamnya. Unsur-unsur vertikal suatu bentuk dapat menjadi penyangga bidang lantai dan atap suatu bangunan. Unsur tersebut mengendalikan kontinuitas visual srta ruang antara ruang dalam dan luar bangunan.

1. Unsur-unsur Linear Vertikal

Sebuah unsur linear vertikal, sebuah kolom misalnya membentuk sebuah titik pada bidang tanah dan membuatnya tampak di dalam ruang. Berdiri sendiri tidak memiliki arah kecuali untuk jalan yang dapat membimbing menuju kolom tersebut.

Dua buah kolom menentukan sebuah bidang, yakni suatu membran ruang transparan yang terbentuk oleh tarikan visual diantara kedua kolom tersebut. Sisi-sisi suatu volume ruang secara vsual dapat diperkuat dengan menegaskan bidang dasarnya dan membentuk batas atasnya dengan balok yang melintang diantara kolom. Batas-batas sisi suatu volume dapat juga diperkuat dengan pengulangan unsur kolom disepanjang tepinya.

Gambar 2.12 : Pavilion Shokin-Tei, Vila Kerajaan Katsura

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 2. Kolom Dalam Ruang

Empat buah kolom dapat dipakai untuk membuat suatu ruang dalam ruang atau mempertegas sudut-sudutnya. Sejumlah rumah Roma mempunyai ruang “atrium” dimana struktur atapnya ditopang oleh 4 kolom (apa yang disebut oleh Vitruvius sebagai Tetrastyle Atrium).

(20)

20

Gambar 2.13 : (Kiri) Palazzo Antonini, Udine, Andrea Palladio, 1556. (Kanan) Atrium Gaya Tetra, Gedung Perkawinan Perak, Pompoli. Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

Suatu susunan tiang-tiang didalam suatu ruang yang lebih luas tidak hanya menunjang lantai atau bidang atap diatasnya, tetapi juga menegaskan volume ruang tanpa menggangu bentuk ruangnya secara keseluruhan dan batas-batasnya. Susunan tersebut dapat mengurangi skala ruang, membantu membuat diemensinya lebih dapat dimengerti dan menentukan daerah ruang didalamnya.

3. Bidang Vertikal Tunggal

Suatu bidang datar vertikal yang berdiri bebas di dalam ruang memiliki perbedaan nilai visual yan unik daripada tiang yang berdiri sendiri. Bidang tersebut dapat tampak sebagai bagian dari bidang lain yang lebih besar atau lebih panjang. Jika dikaitkan dengan volume ruang tertentu. Sebuah bidang dapat ditegaskan menjadi wajah utama suatu ruang dan memberikan orientasi tertentu. Bidang tersebut dapat merupakan sebuah unsur yang berdiri sendiri dalam sebuah ruang yang membaginya menjadi dua buah ruang terpisah namun memiliki daerah yang sama.

Gambar 2.14 : Rumah Kaca New Canaan, Conecticut 1949, Philip Johnson. Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

(21)

21

4. Bidang Konfigurasi „L‟

Sebuah konfigurasi L dari bidang-bidang vertikal menetapkan suatu kawasan ruang sepanjang diagonalnya dari sudutnya kearah keluar. Sementara kawasan ini dengan kuat membentuk ruang dan memagari dengan sudut yang ada. Dua buah sisi kawasan ditentukan oleh dua buah bidang, sedangkan sisi lainnya akan tetap meragukan kecuali penegasan lebih jauh dengna penambahan unsur-unsur vertikal, manipulasi bidang dasar atau adanya bidang penutup atas.

Gambar 2.15 : Beberapa Bentuk Konfigurasi „L‟ Pada Ruang. Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 5. Bidang Vertikal Sejajar

Satu set bidang vertikal dan sejajar menciptakan kawasan ruang diantaranya. Tepi ruang yang terbuka terbentuk oleh sisi-sisi bidang memberikan arah yang kuat. Orientasi utamanya adalah sepanjang sumbu dimana bidang tersebut simetris. Oleh karena bidang-bidang sejajar tidak bertemu membentuk sudut dan menutup sebagian dari kawasan, ruang tersebut bersifat ekstrovert.

Gambar 2.16 : Beberapa bentuk bidang vertikal sejajar sebagai pembentuk ruang Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

(22)

22

Kawasan ruang secara visual dapat diperluas dengan memperbesar bidang lantai keluar dari tepi yang terbuka. Selanjutnya kawasan perluasan ini dihentikan oleh suatu bidang vertikal yang lebar dan tingginya sama dengan kawasan tersebut.

Gambar 2.17 : Deretan tiang-tiang, pohon atau pagar merupakan salah satu unsur bidang vertikal sejajar.

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 6. Bidang Konfigurasi „U‟

Sebuah bentuk „U‟ dari bidang vertikal menentukan kawasan ruang yang memiliki titik berat ke dalam maupun orientasi keluar. Pada bagian belakang dari bentuk itu, kawasan tercakup dan terbentuk dengan baik. Ke arah tepi yang terbuka, kawasannya menjadi bersifat ekstrovert.

Gambar 2.18 : Beberapa bentuk bidang konfigurasi „U‟

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 Suatu bangunan berbentuk „U‟ dapat juga berfungsi menampung dan mengorganisir kumpulan ruang dan bentuk. Bentuk tersebut dapat membatasi sebuah halaman depan yang menjadi prasarana menuju ke suatu

(23)

23

bangunan ataupun jalan masuk yang menjadi satu dengan volume bentuk bangunan itu sendiri.

