• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

SECARA IN VITRO

Cenra Intan Hartuti Tuharea A34304013

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA

SECARA IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian bogor

Cenra Intan Hartuti Tuharea A34304013

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

CENRA INTAN HARTUTI TUHAREA. Studi Perkecambahan Polen Pepaya secara In Vitro (Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan WINARSO DRAJAD WIDODO).

Pepaya merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi dan gizi tinggi. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, Institut Pertanian Bogor (PKBT IPB) telah menghasilkan berbagai macam genotipe pepaya. Setiap genotipe mempunyai ciri-ciri tersendiri baik bentuk buah, warna maupun citarasa. Polen merupakan salah satu komponen penting dalam pemuliaan tanaman dan reproduksi tanaman karena dapat mempengaruhi pembentukan buah. Penelitian ini merupakan studi tahap awal untuk mempelajari biologi pembuahan serta mendapatkan informasi tentang perkecambahan polen pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10.

Bahan utama polen pepaya diambil dari Kebun Percobaan PKBT IPB, Tajur. Pepaya dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan bobot buah yaitu pepaya kecil (IPB 1, IPB 3, IPB 4), pepaya sedang (IPB 5, IPB 9, IPB 10) dan pepaya besar (IPB 2, IPB 7, IPB 8). Pengamatan perkecambahan dilakukan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit selama empat jam perkecambahan dengan menggunakan mikroskop ”Olympus BX41” dengan perbesaran 10 x 10. Media yang digunakan untuk perkecambahan polen secara in vitro yaitu media Brewbaker dan Kwack dengan komposisi terdiri dari 10% sukrosa, 100 ppm H3BO4, 300 ppm Ca(NO3)2 4H2O,

200 ppm MgSO4 7H2O, dan 100 ppm KNO3.

Genotipe dengan pertumbuhan panjang tabung polen paling cepat adalah IPB 1 dengan panjang 1 052 µm yang tergolong kategori pepaya kecil, sedangkan paling lambat adalah IPB 9 dengan panjang 913 µm tergolong kategori pepaya sedang. Genotipe dengan daya berkecambah polen paling tinggi adalah IPB 2 dengan nilai 65.65%, sedangkan paling rendah adalah IPB 7 dengan nilai 42.56%, kedua genotipe tergolong katergori pepaya besar. Perkecambahan polen tidak memiliki hubungan dengan kategori buah.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO

Nama : Cenra Intan Hartuti Tuharea

NRP : A34304013

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Ketty Suketi, MSi Dr .Ir. Winarso D Widodo, MS NIP : 131 578 793 NIP : 131 664 405

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP : 131 124 019

(5)

Bapak Jalil Tuharea dan Ibu Yuyun Yuniawati.

Pada tahun 1998 penulis lulus dari SDN Cilangkap II, selanjutnya penulis lulus dari SMPN 1 Buahdua pada tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMAN I Conggeang dan lulus pada tahun 2004.

Tahun 2004 penulis diterima di Departemen Budidaya Pertanian, Program Studi Hortikultura melalui Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI). Pada saat Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis aktif dalam kegiatan Garden and Decoration Club (GREDA-C).

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Perkecambahan Polen Pepaya secara In Vitro“. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Ketty Suketi, MSi dan Dr Ir Winarso D. Widodo, MS yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Staf Laboratorium Ekofisiologi Tanaman dan Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB serta Staf Kebun Percobaan PKBT IPB, Tajur yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materiil, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Bogor, Nopember 2008 Penulis

(7)

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Botani Pepaya ... 3 Bunga Pepaya ... 3 Polen... 5 Biologi Pembuahan ... 8 Media Perkecambahan ... 10

BAHAN DAN METODE ... 11

Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian ... 12

Pelaksanaan ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Diameter Polen... 16

Pertumbuhan Panjang Tabung Polen ... 19

Daya Berkecambah ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(8)

   

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Pengelompokan Pepaya Berdasarkan Bobot Buah ... 11 2. Perbandingan Kategori Pepaya Berdasarkan Variabel yang Diamati... 16 3. Diameter Polen Pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8,

IPB 9 dan IPB 10 ... 17

Lampiran

1. Perbandingan Karakteristik 9 Genotipe Pepaya... 30 2. Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Diameter Polen ... 31 3 Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Pertumbuhan Panjang Tabung

Polen... 31 4 Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Daya Berkecambah ... 32

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bagian-bagian Bunga Pepaya ... 4

2. Proses Pembuahan pada Spesies Tanaman Angiospermae... 9

3. Bunga Pepaya... 12

4. Tipe-tipe Perkecambahan Polen Pepaya ... 15

5. Buah dan Diameter Polen Kategori Pepaya Kecil ... 17

6. Buah dan Diameter PolenKategori Pepaya Sedang ... 18

7. Buah dan Diameter PolenKategori Pepaya Besar... 18

8. Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya IPB 1 selama Empat Jam Perkecambahan ... 19

9. Laju Pertumbuhan Panjang Tabung Polen Pepaya selama Empat Jam Perkecambahan ... 20

10. Perbandingan Panjang Tabung Polen Kategori Pepaya Kecil... 21

11. Perbandingan Panjang Tabung Polen Kategori Pepaya Sedang... 21

12. Perbandingan Panjang Tabung Polen Kategori Pepaya Besar ... 22

13. Daya Berkecambah Polen Pepaya selama Empat Jam Perkecambahan.... 23

14. Perkembangan Perkecambahan Polen Pepaya IPB 2 selama Empat Jam Perkecambahan ... 24

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman tropis yang telah lama dikenal dan berkembang luas di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, Institut Pertanian Bogor (PKBT IPB) merupakan tempat pengujian berbagai macam genotipe pepaya, diantaranya pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10. Setiap genotipe mempunyai ciri-ciri tersendiri baik dari bentuk, warna maupun citarasa.

Bentuk, warna dan citarasa buah pepaya yang baik akan didapat dari induk tanaman yang baik. Proses pembentukan buah pada induk tanaman yang baik tidak menutup kemungkinan adanya kegagalan yang akan mengakibatkan produksi buah di lapangan menjadi rendah. Selain dari faktor lingkungan, hal yang dapat menyebabkan kegagalan pembentukan buah diantaranya alat reproduksi yaitu sel telur dan polen.

