• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Daya Berkecambah dan Kompatibilitas Polen Beberapa Genotipe Pepaya secara In Vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Daya Berkecambah dan Kompatibilitas Polen Beberapa Genotipe Pepaya secara In Vitro."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SECARA

IN VITRO

ARI SULISTIYANI RAHAYU

A24070070

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ARI SULISTIYANI RAHAYU. Pengujian Daya Berkecambah dan Kompatibilitas Polen Beberapa Genotipe Pepaya secara In Vitro. (Dibimbing

oleh KETTY SUKETI dan WINARSO D. WIDODO).

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang penting di Indonesia. Buah pepaya kaya karbohidrat, karoten, riboflavin, dan vitamin C. Percobaan ini merupakan tahap awal untuk menguji daya berkecambah polen dan untuk mempelajari kompatibilitas polen pada stigma beberapa genotipe pepaya IPB 3, IPB 4, IPB 6, dan IPB 9 secara in vitro. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui viabilitas polen pepaya terbaik.

Polen dan stigma diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Tajur. Polen dikecambahkan pada media Brewbaker dan Kwack yang mengandung 0.01 M H3BO4, 0.05 M Ca(NO3)·4 H2O, 0.02 M MgSO4·7H2O, 0.05 M KNO3, 5% sukrosa, dan aquades (pH 7.3). Pengamatan dalam percobaan ini terdiri dari pengamatan diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, pertumbuhan tabung polen pepaya, dan kompatibilitas polen pada stigma. Pengamatan dilakukan di Laboratorium Micro

Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

(3)

SECARA

IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ARI SULISTIYANI RAHAYU

A24070070

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

GENOTIPE PEPAYA SECARA

IN VITRO

Nama

:

ARI SULISTIYANI RAHAYU

NIM

:

A24070070

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS NIP 19610913 198601 2 001 NIP 19620831 198703 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus : ...

(5)

Penulis dilahirkan di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 5 Mei 1989. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Siswono dan Ibu Suwartini.

Tahun 2001 penulis lulus dari SDN 1 Sumberejo, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan sekolah di SLTPN 1 Maospati. Selanjutnya penulis lulus SMUN 1 Maospati pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui USMI sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(6)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul

“Pengujian Daya Berkecambah dan Kompatibilitas Polen Beberapa Genotipe

Pepaya secara In Vitro” yang bertujuan untuk menguji daya berkecambah dan kompatibilitas polen dengan stigma pepaya beberapa genotipe secara in vitro.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. dan Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS sebagai

pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

3. Bapak, Ibu, dan Kakak beserta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala aktivitas penulis.

4. Teman-teman AGH 44 yang telah memberikan motivasi, masukan, dan bantuan.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan.

(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Pepaya ... 3

Pembungaan, Penyerbukan dan Pembuahan ... 4

Polen dan Stigma Pepaya ... 6

Media Perkecambahan Polen Pepaya ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode Percobaan ... 10

Analisis Data ... 11

Pelaksanaan Percobaan ... 11

Pengamatan ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Diameter Polen Pepaya ... 14

Daya Berkecambah Polen Pepaya ... 15

Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya ... 17

Kompatibilitas ... 20

Korelasi antar Peubah ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(8)

Nomor Halaman 1.

Hasil sidik ragam pada empat peubah yang diamati ... ..14

2. Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6,

IPB 9... .. . ... ………...18

3. Tingkat kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6,

IPB 9 pada stigma genotipe IPB 6 dan IPB 9... 20

4. Analisis korelasi antar peubah …... 21

(9)

Nomor Halaman 1. Bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 ... 4

2. Pohon dan diameter polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6

dan IPB 9...15 3. Polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 setelah empat jam perkecambahan...16 4. Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3 pada empat jam

(10)

Nomor Halaman 1. Sidik ragam diameter polen pepaya ... 27 2. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya ... 27 3. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada satu jam pengamatan ... 27

4. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada

dua jam pengamatan...28 5. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada tiga jam pengamatan...28

6. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada empat jam pengamatan...28

7. Sidik ragam kompatibilitas polen pada stigma ... 28 8. Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB 6....………….. ………...…...……29

9. Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB 9 ... 30

10. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya dan diameter polen

pepaya ... 31 11. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya dan pertumbuhan

tabung polen pepaya…... ...31

12. Sidik ragam diameter polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah-buahan tropika beriklim basah yang penting di Indonesia. Buah pepaya kaya akan karbohidrat, karoten, riboflavin dan vitamin C. Buah muda, daun dan bunga pepaya dapat digunakan sebagai sayuran. Banyaknya manfaat yang dapat diberikan, maka pepaya merupakan salah satu buah yang diminati penduduk Indonesia (Sujiprihati dan Suketi, 2009).

Produksi buah pepaya di Indonesia setiap tahunnya belum mencapai hasil yang optimal. Dari data Badan Pusat Statistik diketahui bahwa produksi buah pepaya pada tahun 2008 sebesar 958,251 ton, pada tahun 2009 sebesar 772,844 ton, pada tahun 2010 sebesar 675,801 ton dan pada tahun 2011 sebesar 958,251 ton. Rendahnya produksi pepaya ini disebabkan oleh produktivitas yang rendah karena masih kurangnya varietas pepaya yang unggul.

Perbanyakan tanaman pepaya dapat dilakukan dengan cara perbanyakan generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman pepaya biasanya lebih sering dilakukan melalui perbanyakan generatif dengan benih. Pembentukan biji diawali dengan penyerbukan. Menurut Jamsari (2008) penyerbukan diawali dengan jatuhnya polen pada permukaan stigma, sedangkan Malik (1979) menyatakan bahwa polen merupakan pembawa materi genetik jantan kepada gametofit betina ketika terjadi fertilisasi. Fertilisasi sendiri dapat terjadi apabila viabilitas polen tinggi. Viabilitas awal polen dan masa reseptif stigma menentukan efisiensi fertilisasi yang terjadi. Menurut Marufah (2009) kompatibilitas antara polen dan stigma juga menentukan efisiensi fertilisasi tersebut, karena apabila polen tidak kompatibel dengan stigma, maka fertilisasi tidak akan terjadi. Kompatibilitas adalah bentuk kesuburan yang disebabkan oleh adanya kemampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih. sehingga penyerbukan

yang terjadi dapat berlanjut kepada proses fertilisasi. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi fertilisasi setelah penyerbukan.

(12)

mempengaruhi benih yang dihasilkan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto dan Supanjani (2009) dalam penelitiannya pada bunga matahari, pengamatan kompatibilitas dibutuhkan untuk mengetahui jenis inkompatibilitas pada bunga matahari. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suketi et al.

(2011) tentang viabilitas polen dan pertumbuhan tabung polen, dari hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 4, IPB 3, IPB 9 dan IPB 10 setelah 30 menit perkecambahan yaitu 115.5 µm, 115.0 µm, 104.5 µm dan 99.5 µm.

Untuk mengetahui daya berkecambah dan kompatibilitas polen pepaya lebih lanjut, dilakukan uji daya berkecambah dan kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Pengujian daya berkecambah dan kompatibilitas polen pepaya dilakukan untuk mengetahui viabilitas dari polen pepaya tersebut sehingga dapat diketahui genotipe pepaya mana yang lebih unggul. Metode pengujian polen dan stigma dilakukan dengan cara mengecambahkan polen dan melihat arah perkecambahan tabung polen terhadap stigma secara in vitro.

Tujuan

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Pepaya

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropika yang berasal dari Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui dapat tumbuh di daerah-daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan. Hampir semua bagian pohon dapat dimanfaatkan. Buah pepaya lebih banyak dimanfaatkan karena mudah didapat dan lezat. Pepaya merupakan tanaman berumah satu sekaligus berumah dua dengan tiga jenis pohon, yaitu: pohon jantan, betina dan hermafrodit (Villegas, 1992).

Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledone, ordo Caricales, famili Caricaceae, genus Carica dan spesies Carica papaya L. (Kalie, 1999). Buah pepaya termasuk dalam golongan buah sejati tunggal. Buah ini dapat berisi satu biji atau lebih, dapat pula tersusun dari satu atau banyak buah. Pepaya juga termasuk buah buni. Buah buni adalah buah yang dagingnya mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar yang tipis seperti kulit, dan lapisan dalam yang tebal, lunak, dan berair. Biji-biji banyak terdapat dalam bagian yang lunak itu. Pepaya termasuk buah buni yang berdinding tebal dan dapat dimakan (Sujiprihati dan Suketi, 2009).

Buah pepaya mengandung berbagai jenis enzim, vitamin dan mineral. Buah pepaya kaya pula dengan vitamin B kompleks dan vitamin E. Selain itu buah pepaya juga mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Kadar protein dalam buah pepaya tidak terlalu tinggi. Pepaya juga dapat mempercepat pencernaan karbohidrat dan lemak. Selain itu pepaya memiliki sifat antiseptik dan membantu mencegah perkembangbiakan bakteri yang merugikan di dalam usus (Villegas, 1992).

(14)

Pembungaan, Penyerbukan, dan Pembuahan

Pepaya merupakan spesies polygamous dengan tiga macam bunga: jantan, hermafrodit dan betina (Sobir et al., 2008). Bunga jantan terdiri dari lima helai mahkota dan berukuran kecil. Stamen berjumlah 10 yang tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada leher bunga. Bunga ini tidak akan berubah menjadi buah karena tidak mempunyai bakal buah. Bunga betina memiliki bakal buah, terdiri dari lima helai mahkota. Bunga hermafrodit memiliki polen, stigma dan bakal buah (Rosa, 2004). Pohon betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga (Suketi, 2011). Bunga pepaya hermafrodit dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9

Bunga merupakan alat reproduksi yang menghasilkan buah dan biji. Proses pembungaan terdiri atas beberapa tahap penting yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji (Ashari, 1998).

IPB 3 IPB 4

(15)

Penyerbukan diawali dengan adanya penempelan polen pada permukaan stigma. Pada penyerbukan awal, ketika polen menempel pada stigma dan sesuai (kompatibel), polen tersebut akan berkecambah dan membentuk tabung polen yang kemudian menembus kantung embrio melalui mikropil dan melepaskan isinya ke dalam kantung embrio. Peristiwa pelepasan isi polen ke dalam kantung embrio inilah yang disebut fertilisasi. Polen yang tidak subur dan stigma yang tidak normal menyebabkan permasalahan dalam proses penyerbukan dan fertilisasi (Ashari, 2004). Pada proses penyerbukan, apabila bunga dalam suatu tanaman memiliki polen yang tidak subur maka bunga tersebut memerlukan polen lain yang subur.

Pembentukan tabung polen adalah suatu proses penting dalam fertilisasi. Hal ini menunjukkan potensial perkecambahan dari polen dan merupakan salah satu fase perkembangan yang mempengaruhi pembentukan buah dan biji, selain itu, keefektifan penyerbukan dan fertilisasi akan mempengaruhi buah dan biji. Viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi fertilisasi karena fertilisasi tidak terjadi. Proses fertilisasi pada tumbuhan biji diantaranya setelah penyerbukan, stigma menghasilkan cairan gula untuk perkecambahan polen yang melekat. Pertama dinding polen mengembang, kemudian dinding luar polen pecah, sedangkan dinding sebelah dalam melengkung ke dalam menembus kepala putik, kemudian membentuk tabung polen. Tabung ini menghubungkan polen dengan bakal biji. Tabung polen menuju ke inti sel telur di dalam bakal biji melalui celah kecil yang disebut mikropil (Darjanto dan Satifah, 1990).

Tumbuhan bunga yang mempunyai bunga dengan stigma dan anter yang menghasilkan ovul maupun polen yang fertil dan viabel tidak selamanya dapat melakukan penyerbukan sendiri, hal ini disebabkan oleh inkompatibilitas seksual pada tanaman tersebut sehingga polennya tidak dapat membuahi ovul (Ashari, 2004).

(16)

protein, zat-zat hara, zat tumbuh dan sebagainya harus diangkut ke dalam buah dari bagian-bagian tanaman lain. Oleh karenanya selama perkembangan buah, pertumbuhan vegetatif tanaman sangat terhambat dan cadangan makanan di bagian tanaman seperti batang dan akar berada dalam keadaan minim (Bewleg, 1997).

Menurut Sriwahyuni (1999) kegagalan penyerbukan dapat disebabkan karena tidak adanya polen yang sesuai atau ketiadaan serangga penyerbuk yang tepat. Inkompatibilitas dapat berupa tidak melekatnya polen pada stigma, polen tidak berkecambah, atau terjadinya pembesaran pada ujung tabung polen yang disertai dengan pecahnya tabung tersebut. Beberapa bentuk inkompatibilitas ini akan menghambat fertilisasi.

Inkompatibilitas adalah bentuk ketidaksesuaian yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi. Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung polen dalam: (a) menembus stigma, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai stigma namun tidak mampu mencapai ovul karena pertumbuhan yang terlalu lambat (Suwarno, 2008). Menurut Haryanti (2004) diketahui bahwa tingkat inkompatibilitas dari suatu kombinasi persilangan dapat diketahui berdasarkan pada klasifikasi kompatibilitas persilangan, yaitu: (a) Kompatibel, jika hasil persilangan menghasilkan buah diatas 20%, (b) Kompatibilitas sebagian, jika hasil persilangan menghasilkan buah diantara 10-20%, (c) Inkompatibel penuh, jika hasil persilangan menghasilkan buah di bawah 10%.

Menurut Poespodarsono (1986) kompatibilitas adalah bentuk kesuburan yang merupakan kemampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi fertilisasi setelah penyerbukan.

Polen dan Stigma Pepaya

(17)

(umumnya bulat), ukuran, dan permukaannya yang licin merupakan tanda-tanda khas yang menunjukkan suatu spesies. Butir-butir polen tersebut mempunyai suatu lapisan keras yang menjaga sel-sel sperma (Pleasants et al., 2001).

Polen pada tanaman angiospermae terdiri dari sel-sel dengan tiga nukleus yang masing-masing dinamakan inti vegetatif satu, inti generatif satu dan inti generatif dua. Inti generatif berasal dari pembelahan mitosis kedua setelah pertumbuhan tabung polen terjadi (Hoekstra dan Bruinsma, 1975).

Perkecambahan polen dipandu oleh adanya sinyal yang diperkirakan berasal dari ovulum itu sendiri. Stigma menghasilkan suatu eksudat untuk perkecambahan polen tersebut. Keberhasilan tabung polen dalam menembus stigma merupakan salah satu proses penting yang mempengaruhi pembentukan buah dan biji (Matthews dan Bramlett, 1983).

Menurut Parton et al. (1998) polen dikategorikan viabel apabila berkecambah menjadi paling sedikit satu kali panjang diameternya, sedangkan polen yang tidak memenuhi kriteria tersebut dianggap tidak viabel. Selain itu, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Priadi dan Rijadi (2002) pada polen

Erythrina sp. yang berbentuk bulat dan viabel, terdapat matriks yang berwarna

gelap, sedangkan polen yang tidak viabel terdapat matriks yang berwarna terang di dalamnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) informasi tentang viabilitas polen pepaya sangat diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pembentukan buah. Di samping itu, menurut Widiastuti dan Palupi (2008), viabilitas polen juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur, serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas tinggi, sedangkan menurut Sriwahyuni (1999), viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah sehingga fertilisasi tidak terjadi.

(18)

suhu 24ºC dalam dua kondisi RH. Pada RH 75% dengan kelembaban kurang lebih 15%, polen Papaver dan Narcissus akan kehilangan viabilitasnya dalam beberapa hari, sedangkan RH 40% dengan kelembaban kurang lebih 7-8% viabilitas polen akan bertahan lebih lama.