Gambar 2.19 : Asrama Biarawati Dominica, Media, Pennsylvania, 1965-1968, Louis Kahn

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 7. 4 Buah Bidang : Suasana Tertutup

Empat buah dinding vertikal yang sepenuhnya menutup suatu kawasan ruang merupakan hal yang paling umum, dan sudah tentu merupakan cara pembentukan ruang yang terkuat didalam arsitektur. Oleh karena kawasan tersebut sepenuhnya tertutup, maka ruang yang erbentuk bersifat introvert. Tidak ada kontinuitas ruang ataupun visual akan terbentuk tanpa adanya bukaan pada bidang penutup kawasan tersebut.

Gambar 2.20 : Ibrahim Rauza, India, Abad 17.

(24)

24

Empat buah bidang dapat membentuk suatu kawasan ruang dan kawasan visual untuk tempat suci atau bangunan penting yang berdiri sebagai sebuah objek di dalam suatu rangkuman ruang.

2.4 Susunan Bentuk dan Ruang

Berikut ini akan dibahas dasar-dasar cara menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan sehingga terorganisir menjadi pola-pola bentuk ruang yang “Koheren” (saling berkaitan erat)

2.4.1 Ruang di Dalam Ruang

Sebuah ruang yang luas dapat melingkupi dan memuat sebuah ruang lain yang lebih kecil di dalamnya. Kontinuitas visual dan kontinuitas ruang di antara kedua ruang tersebut dengan mudah dapat dipenuhi, tetapi hubungan dengan ruang luar dari ruang yang dimuat tergantung kepada penutupnya yang lebih besar.

Dalam hubungan semacam ini ruang yang lebih besar berfungsi sebagai suatu kawasan 3 (tiga) dimensi untuk ruang di dalamnya. Agar konsep ini diterima, penting adanya suatu pembedaan yang jelas dalam ukuran diantara 2 (dua) ruang. Jika ruang yang dikandung berkembang dalam ukurannya, ruang yang lebih besar akan mulai kehilangan artinya sebagai bentuk ruang penutup. Jika ruang yang dikandung terus tumbuh, ruang sisa di sekitarnya akan menjadi semakin tertekan untuk berfungsi sebagai ruang penutup. Ruang tersebut akan menjadi selaput tipis atau kulit disekitar ruang yang dikandungnya. Bentuk aslinya akan hilang.

Gambar 2.21 : Denah Rumah Moore, California, Charles Moore 1961 Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

(25)

25 2.4.2 Ruang yang Saling Berkaitan

Suatu hubungan yang saling berkaitan terdiri dari dua buah ruang yang kawasannya membentuk suatu daerah ruang bersama. Jika dua buah ruang membentuk volume berkaitan seperti gambar di bawah ini, masing-masing ruang mempertahankan identitasnya dan batasan sebagai suatu ruang.

Gambar 2.22 : Dua Ruang Yang Saling Berkaitan.

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 Bagian yang saling berkaitan dari dua

buah ruang dapat digunakan bersama secara seimbang dan merata oleh masing-masing ruang.

Bagian yang saling berkaitan dapat melebur dengan salah satu ruang dan menjadi bagian yang integral dari ruang tersebut

Bagian yang saling berkaitan dapat mengembangkan integritasnya sebagai sebagai sebuah ruang yang berfungsi penghubung bagi kedua ruang aslinya.

2.4.3 Ruang-ruang Yang Bersebelahan

Bersebelahan adalah jenis hubungan ruang yang paling umum. Hal tersebut memungkinkan definisi dan respon masing-masing ruang menjadi jelas terhadap fungsi dan persyaratan simbolis menurut cara masing-masing simbolisnya. Tingkat kontinuitas visual maupun ruang nya yang terjadi antara rua ruang yang

(26)

26

berdekatan akan tergantung pada sifat alami bidang yang memisahkan sekaligus menghubungkan keduanya. Dalam hal ini bidang pemisah dapat berfungsi untuk :

1. Membatasi pencapaian visual maupun fisik diantara dua ruang yang bersebelahan, memperkuat individualitas masing-masing ruang dan menampung perbedaan yang ada.

2. Muncul sebagai suatu bidang yang berdiri sendiri dalam volume ruang tunggal

3. Menjadi pembatas berupa sederetan tiang-tiang yang memberikan derajat kontinuitas visual serta ruang yang tinggi diantara dua buah ruang.

4. Seolah terbentuk dengan sendirinya dengan adanya perbedaan ketinggian lantainya atau artikulasi permukaan di antara kedua ruang.

Gambar 2.23 : Denah Lantai Tengah Rumah Laurence, Sea Ranch, California, 1966, Moore.

Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979 Tiga macam ruang, ruang keluarga, tempat perapian dan ruang makan ditentukan oleh perbedaan ketinggian lantai, tinggi plafond dan kualitas cahaya dan pemandangan, bukannya bidang-bidang dinding.

2.4.4 Ruang-ruang Yang Dihubungkan oleh Ruang Bersama

Dua buah ruang yang terbagi oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain oleh ruang ketiga yaitu ruang perantara. Hubungan antara kedua ruang akan tergantung pada sifat ruang ketiga dimana kedua ruang tersebut menempati satu ruang bersama-sama.

(27)

27

Ruang perantara dapat berbeda dalam bentuk dan orientasi dari kedua ruang lainnya untuk menunjukan fungsi penghubung. Kedua ruang yang dihubungkan, seperti juga ruang perantaranya dapat setara dalam wujud dan ukuran dan membentuk urut-urutan linear.

Ruang perantara dapat berbentuk linear untuk menghubugkan kedua ruang yang berjauhan satu sama lain, atau menghubungkan sederetan ruang-ruang yang tidak mempunyai hubungan langsung satu sama lain. Jika cukup besar maka ruang perantara dapat menjadi ruang yang dominan dalam hubungan dan mampu mengorganisir sejumlah ruang. Bentuk ruang perantara dapat ditentukan hanya oleh bentuk dan orientasi dari kedua ruang yang dihubungakan atau dikaitkan.