Sel telurdan polenmerupakan komponen penting dalam pemuliaan tanaman dan reproduksi tanaman karena dapat mempengaruhi pembentukan buah. Pembentukan buah akan berhasil jika sel telur dan polen dalam keadaan sehat dan subur. Keberhasilan pembentukan buah juga sangat dipengaruhi oleh viabilitas polen yaitu daya tumbuh atau kecepatan tumbuh tabung polen. Semakin tinggi daya tumbuh dan panjang tabung polen memungkinkan semakin cepat terjadi proses pembuahan.

Viabilitas polendapat diketahui dengan berbagai macam metode pengujian. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui viabilitas polen yaitu perkecambahan polen secara in vitro. Media perkecambahan polen secara

in vitro yang digunakan untuk beragam spesies pertama kali diformulasikan oleh Brewbaker dan Kwack pada tahun 1963 dengan komposisi 10% sukrosa, 100 ppm H3BO4, 300 ppm Ca(NO3)2 4H2O, 200 ppm MgSO4 7H2O, dan 100 ppm KNO3

(Kwack dalam Galletta, 1983).

Informasi tentang viabilitas polen pepaya sangat diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pembentukan buah. Untuk mendapatkan

(11)

informasi tersebut maka dilakukan pengujian perkecambahan polen secara in vitro. Perkecambahan polen pepaya belum banyak dilaporkan, sehingga perlu dilakukan penelitian awal untuk polen pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10.

Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mempelajari viabilitas polen pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9 dan IPB 10.

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) termasuk kedalam famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Menurut Samson (1986) pepaya mengandung 85% air, 10 - 13% gula, 0.6% protein, vitamin A, B1, dan B2. Wisnubroto et al. (1991) menyatakan bahwa pepaya merupakan sumber vitamin C yang baik karena mengandung lebih dari 100 mg vitamin C per 100 g bagian yang dapat dimakan. Menurut Desai dan Wagh (1995) pepaya mengandung asam nikotinat 0.2 mg/100 g buah, pospor (10 mg/100 g buah), kalsium (10 mg/100 g buah) serta karbohidrat 9.5%.

Pepaya merupakan tanaman yang pertumbuhannya cepat dengan ketinggian antara 2 – 10 meter. Tanaman pepaya mempunyai batang yang lurus berbentuk silinder, berdiameter 10 – 30 cm. Batang tanaman pepaya secara umum tidak bercabang, tapi akan bercabang jika terjadi pelukaan, berongga, memiliki lampang (scar) daun yang jelas serta jaringan serat berbunga karang. Semua bagian tanaman mengandung getah putih. Daunnya tersusun spiral melingkari batang, berkelompok dekat dengan ujung batang. Tangkainya mencapai panjang satu meter, berongga, kehijauan atau hijau lembayung. Helai daun bundar, berdiameter 25 – 75 cm, cupingnya bergerigi dalam dan lebar dengan jumlah sekitar 7 – 11 cuping, menjari dalam, tidak berbulu, daun yang tua akan menguning dan gugur meninggalkan bekas pada batangnya (Villegas, 1997).

Bunga Pepaya

Tanaman pepaya dibedakan menjadi tanaman jantan, tanaman betina dan tanaman hermaprodit. Tanaman jantan hanya mempunyai bunga jantan yang kadang-kadang ditemukan buah pada ujung malai. Tanaman betina hanya mempunyai bunga betina. Tanaman hermaprodit pada satu bunga terdapat putik (pistillum), benang sari (stamen) dan bakal buah (Samson, 1986). Bunga akan muncul enam bulan setelah penanaman (Sankat dan Maharaj, 1997).

Menurut Villegas (1997) berdasarkan organ reproduksi, bunga pepaya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu bunga jantan, bunga betina dan bunga

(13)

sempurna (hermaprodit) perbedaannya dapat ditunjukkan pada Gambar 1. Bunga jantan tersusun dalam malai yang panjangnya mencapai 25 – 100 cm, menggantung, dan tidak bertangkai. Daun kelopak berbentuk cawan, berukuran kecil, bergerigi lima. Daun mahkota berbentuk terompet yang panjangnya mencapai 2.5 cm, memiliki lima cuping yang memencar dengan warna kuning cerah, jumlah antera 10 utas dalam lingkaran yang bergiliran dengan cuping daun mahkota. Bunga jantan tidak dapat menghasilkan buah karena tidak mempunyai bakal buah. . Bunga Betina Stigma Bakal Buah Antera Bakal Buah Stigma Antera Bunga Hermaprodit Antera Bunga Jantan

Gambar 1. Bagian-bagian Bunga Pepaya

Bunga betina mempunyai panjang 3.5 – 5 cm, daun kelopaknya berbentuk cawan dengan ukuran 3 – 4 mm, memiliki lima gigi sempit yang berwarna hijau kekuningan. Bentuk bakal buahnya mulai dari bulat hingga lonjong dengan panjang antara 2 - 3 cm dan terdapat banyak bakal biji pada rongga tengah. Bunga betina memiliki kepala putik dengan jumlah lima buah yang menyerupai kipas tidak bertangkai dan bercelah (Villegas, 1997).

(14)

5

Bunga hermaprodit adalah bunga yang mempunyai bakal buah, benang sari dan umumnya memiliki tangkai bunga yang pendek (Ashari, 1995). Menurut Sunarjono (2003) bunga hermaprodit memiliki beberapa tipe yaitu elongata, pentandria, rudimenter dan antara. Tipe hermaprodit elongata mempunyai tangkai putik panjang dan berkembang menjadi buah yang memanjang dengan 10 antera muncul pada bagian dalam mahkota bunga.

Tipe hermaprodit pentandria mempunyai bunga yang mirip dengan bunga betina, tetapi memiliki lima antera. Bunga tipe ini akan menghasilkan buah bertipe buah buni berdaging, bentuknya beragam mulai dari bulat telur atau lonjong, bulat seperti apokad bahkan sampai silinder atau berlekuk (Villegas, 1997).

Tipe bunga rudimenter merupakan bunga jantan yang terdapat pada tanaman hermaprodit yang tidak dapat menghasilkan buah karena tidak memiliki bakal buah dan muncul pada saat musim kemarau (Sunarjono, 2003). Tipe bunga antara memiliki antera antara 2-10, mempunyai bakal buah dan manghasilkan buah yang mengkerut. Menurut Nakasone dan Paull (1998) pada saat temperatur lebih dari 35oC tanaman hermaprodit cenderung untuk membentuk bunga jantan yang fungsional dengan pertumbuhan kurang baik serta komponen bunga betina tidak fungsional.