Menurut Sriwahyuni (1999) dalam penelitiannya pada salak pondoh, daya simpan polen meningkat seiring dengan turunnya tingkat kelembaban ruangan. Menurut Widiastuti dan Palupi (2008), modifikasi suhu dan kelembaban relatif (RH) dapat menjaga agar kelembaban ruangan tetap rendah, sehingga viabilitas polen dapat dipertahankan lebih lama.

Pengujian viabilitas polen bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang viabilitas polen tersebut. Pengujian viabilitas polen dapat dilakukan secara in vitro

dan in vivo. Pengujian kompatibilitas secara in vitro dilakukan dengan

mengecambahkan polen dalam media yang telah disiapkan dan mengamati pertumbuhan tabung polen tersebut, sedangkan pengujian polen secara in vivo, viabilitas polen diuji dengan menyerbukkannya kepada bunga betina di lapangan kemudian mengamati pembentukan buah dan biji yang terjadi, tetapi metode ini sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca (Kovack dalam Sriwahyuni, 1999).

Dalam pengujian viabilitas polen tersebut, dianjurkan polen diambil sebelum antesis, karena menurut Kriswiyanti et al. (2008) pada penelitian pola reproduksi pada salak bali, dikemukakan bahwa viabilitas polen pada anter bunga jantan maupun hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibanding viabilitas pada bunga sesudah antesis. Hal ini mungkin disebabkan polen memang sudah masak namun anter belum pecah. Menurut Nasution (2009) antesis merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga. Biasanya antesis terjadi bersamaan dengan matangnya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi antesis, atau bahkan jauh setelah terjadi antesis.

(19)

jatuh tidak merata pada stigma. Stigma yang reseptif akan mengeluarkan hormon tertentu dan senyawa-senyawa gula tertentu yang dapat menginduksi perkecambahan polen menjadi tabung polen. Menurut Sriwahyuni (1999) dalam penelitiannya pada salak pondoh, masa reseptif stigma dicapai pada satu hari setelah antesis. Musim sangat mempengaruhi periode stigma reseptif. Pada musim hujan stigma reseptif selama dua hari sedangkan pada musim kemarau hanya satu hari.

Media Perkecambahan Polen Pepaya

Media Brewbaker dan Kwack sering digunakan dalam perkecambahan polen secara in vitro. Media tersebut terdiri dari 720 ppm Ca(NO3)2·4H2O, 200 ppm MgSO4·7H2O, 200 ppm KNO3, 20 ppm H3BO3 dan ditambah dengan 10% sukrosa (Brewbaker dan Kwack, 1963).

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Februari 2012 di Laboratorium Micro Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Polen dan stigma diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Tajur yang terletak pada elevasi 250 m dpl.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah polen pepaya dari empat genotipe. Semua polen diperoleh dari bunga hermafrodit pada pohon hermafrodit, sedangkan stigma diperoleh dari bunga betina pada pohon betina. Sampel polen diambil pada sore hari dengan keadaan bunga sebelum antesis. Pengambilan bunga sebelum antesis karena viabilitas polen pada anter bunga jantan maupun hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibanding viabilitas pada bunga sebelum antesis. Hal ini mungkin disebabkan polen memang sudah masak namun anter belum pecah. Polen diambil dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 yang semuanya merupakan pohon hermafrodit, stigma diambil dari genotipe IPB 6 dan IPB 9 pada pohon betina. Media perkecambahan polen menggunakan media yang terdiri dari 0.01 M H3BO4, 0.05 M Ca(NO3)·4 H2O, 0.02 M MgSO4·7H2O, 0.05 M KNO3, 5% sukrosa dan aquades, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) yang merupakan modifikasi dari Brewbaker dan Kwack (1963).

Alat –alat yang digunakan antara lain kertas label, labu takar, cawan petri, gelas obyek, pinset, pipet, gelas piala, gelas ukur, pengaduk, spatula, mikroskop

“Olympus BX 51 SP” dan “Olympus 41/51”, tempat penyimpanan cawan petri,

perlengkapan fotografi, mikrometer dan alat tulis.

Metode Percobaan

(21)

IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Faktor kedua adalah genotipe stigma dua genotipe yaitu IPB 6 dan IPB 9.

Setiap perlakuan diberikan dengan 10 ulangan, sehingga terdapat 120 satuan percobaan karena sampel untuk pengamatan diameter, daya berkecambah dan pertumbuhan tabung polen berbeda dengan sampel untuk pengamatan kompatibilitas polen. Model rancangan yang digunakan adalah:

Yijk = μ + Li + Pj + (LP)ij + Uk + εijk Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan genotipe polen ke-i, genotipe stigma ke-j dan kelompok ke-k

μ = Nilai tengah umum

Li = Pengaruh genotipe polen ke-i,i=1,2,3,4 Pj = Pengaruh genotipe stigma ke-j, j=1,2

(LP)ij = Pengaruh interaksi genotipe polen ke-i dengan genotipe stigma ke-j Uk = kelompok ke-k, k=1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

εijk = Pengaruh galat pecobaan genotipe polen ke-i, genotipe ke-j, kelompok ke-k

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan Anova (uji F) yang dilanjutkan dengan uji beda nilai tengah dengan DMRT 5% selanjutnya juga dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antar karakter yang diamati diantaranya diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, pertumbuhan tabung polen pepaya, dan kompatibilitas. Analisis nilai korelasi dilakukan dengan menggunakan Software SAS 9.1.3 pada taraf 5%.

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, persiapan media perkecambahan, perkecambahan polen, dan pengamatan.

Persiapan Bahan

(22)

stigma yang telah dipisahkan kemudian diletakkan pada media perkecambahan dengan posisi polen mengelilingi stigma.

Persiapan Media Perkecambahan

Bahan media yang digunakan yaitu 5 ml H3BO4, 6.25 mlCa(NO3) 4H2O, 10 ml MgSO4 7H2O, 5 ml KNO3, 5% sukrosa dan aquades. Semua bahan media dicampur dengan masing-masing takaran kemudian diukur pH-nya sebesar 7.3 agar perkecambahan yang dihasilkan tinggi. Setelah semua larutan dicampur kemudian dimasukkan ke dalam botol, ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam lemari es untuk menjaga kualitas dan kesterilan.

Perkecambahan Polen Pepaya

Polen dikecambahkan dalam media pada gelas obyek selama empat jam. Saat pengecambahan selesai, masing-masing gelas obyek dimasukkan ke dalam cawan petri yang bagian bawahnya telah dilapisi kertas tisu yang lembab, kemudian ditutup. Pada setiap percobaan dilakukan sepuluh kali ulangan sehingga terdapat 40 unit percobaan untuk pengamatan diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya, dan 80 unit percobaan untuk pengamatan kompatibilitas polen pepaya.

Pengamatan Pengamatan Diameter Polen Pepaya

Pengukuran diameter polen pepaya dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100X-400X dengan menggunakan mikroskop ”Olympus BX 51” pada dua jam setelah dikecambahkan.

Pengamatan Daya Berkecambah Polen Pepaya

(23)

Perhitungan dilakukan pada seluruh area gelas obyek dengan menggeser meja preparat ke samping selebar diameter bidang pandang mikroskop.

Pengamatan Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya

Pertumbuhan panjang tabung polen pepaya diukur terlebih dahulu panjang tabung polennya dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer (Olympus BX 51). Panjang tabung polen diamati setiap satu jam selama empat jam.

Pengamatan Kompatibilitas

Kompatibilitas polen pepaya terhadap stigma diamati dengan melihat arah pertumbuhan tabung polen. Arah pertumbuhan tabung polen pepaya yang mendekati stigma menunjukkan bahwa polen dan stigma pepaya tersebut kompatibel, sedangkan arah pertumbuhan tabung polen pepaya yang menjauhi stigma menunjukkan bahwa polen dan stigma pepaya inkompatibel, kemudian dihitung persentasenya.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, panjang tabung polen pepaya dan kompatibilitas.