Gambar 2.24 : Rumah Separuh (Proyek) 1966, John Hejduck Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979

2.5 Arsitektur Rumah Adat Betang (Suku Dayak)

Dalam buku Muatan Lokal Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Pengetahuan Adat dan Tradisi, Upacara & Rumah Adat Suku Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat, Romeo Grafika Pontianak, 2003 menjelaskan bahwa Rumah Adat Betang adalah rumah adat suku dayak di pulau Kalimantan. Rumah Betang menjadi sangat penting untuk menjalani kehidupan bermasyarakat dalam membina dan mempertahankan warisan budaya.

Bentuk dan besar Rumah Betang ini bervariasi, untuk panjang bangunan bisa mencapai 150 meter dan lebar bangunan bisa mencapai 30 meter. Umumnya Rumah Betang dibangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian antara 3 – 5 meter dari permukaan tanah, (Muatan Lokal Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Pengetahuan Adat dan Tradisi, Upacara & Rumah Adat Suku Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat, Romeo Grafika Pontianak, 2003).

(28)

28

Gambar 2.25 : Rumah Adat Betang Suku Dayak Kalimantan Sumber : rumahrifai.wordpress.com

2.5.1 Bagian-bagian Pokok Rumah Adat Betang

Rumah Adat Betang memiliki bagian-bagian pokok sebagai berikut, (Muatan Lokal Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Pengetahuan Adat dan Tradisi, Upacara & Rumah Adat Suku Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat, Romeo Grafika Pontianak, 2003) :

1. Tiang

Pada Umumnya tiang-tiang bangunan rumah panjang berbentuk kayu bulat dengan panjang ± 4 meter dan dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya, karena alat yang digunakan pada masa itu sangat sederhana.

2. Tangga

Rumah Adat betang memiliki 3 (tiga) tangga utama untuk naik ke rumah betang, yakni di bagian samping rumah yang disebut “buang” karena tangga ini dibuat bersambung dan dapat dilepas (dibuang) sewaktu-waktu, tangga umum di bagian depan untuk menuju ke halaman dan tangga dibagian belakang

(29)

29 3. Teluk

Teluk adalah bagian khusus yaitu semacam lorong kecil yang terletak antara bilik dan ruai. Fungsi teluk adalah :

- Tempat ibu-ibu dan para remaja putri menumbuk padi

- Sebagai jalan utama untuk membawa jenazah kalau ada yang meninggal - Sebagai tempat menyimpan alas kaki dan lain-lainnya.

4. Bilik

Bilik merupakan bagian utama bagi penghuni rumah panjang, karena disinilah tempat utama keluarga. Bilik menjadi beberapa bagian pokok seperti : kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan tempat cuci piring. Besarnya ukuran bilik ditentukan dari jumlah keluarga yang menempati. Tiap bilikmemiliki 1 (satu) pintu, sehingga dalam perhitungan panjang pendek suatu rumah panjang, dihitung dari banyaknya jumlah pintu.

Antara bilik yang 1 (satu) dengan yang lain hanya dibatasi dengan 1 (satu) dinding yang terbuat dari kulit kayu. Tiap dinding pembatas dibuat satu pintu kecil yang disebut “telingo” yang berfungsi sebagai akses antara bilik terutama pada malam hari.

Gambar 2.26 : Ruang Bilik atau Ruang Tidur Sumber : adhycoken.blogspot.com

(30)

30 5. Ruai

Ruai adalah bagian depan rumah panjang yang bentuknya memanjang tanpa ada penghalang. Ruai ini dapat dikatakan sebagai pusat kebudayaan rumah betang, karena hampir seluruh kegiatan yang dilakukan di dalam rumah dikerjakan di ruai.

Gambar 2.27 : Ruang Ruai Sumber : linkarborneo.blogspot.com

Gambar 2.28 : Ruang Ruai Pada Rumah Adat Betang Dayak Mualang, Kampung Rasak Terbang, Kab. Sanggau

Sumber : Muatan Lokal Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Pengetahuan Adat dan Tradisi, Upacara & Rumah Adat Suku Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat,

Romeo Grafika Pontianak, 2003.

6. Padung

Padung dapat diterjemahkan sebagai ruang keluarga, letaknya lebih dalam dan lebih tinggi dari pada sado‟. Ruangan ini biasanya tidak luas hanya sekitar 4 x 6 meter. Padongk lebih umum dimanfaatkan oleh pemiliki Rumah Betang sebagai ruang kumpul keluarga, berbincang-bincang, makan minum, menerima tamu dan aktifitas lainnya yang lebih personal.

(31)

31 2.6 Struktur & Material Pada Bangunan Rumah Tinggal

Heinz Frick dalam buku Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan (2001) berpendapat bahwa struktur bangunan dapat di bagi menjadi 4 (empat ) yaitu struktur di bawah permukaan tanah (pondasi), struktur di atas permukaan tanah, konstruksi lantai dan pelat lantai dan konstruksi atap (Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001).