Polen

Polen berada dalam ruang sari dan ruang sari berada pada antera yang merupakan bagian dari benang sari. Polen merupakan sel yang hidup dan mempunyai inti (nucleus) serta protoplasma yang terbungkus oleh dinding sel. Lapisan dinding sel terdiri dari lapisan dalam (intine) yang tipis serta lunak seperti selaput, dan lapisan luar (exine) yang tebal dan keras untuk melindungi sel polen dari pengaruh lingkungan (Darjanto dan Satifah, 1990).

Umumnya tanaman berbunga memencarkan polen dalam bentuk binukleat (dua inti yaitu generatif dan vegetatif) sebelum pembentukan tabung polen. Sebanyak 30% dari 2000 spesies Angiospermae mengeluarkan polen trinukleat (tiga inti). Famili Caricaceae memiliki tipe polen binukleat sehingga dapat dikecambahkan secara in vitro dan memiliki daya simpan yang tinggi. Polen

(15)

dengan tipe trinukleat tidak dapat dikecambahkan secara in vitro dan daya simpannya rendah (Brewbaker dalam Wahyudin, 1999).

Viabilitas polen merupakan kemampuan untuk hidup yang ditunjukkan oleh pertumbuhan atau gejala metabolisme. Nilai viabilitas dapat dihitung dengan menggunakan tolok ukur berupa daya berkecambah (Ruchjaningsih, 1995) dan kecepatan perkecambahan (Lang dan Parrie dalam Wahyudin 1999).

Pengujian viabilitas polen dapat dilakukan dengan menggunakan empat metode, diantaranya: 1) perkecambahan secara in vitro, 2) pengamatan dengan pewarnaan pada polen, 3) pengujian in vivo melalui pengamatan tabung polen pada jaringan tangkai putik, 4) mengamati produk benih yang dihasilkan dari hasil penyerbukan pada pohon sampel. Metode yang dianggap paling akurat yaitu perkecambahan polensecara in vitro (Galletta, 1983).

Perkecambahan polen akan terjadi bila kondisi lingkungan mendukung. Faktor – faktor yang mempengaruhi perkecambahan polen secara in vitro antara lain : spesies tanaman, waktu pengumpulan polen, musim, metode pengambilan polen, penyimpanan, kerapatan polen, dan kondisi lingkungan perkecambahan seperti suhu, media, dan pH (Kwack dalam Galleta, 1983).

Waktu pengumpulan polen tergantung dari: 1) fase kemasakan ditentukan oleh ukuran, warna dan jumlah antera yang telah pecah pada suatu bunga, 2) jumlah bunga mekar dalam satu periode pembungaan. Antera yang diambil prematur tidak akan menghasilkan polen secara normal atau menghasilkan polen sedikit. Polen yang mempunyai kualitas tinggi diperoleh dari antera bunga jantan yang sudah pecah dan siap untuk melakukan penyerbukan (Galleta, 1983). Pengambilan bunga pepaya untuk perkecambahan polen dilakukan satu hari sebelum antesis karena masih terlindung dari gangguan serangga

Suhu optimum untuk perkecambahan polen spesies buah-buahan sekitar 20 - 30oC (Galleta, 1983). Menurut Darjanto dan Satifah (1990) suhu yang cocok untuk perkecambahan polen secara in vitro sekitar 15 - 35oC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25oC. Pada suhu sekitar 40 - 50oC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, misalnya di bawah 10oC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini polen dehidrasi dan akan mengerut.

(16)

7

Burke et al. (2004) pada penelitian perkecambahan polen durian menunjukkan bahwa suhu optimum sekitar 20 – 37oC. Kelembaban optimal pada saat pengambilan sampel sekitar 50 – 80% dan menghasilkan pertumbuhan tabung polenyang maksimum dibandingkan dengan kelembaban 35% dan 100%.

Polen pepaya mempunyai ukuran sekitar 35 x 30 µm, C. platanifolia (Peru) berukuran sekitar 41 x 33 µm dengan pola yang tidak beraturan, sedangkan

Jacaratia mexicana (Mexico) berukuran sekitar 33 x 26 µm (Erdtman, 1972). Darjanto dan Satifah (1990) mengemukakan bahwa diameter polen apokad (Persea americana Mill.) sekitar 12 – 50 µm dan diameter polen mangga (Mangifera indica L.) sekitar 24 – 30 µm. Wahyudin (1995) menyatakan bahwa diameter polen salak Mawar (18.86 µm), salak Sidempon (19.86 µm) dan salak Sidempuan (19.99 µm). Ruchjaningsih (1995) yang meneliti polen kentang menunjukkan bahwa diameter polen kentang Granola (29.76 µm), Cipanas (34.96 µm) dan Red Pontiac (29.44 µm). Stanley dan Linkens dalam

Ruchjaningsih (1995) mengemukakan bahwa besar kecilnya diameter polen disebabkan oleh karakteristik bunga, suhu, jumlah kromosom, ketersediaan air, dan kandungan nutrisi seperti karbohidrat, asam organik, lemak, dan nutrisi lainnya.

Polen yang mempunyai viabilitas tinggi akan berkecambah dengan normal. Secara umum tabung polen dianggap normal apabila memiliki panjang lebih dari atau sama dengan diameter polen (Galletta, 1983). Hoekstra (1982) menyatakan bahwa pada beberapa spesies tanaman Angiospermae, polen akan berkecambah dalam waktu 20 - 70 menit dengan panjang tabung polen mencapai 200 – 300 µm untuk setiap jamnya. Wahyudin (1999) yang meneliti perkecambahan polen salak menyatakan bahwa tabung polen yang memiliki panjang sekurang-kurangnya dua kali diameter butir polen dikategorikan sebagai kecambah normal. Tabung polen salak varietas Mawar, Sidempon dan Sidempuan setelah diinkubasi selama 24 jam mempunyai panjang masing-masing 926.1 µm, 590.4 µm dan 970.1 µm. Menurut Buyyukkartal (2003) yang melakukan penelitian terhadap perkecambahan

Trifolium pratense L. pada saat satu jam perkecambahan panjang tabung polen sekitar 177.6 µm, saat dua jam perkecambahan 237.6 µm, tiga jam perkecambahan 324 µm dan empat jam perkecambahan mencapai 376.8 µm.

(17)

Menurut Honsho et al. (2007) dalam penelitiannya tentang perkecambahan polen durian, polen dikatakan berkecambah jika panjang tabung polen lebih besar dibandingkan dengan diameternya.