Hasil analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 1. Analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh genotipe pada diameter polen, panjang tabung polen, daya berkecambah, dan kompatibilitas.

Tabel 1. Hasil sidik ragam pada empat peubah yang diamati

No Peubah F-Hitung Peluang KK

1. Diameter polen 6.71** 0.001 7.55

2. Daya berkecambah 26.15** <.0001 41.62 3. Panjang tabung polen 63.01** <.0001 28.87 4. Kompatibilitas 9.66** 0.0002 69.27

Keterangan : **berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%

Diameter Polen Pepaya

(25)

Gambar 2. Pohon dan diameter polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9

Daya Berkecambah Polen Pepaya

Genotipe IPB 3 memiliki tingkat persentase daya berkecambah 24.4%, paling tinggi diantara nilai persentase genotipe lain. Genotipe IPB 6 memiliki

IPB 3

IPB 4

IPB 6

IPB 9

28.97 µm

24.88 µm

27.14 µm

(26)

tingkat persentase daya berkecambah paling rendah (6.7%). Daya berkecambah polen pepaya genotipe IPB 3 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan polen pepaya genotipe IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Analisis sidik ragam untuk daya berkecambah polen pepaya disajikan pada Lampiran 2.

Perbandingan perkecambahan polen pepaya antara genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 setelah empat jam perkecambahan

Daya berkecambah polen pepaya diamati untuk melihat viabilitas polen tersebut. Daya berkecambah polen pepaya antar genotipe tidak menunjukkan tingkat perkecambahan yang tinggi. Menurut Parton et al. (1998) daya berkecambah polen pepaya pada masing-masing genotipe menunjukkan tingkat persentase yang berbeda. Pada percobaan ini daya berkecambah dihitung persentasenya dari polen yang berkecambah normal dan polen abnormal. Tabung polen yang abnormal diantaranya tabung polen yang pecah karena terjadi absorbsi yang terlalu cepat dan tabung polen yang menggulung dan pecah.

Viabilitas polen merupakan parameter penting karena polen harus hidup dan mampu berkecambah setelah penyerbukan agar terjadi pembuahan (Widiastuti dan Palupi, 2008). Anter yang diambil prematur tidak akan

IPB 3 IPB 4

IPB 6 IPB 9

24.4% 6.29%

(27)

menghasilkan polen secara normal atau menghasilkan polen yang sedikit. Pengambilan bunga pepaya seharusnya dilakukan satu hari sebelum antesis karena masih terlindung dari gangguan serangga, tetapi karena keterbatasan waktu maka sampel diambil pada sore hari kemudian bunga dimekarkan pada esok harinya. Menurut Galleta (1983) faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan polen secara in vitro antara lain musim, metode pengambilan polen, penyimpanan dan kerapatan polen.

Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persentase daya berkecambah suatu polen salah satu diantaranya adalah genotipe polen tersebut. Viabilitas polen pada anter bunga jantan atau hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibandingkan viabilitas anter sesudah antesis. Pengambilan sampel polen pada saat sebelum antesis akan memungkinkan persentase daya berkecambah polen tinggi. Selain itu kondisi ruang pengecambahan juga menjadi faktor lain.

Suhu pada Laboratorium Micro Technique sebesar 28°C. Besar kemungkinan daya berkecambah polen yang rendah pada percobaan ini juga disebabkan oleh suhu laboratorium. Menurut Galleta (1983) suhu optimum untuk perkecambahan polen pepaya sekitar 20-30 ºC. Darjanto dan Satifah (1990) menyatakan bahwa suhu yang cocok untuk perkecambahan polen secara in vitro

sekitar 15-35 ºC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25ºC. Pada suhu sekitar 40-50 ºC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, misalnya dibawah 10ºC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini polen akan dehidrasi dan akan mengerut.

Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya

Rata-rata pertumbuhan tabung polen pepaya Genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 selama empat jam disajikan pada Tabel 2 dan analisis sidik ragam disajikan pada lampiran 3, 4, 5 dan 6. Secara umum tabung polen dianggap normal apabila memiliki panjang lebih dari atau sama dengan diameter polen (Galleta, 1983).

(28)

perkecambahan 473.42 µm, dan pada empat jam perkecambahan 668.20 µm. Hoekstra (1982) menyatakan bahwa pada beberapa spesies tanaman Angiospermae, polen akan berkecambah dalam waktu 20-70 menit dengan panjang tabung mencapai 200-300 µm untuk setiap jamnya.

Tabel 2. Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6,

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

Genotipe IPB 4 pada satu jam pengamatan mempunyai panjang tabung polen 55.54 µm, pada dua jam perkecambahan 189.11 µm, pada tiga jam perkecambahan 420.84 µm dan pada empat jam perkecambahan 424.56 µm. Genotipe IPB 6 pada satu jam perkecambahan mempunyai panjang tabung polen 60.08 µm, pada dua jam perkecambahan 204.47 µm, pada tiga jam karakter panjang tabung polen selama empat jam menunjukkan bahwa genotipe IPB 3 mempunyai laju pertumbuhan tabung polen yang paling cepat dan genotipe IPB 9 mempunyai laju pertumbuhan tabung polen yang paling lambat.

Tabung polen dikatakan abnormal jika tidak memenuhi kriteria diantaranya tidak mencapai sama atau dua kali lipat diameter polen. Buyyukartal (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan tabung polen bunga pepaya secara in

vitro terhenti karena beberapa faktor diantaranya pembesaran tabung polen,

(29)

0

Grafik pertumbuhan tabung polen pepaya disajikan pada Gambar 5. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa mulai dari satu jam pengamatan genotipe IPB 3 mengalami peningkatan panjang tabung polen yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lain, sedangkan genotipe IPB 9 mengalami peningkatan panjang tabung polen paling rendah.

Gambar 5. Grafik laju pertumbuhan tabung polen pepaya

(30)

ke kantung embrio. Apabila tabung polen tidak tumbuh maka polen tersebut tidak akan mampu melepaskan isinya ke kantung embrio sehingga fertilisasi tidak akan terjadi. Menurut Wahyuningsih et al. (2009) polen akan berkecambah membentuk tabung polen. Dengan terhambatnya pembentukan tabung polen maka fertilisasi tidak akan terjadi karena polen tidak bisa sampai ke bakal buah.

Tabung polen tidak dapat tumbuh disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah tidak terhidrasinya polen sehingga polen mengkerut dan tabung polen tidak tumbuh, atau terlalu cepatnya absorbsi sehingga pecah sebelum tabung polen mencapai panjang yang maksimal (Parton et al., 1998).

Kompatibilitas

Pengamatan kompatibilitas dilakukan dengan menghitung persentase polen yang kompatibel dengan stigma. Rata-rata persentase kompatibilitas polen disajikan pada Tabel 3.

(31)

pada stigma disajikan pada Lampiran 7. Gambar kompatibilitas polen pada stigma genotipe IPB 6 disajikan dalam Lampiran 8 dan gambar kompatibilitas polen pada stigma genotipe IPB 9 disajikan pada Lampiran 9.

Menurut Suprapto dan Supanjani (2009) dalam penelitiannya pada bunga matahari, tingkat kompatibilitas dihitung menggunakan rasio jumlah biji bernas pada kapitula yang dibungkus dibandingkan dengan keseluruhan biji (yang bernas maupun yang hampa) dikalikan seratus persen.

Korelasi antar Peubah

Hasil analisis korelasi antar peubah disajikan pada Tabel 4, dan analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 10, Lampiran 11 dan Lampiran 12.

Tabel 4. Analisis korelasi antar peubah

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil pengujian daya berkecambah polen pepaya dan kompatibilitas polen pepaya menunjukkan bahwa genotipe IPB 3 memiliki persentase daya berkecambah 24.4%, genotipe IPB 4 6.29%, genotipe IPB 6 6.7%, dan genotipe IPB 9 9.1%. Genotipe IPB 3 mempunyai kompatibilitas yang baik pada stigma genotipe IPB 6 (10.10%) dan pada stigma genotipe IPB 9 (13.04%), sedangkan genotipe IPB 4 mempunyai kompatibilitas yang rendah pada stigma genotipe IPB 6 (2.8%) dan pada stigma genotipe IPB 9 (3.19%).