2.6.1 Struktur di Bawah Permukaan Tanah (Fondasi)

Fondasi merupakan bagian bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah, yang menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban berguna, dan gaya-gaya luar terhadap gedung seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lainya. Fondasi berfungsi :

1. Sebagai kaki bangunan atau alas bangunan

2. Sebagai penahan bangunan dan meneruskan beban dari atas ke dasar tanah.

3. Sebagai penjaga agar kedudukan bangunan stabil (tetap)

2.6.1.1Material Fondasi

Fondasi bangunan dapat dibedakan menurut bahan yang dipergunakan dalam pembuatannya. Biasanya bahan bangunan terkait erat dengan bentuk fondasi, seperti konstruksi kayu untuk fondasi rumah panggung atau tiang pancang, batu kali, bata merah atau beton berbatu (cyclopean concrete) untuk fondasi lajur, beton bertulang untuk fondasi setempat, pelat beton bertulang, tiang pancang atau pemboran dan baja untuk tiang pancang, (Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001).

1. Fondasi Batu Kali

Fondasi dari batu kali dibuat dengan batu pecahan yang cukup besar. Mengatur siar antara batu kali sehingga selalu berselang-seling dan diisi rapat dengan mortar (1 bagian kapur : 1 semen merah : 3 pasir, atau ½ bagian semen portland : 1 kapur : 7 pasir) guna menghindari gerakan yang mengakibatkan retak pada dinding dan menghindari ruang hidup untuk rayap.

(32)

32 2. Fondasi Batu Bata

Fondasi batu bata dapat dibuat hanya jika terdapat batu bata yang bermutu tinggi sehingga tidak akan hancur dalam waktu singkat di dalam tanah yang lembab. Tinggi fondasi batu bata minimal adalah lima lapisan batu dengan siar melintang yang teratur benar.

3. Fondasi Beton

Fondasi beton yang itdak bertulang atau beton berbatu kali (cyclopean concrete) pada umumnya digunakan hanya untuk gedung bertingkat walaupun biayanya sedikit berbeda dengan fondasi batu kali. Fondasi beton tanpa tulangan ini menerima gaya tekan saja. Mutu beton sebagai bahan bangunan fondasi minimal adalah kelas II, K 125.

4. Fondasi Beton

Kayu dapat digunakan sebagai fondasi lajur maupun tiang pancang di daerah rawa-rawa atau di dalam air. Kayu sebagai bahan fondasi memiliki daya tahan lama jika selalu terendam dalam air karena kekurangan oksigen justru menghindarkan kebususkan.

2.6.2 Struktur di Atas Permukaan Tanah (Dindig dan Kolom)

Dinding dapat diartikan sebagai bagian struktur bangunan yang berbentuk bidang vertikal dan yang berguna untuk melingkungi, membagi, atau melindungi. Di daerah tropis, dinding memnuhi berbagai fungsi seperti :

1. Membagi ruang yang luas atas ruang yang ukurannya lebih nyaman. 2. Mencegah masuknya debu atau air hujan dan sekaligus memungkinkan

pengudaraan ruang dalam

3. Menyediakan tempat teduh, segar, dan nyaman serta memberi kebebasan (privacy) dan perlindungan bagi penghuni.

2.6.2.1Pengaruh Luar Terhadap Dinding

Kolom merupakan elemen linear dan dinding merupakan elemen dalam bangunan yang vertikal. Dinding adalah konstruksi yang berfngsi sebagai

(33)

33

pembagi ruang (umum/pribadi), faktor pengamanan maupun fungsi mistik (mikrokosmos/makrokosmos). Jenis-jenis pengaruh luar terhadap dinding dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Fungsi dan Pengaruh Luar Permasalahan Dinding penutup luar berfungsi sebagai

pemisah luar dan dalam

Perasaan kenyamanan

Perlindungan terhadap radiasi matahari Refleksi sinar matahari Sifat menyimpan panas Sifat penghantar panas

Perlindungan terhadap hujan Sifat harus rapat air

Tahan air/kelembapan (memungkinan

adanya pergerakan kelembapan tanpa merusak dinding)

Perlindungan terhadap angin Siar harus rapat angin

Konstruksi harus kuat terhadap gaya angin Kestabilan terhadap beban mati dan beban

hidup

Dinding harus dapat menerima beban (tekanan sentris maupun eksentris dari atas) Dinding harus menjaga kestabilan dalam bidang (tekukan dan perjendulan) maupun alam ruang (kerja sama dengan fondasi maupun pelat lantai)

Daya menanggul suara / kebisingan Daya menanggul suara/kebisingan dari luar

(lalu lintas dan lainnya)

Daya menanggul suara/kebisingan dari dalam (instalasi teknik dan lainnya)

Mengatur kebisingan dari dalam (akustik)

Daya tahan terhadap tekanan uap air Bahan bangunan harus memiliki

kemampuan mengalirkan uap air

Daya tahan terhadap kebakaran Bahan bangunan harus tahan api atau bahan

tersebut tidak dapat membakar

Tabel 2.1 : Tabel Pengaruh Luar Terhadap Dinding

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

(34)

34 2.6.2.2Bahan Bangunan Dinding dan Pelapis Dinding.

1. Batu Merah

Batu merah yang digunakan untuk bahan bangunan harus empunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang-bidang sisi harus datar tidak memiliki retak-retak, tidak mudah hancur atau patah dan tidak mudah mengalami perubahan bentuk yang berkelebihan. Permukaan batu merah harus kasar, warnanya merah seragam (merata) dan bunyinya nyaring bila diketok (Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick, 2001). Ukuran-ukuran panjang, lebar dan tebal batu merah (batu bata) mempunyai standar seperti pada tabel berikut ini :

Ukuran Jenis Besar Jenis Kecil Toleransi

Panjang 240 mm 230 mm ± 3%. Selisih ukuran terbesar dan terkecil maksimum 10 mm

Lebar 115 mm 110 mm ± 4%. Selisih ukuran terbesar dan terkecil maksimum 5 mm

Tebal 52 mm 50 mm ± 5%. Selisih ukuran terbesar dan terkecil maksimum 4 mm

Tabel 2.2 : Tabel Ukuran Standar Batu Bata.