Tabung polen dikatakan abnormal jika tidak memenuhi kriteria diantaranya tidak mencapai sama atau dua kali lipat diameter polen. Buyyukartal (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan tabung polen secara keseluruhan pada perkecambahan polen T. pratense L. secara in vitro terhenti karena beberapa faktor diantaranya adalah pembentukan kalus, pembengkakan, percabangan, dan pecahnya tabung polen. Sriwahyuni (1999) menyatakan bahwa tabung polen salak yang pecah dikategorikan sebagai tabung polen abnormal. Ketidaknormalan tabung polen merupakan penghambat pembuahan.

Biologi Pembuahan

Pembentukan buah dimulai dengan adanya proses penyerbukan yang meliputi pengangkutan polen dari benang sari (stamen) ke putik (pistillum) dan jatuhnya butir-butir polen di atas kepala putik (stigma). Selanjutnya, polen akan berkecambah dan membentuk tabung polen untuk mencapai bakal biji (ovule). Peristiwa bertemunya polen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di dalam bakal buah (ovary) disebut pembuahan (fertilisasi). Proses pembuahan ditunjukkan pada Gambar 2 (Darjanto dan Satifah, 1990).

Kepala putik yang telah masak biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula dan zat yang diperlukan untuk perkecambahan polen. Polen yang normal akan berkecambah dengan terlebih dahulu menyerap air dan zat – zat lain yang terdapat pada media, kemudian polen akan mengembung, sehingga pori pada polen akan pecah dan mengakibatkan polen berkecambah. Butir polen akan membelah secara mitosis menjadi dua buah inti yaitu inti vegetatif (tube nucleus) dan inti generatif (inti sperma). Pada saat mulai berkecambah inti generatif membelah diri menjadi dua inti sperma, sehingga dalam tabung polen terdapat dua buah inti sperma (sperm nuclei) dan satu inti vegetatif. Pertumbuhan tabung polen seluruhnya diatur oleh inti vegetatif, sedangkan kedua inti sperma bertugas untuk melakukan pembuahan di dalam bakal biji. Polenyang berkecambah di atas kepala putik akan tumbuh memanjang

(18)

9

ke bawah dan masuk ke dalam saluran tangkai putik (canalis stylinus) menuju ruang bakal buah (ovarium) sampai ujungnya dapat menyentuh kantung embrio (saccus embryonalis). Dengan demikian, tabung polen harus lebih panjang daripada tangkai putik. Pada umumnya pertumbuhan tabung polen pada saluran tangkai putik berjalan lambat. Untuk mencapai ruang bakal buah biasanya diperlukan waktu antara 5 – 60 jam dan kadang-kadang mencapai lima hari atau lebih (Darjanto dan Satifah, 1990).

Gambar 2. Proses Pembuahan pada Spesies Tanaman Angiospermae; a) Sel Induk Kandung Embrio Berisi Satu Inti, b) Pembelahan 1x Menghasilkan Dua Inti, c) Pembelahan 2x Menghasilkan 4 Inti, d) Tiga Inti Mati dan

Sisa Satu Inti, e) Subuah Inti yang Hidup akan Membelah Diri, f) Pembelahan 1x Menghasilkan 2 Inti, g) Pembelahan 2x

Menghasilkan 4 Inti, h) Pembelahan 3 Inti Menghasilkan 8 Inti, i) Delapan Inti Mengatur Diri menjadi Tiga Kelompok, j) Dua Inti Sperma dari Polen akan Melakukan Pembuahan, k) Peristiwa Pembuahan, l) Pembentukan Embrio (em) dan Endosperm (end), m) Biji yang Memiliki Embrio (em), Endosperm (end) dan Nucellus (nu)

(Darjanto dan Satifah, 1990).

Gagalnya pembuahan disebabkan oleh polendan sel telur yang mandul atau polen tidak cocok bergabung dengan sel telur. Dalam pembuahan, disamping

(19)

polen dan inti sel telur harus sehat dan subur, polen juga harus mempunyai daya tumbuh atau kecepatan tumbuh tabung polen yang tinggi (Darjanto dan Satifah, 1990).

Faktor luar yang dapat menghambat penyerbukan dan pembuahan, diantaranya: 1) tidak adanya perantara untuk melakukan penyerbukan (angin, serangga, air, manusia), 2) hujan lebat yang dapat mengakibatkan butiran polen berlekatan dan menjadi gumpalan yang berat sehingga sulit untuk meninggalkan antera, bahkan akan mengakibatkan polen berkecambah, jika cuaca berubah menjadi panas maka polen tersebut akan mengering dan kehilangan daya tumbuhnya, disamping itu bunga yang basah merupakan sarang penyakit dan akan mudah busuk, 3) polen yang melakukan penyerbukan mempunyai mutu rendah (rusak, mandul) atau kepala putik cacat dan tidak sehat (Darjanto dan Satifah, 1990).

Media Perkecambahan

Media yang banyak digunakan untuk perkecambahan polen adalah media Brewbaker dan Kwack, dengan komposisi 10% sukrosa, 100 ppm H3BO4,

300 ppm Ca(NO3)2 4H2O, 200 ppm MgSO4 7H2O, dan 100 ppm KNO3 pada

pH 7.3, karena dengan pH ini akan menghasilkan perkecambahan yang tinggi (Kwack, 1965 dalam Galletta, 1983). Menurut Burke et al. (2004) pada perkecambahan polen kapas, pH yang baik untuk perkecambahan antara 6 – 8.

Penelitian tentang pengaruh media terhadap daya berkecambah dan panjang tabung polen salak yang dilakukan oleh Wahyudin (1999) dengan komposisi media 5% sukrosa, 100mg/l H3BO4, 300 mg/l Ca(NO3)2.4H2O, 200 mg/l

MgSO4.7H2O, 100 mg/l KNO3 dalam aquades, diperoleh hasil bahwa daya

berkecambah polen salak mencapai 77.7% sedangkan panjang tabung polen salak mencapai 970.1 µm.

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2008, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Polen diperoleh dari Kebun Percobaan PKBT IPB, Tajur.

Bahan dan Alat

Bahan utama untuk penelitian ini adalah polen pepaya yang diambil dari bunga pepaya genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10. Bunga pepaya ditunjukkan pada Gambar 3. Bahan yang digunakan untuk media perkecambahan yaitu 0.01 M H3BO4, 0.05 M Ca(NO3)2 4H2O, 0.02 M MgSO4 7H2O, 0.05 M KNO3, sukrosa dan aquades.

Alat – alat yang digunakan diantaranya timbangan analitik, kertas label, labu takar, cawan petri, gelas obyek, pinset, pipet, gelas piala, gelas ukur, pengaduk, spatula, mikroskop ”Olympus BX41”, tempat penyimpanan cawan petri, perlengkapan fotografi, mikrometer, dan alat tulis.