Genotipe IPB 3 merupakan genotipe pepaya terbaik karena mempunyai diameter polen besar, daya berkecambah polen tinggi, pertumbuhan tabung polen yang cepat, dan kompatibilitas yang baik dengan stigma apabila dibandingkan dengan genotipe lain. Besar kecilnya persentase daya berkecambah dan kompatibilitas polen dipengaruhi oleh genotipe pepaya.

Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Ashari, S. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. Bayu

Media. Malang, Jawa Timur.

Bewleg, D.J. 1997. Seed germination and dormancy. The Plant Cell. 9:1055-1066. Brewbaker, J.L. and B.H. Kwack. 1963. The essential role of calcium ion in pollen germination and pollen tube growth. Amer. J. Bot. 50(9): 747-808. Buyyukartal, H.N. 2003. In vitro pollen germination and pollen tube

characteristics in tetraploid Red Clover (Trifolium pretense L.). Turk. J. Bot. 27:57-61.

Darjanto dan S. Satifah. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta. 156 hal.

Galleta, G.J. 1983. Pollen and Seed Management. In : N.M James, and J. Janick (eds). Methods in Fruit Breeding. Indiana.

Haryanti, S. 2004. Pengaruh Radiasi Sinar Gama Co-60 Terhadap Pertumbuhan dan Kemampuan Silang Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hoekstra, F.A. and J. Bruinsma. 1975. Respiration and vitality of binucleate and

trinucleate pollen. Physial Plant. 34:221-225.

Jamsari. 2008. Struktur bunga, waktu kemasakan polen serta reseptivitas stigma spesies Uncaria gambir. Agrivita. 30(2):162-170.

Kalie, M.B. 1999. Bertanam Pepaya. Edisi Revisi ke XV. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal.

Kriswiyanti, E., I.K. Muksin, L. Watiniasih, dan M. Suartini. 2008. Pola reproduksi pada Salak Bali (Salacca zalacca Var. Amboinensis (Becc.) Mogea. Jurnal Biologi. 11(2):78-82.

Nasution, A.S. 2009. Pembungaan, Penyerbukan dan Pembuahan Tanaman.

http://www.sanoesi.wordpress.com/2009/01/30/pembungaan-penyerbukan-dan-pembuahan-tanaman/. [2 Mei 2012].

Malik, C.P. 1979. Current Advantages in Plant Reproductive Biology. Kalyani Publisher. Ludhiana, New Delhi. 351 p.

(34)

Matthews, F.R. and D.L. Bramlett. 1983. Pollen storage methods influence filled seed yields in controlled pollinations of loblolly pine. Southeasthern Forest Exp Sta and Southern Gen Tech Report. 24:441-445.

Ophardt, C.E. 2003. Sucrose . http://www.elmhurst.com. [1 November 2009]. Owens, J.N., P. Sornsathapornkul, and S. Tangmitchareon. 1991. Manual:

Studying Flowering and Seed Ontogeny in Tropical Forest Trees. ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project, Muak-Lek, Saraburi, Thailand.

Parton, E.R., Deroose, and M.P. De Proft. 1998. Cryostorage of Aechmea

fascianta pollen. Cryo Letters. 19:355-360.

Pleasants, J.M., R.L. Hellmich, G.P. Dively, M.K. Sears, D.E. Stanley-Horn, H.R. Mattila, J.E. Foster, P. Clark, and G.D. Jones. 2001. Corn Pollen Deposition on Wilkweeds in and Near Cornfields. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. Urbana. 21:119-24.

Poespodarsono. 1986. Pemuliaan Tanaman I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Priadi, D. dan J. Rijadi. 2002. Pengaruh media tumbuh dan kadar air terhadap daya kecambah polen Erythrina sp. Biota. 7(3):109:114.

Rosa, M. 2004. Keragaman Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya dari Empat Populasi Pepaya di Wilayah Bogor. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Faperta IPB. Bogor.

Sobir, S. Sujiprihati, dan E.C. Pandia. 2008. Development of SCAR marker for delection of sex expression in Papaya (Carica papaya L.) from several genetic backgrounds. Bul.Agron. 36(3):263-240.

Sriwahyuni, E. 1999. Hubungan antara Lama Penyimpanan Serbuk Sari dengan Produksi Buah dan Viabilitas Benih Salak Pondoh (Salacca zalacca

(Gaertner) Voss var. Zalacca). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 44 halaman.

Sujiprihati, S. dan K. Suketi. 2009. Budi daya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 91 hal.

Sukarmin. 2009. Teknik penyerbukan pada tanaman sirsak. Buletin Teknik Pertanian. 14(1):9-11.

(35)

Suketi, K., C.I.H. Tuharea., W.D. Widodo., R. Poerwanto. 2011. Pollen viability

and pollen tube growth of IPB’s papaya. J. Agronomi Indonesia.

39(1):43-48.

Suprapto dan Supanjani. 2009. Analisis genetik ciri-ciri kuantitatif dan kompatibilitas sendiri bunga matahari di lahan ultisol. Jurnal Akta Agrosia 12(1):89-97.

Suwarno, W.B. 2008. Inkompatibilitas, Sterilisasi Jantan, dan Poliploidi. http://willy.situshijau.co.id. [12 Mei 2012].

Van Bilsen, D.G.J.L., G.C. Van Roekel, F.A. Hoekstra. 1993. Declining viability and lipid degradation during pollen storage. Pollen Viability and Membrane Lipid Composition. 59-70.

Villegas, V.N. 1992. Carica papaya L., p. 108-112. In E. W. Verheij and R. E. Coronel (EdsI). Plant Resources of South-East Asia 2 : Edible Fruits and Nuts. Prosea Foundation. Bogor.

Widiastuti, A. dan E.R. Palupi. 2008. Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap keberhasilan pembentukan buah kelapa sawit (Elaeis guineensis

(36)
(37)

Lampiran 1. Sidik ragam diameter polen pepaya

Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%tnTidak berbeda nyata pada taraf 5%, angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

Lampiran 2. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya

Genotipe Daya berkecambah

Lampiran 3. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada satu jam pengamatan

(38)

Lampiran 4. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada

Keterangan:*Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tnTidak berbeda nyata pada taraf 5%

Lampiran 5. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada tiga jam pengamatan

Keterangan:*Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tnTidak berbeda nyata pada taraf 5%

Lampiran 6. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada empat jam pengamatan

Keterangan:*Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tnTidak berbeda nyata pada taraf 5%

Lampiran 7. Sidik ragam kompatibilitas polen pada stigma Sumber

(39)

Lampiran 8. Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB 6

S t i g m

a

Stigma

Stigma

S t i g m

a

IPB 3

IPB 9 IPB 6

(40)

Lampiran 9. Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB 9

Stigma Stigma

Stigma Stigma

IPB 3 IPB 4

(41)

Lampiran 10. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya dan diameter Genotipe 3 250528.22 250528.22 3781.42** <.0001 Galat 26 596.27 66.25

Total 39 251783.26

Keterangan: **Berbeda nyata pada taraf 1%, tnTidak berbeda nyata pada taraf 5%

Lampiran 11. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya Genotipe 3 38584778.22 38584778.22 365.14** <.0001

Galat 26 951052.46 105672.50

Total 39 40481176.18

Keterangan: **Berbeda nyata pada taraf 1%, tnTidak berbeda nyata taraf 5%

Lampiran 12. Sidik ragam diameter polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya Genotipe 3 32617082.97 32617082.97 304.95** <.0001 Galat 26 962634.87 106959.43

Total 39 34514643.12

(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Pepaya

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropika yang berasal dari Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui dapat tumbuh di daerah-daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan. Hampir semua bagian pohon dapat dimanfaatkan. Buah pepaya lebih banyak dimanfaatkan karena mudah didapat dan lezat. Pepaya merupakan tanaman berumah satu sekaligus berumah dua dengan tiga jenis pohon, yaitu: pohon jantan, betina dan hermafrodit (Villegas, 1992).

Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledone, ordo Caricales, famili Caricaceae, genus Carica dan spesies Carica papaya L. (Kalie, 1999). Buah pepaya termasuk dalam golongan buah sejati tunggal. Buah ini dapat berisi satu biji atau lebih, dapat pula tersusun dari satu atau banyak buah. Pepaya juga termasuk buah buni. Buah buni adalah buah yang dagingnya mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar yang tipis seperti kulit, dan lapisan dalam yang tebal, lunak, dan berair. Biji-biji banyak terdapat dalam bagian yang lunak itu. Pepaya termasuk buah buni yang berdinding tebal dan dapat dimakan (Sujiprihati dan Suketi, 2009).

Buah pepaya mengandung berbagai jenis enzim, vitamin dan mineral. Buah pepaya kaya pula dengan vitamin B kompleks dan vitamin E. Selain itu buah pepaya juga mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Kadar protein dalam buah pepaya tidak terlalu tinggi. Pepaya juga dapat mempercepat pencernaan karbohidrat dan lemak. Selain itu pepaya memiliki sifat antiseptik dan membantu mencegah perkembangbiakan bakteri yang merugikan di dalam usus (Villegas, 1992).

(43)

Pembungaan, Penyerbukan, dan Pembuahan

Pepaya merupakan spesies polygamous dengan tiga macam bunga: jantan, hermafrodit dan betina (Sobir et al., 2008). Bunga jantan terdiri dari lima helai mahkota dan berukuran kecil. Stamen berjumlah 10 yang tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada leher bunga. Bunga ini tidak akan berubah menjadi buah karena tidak mempunyai bakal buah. Bunga betina memiliki bakal buah, terdiri dari lima helai mahkota. Bunga hermafrodit memiliki polen, stigma dan bakal buah (Rosa, 2004). Pohon betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga (Suketi, 2011). Bunga pepaya hermafrodit dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9

Bunga merupakan alat reproduksi yang menghasilkan buah dan biji. Proses pembungaan terdiri atas beberapa tahap penting yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji (Ashari, 1998).

IPB 3 IPB 4

(44)

Penyerbukan diawali dengan adanya penempelan polen pada permukaan stigma. Pada penyerbukan awal, ketika polen menempel pada stigma dan sesuai (kompatibel), polen tersebut akan berkecambah dan membentuk tabung polen yang kemudian menembus kantung embrio melalui mikropil dan melepaskan isinya ke dalam kantung embrio. Peristiwa pelepasan isi polen ke dalam kantung embrio inilah yang disebut fertilisasi. Polen yang tidak subur dan stigma yang tidak normal menyebabkan permasalahan dalam proses penyerbukan dan fertilisasi (Ashari, 2004). Pada proses penyerbukan, apabila bunga dalam suatu tanaman memiliki polen yang tidak subur maka bunga tersebut memerlukan polen lain yang subur.

Pembentukan tabung polen adalah suatu proses penting dalam fertilisasi. Hal ini menunjukkan potensial perkecambahan dari polen dan merupakan salah satu fase perkembangan yang mempengaruhi pembentukan buah dan biji, selain itu, keefektifan penyerbukan dan fertilisasi akan mempengaruhi buah dan biji. Viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi fertilisasi karena fertilisasi tidak terjadi. Proses fertilisasi pada tumbuhan biji diantaranya setelah penyerbukan, stigma menghasilkan cairan gula untuk perkecambahan polen yang melekat. Pertama dinding polen mengembang, kemudian dinding luar polen pecah, sedangkan dinding sebelah dalam melengkung ke dalam menembus kepala putik, kemudian membentuk tabung polen. Tabung ini menghubungkan polen dengan bakal biji. Tabung polen menuju ke inti sel telur di dalam bakal biji melalui celah kecil yang disebut mikropil (Darjanto dan Satifah, 1990).

Tumbuhan bunga yang mempunyai bunga dengan stigma dan anter yang menghasilkan ovul maupun polen yang fertil dan viabel tidak selamanya dapat melakukan penyerbukan sendiri, hal ini disebabkan oleh inkompatibilitas seksual pada tanaman tersebut sehingga polennya tidak dapat membuahi ovul (Ashari, 2004).

(45)

protein, zat-zat hara, zat tumbuh dan sebagainya harus diangkut ke dalam buah dari bagian-bagian tanaman lain. Oleh karenanya selama perkembangan buah, pertumbuhan vegetatif tanaman sangat terhambat dan cadangan makanan di bagian tanaman seperti batang dan akar berada dalam keadaan minim (Bewleg, 1997).

Menurut Sriwahyuni (1999) kegagalan penyerbukan dapat disebabkan karena tidak adanya polen yang sesuai atau ketiadaan serangga penyerbuk yang tepat. Inkompatibilitas dapat berupa tidak melekatnya polen pada stigma, polen tidak berkecambah, atau terjadinya pembesaran pada ujung tabung polen yang disertai dengan pecahnya tabung tersebut. Beberapa bentuk inkompatibilitas ini akan menghambat fertilisasi.

Inkompatibilitas adalah bentuk ketidaksesuaian yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi. Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung polen dalam: (a) menembus stigma, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai stigma namun tidak mampu mencapai ovul karena pertumbuhan yang terlalu lambat (Suwarno, 2008). Menurut Haryanti (2004) diketahui bahwa tingkat inkompatibilitas dari suatu kombinasi persilangan dapat diketahui berdasarkan pada klasifikasi kompatibilitas persilangan, yaitu: (a) Kompatibel, jika hasil persilangan menghasilkan buah diatas 20%, (b) Kompatibilitas sebagian, jika hasil persilangan menghasilkan buah diantara 10-20%, (c) Inkompatibel penuh, jika hasil persilangan menghasilkan buah di bawah 10%.

Menurut Poespodarsono (1986) kompatibilitas adalah bentuk kesuburan yang merupakan kemampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi fertilisasi setelah penyerbukan.

Polen dan Stigma Pepaya

(46)

(umumnya bulat), ukuran, dan permukaannya yang licin merupakan tanda-tanda khas yang menunjukkan suatu spesies. Butir-butir polen tersebut mempunyai suatu lapisan keras yang menjaga sel-sel sperma (Pleasants et al., 2001).

Polen pada tanaman angiospermae terdiri dari sel-sel dengan tiga nukleus yang masing-masing dinamakan inti vegetatif satu, inti generatif satu dan inti generatif dua. Inti generatif berasal dari pembelahan mitosis kedua setelah pertumbuhan tabung polen terjadi (Hoekstra dan Bruinsma, 1975).

Perkecambahan polen dipandu oleh adanya sinyal yang diperkirakan berasal dari ovulum itu sendiri. Stigma menghasilkan suatu eksudat untuk perkecambahan polen tersebut. Keberhasilan tabung polen dalam menembus stigma merupakan salah satu proses penting yang mempengaruhi pembentukan buah dan biji (Matthews dan Bramlett, 1983).

Menurut Parton et al. (1998) polen dikategorikan viabel apabila berkecambah menjadi paling sedikit satu kali panjang diameternya, sedangkan polen yang tidak memenuhi kriteria tersebut dianggap tidak viabel. Selain itu, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Priadi dan Rijadi (2002) pada polen

Erythrina sp. yang berbentuk bulat dan viabel, terdapat matriks yang berwarna

gelap, sedangkan polen yang tidak viabel terdapat matriks yang berwarna terang di dalamnya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) informasi tentang viabilitas polen pepaya sangat diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pembentukan buah. Di samping itu, menurut Widiastuti dan Palupi (2008), viabilitas polen juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur, serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas tinggi, sedangkan menurut Sriwahyuni (1999), viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah sehingga fertilisasi tidak terjadi.