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

2. Batako (dari tras dan kapur) dan Conblock (dari pasir dan semen)

Pemakaian batako maupun conblock, bila dibandingkan dengan batu merah, mengurangi jumlah batu yang dibutuhkan per m2 luas dinding secara kuantitatif. Terdapat pula penghematan dalam pemakaian mortar <75%, semen 60% dan bobotnya <50% lebih ringan sehingga mengurangi beban pada fondasi. Jika kualitas batako atau conblock baik, maka tembok tersebut tidak perlu di plester (Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick, 2001). Adapun ukuran-ukuran pada batako dan Conblock adalah sebagai berikut :

(35)

35 Mutu

Agregat

Kekuatan Tekan

I B0 _ _ Nonstruktural Ringan Tanpa

B1 _ _ Struktural Sedang Tanpa

K-125 12,5 20 Struktural Ketat Kontinu

K-175 17,5 25 Struktural Ketat Kontinu

K-225 22,5 30 Struktural Ketat Kontinu

III K>225 >22,5 >30 Struktural Ketat Kontinu II Pengawasan Terhadap Kelas Mutu ơ bk (N/mm 2) Minimum ơ bm (N/mm2) Tujuan Pemakaian

Jenis Panjang Lebar Tebal Dinding Luar Dinding Pemisah Lubang

Tipis 390 ± 3 190 ± 3 100 ± 3 20 15

Sedang 390 ± 3 190 ± 3 150 ± 3 20 15

Ukuran Nominal (mm) Tebal Kelopak Minimum (mm)

Tabel 2.3 : Tabel Ukuran Batako

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

3. Beton

Yang dimaksudkan dengan beton ialah campuran yang terdiri dari perekat, bahan tambahan (agregat), dan air. Tugas perekat adalah mengikat biji pasir dan kerikil serta mengisi lubang-lubang di antaranya. Seneb portland tergolong sebagai bahan pengikat hidrolis, yaitu bila semen dicampur dengan air, maka terjadilah proses pengerasan. Pada pembangunan biasanya digunakan kelas dan mutu beton berikut :

Tabel 2.4 : Tabel Kelas dan Mutu Beton.

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

4. Lapisan dinding dari kayu

Penggunaan papan dari kayu sebagai lapisan dinding luar tergantung pada konstruksi dinding rangka yang dipilih. Pemasangan papan dinding dapat secara vertikal, horizontal, atau diagonal (yang secara konstruktif termasuk papan horizontal)

(36)

36

- Pemasangan papan dinding vertikal : a. Papan dinding bercelah terbuka

(misalnya pada konstruksi gevel) b. Pemasangan papan dinding dengan

bilah pelindung : papan di paku di tengah saja berjarak 60-90 Cm. Tebal papan >20mm dan lebar <160mm.

c. Pemasangan papan bersponing dengan celah konis juga menggunakan sekrup sehingga melengkungnya papan terhindar. Harus dipasang sedemikian sehingga angin dan hujan tidak dapat masuk alurnya.

Gambar 2.30 : Pemasangan Papan Dinding Vertikal

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

- Pemasangan papan dinding horizontal :

Gambar 2.31 : Pemasangan Papan Dinding Vertikal

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

(37)

37

Ubin Semen Ubin Teraso Tebal Minimal

150 x 150 mm _ 14 mm 200 x 200 mm 200 x 20 mm 20 - 25 mm 300 x 300 mm 301 x 300 mm 30 mm _ 400 x 400 mm s/d 300 x 600 mm 35 mm

2.6.3 Konstruksi Lantai dan Penutup Lantai. 2.6.3.1Lantai Plesteran dan Lantai Beton

Lantai plesteran kapur-pasir dengan adukan 2 bagian (volume) pasir : 1 bagian kapur atau kapur tras dengan adukan 1 bagian kapur : 5 bagian tras dengan tebal ± 5 Cm, dilapisi dengan bubur semen (slurry) setebal 2mm. Landasan adalah tanah yang dipadatkan atau tanah yang distabilisasi (misalnya dengan 1 bagian kapur : 3 bagian tanah atau 1 bagian semen portland :20 bagian tanah dan sebagainya.

2.6.3.2Penutup Ubin Semen dan Ubin Teraso

Lantai beton yang kedap air dan kelembapan tanah dapat dilapisi dengan ubin semen portland atau ubin teraso yang dipasang dengan mortar semen setebal 1-3cm. Ukuran ubin dalam perdagangan dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.5 : Ukuran Ubin Dalam Perdagangan .

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

2.6.3.3Penutup Papan Kayu

Konstruksi lantai kayu yang paling sederhana ialah papan-papan yang langsung dipasang dan dipaku di atas sloof atau balok loteng. Ukuran papan yang digunakan adalah tebal minmal 20 mm, lebar 90-140 mm dengan sistem sambungan sebagai berikut :

Gambar 2.32 : Sambungan Dengan Lidah Lepas

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

(38)

38

Gambar 2.33 : Sambungan Dengan Alur Lidah

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001.

2.6.4 Penutup Atap

Atap adalah bagian paling atas dari suatu bangunan, yang melindungi gedung dan penghuninnya secara fisik maupun metafisik (mikrokosmos/makrokosmos). Permasalahan atap tergantung pada luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan lapisan penutupnya. Di daerah tropis atap merupakan salah satu bagian terpenting. Fungsi dan bagian atap dapat di lihat dalam tabel berikut ini :

(39)

39

Tabel 2.6 : Tabel Fungsi dan Bagian Atap

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001

Atap merupakan perlindungan terhadap ruangan yang ada di bawahnya, yaitu terhadap panas, hujan, angin, binatang buas dan keamanan lainnya. Bentuk dan macamnya tergantung dari pada sejarah peradabannya serta perkembangan segi arsitekturnya maupun teknologinya, Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK, Jakarta.