Berdasarkan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2008) pepaya yang telah dikembangkan IPB dapat dikategorikan ke dalam pepaya kecil, sedang dan besar (Tabel 1 dan Tabel Lampiran 1).

Tabel 1. Pengelompokan Pepaya Berdasarkan Bobot Buah Kategori Pepaya

Kecil < 1 Kg Sedang 1-2 Kg Besar ≥ 2 Kg

Genotipe Bobot (Kg) Genotipe Bobot (Kg) Genotipe Bobot (Kg)

IPB 1 ± 0.63 IPB 5 ± 1.25 IPB 2 ± 2.27

IPB 3 ± 0.53 IPB 9 ± 1.24 IPB 7 ± 2.00

IPB 4 ± 0.56 IPB 10 ± 1.16 IPB 8 ± 2.56

(21)

A)

IPB 1 IPB 3 IPB 4

B)

IPB 10 IPB 9

IPB 5

C)

IPB 2 IPB 7 IPB 8

Gambar 3. Bunga Pepaya; A) Kategori Pepaya Kecil, B) Kategori Pepaya Sedang, C) Kategori Pepaya Besar

Metode Penelitian

Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Bila terdapat perbedaan di antara genotipe yang dievaluasi berdasarkan Uji-F pada taraf nyata 5% maka dilanjutkan dengan uji perbedaan nilai tengah menggunakan Uji Kontras pada taraf nyata 5%. Pengolahan dari analisis data statistik menggunakan Software SAS (Statistical Analysis System) versi 6.12.

Pelaksanaan

Persiapan Bahan

Bunga pepaya diambil pada fase satu hari sebelum antesis. Butiran polen dipisahkan dari antera dengan menggunakan pinset/kawat. Setiap butiran polen yang menempel kemudian diletakkan pada media perkecambahan.

Persiapan Media Perkecambahan

Persiapan media perkecambahan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan media perkecambahan yang digunakan yaitu 5 ml H3BO4, 6.25 ml

(22)

13

Ca(NO3)2 4H2O, 10 ml MgSO4 7H2O, 5 ml KNO3, 5% sukrosa dan aquades. Bahan kimia dengan masing-masing takaran, sukrosa dan aquades dicampur kemudian diukur pHnya. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat. Untuk menjaga kualitas dan kesterilan, media diletakkan di dalam lemari es.

Perkecambahan

Metode perkecambahan polen pepaya mengacu pada metode yang dilakukan oleh Wahyudin (1999) pada penelitian polen salak. Polen pepaya dari sembilan genotipe yang telah disiapkan, dikecambahkan dalam media pada gelas obyek. Setelah pengecambahan selesai, masing-masing gelas obyek dimasukkan ke dalam cawan petri yang bagian bawahnya telah dilapisi kertas tisu yang lembab, kemudian ditutup. Satu gelas obyek merupakan satu unit percobaan. Untuk setiap percobaan perkecambahan polen dilakukan 10 kali ulangan, sehingga diperlukan 90 unit percobaan.

Pengamatan

Pengamatan perkembangan perkecambahan polen dilakukan di

Laboratorium Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor setiap 30 menit selama empat jam menggunakan mikroskop ” Olympus BX41” perlengkapan fotografi. Hal yang diamati yaitu :

1. Diameter Polen

Pengukuran diameter polen dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100X dan hasil yang diperoleh merupakan ukuran sebenarnya. Untuk mendapatkan ukuran yang lebih akurat dan mempermudah dalam pengamatan maka dilakukan kembali pengukuran dengan menggunakan perbesaran 400X.

2. Pertumbuhan Panjang Tabung Polen.

Pertumbuhan panjang tabung polen diukur dengan terlebih dahulu mengukur panjang tabung polen. Pengukuran panjang tabung polen dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer (µm).

(23)

Pengamatan panjang tabung polen dilakukan setiap 30 menit selama empat jam. Rataan panjang tabung polen setiap 30 menitnya dapat diketahui dengan melakukan pengukuran secara acak pada polen yang paling panjang sebanyak 10 sampel polen.

3. Daya Berkecambah (DB).

Perhitungan daya berkecambah mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Ruchjaningsih (1995) pada polen tanaman kentang kultivar Granola dan Red Pontiac, yaitu : % 100 x m t t DB + = Keterangan :

t = polen berkecambah normal.

m = polen yang tidak berkecambah (tidak mampu

membentuk tabung polen) dan polen abnormal.

Daya berkecambah diamati dengan menggunakan metode seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (1999) yaitu dengan menggunakan metode bidang pandang. Semua area gelas obyek diamati dengan menggeser meja preparat ke samping selebar diameter bidang pandang mikroskop dengan bantuan mistar pada pentas mikroskop. Perhitungan dilakukan pada seluruh area gelas obyek. Perhitungan dicatat sesuai dengan kategori perkecambahan polen diantaranya polen berkecambah normal yaitu polen yang memiliki panjang tabung lebih dari diameternya (Galletta, 1983), polen tidak berkecambah (tidak mampu membentuk tabung polen), dan polen yang berkecambah tidak normal (abnormal). Sriwahyuni (1999) pada polen salak dan Buyyukartal (2003) pada polen T. pratense L. menyatakan bahwa polen yang pecah dikategorikan sebagai polen abnormal.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan tipe perkecambahan polen pepaya dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu polen berkecambah normal, polen tidak berkecambah dan polen abnormal. Gambar 4a termasuk kategori polen tidak berkecambah karena tidak mampu membentuk tabung polen, begitu pula dengan Gambar 4c polen tidak terhidrasi dan menyebabkan polen mengkerut sehingga tidak mampu membentuk tabung polen. Gambar 4b merupakan polen kategori normal karena memiliki panjang tabung lebih dari diameternya. Polen yang termasuk ke dalam kategori abnormal diantaranya tabung polen pecah karena terjadi absorbsi yang terlalu cepat (Gambar 4d dan 4e) dan tabung polen menggulung dan pecah di ujung (coiling) (Gambar 4f).

d

a

b

c

f

e

50 µm

Gambar 4. Tipe-tipe Perkecambahan Polen Pepaya; (a) Polen tidak Berkecambah, (b) Polen Berkecambah Normal, (c) Polen yang tidak Terhidrasi, (d dan e) Tabung Polen Pecah karena Absorbsi Terlalu Cepat, (f) Tabung Polen Menggulung (Coiling), (Perbesaran 100X)

