• Tidak ada hasil yang ditemukan

HETEROSIS DAN DAYA GABUNG PADA PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI BESAR DAN CABAI KERITING (Capsicum annuum L.) YESY MARDIANAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HETEROSIS DAN DAYA GABUNG PADA PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI BESAR DAN CABAI KERITING (Capsicum annuum L.) YESY MARDIANAWATI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

HETEROSIS DAN DAYA GABUNG PADA

PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI BESAR DAN CABAI

KERITING (Capsicum annuum L.)

YESY MARDIANAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Heterosis dan Daya Gabung pada Persilangan Half Diallel Cabai Besar dan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Yesy Mardianawati

(4)

ABSTRAK

YESY MARDIANAWATI. Heterosis dan Daya Gabung pada Persilangan Half Diallel Cabai Besar dan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.). Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida, daya gabung umum, dan daya gabung khusus enam galur murni cabai hasil persilangan cabai besar dan cabai keriting (Capsicum annuum L.). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor, pada bulan September 2012 sampai Maret 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor perlakuan dengan tiga ulangan. Bahan tanaman yang dipergunakan pada penelitian ini adalah 6 galur murni (tetua), 15 hibrida hasil persilangan setengah dialel (half diallel cross), dan 2 varietas komersial. Genotipe IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C111, IPB C159 x IPB C5, IPB C120 x IPB C5, IPB C111 x IPBC2, IPB C19 x IPB C5, dan IPB C5 x IPB C2 memiliki nilai heterosis, heterobeltiosis, dan daya gabung khusus positif pada beberapa karakter yang diamati. Genotipe-genotipe hibrida tersebut memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan varietas pembanding yang telah komersial yaitu TM 999 dan Gada pada beberapa karakter penting yang diamati.

Kata kunci: daya gabung, galur murni, heterobeltiosis, hibrida

ABSTRACT

YESY MARDIANAWATI. Heterosis and Combining Ability of Hybridization between Big and Curly Pepper (Capsicum annuum L.) in Half Diallel Crosses. Supervised by MUHAMAD SYUKUR

The aim of this research was to study estimation the heterosis and heterobeltiosis of fifteen hybrids, the general combining ability (GCA), and the specific combining ability (SCA) of six chili inbred lines of hybridization between big and curly pepper (Capsicum annuum L.). This research was conducted at Genetic and Plant Breeding Laboratory and IPB Experimental Field, Leuwikopo, Dramaga, Bogor, from September 2012 to March 2013. The experimental design used was randomized complete block design (RCBD) single factor with three replication. Plant materials were six chili inbred lines, fifteen hybrids from hybridization half diallel crosses, and two commercial hybrids. Genotype IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C111, IPB C159 x IPB C5, IPB C120 x IPB C5, IPB C111 x IPBC2, IPB C19 x IPB C5, and IPB C5 x IPB C2 had positive heterosis, heterobeltiosis, and SCA values for some variables observed. All these genotypes had advantages that were better than the comparison of varieties TM 999 and Gada on some characters observed.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

HETEROSIS DAN DAYA GABUNG PADA

PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI BESAR DAN CABAI

KERITING (Capsicum annuum L.)

YESY MARDIANAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Heterosis dan Daya Gabung pada Persilangan HalfDiallel Cabai Besar dan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.)

Nama : Yesy Mardianawati

NIM : A24090166

SP MSi Pembimbing

(8)

Judul Skripsi : Heterosis dan Daya Gabung pada Persilangan Half Diallel Cabai Besar dan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.)

Nama : Yesy Mardianawati NIM : A24090166

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Muhamad Syukur, SP, MSi Pembimbing

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat berhasil diselesaikan dengan baik. Tulisan skripsi yang berjudul “Heterosis dan Daya Gabung pada Persilangan Half Diallel Cabai Besar dan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.)” ini merupakan laporan dari kegiatan penelitian yang mendukung program pemuliaan cabai untuk perakitan varietas berdaya hasil tinggi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak, Ibu, Nenek, dan Adik (Yenny Noor Zulzilah) yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayangnya kepada penulis.

2. Dr. Muhamad Syukur, SP., MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Dr. Ir. Endang Murniati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama kuliah.

4. Awang Mahariwijaya, SP., MSi dan Prof. Dr. Ir. Sobir, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Ka Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, Arif Hidayatullah, dan Dedy Alfian

selaku rekan satu penelitian yang selalu memberikan bantuan, semangat, dan saran selama penelitian dan penyelesaikan tugas akhir ini.