Besarnya kemiringan atap tergantung dari pada bahan yang dipakainya, misalnya :

(40)

40

No. Penutup Atap Kemiringan

1 Genteng Biasa 30o-35

2 Genteng Istimewa 25-30

3 Sirap 25-40

4 Umbia 40

5 Seng 20o-25o

6 Semen Asbes Gelombang 15o-25o

7 Beton 1o-2o

8 Kaca 10o-20o

Tabel 2.7 : Tabel Kemiringan Atap

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001

2.6.4.1Bentuk Atap

Adapun bentuk-bentuk atap yang umum digunakan dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Atap Datar (plat dak)

2. Atap Sengkuap/Sandar (lessenaar)

3. Atap Pelana

4. Atap Tenda

5. Atap Perisai

(41)

41

7. Atap Piramida

8. Atap Menara

Gambar 2.34 : Bentuk-bentuk Atap

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001

2.6.4.2Bahan Penutup Atap

1. Atap Genteng

Atap genteng ini banyak digunakan diseluruh indonesia, karena relatif murah, awet, memenuhi syarat terhadap daya tolak bunyi, panas maupun dingin disamping itu tidak banyak perawatanya. Yang banyak di pakai adalah atap genteng bentuk S, karena genteng ini berpenampang cekung dalamnya 4-5 cm dan tepi kanan menekuk cembung. Tebal genteng berkisar antara 8-12 mm. Pada bagian bawah tepi atas dibuatkan hubungan sebagai kait untuk reng yang berjarak antara 21-25 cm tergantung dari ukuran genteng.

Gambar 2.35 : Bentuk Penampang Atap Genteng

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001

(42)

42

Untuk ukuran genteng dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.8 : Ukuran Atap Genteng

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001

2. Sirap

Penutup sirap dibuat dari kayu belian Sumatra dan Kalimantan, kayu onglen dan jati. Jawatan kehutanan juga membuat sirap dari kayu jati berukuran panjang 35 cm, lebar 14,5 cm, tebal tepi atas 0,4 cm tepi bawah 2 cm, bobot 28 kg/m2. Sirap ini tidak baik karena mudah membilut dan cekung. Sedangkan untuk ukuran sirap dari kayu belian, onglen ialah lebar papan 8-9 cm, panjang 60 cm, tebal 4-5 mm.

Gambar 2.36 : Ukuran Sirap Ulin dan Merbau Sumber : sirap-bdc.blogspot.com

Untuk pemasangannya di atas reng dengan paku kecil jarak reng adalah lebih kecil dari 1/3 pankang sirap. Perletakannya harus sedemikian rupa sehingga dimana-mana terbentuk 3 lapis atau pada/diatas reng terdapat 4 lapis. Deretan sirap yang satu harus menggeser setengah lebar sirap dari daerah deretan dibawahnya. Coklat pada warna sirap kemudian beralih menjadi coklat tua,

(43)

43

No. PARAMETER VARIABEL

. Bentuk . Material . Pemasangan . Bentuk . Material . Ukuran . Bentuk . Material . Pemasangan

. Kaki . Pondasi . Material

. Tipe PJV

. Ornamen

INDIKATOR

. Atap . Atap Bangunan

1. Bentuk

. Badan

lambat laun menjadi hitam. Sirap dapat bertahan antara 30-40 tahun. Bubungannya ditutup dengan besi plat disepuh putih (digalvaniseer) menumpang di atas papan setebal 2cm. Sedangkan bentuk dari bubungannya sesuai dengan kehendak kita atau direncanakan.

Gambar 2.37 : Pemasangan Sirap

Sumber : Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan, Heinz Frick & Pujo L. Setiawan, 2001

2.7 Metode Analisa Data

Dalam proses menganalisa, diperlukan beberapa data indikator tentang bentuk, ruang dan susunan yang terdapat di dalam rumah tersebut, antara lain bentuk atap, jendela, pintu, ornamen, material, ruang dalam, ruang luar, susunan bentuk dan sebagainya. Untuk mempermudah maka indikator-indikator tersebut disusun ke dalam tabel sebagai berikut :

(44)

44

No. PARAMETER VARIABEL

. Bentuk . Material . Suasana . Material . Suasana . Material . Bentuk . Ornamen . Bentuk . Siteplan . Bentuk . Bentuk . Material . Suasana . Susunan R. Luar . R. Publik . R. Service . Siteplan INDIKATOR

3. Susunan . Susunan Bentuk

. Susunan R. Dalam . Ruang Luar . Plafond . Lantai . Dinding . Ornamen

2. Ruang . Ruang Dalam

. Ornamen . Jendela . R. Private

Tabel 2.9 : Tabel Metode Analisa Data Sumber : Analisa Penulis, 2014

(45)

45 BAB III

STUDI KASUS

3.1 Profil Arsitek Yu Sing

Nama : Yu Sing

Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 5 Juli 1976

Alamat studio : Jl. Tipar Timur Rt/Rw 04/01, Desa Laksana Mekar, Kec. Padalarang, Kab. Bandung Barat. E-mail : yusinglim@yahoo.com, sing@bdg.centrin.net.id Pendidikan : S1 Teknik Arsitektur ITB (1994-1999)

Blog Karya : www.rumah-yusing.blogspot.com

www.coroflot.com/yusing

Yu Sing adalah arsitek muda yang dikenal dengan karya-karya arsitekturnya yang unik. Arsitek muda ini lahir di Bandung pada 5 Juli 1976. Walaupun masih terhitung muda, namanya sudah tak asing lagi di dunia arsitektur dan desain.