(25)

Perbandingan kategori pepaya tidak mempengaruhi panjang tabung polen dan daya berkecambah, tetapi berpengaruh pada diameter polen perbandingan kategori pepaya sedang dan kategori pepaya besar (Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan Kategori Pepaya Berdasarkan Variabel yang Diamati

Kategori Genotipe Diameter Polen (µm) Panjang Tabung Polen (µm) Daya Berkecambah (%) Pepaya Kecil IPB 1 35.00±1.67 1 052.00±120.40 50.68±10.13 IPB 3 35.50±2.58 1 025.00±182.90 62.66±13.86 IPB 4 33.25±0.64 1 015.00±189.40 55.46±12.01 Rata-rata 34.58±1.81 1 030.67± 19.14 56.27± 6.03 Pepaya Sedang IPB 5 35.25±2.93 1 018.00±175.00 65.09± 5.88 IPB 9 35.50±2.29 913.00±101.90 58.95±17.19 IPB 10 36.50±1.75 937.00±153.50 59.97±18.31 Rata-rata 35.75±0.66 956.00± 55.02 61.34± 3.29 Pepaya Besar IPB 2 36.00±2.02 1 004.00±214.40 65.65± 6.81 IPB 7 36.25±1.67 981.50± 88.90 42.56± 8.55 IPB 8 36.00±1.64 1 002.00±114.40 60.37± 8.39 Rata-rata 36.08±0.14 991.75± 12.45 56.19±12.09 Kecil vs Besar tn tn tn Uji Kontras Sedang vs Besar * tn tn Keterangan:

tn : tidak berbeda nyata pada uji kontras taraf 5% * : berbeda nyata pada uji kontras taraf 5% ** : berbeda nyata pada uji kontras taraf 1%

Diameter Polen

Genotipe berpengaruh nyata terhadap diameter polen (Tabel Lampiran 2). Diameter polen kategori sedang (35.75 µm) berbeda nyata dengan diameter polen kategori besar (36.08 µm), sedangkan kategori pepaya kecil (34.58 µm) tidak berbeda nyata dengan kategori pepaya besar. Jika dilihat dari nilai rata-rata genotipe, polen pepaya IPB 4 memiliki diameter 33.25 µm merupakan diameter polen terkecil, sedangkan polen pepaya IPB 10 dengan ukuran diameter 36.50 µm

(26)

17

merupakan diameter polen terbesar dibandingkan dengan sembilan genotipe yang diamati (Tabel 3). Perbandingannya dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7.

Tabel 3. Diameter Polen Pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 9, dan IPB 10

Kategori Pepaya

Kecil Sedang Besar Genotipe Diameter (µm) Genotipe Diameter (µm) Genotipe Diameter (µm) IPB 1 35.00 ± 1.67 IPB 5 35.25 ± 2.93 IPB 2 36.00 ± 2.02 IPB 3 35.50 ± 2.58 IPB 9 35.50 ± 2.29 IPB 7 36.35 ± 1.65 IPB 4 33.25 ± 0.64 IPB 10 36.50 ± 1.75 IPB 8 36.00 ± 1.64

IPB 1 IPB 3 IPB 4

Gambar 5. Buah danDiameter Polen Kategori Pepaya Kecil; (Perbesaran 400X, Skala: 0-2 = 30 µm)

(27)

IPB 5 IPB 9 IPB 10

Gambar 6. Buah danDiameter Polen Kategori Pepaya Sedang; (Perbesaran 400X, Skala: 0-2 = 30 µm) IPB 2 IPB 7 IPB 8

Gambar 7. Buah danDiameter Polen Kategori Pepaya Besar; (Perbesaran 400X, Skala: 0-2 = 30 µm)

(28)

19

Pertumbuhan Panjang Tabung Polen

Genotipe tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang tabung polen (Tabel Lampiran 3). Kategori pepaya tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menentukan panjang tabung polen terpanjang dan terpendek. Pengamatan masing-masing genotipe pada saat 30 menit hingga empat jam perkecambahan menunjukkan peningkatan panjang tabung polen yang hampir sama (Gambar 9). Genotipe dengan pertumbuhan panjang tabung polen paling cepat pada saat 0.5 jam perkecambahan adalah IPB 3 dan IPB 4 dengan panjang 115.0 µm dan 115.5 µm, sedangkan paling lambat IPB 10 dengan panjang 99.5 µm. Genotipe dengan pertumbuhan panjang tabung polen paling cepat pada saat satu jam perkecambahan adalah IPB 8 dengan panjang 292.5 µm, sedangkan paling lambat IPB 10 dengan panjang 167.5 µm. Perbandingan pertumbuhan panjang tabung polen ketiga kategori pada saat 0.5 jam dan satu jam perkecambahan dapat ditunjukkan pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12. Pertumbuhan panjang tabung polen paling cepat pada saat empat jam perkecambahan adalah IPB 1 dan IPB 3 dengan panjang 1 052.0 µm dan 1 025.0 µm, sedangkan paling lambat IPB 9 dan IPB 10 dengan panjang 913.0 µm dan 937.0 µm. Pertumbuhan tabung polen IPB 1 ditunjukkan pada Gambar 8.

a 50 µm c b e d 50 µm Skala: 0-2 = 100 µm

Gambar 8. Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya IPB 1 selama Empat Jam Perkecambahan; a) 0.15 Menit (± 10 µm), b) 0.5 Jam (114 µm), c) 1 Jam (240 µm), d) 1.5 Jam (335 µm), e) 4 Jam (1 052 µm); (Perbesaran 100x)

(29)

Pepaya Kecil 0 200 400 600 800 1000 1200 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Waktu (Jam) P a nj a ng Ta b ung P ole n

IPB 1 IPB 3 IPB 4

m ) Pepaya Sedang 0 200 400 600 800 1000 1200 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Waktu (Jam) P a n ja n g Ta bu n g P o le n

IPB 5 IPB 9 IPB 10

(µm ) Pepaya Besar 0 200 400 600 800 1000 1200 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Waktu (Jam) P a nja n g Ta bu ng P o le n

IPB 2 IPB 7 IPB 8

m

)

Gambar 9. Laju Pertumbuhan Panjang Tabung Polen Pepaya selama Empat Jam Perkecambahan

(30)

21 1 Jam 0.5 Jam IPB 1 IPB 3 IPB 4 50 µm

Gambar 10. Perbandingan Panjang Tabung Polen Kategori Pepaya Kecil (Perbesaran 100x) 0.5 Jam IPB 5 1 Jam IPB 9 50 µm IPB 10

Gambar 11. Perbandingan Panjang Tabung Polen Kategori Pepaya Sedang (Perbesaran 100X)

(31)

Gamb abung

Daya Berkecambah

Daya berkecambah m k ukur untuk mengetahui viabi IPB 2 1 Jam 0.5 Jam IPB 8 IPB 7 50 µm

ar 12. Perbandingan Panjang T Polen Kategori Pepaya Besar; (Perbesaran 100X)

erupakan salah satu tolo

litas polen. Daya berkecambah berdasarkan kategori tanaman untuk setiap 30 menit pengamatan mengalami peningkatan yang beragam (Gambar 13).Genotipe sangat mempengaruhi daya berkecambah (Tabel Lampiran 4). Akan tetapi, setelah dilakukan uji lanjut perbandingan antar kategori pepaya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap daya berkecambah.