6. Mba Tia, ka Abdul, pak Undang, mba Vitria, ka Arya, mba Yuni, ka Helfi, mba Mawi, ka Fardil, Ana, Aida, Leni, Arif, ka Adisti, ka Agus, pak Darwa dan semua penghuni Lab. Pemuliaan Tanaman yang telah memberikan bantuan, semangat, dan saran selama penelitian dan penyelesaian tugas akhir ini.

7. Alifiya, Poetri, Tri Jun, Titi, ka Muaz, ka Izza, ka Ulya, ka Galuh, Ratih, Furi, Luky, Endro, Catur, seluruh teman-teman AGH 46, dan kakak-kakak serta adik-adik angkatan atas kebersamaan, dukungan, keceriaan, perhatian, dan semangat yang diberikan kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis.

Semoga tulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan khususnya rekan-rekan di departemen Agronomi dan Hortikultura sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Tanaman Cabai 2 Persilangan Diallel 3 Heterosis 3 Daya gabung 3 METODE ... 4

Tempat dan Waktu 4

Bahan dan Alat 4

Metode Penelitian 5

Pelaksanaan 5

Pengamatan 6

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Kondisi Umum 8

Heterosis dan Heterobeltiosis 9

Daya Gabung 22

Daya Hasil 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN ... 34

DAFTAR TABEL

1 Bagan persilangan half diallel 5

2 Analisis sidik ragam (Singh dan Chaudhary 1979) 7 3 Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 10

4 Nilai rata-rata umur panen P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 10

5 Nilai rata-rata panjang daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 11

6 Nilai rata-rata lebar daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 12

7 Nilai rata-rata tinggi tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

(11)

8 Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis

dan heterobeltiosis 14

9 Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis

dan heterobeltiosis 15

10 Nilai rata-rata lebar tajuk total per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai

heterosis dan heterobeltiosis 15

11 Nilai rata-rata panjang buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 16

12 Nilai rata-rata panjang tangkai buah P1, P2, dan F1 serta nilai

heterosis dan heterobeltiosis 17

13 Nilai rata-rata bobot per buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 18

14 Nilai rata-rata diameter buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 19

15 Nilai rata-rata tebal kulit buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 19

16 Nilai rata-rata jumlah buah total per tanaman P1, P2, dan F1 serta

nilai heterosis dan heterobeltiosis 20

17 Nilai rata-rata bobot buah total per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai

heterosis dan heterobeltiosis 21

18 Nilai rata-rata produktivitas P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 22

19 Analisis keragaman karakter vegetatif lebar tajuk, tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai 23 20 Analisis keragaman karakter generatif panjang buah, panjang tangkai

buah, bobot per buah, diameter buah, dan tebal kulit buah hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai 23 21 Analisis keragaman karakter generatif umur berbunga, umur panen,

jumlah buat total, bobot buah total, dan produktivitas hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai 24 22 Daya gabung karakter vegetatif lebar tajuk, tinggi tanaman, tinggi

dikotomus, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun genotipe

cabai hasil persilangan half diallel 25

23 Daya gabung umum dan daya gabung khusus karakter generatif panjang buah, panjang tangkai buah, bobot per buah, diameter buah, dan tebal kulit buah genotipe cabai hasil persilangan half diallel 26 24 Daya gabung umum dan daya gabung khusus karakter generatif umur

berbunga, umur panen, jumlah buah total, bobot buah total, dan produktivitas hibrida cabai hasil persilangan half diallel 27 25 Nilai rata-rata karakter vegetatif lebar tajuk, tinggi tanaman, tinggi

dikotomus, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun 15 hibrida

dan 2 varietas pembanding cabai. 28

26 Nilai rata-rata karakter generatif panjang buah, panjang tangkai buah, bobot per buah, diameter buah, dan tebal kulit buah 15 hibrida dan 2

(12)

27 Nilai rata-rata karakter generatif jumlah buah total, bobot buah total, umur berbunga, umur panen, dan produktivitas 15 hibrida dan 2

varietas pembanding cabai. 30

DAFTAR GAMBAR

1 Penyakit yang menyerang tanaman cabai 8

2 Hama yang menyerang tanaman cabai 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Keragaan 15 genotipe hibrida cabai yang diamati 34