Gambar 3.1 : Yu Sing di depan Studio Akanoma, kawasan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. F-AHMAD BAIDHOWI/JAWA POS

Sumber : www.kepribangkit.com/inilah-yu-sing-pelopor-gerakan-arsitek-rumah-murah-indonesia

Yu Sing menyelesaikan pendidikan arsitektur di jurusan arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1999. Setelah menyelesaikan pendidikan, Yu Sing mendirikan studio arsitektur yang diberi nama “Genesis”.

Genesis adalah biro konsultan desain dengan semangat eksplorasi arsitektur kontemporer terhadap bentuk-bentuk geometris yang kuat. Kiprah Genesis

(46)

46

kemudian berkembang pada penggalian arsitektur vernakular Indonesia dengan karakter rustic yang dipadukan ke dalam ekspresi kontemporer serta arsitektur berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Pada Juni 2011, Genesis berubah nama menjadi Akanoma, yang merupakan singkatan dari „akar anomali‟, akar merujuk pada konteks budaya, alam sekitar, manusia, mengangkat nilai budaya ke dalam desain, desain ramah lingkugnan dan memasyarakatkan arsitektur untuk seluruh lapisan masyarakat, sedangkan anomali adalah berusaha untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dari biasanya, tidak terjebak pada perkembangan aristektur yang monoton.

Yu sing sangat aktif mengikuti dan menggagas berbagai kegiatan sosial maupun komunitas sosial. Sebuah proyek filantropi terbaru yang ia gagas adalah “Papan untuk Semua”, yang bergerak di bidang perumahan dan ruang publik untuk masyarakat. Dalam proyek ini, ia bersama dengan rekan-rekannya membantu memberikan desain gratis dan juga ikut menggalang dana untuk membuat rumah layak huni yang aman bagi beberapa masyarakat yang kurang mampu.

3.2 Profil Studi Kasus

Rumah ini adalah karya pertama dari Yu Sing dan tim di tanah Kalimantan. Mereka menginterpretasikan unsur-unsur nilai kearifan lokal dari rumah panjang suku dayak ke dalam perancangan walaupun dari pihak pemilik rumah bukanlah suku dayak. Struktur rumah terbuat dari kayu ulin bekas yang digunakan kembali yang dikumpulkan dari pasar pengepul kayu. Namun sebagian kecil pada ruang tertentu juga menggunakan kayu baru. Sisi kiri merupakan bangunan kantor yang fasadnya mentransformasi motif dayak akar betaut, yang maknanya persatuan dan kesatuan umat manusia.

(47)

47

Gambar 3.2 : (Kiri) Motif Dayak Akar Betaut, (Kanan) Rumah Tinggal Pak Heru Karya Yu Sing dan Tim.

Sumber : www.rumah-yusing.blogspot.com/2011/06/reinterpretasi-rumah-betang

3.2.1 Lokasi

Rumah ini berlokasi di Jl. Purnama, Komp. Purnama Agung VII, No. G7, Kel. Parit Tokaya, Kec, Pontianak Selatan, Pontianak.

Gambar 3.3 : Peta Lokasi Jl. Purnama, Komp. Purnama Agung 7, No. G7 Sumber : BAPEDA Kota Pontianak

(48)

48

Gambar 3.4 : Jl. Purnama, Komp. Purnama Agung VII, No. G7 Sumber : BAPEDA Kota Pontianak

3.2.2 Denah

Dari gambar denah dan tampak sangat terlihat jelas unsur dari rumah adat suku dayak yang diterapkan oleh Yu Sing, mulai dari bentuk-bentuk ornamen pada eksterior rumah, susunan ruang secara linear yang hanya dihubungkan oleh 1 (satu) akses, dan bentuk fasad secara keseluruhan yang menyerupai rumah panjang terutama jika dilihat dari tampak samping.

Gambar 3.5 : Denah Lantai 1 Sumber : Dokumenasi Penulis, 2014

(49)

49

Pada denah lantai 1 (satu) terdiri dari Rg. Tamu, Rg. Makan, Rg. Keluarga, Rg. Kerja, Rg. Tidur Utama, Dapur dan Km/Wc. Terdapat akses teras / selasar yang menghubungkan Rg. Makan, Rg. Keluarga dan Rg. Tidur Utama, ketiga ruang ini berhadapan langsung dengan taman.

Gambar 3.6 : Denah Lantai 2 Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

Lantai 2 (dua) terdiri dari Rg. Baca, Rg. Tidur Anak 1, Rg. Tidur Anak 2, Rg. Tidur Tamu, Rg. Tidur Pengasuh dan Km/Wc.

3.2.3 Tampak

Tampak depan rumah lebih memperlihatkan permainan shading dan ornamen akar betaut pada bagian kanan tampak. Shading ini terbuat dari material kayu-kayu yang di pasang dengan susunan secara linear guna mengurangi paparan sinar matahari langsung pada dinding bangunan.

Gambar 3.7 : Tampak Depan Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

(50)

50

Ornamen di tampak depan dengan motif dayak Akar Betaut terdapat pada fasad sebelah kanan bangunan dan di pintu masuk utama. Motif ini memiliki makna persatuan dan kesatuan umat manusia.

Gambar 3.8 : Tampak Samping Kanan Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

Secara tidak langsung pada tampak samping kanan telah terlihat bentuk Rumah Adat Betang dengan asumsi lantai 1 (satu) adalah bagian kolong bangunan.