(32)

23 Pepaya Kecil 0 10 20 30 40 50 60 70 0.5 1.5 2.5 4 Waktu (Jam) D a ya B er ke cam b ah ( % )

IPB 1 IPB 3 IPB 4

Pepaya Sedang 0 10 20 30 40 50 60 70 0.5 1.5 2.5 4 Waktu (Jam) D ay a B er kecam b ah ( % )

IPB 5 IPB 9 IPB 10

Pepaya Besar 0 10 20 30 40 50 60 70 0.5 1.5 2.5 4 Waktu (Jam ) Day a B er kec am b a h ( % )

IPB 2 IPB 7 IPB 8

Gambar 13. Daya Berkecambah Polen Pepaya selama Empat Jam Perkecambahan

Daya berkecambah polen pepaya IPB 1, IPB 3, dan IPB 4 pada saat 0.5 jam perkecambahan adalah 17.60%, 18.60%, dan 21.57%. Pada saat 1.5 jam perkecambahan polen pepaya IPB 3 mengalami peningkatan yang cukup tinggi menjadi 38.75% jika dibandingkan dengan IPB 1 dan IPB 4 dengan nilai 23.14%

(33)

dan 22.19%. Akhir pengamatan, daya berkecambah IPB 3 menjadi 62.66%, sedangkan polen pepaya IPB 1 50.68% dan IPB 4 55.46%.

Daya berkecambah polen pepaya IPB 5, IPB 9, dan IPB 10 pada awal pengamatan adalah 14.94%, 18.79%, dan 17.91%. Pada saat 2.5 jam perkecambahan diperoleh hasil bahwa daya berkecambah polen pepaya IPB 5, IPB 9 dan IPB 10 mengalami peningkatan yang hampir sama yaitu 36.15%, 36.67%, dan 35.38%. Setelah empat jam pengamatan polen pepaya IPB 5 mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi yaitu 65.09% jika dibandingkan dengan polen pepaya IPB 9 dan IPB 10 dengan nilai 58.95% dan 59.97%.

Daya berkecambah polen pepaya IPB 2, IPB 7, dan IPB 8 pada awal pengamatan adalah 23.31%, 14.17%, dan 19.36%. Polen pepaya IPB 2 merupakan daya berkecambah paling tinggi, sedangkan polen pepaya IPB 7 paling rendah pada awal pengamatan jika dibandingkan dengan berbagai genotipe pada kategori pepaya. Pada akhir pengamatan daya berkecambah untuk polen pepaya IPB 2 adalah 65.65%, sedangkan IPB 7, dan IPB 8 adalah 42.56% dan 60.37%. Polen pepaya IPB 2 mempunyai daya berkecambah paling tinggi (Gambar 14), sedangkan IPB 7 paling rendah jika dibandingkan dengan sembilan genotipe yang diamati. 1.5 jam 0.5 jam 2.5 jam 4 jam 200 µm

Gambar 14. Perkembangan Perkecambahan Polen Pepaya IPB 2 selama Empat Jam Pengamatan; (Perbesaran 100X)

(34)

25

Besarnya ukuran buah tidak terkait dengan mutu polen. Kondisi lingkungan (suhu dan RH) pada saat pengambilan sampel dan perkecambahan sangat berpengaruh terhadap mutu polen. Pengambilan sampel dilakukan pada saat cuaca cerah sekitar pukul 10.00 – 11.00 WIB dengan suhu sekitar 23 – 35oC dan kelembaban sekitar 60 - 80%. Suhu pada saat perkecambahan di laboratorium sekitar 20 – 30ºC. Kondisi pengambilan bunga di lapang, transportasi, media dan lingkungan perkecambahan di laboratorium yang sama tidak menjamin mutu polen sama. Penyebab perbedaan mutu polen tersebut adalah genotipe, karena setiap genotipe mempunyai karakteristik yang tidak sama.

(35)

Kesimpulan

Genotipe dengan pertumbuhan panjang tabung polen paling cepat adalah IPB 1 dengan panjang 1 052 µm yang tergolong kategori pepaya kecil, sedangkan paling lambat adalah IPB 9 dengan panjang 913 µm tergolong kategori pepaya sedang. Genotipe dengan daya berkecambah polen paling tinggi adalah IPB 2 dengan nilai 65.65%, sedangkan paling rendah adalah IPB 7 dengan nilai 42.56%, kedua genotipe tergolong kategori pepaya besar. Perkecambahan polen tidak memiliki hubungan dengan kategori buah.

Saran

Butiran polen yang diletakkan pada media diusahakan agar merata dan tidak berlekatan, sehingga tidak menghambat dalam pengamatan terutama pada saat perkecambahan lebih dari dua jam.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. UI Press. Jakarta. 485 halaman.

Burke, J. J, J. Velten and M. J. Oliver. 2004. In vitro analysis of cotton pollen germination. Agron. J. 96:359-368.

Buyyukkartal, H. N. 2003. In vitro pollen germination and pollen tube characteristics in tetraploid Red Clover (Trifolium pratense L.). Turk. J. Bot. 27:57-61.

Darjanto, dan S. Satifah. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta. 156 halaman.

Desai, U. T and A. N. Wagh. 1995. Papaya, p. 297 – 313. In: D. K. Salunkhe and S. S. Kadam (Eds.). Handbook of Fruit Science and Technology. Production, Composition, Storage and Processing. Marcel Dekker, Inc. New York.

Erdtman, G. 1972. Pollen Morphology and Plant Taxonomy – Angiosperms (An Introduction to Polynology. I). Hafner Publishing Company. New York. 553p.