2 Data iklim Dramaga 35

3 Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati tanpa

pembanding (uji lanjut DMRT) 35

4 Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati dengan

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai adalah salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman cabai dapat dikembangkan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Cabai memiliki peranan penting dalam makanan seperti penambah selera, warna makanan, vitamin C, dan kepedasan. Saat ini cabai dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan ringan seperti abon cabai, manisan cabai, dan permen cabai. Cabai keriting merupakan salah satu jenis cabai yang memiliki daya simpan lebih lama dan harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan cabai besar. Cabai keriting lebih banyak disukai oleh masyarakat di daerah Sumatera karena ciri fisik cabai keriting lebih kering, tidak langu, dan relatif lebih pedas dibandingkan dengan cabai besar dan cabai rawit. Namun, cabai keriting memiliki ukuran buah yang lebih ramping dan berdaging tipis serta umur panen yang lebih lama dibandingkan cabai besar (Greenleaf 1986; Syukur et al. 2011a; Syukur et al. 2012b; Wiyono et al. 2012).

Produktivitas cabai di Indonesia sebesar 6.19 ton ha-1 pada tahun 2011 (BPS 2013). Hal ini masih lebih rendah dari potensi produktivitas cabai nasional yang dapat mencapai 22 ton ha-1

Tujuan Penelitian

(Syukur et al. 2010a). Faktor penyebab rendahnya produktivitas cabai di Indonesia termasuk pada cabai keriting diantaranya belum banyak menggunakan varietas berdaya hasil tinggi (hibrida) dengan kualitas benih bermutu, kurangnya penerapan teknologi budidaya yang sesuai, penanganan pasca panen yang belum optimal, dan adanya serangan hama penyakit. Salah satu kegiatan dalam rangka meningkatkan produktivitas adalah perakitan varietas hibrida (Daryanto et al. 2010; Syukur et al. 2010b; Arif et al. 2012). Menurut Syukur et al. (2010a), perakitan varietas diharapkan dapat menghasilkan varietas unggul yang dapat ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Daryanto et al. (2010), dalam perakitan varietas hibrida terdapat tahap pembentukkan galur murni dan persilangan antara galur murni. Persilangan antara galur yang melibatkan sejumlah tetua untuk dievaluasi dan seleksi terhadap kombinasi-kombinasi persilangannya adalah persilangan dialel.

Salah satu tahapan yang dapat dilakukan untuk evaluasi dan seleksi pada persilangan dialel adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dalam menilai hasil persilangan antara galur. Informasi tersebut digunakan untuk mendapatkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi dari hasil kombinasi tetua. Daya hasil yang tinggi dapat dicapai jika keturunan dari kombinasi persilangan memiliki heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi (Sujiprihati et al. 2007). Heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi dapat diperoleh jika terjadi akumulasi gen dominan, adanya interaksi antara gen dalam satu lokus yang mengakibatkan heterozigositas dalam arti overdominan, dan interaksi antara alel berbeda lokus (Syukur et al. 2012a).

1. Menduga nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai.

2. Mempelajari daya gabung umum dan daya gabung khusus enam galur murni cabai besar dan cabai keriting (Capsicum annuum L.).

(15)

2

3. Menguji daya hasil 15 hibrida cabai (Capsicum annuum L.) dibandingkan dengan dua varietas komersial.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan potensi nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai yang diteliti

2. Terdapat perbedaan daya gabung umum dan daya gabung khusus diantara enam galur murni cabai yang diteliti.

3. Terdapat perbedaan daya hasil diantara 15 hibrida cabai besar dan cabai keriting yang diteliti.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cabai

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis komoditas hortikultura yang sering digunakan sebagai bumbu masak. Cabai termasuk ke dalam famili Solanaceae. Satu famili dengan tomat, kentang, dan terong. Cabai adalah tanaman semusim yang berdiri tegak, berkayu, dan berbentuk perdu. Spesies Capsicum annuum digolongkan dalam empat tipe, yaitu cabai besar, cabai keriting, cabai rawit (hijau), dan paprika. Akar tanaman cabai merupakan akar tunggang yang sangat kuat, terdiri atas akar utama (primer) dan lateral (sekunder). Akar tersier merupakan serabut-serabut akar yang keluar dari akar lateral. Batang cabai umumnya berwarna hijau tua dan berkayu. Daun cabai adalah daun tunggal. Bunga cabai bersifat tunggal dan muncul di ujung ruas tunas. Bunga cabai termasuk bunga sempurna yaitu alat kelamin jantan dan betina terletak di satu bunga. Buah cabai memiliki rongga dengan jumlah berbeda-beda sesuai dengan varietasnya. Terdapat plasenta didalam buahnya sebagai tempat biji melekat. Daging buah cabai umumnya renyah dan kadang-kadang lunak. Pada dasarnya bentuk buah cabai dibedakan menjadi panjang, bulat, segitiga, campanulate, dan bloky (Syukur et al. 2012b; Wiyono et al. 2012).