Gambar 3.9 : Tampak Belakang Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

Khusus pada tampak belakang tidak terlihat view yang menjadi ciri khas bangunan. Hanya terlihat dinding polos yang juga menjadi batas site dengan lahan tetangga.

(51)

51

Gambar 3.10 : Tampak Samping Kiri (tanpa dinding pembatas) Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

Sama halnya seperti tampak belakang, tampak samping kiri juga terdapa dinding pembatas site dengan lahan tetangga sehingga view tidak dapat dinikmati secara langsung. Pada gambar di atas merupakan tampak samping kiri dengan tanpa dinding pembatas lahan.

3.2.4 Potongan

Struktur bangunan lebih banyak menggunakan kayu namun pada pondasi menggunakan beton dengan pertimbangan keadaan daya dukung tanah di kalimantan yang rendah. Pada struktur lantai 1 (satu) sepenunya menggunakan lantai cor beton dengan finishing keramik ukuran 40 x 40 berwarna putih.

Gambar 3.11 : Potongan A-A Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

(52)

52

Pada lantai 2 (dua) struktur lantai mulai mulai menggunakan kayu dan papan, hanya pada area basah yang menggunakan lantai cor beton seperti wc/km dan ruang cuci (beralih fungsi dari Rg. Baca / Mushola)

Gambar 3.12 : Potongan B-B Sumber : Dokumentasi Penulis, 2014

(53)

53

No. PARAMETER VARIABEL

. Bentuk . Material . Pemasangan . Bentuk . Material . Ukuran . Bentuk . Material . Pemasangan

. Kaki . Pondasi . Material

. Bentuk . Material . Suasana . Material . Suasana . Material . Bentuk . Ornamen . Bentuk . Siteplan . Bentuk . Bentuk . Material . Suasana

. Susunan R. Luar . Siteplan

. Ornamen . Jendela . R. Private . R. Publik . R. Service . Ruang Luar . Tipe PJV . Ornamen . Plafond . Lantai . Dinding . Ornamen

2. Ruang . Ruang Dalam

3. Susunan . Susunan Bentuk

. Susunan R. Dalam

INDIKATOR

. Atap . Atap Bangunan

1. Bentuk

. Badan

BAB IV ANALISA DATA

4.1 Metode

Dalam proses analisa data digunakan metode pengolahan data sebagai berikut :

Tabel 4.1 : Tabel Metode Analisa Data Sumber : Penulis, 2013

(54)

54 4.2 Bentuk

Dalam menganalisa bentuk terdapat 3 (tiga) indikator yaitu, atap bangunan, badan bangunan dan kaki bangunan dimana masing-masing indikator akan dianalisa terhadap bentuk, material maupun pemasangannya.

4.2.1 Atap Bangunan

1. Bentuk

Secara keseluruhan bentuk atap menggunakan bentuk pelana yang merupakan bentuk asli dari atap Rumah Betang (Rumah Adat Suku Dayak). Atap pelana memang sangat di rekomendasikan untuk daerah tropis dengan curah hujan tinggi seperti di Kalimantan Barat, dengan kemiringan tertentu, ketika air hujan menyentuh atap maka akan lebih cepat turun ke bawah. Bentuk atap ini sudah digunakan sejak zaman suku Dayak dahulu kala.

Gambar 4.1 : Tampak Samping Kanan Rumah Karya Yu Sing Sumber : rumah-yusing.blogspot.com

Gambar 4.2 : Rumah Betang Daerah Kabupaten Kapuas Sumber : budidayaukm.blogspot.com

(55)

55

2. Material

Material atap menggunakan penutup atap sirap, dengan tujuan untuk menyelaraskan dengan konsep perancangan yaitu rumah betang dan menyeimbangkan pada bagian badan bangunan yang seluruh strukturnya menggunakan material kayu. Atap sirap memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yaitu :

Kelebihan :

- Material lebih ringan

- Isolator panas yang baik, sehingga ruang di bawahnya lebih sejuk. - Memiliki nilai estetika yang lebih tinggi

- Lebih tahan terhadap gempa

Kekurangan :

- Jika kurang tepat dalam pemasangan akan mudah mengalami kebocoran - Pengerjaan lebih lama karena ukurannya yang kecil dan jumlah yang

dibutuhkan akan lebih banyak.

- Membutuhkan perawatan dan perbaikan teratur agar bertahan lama. Pelapukan dan serangga dapat memperpendek usia sirap.

- Rentan terhadap bahaya kebakaran.

3. Pemasangan

Untuk pemasangannya di atas reng dengan paku kecil jarak reng adalah lebih kecil dari 1/3 pankang sirap. Perletakannya harus sedemikian rupa sehingga dimana-mana terbentuk 3 lapis atau pada/diatas reng terdapat 4 lapis. Deretan sirap yang satu harus menggeser setengah lebar sirap dari daerah deretan dibawahnya.

Gambar 4.3 : Pemasangan Sirap Sumber : Petunjuk Praktek Bangunan

Gambar

Gambar 2.3 : Rumah Tinggal Gorman, New York 1968, Julian &amp; Barbara Neski  (Kiri), Rumah Tinggal Gwathmey, New York 1967, Charles Gwathmey (Kanan)
Gambar 2.8 : Fathepur Sikri, Rumah Tinggal Maghul Agung, India 1569-1574  (Panggung di atas danau persegi yang dikelilingi oleh tempat tinggal dan ruang
Gambar 2.11 : Rumah Kaca New Canaan, Connecticut 1949, Philip Johnson  Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979
Gambar 2.16 : Beberapa bentuk bidang vertikal sejajar sebagai pembentuk ruang  Sumber : Architecture;Form, Space and Order ; Francis D.K Ching, 1979
+7

Referensi

Dokumen terkait