Galleta, G. J. 1983. Pollen and seed management. p. 23-35. In: J. N. Moore and J. Janick (Eds.) Methods in Fruit Breeding. Purdue Univ. Press. West Lafayette Ind.

Hoekstra, F. A. 1982. Physiological evaluation in angiosperm pollen: possible role of pollen vigour. p. 35-41. In:D. L. Mulcahy and E. Ottaviano (Eds.). Pollen: Biology and Implications for Plant Breeding. Elsevier Biomedical. Amsterdam, New York.

Honsho, C., S. Somsri, T. Tetsumura, K. Yamashita, C. Yapwattanaphun, and K. Yonemori. 2007. Characterization of male reproductive organs in Durian; anther dehiscence and pollen longevity. J. Japan Soc. Hort. Sci. 76 (2): 120-127.

Nakasone, H. Y. and R. E. Paull. 1998. Tropical Fruit. CABI Publishing. New York. 445p.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2008. Genotipe Unggulan Pepaya IPB. http://www.rusnasbuah.or.id. 23 Juli 2008.

Ruchjaningsih. 1995. Sterilisasi dan inkompatibilitas bunga pada kentang kultivar Granola, dan Red Pontiac. Jurnal Hortikultura 5 (2):41-45.

(37)

Samson, A. 1986. Tropical Fruit. Second Edition. Longman Group. New York. 336p.

Sankat, C. K. and R. Maharaj. 1997. Papaya. p. 167-269. In: S. K. Mitra (Ed.). Postharvest Physiology and Storage of Tropical Fruits. CAB International. Wallingford.

Sriwahyuni, E. 1999. Hubungan antara Lama Penyimpanan Serbuk Sari dengan Produksi Buah dan Viabilitas Benih Salak Pondoh. (Salacca zalacca

(Gaertner) Voss var. zalacca). Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 44 halaman.

Sunarjono, H. 2003. Produksi Tanaman Buah-buahan. Sinar Bara. Algensindo. 173 halaman.

Villegas, V. N. 1997. Carica papaya L, p. 125-131. In: E. W. M. Verheij and R. E. Coronel (Eds.). Prosea: Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2, Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Terjemahan dari: Plant Resources of South – East Asia 2 : Edible Fruit and Nuts. Penerjemah: S. Dinimiharja, H. Sutarno, N. W. Utami, D. S. H. Hoesen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wahyudin, D. S. 1999. Daya Simpan Serbuk Sari Salak ( Salacca sp.) pada

Tingkat Kemasakan yang Berbeda. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 51 halaman.

Wisnubroto, Suyanti dan Sjaifullah. 1991. Karakteristik varietas untuk standarisasi mutu buah Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Hortikultura. 1(2): 41- 44.

(38)
(39)

Karakteristik Buah Genotipe Umur Bunga (HST) Warna Kulit Buah Warna Daging Buah Bentuk Tengah Buah Bentuk Pangkal Buah Tekstur Kulit Buah

Bobot Per Buah (Kg/Buah)

PTT (oBrix)

Kekerasan (mm/s) Kategori Pepaya Kecil

IPB 1 121 hijau terang

jingga kemerahan tidak beraturan agak masuk kedalam licin 0.63 12 0.832 IPB 3 130 hijau jingga

kemerahan angular tegak intermediate 0.53 14 0.852

IPB 4 126 kuning

jingga kemerahan

tidak

beraturan tegak licin 0.56 11 0.838

Kategori Pepaya Sedang

IPB 5 135 hijau gelap

jingga

kemerahan angular tegak agak licin 1.25 12 0.842

IPB 9 114 hijau terang

jingga kemerahan angular agak masuk kedalam intermediate 1.24 11 0.823 IPB 10 118 hijau jingga

kemerahan angular tegak agak licin 1.16 10-11 0.819

Kategori Pepaya Besar

IPB 2 139 hijau terang

jingga

kemerahan angular tegak intermediate 2.27 11 0.817

IPB 7 - hijau

jingga

kemerahan angular tegak intermediate 2.00 - -

IPB 8 141 hijau

jingga

kemerahan angular tegak intermediate 2.56 11 0.847

Sumber: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2008) 30

(40)

31

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Diameter Polen

SK Db KT Hitung Pr > F KK Genotipe 8 9.2881 0.0346* 5.7511 Ulangan 9 4.1358 0.4530tn Galat 72 4.1618 T. Terkoreksi 89 Keterangan : SK : Sumber Keragaman Db : Derajat Bebas KT : Kuadrat Tengah KK : Koefisien Keragaman

tn : Tidak Berbeda Nyata pada Uji F (α=5%) ** : Berbeda Nyata pada Uji F (α=1%) * : Berbeda Nyata pada Uji F (α=5%)

Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Pertumbuhan Panjang Tabung Polen

SK Db KT Pr > F Hitung KK Genotipe 8 19340.0000 0.5629tn 15.1786 Ulangan 9 33285.9567 0.1789tn Galat 72 22771.0956 T. Terkoreksi 89 Keterangan : SK : Sumber Keragaman Db : Derajat Bebas KT : Kuadrat Tengah KK : Koefisien Keragaman

tn : Tidak Berbeda Nyata pada Uji F (α=5%) ** : Berbeda Nyata pada Uji F (α=1%) * : Berbeda Nyata pada Uji F (α=5%)

(41)

Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Daya Berkecambah SK Db KT Pr > F Hitung KK Genotipe 8 549.2557 0.0008** 20.5954 Ulangan 9 427.8848 0.0042** Galat 72 142.3632 T. Terkoreksi 89 Keterangan : SK : Sumber Keragaman Db : Derajat Bebas KT : Kuadrat Tengah KK : Koefisien Keragaman

tn : Tidak Berbeda Nyata pada Uji F (α=5%) ** : Berbeda Nyata pada Uji F (α=1%) * : Berbeda Nyata pada Uji F (α=5%)

Gambar

Gambar 1. Bagian-bagian Bunga Pepaya
Gambar 2. Proses Pembuahan pada Spesies Tanaman Angiospermae; a) Sel Induk  Kandung Embrio Berisi Satu Inti, b) Pembelahan 1x Menghasilkan  Dua Inti, c) Pembelahan 2x Menghasilkan 4 Inti, d) Tiga Inti Mati dan
Tabel 1. Pengelompokan Pepaya Berdasarkan Bobot Buah   Kategori Pepaya
Gambar 3. Bunga Pepaya; A) Kategori Pepaya Kecil, B) Kategori Pepaya Sedang,  C) Kategori Pepaya Besar
+7

Referensi

Dokumen terkait