Di daerah tropis, cabai dibudidayakan di tegalan atau area persawahan, dataran rendah hingga dataran tinggi, bahkan di lahan sempit seperti pekarangan. Tanaman cabai harus memenuhi syarat tumbuh agar produksinya maksimal. Tanaman cabai dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat. Namun, tanah yang paling cocok untuk tanaman cabai adalah tanah andosol yang rendah salinitas dan cukup mengandung bahan organik dan mempunyai pH sekitar 6.0-6.5. Cabai agak toleran terhadap tanah masam. Curah hujan yang ideal untuk tanaman cabai yaitu 600-1250 mm tahun-1 atau 50 -105 mm bulan-1. Cabai membutuhkan suhu yang lebih hangat daripada tomat. Cabai dapat beradaptasi pada suhu 24-27oC dan kelembapan antara 70-80% (Syukur et al. 2012b; Wiyono et al. 2012).

(16)

3

Persilangan Diallel

Persilangan dialel adalah seluruh kombinasi persilangan yang mungkin diantara sekelompok genotipe atau tetua, termasuk tetua itu sendiri lengkap dengan F1 turunananya. Tujuan persilangan dialel adalah mengevaluasi dan menyeleksi tetua yang menghasilkan turunan terbaik. Genotipe tersebut dapat berupa individu, klon, atau galur homozigot. Ada empat kemungkinan silang dialel berdasarkan pendekatan griffing, yaitu 1.) single cross dengan resiprokal dan selfing (metode I); 2.) single cross dengan selfing tanpa resiprokal (metode II); 3.) single cross dengan resiprokal (metode III); 4.) single cross tanpa resiprokal dan selfing (metode IV). Informasi lain yang dapat diperoleh dalam analisis silang dialel adalah daya gabung umum dan daya gabung khusus (Jensen 1988; Syukur et al. 2011b).

Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi untuk melakukan persilangan dialel, yaitu: 1) terdapat segregasi diploid; 2) tidak terdapat perbedaan antara persilangan resiprokal; 3) tidak terdapat interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel; 4) tidak ada multialelisme; 5) tetua homozigot; 6) gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua (Syukur et al. 2011b).

Heterosis

Cabai merupakan sayuran yang penting dan bernilai ekonomis tinggi di seluruh dunia. Tingginya nilai heterosis pada produktivitas, kematangan, tinggi tanaman, ketebalan buah, dan jumlah buah merupakan hal yang penting dan diharapkan. Heterosis produktivitas disebabkan oleh meningkatnya jumlah buah per tanaman. Nilai heterosis pada F1 dipengaruhi oleh keterlibatan tetua. Tetua diseleksi berdasarkan vigor tanaman, ukuran buah, dan produktivitas (Kallo 2000).

Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai kisaran kedua tetuanya. Karakter unggul ini digunakan untuk memperoleh keuntungan komersial dari tanaman yang diusahakan. Penyebab heterosis ini dijelaskan pada tiga teori yaitu adanya akumulasi gen dominan, heterobeltiosis dalam arti overdominan, dan interaksi antara alel berbeda lokus. Akumulasi gen dominan diartikan bahwa gen pendukung pertumbuhan dan keunggulan dalam keadaan dominan, sedangkan gen yang merugikan dalam keadaan resesif. Heterobeltiosis dalam arti overdominan, yakni nilai hibrida lebih tinggi dibandingkan kedua tetuanya, akibat adanya interaksi antara gen dalam satu lokus. Interaksi antara alel berbeda lokus adalah interaksi yang memberikan nilai lebih karena hasil penambahan dan perkalian dari gen dominan pendukung keunggulan karakter (Syukur et al. 2011b).

Daya gabung

Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung galur murni. Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya. Daya gabung juga dapat diartikan sebagai kemampuan genotipe untuk mewariskan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Terdapat dua bentuk daya gabung dalam

(17)

4

pemuliaan tanaman yaitu daya gabung umum (general combining ability) dan daya gabung khusus (spesific combining ability) (Kallo 2000; Syukur et al.

2011b).