(47)

suhu 24ºC dalam dua kondisi RH. Pada RH 75% dengan kelembaban kurang lebih 15%, polen Papaver dan Narcissus akan kehilangan viabilitasnya dalam beberapa hari, sedangkan RH 40% dengan kelembaban kurang lebih 7-8% viabilitas polen akan bertahan lebih lama.

Menurut Sriwahyuni (1999) dalam penelitiannya pada salak pondoh, daya simpan polen meningkat seiring dengan turunnya tingkat kelembaban ruangan. Menurut Widiastuti dan Palupi (2008), modifikasi suhu dan kelembaban relatif (RH) dapat menjaga agar kelembaban ruangan tetap rendah, sehingga viabilitas polen dapat dipertahankan lebih lama.

Pengujian viabilitas polen bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang viabilitas polen tersebut. Pengujian viabilitas polen dapat dilakukan secara in vitro

dan in vivo. Pengujian kompatibilitas secara in vitro dilakukan dengan

mengecambahkan polen dalam media yang telah disiapkan dan mengamati pertumbuhan tabung polen tersebut, sedangkan pengujian polen secara in vivo, viabilitas polen diuji dengan menyerbukkannya kepada bunga betina di lapangan kemudian mengamati pembentukan buah dan biji yang terjadi, tetapi metode ini sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca (Kovack dalam Sriwahyuni, 1999).

Dalam pengujian viabilitas polen tersebut, dianjurkan polen diambil sebelum antesis, karena menurut Kriswiyanti et al. (2008) pada penelitian pola reproduksi pada salak bali, dikemukakan bahwa viabilitas polen pada anter bunga jantan maupun hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibanding viabilitas pada bunga sesudah antesis. Hal ini mungkin disebabkan polen memang sudah masak namun anter belum pecah. Menurut Nasution (2009) antesis merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga. Biasanya antesis terjadi bersamaan dengan matangnya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi antesis, atau bahkan jauh setelah terjadi antesis.

(48)

jatuh tidak merata pada stigma. Stigma yang reseptif akan mengeluarkan hormon tertentu dan senyawa-senyawa gula tertentu yang dapat menginduksi perkecambahan polen menjadi tabung polen. Menurut Sriwahyuni (1999) dalam penelitiannya pada salak pondoh, masa reseptif stigma dicapai pada satu hari setelah antesis. Musim sangat mempengaruhi periode stigma reseptif. Pada musim hujan stigma reseptif selama dua hari sedangkan pada musim kemarau hanya satu hari.

Media Perkecambahan Polen Pepaya

Media Brewbaker dan Kwack sering digunakan dalam perkecambahan polen secara in vitro. Media tersebut terdiri dari 720 ppm Ca(NO3)2·4H2O, 200 ppm MgSO4·7H2O, 200 ppm KNO3, 20 ppm H3BO3 dan ditambah dengan 10% sukrosa (Brewbaker dan Kwack, 1963).

(49)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Februari 2012 di Laboratorium Micro Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Polen dan stigma diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Tajur yang terletak pada elevasi 250 m dpl.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah polen pepaya dari empat genotipe. Semua polen diperoleh dari bunga hermafrodit pada pohon hermafrodit, sedangkan stigma diperoleh dari bunga betina pada pohon betina. Sampel polen diambil pada sore hari dengan keadaan bunga sebelum antesis. Pengambilan bunga sebelum antesis karena viabilitas polen pada anter bunga jantan maupun hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibanding viabilitas pada bunga sebelum antesis. Hal ini mungkin disebabkan polen memang sudah masak namun anter belum pecah. Polen diambil dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 yang semuanya merupakan pohon hermafrodit, stigma diambil dari genotipe IPB 6 dan IPB 9 pada pohon betina. Media perkecambahan polen menggunakan media yang terdiri dari 0.01 M H3BO4, 0.05 M Ca(NO3)·4 H2O, 0.02 M MgSO4·7H2O, 0.05 M KNO3, 5% sukrosa dan aquades, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) yang merupakan modifikasi dari Brewbaker dan Kwack (1963).

Alat –alat yang digunakan antara lain kertas label, labu takar, cawan petri, gelas obyek, pinset, pipet, gelas piala, gelas ukur, pengaduk, spatula, mikroskop

“Olympus BX 51 SP” dan “Olympus 41/51”, tempat penyimpanan cawan petri,

perlengkapan fotografi, mikrometer dan alat tulis.

Metode Percobaan

(50)

IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Faktor kedua adalah genotipe stigma dua genotipe yaitu IPB 6 dan IPB 9.

Setiap perlakuan diberikan dengan 10 ulangan, sehingga terdapat 120 satuan percobaan karena sampel untuk pengamatan diameter, daya berkecambah dan pertumbuhan tabung polen berbeda dengan sampel untuk pengamatan kompatibilitas polen. Model rancangan yang digunakan adalah:

Yijk = μ + Li + Pj + (LP)ij + Uk + εijk Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan genotipe polen ke-i, genotipe stigma ke-j dan kelompok ke-k

μ = Nilai tengah umum

Li = Pengaruh genotipe polen ke-i,i=1,2,3,4 Pj = Pengaruh genotipe stigma ke-j, j=1,2

(LP)ij = Pengaruh interaksi genotipe polen ke-i dengan genotipe stigma ke-j Uk = kelompok ke-k, k=1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

εijk = Pengaruh galat pecobaan genotipe polen ke-i, genotipe ke-j, kelompok ke-k

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan Anova (uji F) yang dilanjutkan dengan uji beda nilai tengah dengan DMRT 5% selanjutnya juga dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antar karakter yang diamati diantaranya diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, pertumbuhan tabung polen pepaya, dan kompatibilitas. Analisis nilai korelasi dilakukan dengan menggunakan Software SAS 9.1.3 pada taraf 5%.

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, persiapan media perkecambahan, perkecambahan polen, dan pengamatan.

Persiapan Bahan

(51)

stigma yang telah dipisahkan kemudian diletakkan pada media perkecambahan dengan posisi polen mengelilingi stigma.

Persiapan Media Perkecambahan

Bahan media yang digunakan yaitu 5 ml H3BO4, 6.25 mlCa(NO3) 4H2O, 10 ml MgSO4 7H2O, 5 ml KNO3, 5% sukrosa dan aquades. Semua bahan media dicampur dengan masing-masing takaran kemudian diukur pH-nya sebesar 7.3 agar perkecambahan yang dihasilkan tinggi. Setelah semua larutan dicampur kemudian dimasukkan ke dalam botol, ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam lemari es untuk menjaga kualitas dan kesterilan.

Perkecambahan Polen Pepaya

Polen dikecambahkan dalam media pada gelas obyek selama empat jam. Saat pengecambahan selesai, masing-masing gelas obyek dimasukkan ke dalam cawan petri yang bagian bawahnya telah dilapisi kertas tisu yang lembab, kemudian ditutup. Pada setiap percobaan dilakukan sepuluh kali ulangan sehingga terdapat 40 unit percobaan untuk pengamatan diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya, dan 80 unit percobaan untuk pengamatan kompatibilitas polen pepaya.

Pengamatan Pengamatan Diameter Polen Pepaya

Pengukuran diameter polen pepaya dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100X-400X dengan menggunakan mikroskop ”Olympus BX 51” pada dua jam setelah dikecambahkan.

Pengamatan Daya Berkecambah Polen Pepaya

(52)

Perhitungan dilakukan pada seluruh area gelas obyek dengan menggeser meja preparat ke samping selebar diameter bidang pandang mikroskop.

Pengamatan Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya

Pertumbuhan panjang tabung polen pepaya diukur terlebih dahulu panjang tabung polennya dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer (Olympus BX 51). Panjang tabung polen diamati setiap satu jam selama empat jam.

Pengamatan Kompatibilitas

Kompatibilitas polen pepaya terhadap stigma diamati dengan melihat arah pertumbuhan tabung polen. Arah pertumbuhan tabung polen pepaya yang mendekati stigma menunjukkan bahwa polen dan stigma pepaya tersebut kompatibel, sedangkan arah pertumbuhan tabung polen pepaya yang menjauhi stigma menunjukkan bahwa polen dan stigma pepaya inkompatibel, kemudian dihitung persentasenya.

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, panjang tabung polen pepaya dan kompatibilitas.

Hasil analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 1. Analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh genotipe pada diameter polen, panjang tabung polen, daya berkecambah, dan kompatibilitas.

Tabel 1. Hasil sidik ragam pada empat peubah yang diamati

No Peubah F-Hitung Peluang KK

1. Diameter polen 6.71** 0.001 7.55

2. Daya berkecambah 26.15** <.0001 41.62 3. Panjang tabung polen 63.01** <.0001 28.87 4. Kompatibilitas 9.66** 0.0002 69.27

Keterangan : **berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%

Diameter Polen Pepaya

(54)

Gambar 2. Pohon dan diameter polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9

Daya Berkecambah Polen Pepaya

Genotipe IPB 3 memiliki tingkat persentase daya berkecambah 24.4%, paling tinggi diantara nilai persentase genotipe lain. Genotipe IPB 6 memiliki

IPB 3

IPB 4

IPB 6

IPB 9

28.97 µm

24.88 µm

27.14 µm

(55)

tingkat persentase daya berkecambah paling rendah (6.7%). Daya berkecambah polen pepaya genotipe IPB 3 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan polen pepaya genotipe IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Analisis sidik ragam untuk daya berkecambah polen pepaya disajikan pada Lampiran 2.

Perbandingan perkecambahan polen pepaya antara genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 setelah empat jam perkecambahan

Daya berkecambah polen pepaya diamati untuk melihat viabilitas polen tersebut. Daya berkecambah polen pepaya antar genotipe tidak menunjukkan tingkat perkecambahan yang tinggi. Menurut Parton et al. (1998) daya berkecambah polen pepaya pada masing-masing genotipe menunjukkan tingkat persentase yang berbeda. Pada percobaan ini daya berkecambah dihitung persentasenya dari polen yang berkecambah normal dan polen abnormal. Tabung polen yang abnormal diantaranya tabung polen yang pecah karena terjadi absorbsi yang terlalu cepat dan tabung polen yang menggulung dan pecah.

Viabilitas polen merupakan parameter penting karena polen harus hidup dan mampu berkecambah setelah penyerbukan agar terjadi pembuahan (Widiastuti dan Palupi, 2008). Anter yang diambil prematur tidak akan

IPB 3 IPB 4

IPB 6 IPB 9

24.4% 6.29%

(56)

menghasilkan polen secara normal atau menghasilkan polen yang sedikit. Pengambilan bunga pepaya seharusnya dilakukan satu hari sebelum antesis karena masih terlindung dari gangguan serangga, tetapi karena keterbatasan waktu maka sampel diambil pada sore hari kemudian bunga dimekarkan pada esok harinya. Menurut Galleta (1983) faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan polen secara in vitro antara lain musim, metode pengambilan polen, penyimpanan dan kerapatan polen.

Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persentase daya berkecambah suatu polen salah satu diantaranya adalah genotipe polen tersebut. Viabilitas polen pada anter bunga jantan atau hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibandingkan viabilitas anter sesudah antesis. Pengambilan sampel polen pada saat sebelum antesis akan memungkinkan persentase daya berkecambah polen tinggi. Selain itu kondisi ruang pengecambahan juga menjadi faktor lain.

Suhu pada Laboratorium Micro Technique sebesar 28°C. Besar kemungkinan daya berkecambah polen yang rendah pada percobaan ini juga disebabkan oleh suhu laboratorium. Menurut Galleta (1983) suhu optimum untuk perkecambahan polen pepaya sekitar 20-30 ºC. Darjanto dan Satifah (1990) menyatakan bahwa suhu yang cocok untuk perkecambahan polen secara in vitro

sekitar 15-35 ºC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25ºC. Pada suhu sekitar 40-50 ºC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, misalnya dibawah 10ºC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini polen akan dehidrasi dan akan mengerut.

Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya

Rata-rata pertumbuhan tabung polen pepaya Genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 selama empat jam disajikan pada Tabel 2 dan analisis sidik ragam disajikan pada lampiran 3, 4, 5 dan 6. Secara umum tabung polen dianggap normal apabila memiliki panjang lebih dari atau sama dengan diameter polen (Galleta, 1983).

(57)

perkecambahan 473.42 µm, dan pada empat jam perkecambahan 668.20 µm. Hoekstra (1982) menyatakan bahwa pada beberapa spesies tanaman Angiospermae, polen akan berkecambah dalam waktu 20-70 menit dengan panjang tabung mencapai 200-300 µm untuk setiap jamnya.

Tabel 2. Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6,

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%

Genotipe IPB 4 pada satu jam pengamatan mempunyai panjang tabung polen 55.54 µm, pada dua jam perkecambahan 189.11 µm, pada tiga jam perkecambahan 420.84 µm dan pada empat jam perkecambahan 424.56 µm. Genotipe IPB 6 pada satu jam perkecambahan mempunyai panjang tabung polen 60.08 µm, pada dua jam perkecambahan 204.47 µm, pada tiga jam karakter panjang tabung polen selama empat jam menunjukkan bahwa genotipe IPB 3 mempunyai laju pertumbuhan tabung polen yang paling cepat dan genotipe IPB 9 mempunyai laju pertumbuhan tabung polen yang paling lambat.

Tabung polen dikatakan abnormal jika tidak memenuhi kriteria diantaranya tidak mencapai sama atau dua kali lipat diameter polen. Buyyukartal (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan tabung polen bunga pepaya secara in

vitro terhenti karena beberapa faktor diantaranya pembesaran tabung polen,

(58)

0

Grafik pertumbuhan tabung polen pepaya disajikan pada Gambar 5. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa mulai dari satu jam pengamatan genotipe IPB 3 mengalami peningkatan panjang tabung polen yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lain, sedangkan genotipe IPB 9 mengalami peningkatan panjang tabung polen paling rendah.

Gambar 5. Grafik laju pertumbuhan tabung polen pepaya

Gambar

Grafik pertumbuhan tabung polen pepaya disajikan pada Gambar 5. Grafik
Grafik pertumbuhan tabung polen pepaya disajikan pada Gambar 5. Grafik

Referensi

Dokumen terkait

mampu menghambat pertumbuhan jamur tanaman perkebunan yang paling tinggi adalah isolat jamur Phytophthora sp.6 dengan persentase daya hambat 82% (sangat kuat) secara

Aplikasi penggunaan alat IPB 77-1 MMM dalam menduga daya simpan benih pepaya melalui pengusangan cepat secara fisik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) benih

Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari kombinasi Hyponex dan bubur pepaya yang terbaik dalam pembesaran planlet anggrek Dendrobium ‘Kanayao” secara in vitro

Genotipe tetua IPB C5 memiliki daya gabung umum terbaik untuk karakter diameter batang, panjang daun, lebar daun, bobot per buah, diameter buah, tebal kulit buah, umur

Kombinasi persilangan Genotipe IPB C-2 x IPB C-3 (produksi 639.04 g per tanaman) menghasilkan hibrida terbaik karena memiliki DGK yang tinggi dan nilai heterosis

Genotipe tetua IPB C5 memiliki daya gabung umum terbaik untuk karakter diameter batang, panjang daun, lebar daun, bobot per buah, diameter buah, tebal kulit buah, umur

Uji lanjutan dengan LSD (Least Significance Different ) diperoleh diameter zona hambat perbandingan ekstrak daun pepaya 1 : 3 ekstrak kulit jeruk, dibandingkan dengan semua

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya hambat daun kembang sepatu terhadap pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab periodontitis dengan mengukur diameter