Daya gabung umum (DGU) merupakan penampilan rata-rata galur murni dalam berbagai kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus (DGK) menunjukkan penampilan galur murni dalam suatu kombinasi hibrida yang dibandingkan dengan kombinasi lainnya. DGU biasanya dinyatakan dalam deviasi dari keseluruhan rata-rata. DGU adalah kemampuan suatu genotipe menunjukkan kemampuan rata-rata keturunannya ketika disilangkan dengan sejumlah genotipe lain yang dikombinasikan. DGU akan memiliki arti jika nilainya diperbandingkan pada lebih dari satu individu dan populasi penguji serta lingkungan yang ditentukan. DGK adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan turunan yang unggul jika disilangkan dalam kombinasi yang spesifik dengan tetua lainnya. Daya gabung umum relatif lebih penting daripada daya gabung khusus untuk galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih penting daripada daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi sebelumnya terhadap peningkatan hasil. Informaasi DGK dapat digunakan dalam menentukan calon tetua hibrida terbaik. Daya gabung umum (DGU) menunjukkan aksi gen aditif dan daya gabung khusus (DGK) menunjukkan aksi gen dominan dan epitasis (Kallo 2000; Syukur et al. 2011b).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB Dramaga untuk kegiatan pernyemaian dan pengamatan pasca panen. Penanaman dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Lokasi Percobaan terletak pada ketinggian 207 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai Maret 2013.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang dipergunakan adalah enam galur murni cabai yaitu IPB C2 (cabai semi keriting), IPB C5 (cabai besar), IPB C19 (cabai besar), IPB C111 (cabai keriting), IPB C120 (cabai keriting), dan IPB C159 (cabai keriting), dan 15 genotipe cabai hasil persilangan half diallel (Tabel 1) serta dua varietas pembanding yaitu TM 999 (cabai keriting) dan Gada (cabai besar).

Pupuk yang dipergunakan antara lain pupuk kandang (20 ton ha-1), Urea (400 kg ha-1), SP-36 (300 kg ha-1), dan KCl (300 kg ha-1), kapur pertanian (2 ton ha-1), NPK Mutiara (10 g l-1), fungisida (2 g l-1), bakterisida (2 g l-1), dan pupuk Gandasil D serta gandasil B (2 g l-1) dilakukan bersamaan dengan penyemprotan fungisida atau bakterisida (Daryanto et al. 2010; Marliyanti et al. 2013). Alat yang dipergunakan meliputi alat tanam, tray, mulsa plastik hitam perak, plastik, tali rafia, ajir, label, meteran, jangka sorong, timbangan digital, alat tulis, dan kamera digital.

(18)

5

Tabel 1 Bagan persilangan half diallel

Genotipe IPB C2 IPB C5 IPB C19 IPB C111 IPB C120 IPB C159

IPB C2 - IPB C5 005 x 2 - IPB C19 19 x 2 19 x 5 - IPB C111 111 x 2 111 x 5 111 x 19 - IPB C120 120 x 2 120 x 5 120 x 19 120 x 111 - IPB C159 159 x 2 159 x 5 159 x 19 159 x 111 159 x 120 - Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal yang terdiri dari 6 galur murni cabai, 15 genotipe cabai hasil persilangan half diallel, dan 2 varietas pembanding sehingga terdapat 23 genotipe cabai dengan tiga ulangan yang ditempatkan secara acak sehingga diperoleh 69 satuan percobaan. Dalam satu satuan percobaan terdapat 20 tanaman yang diambil 10 tanaman sebagai tanaman contoh.

Pelaksanaan Penyemaian

Benih cabai disemai pada tray yang telah disi media tanam sebanyak 2 benih perlubang. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore. Pemupukan dilakukan sekali dalam seminggu. Pupuk diberikan dalam bentuk cair berupa campuran NPK mutiara (3 g l-1) dan Gandasil D (2 g l-1). Pengendalian serangan hama dan penyakit menggunakan insektisida (2 cc l-1) dan fungisisda (2 g l-1) yang diberikan seminggu sekali. Penyemaian dilakukan selama 8 minggu.

Pengolahan lahan

Pengolahan lahan dilaksanakan dua minggu sebelum tanam. Pada saat pengolahan lahan dibuat bedengan yang berukuran 1 m x 5 m sebanyak 23 bedengan setiap ulangan. Jarak antara bedengan sebesar 50 cm. Lahan yang telah siap diberikan pupuk dasar dengan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton ha-1, pengapuran, dan pemberian pupuk urea 400 kg ha-1, SP-36 300 kg ha-1, dan KCl 300 kg ha-1

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah penyulaman, pengajiran penyiraman, pemupukan, penyiangan, pewiwilan cabang air, dan pengendalihan hama penyakit. Penyulaman dilaksanakan seminggu setelah tanam terhadap bibit yang mati. Pengajiran dilakukan sesaat setelah tanam. Pemupukan dilakukan seminggu sekali dalam bentuk pupuk kocor larutan 10 g l

. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm. Pemeliharaan

-1

NPK mutiara dengan dosis 250 ml tanaman-1. Pupuk Gandasil D diberikan pada saat pertumbuhan vegetatif daun dan Gandasil B diberikaan ketika pertumbuhan generatif bunga sebesar 2 g l-1 yang diaplikasikan bersamaan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida. Pewiwilan dilakukan agar pertumbuhan generatif tidak terhambat. Penyiangan gulma dilaksanakan di sekitar tanaman dan di antara bedengan satu

(19)

6

minggu sekali. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali menggunakan insektisida sebanyak 2 cc l-1 dan fungisida sebanyak 2 g l-1

Pengamatan

.

Komponen-komponen pengamatan yang akan dilakukan meliputi pengamatan peubah kuantitatif berdasarkan Descriptor for Capsicum yang diterbitkan oleh International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI, 1995).

Peubah Kuantitatif yang diamati:

1. Tinggi dikotomus (cm) diukur dari pangkal batang sampai percabangan dikotomus setelah panen pertama.

2. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertingggi pada saat 50% tanaman telah berbentuk buah.

3. Diameter batang (mm) diukur pada pertenganan tinggi dikotomus setelah panen pertama.

4. Lebar tajuk (cm) diukur pada kanopi yang terlebar setelah panen kedua. 5. Lebar daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua. 6. Panjang daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua.

7. Umur bunga /Anthesis (HST), jumlah hari setelah tanam sampai 50% anthesis (50% tanaman di dalam petak mempunyai bunga mekar pada percabangan pertama).

8. Umur panen (HST), jumlah hari setelah tanam sampai 50% buah masak (50% tanaman di dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama).

9. Bobot perbuah (g) yaitu rata-rata bobot buah dari 10 buah segar mulai dari panen ke-2 hingga panen ke-8.

10. Panjang buah (cm) diukur dari pangkal buah sampai ujung sebanyak 10 buah mulai panen ke-2 hingga panen ke-8.

11. Diameter buah (mm) diukur pada tiga bagian buah yaitu: pangkal, tengah, dan ujung dari 10 buah segar mulai dari penen ke-2 hingga panen ke-8. 12. Panjang tangkai buah (cm) diukur dari 10 buah segar mulai dari penen ke-2

hingga panen ke-8.

13. Tebal daging buah (mm) diukur dari 10 buah segar mulai dari penen ke-2 hingga panen ke-8.

14. Jumlah buah pertanaman, diamati muali dari panen pertama hingga panen ke-8.

15. Bobot total per tanaman (g) jumlah keseluruhan bobot buah yang dipanen dari 10 tanaman contoh pada penen ke-2 hingga panen ke-8.

16. Produktivitas (ton ha-1) =

Analisis Data 1. Uji F dan uji lanjut

Uji F dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh nyata antara genotipe yang diteliti. Apabila perlakuan berpengaruh nyata antara genotipe maka akan dilakukan uji lanjut dengan metode uji t-Dunnett pada taraf 5% untuk

(20)

7

membandingkan varietas hibrida (F1) dengan varietas pembanding yang telah komersial dan uji duncan’s multiple range test (DMRT) untuk mengetahui hibrida (F1) terbaik.

2. Nilai heterosis dan heterobeltiosis

Pendugaan nilai heterosis dilihat berdasarkan nilai tengah kedua varietas kedua tetuanya. Nilai heterobeltiosis dilihat dari nilai tengah tetua terbaik.

Heterosis = x 100% Heterobeltiosis = x 100% Keterangan :

= Nilai tengah progeny (F1) = Nilai tengah kedua tetua ( )

Nilai tengah tetua terbaik

3. Analisis nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus

Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus galur murni dihitung dengan menggunakan metode 2 Griffing yaitu berdasarkan half diallel cross

(enam tetua dan 15 hibrida) dengan asumsi tidak terdapat efek resiprokal. Ragam aditif dan ragam dominan dapat dihitung dari nilai ragam DGU dan ragam DGK (Tabel 2).

• DGU :

• DGK : Keterangan :

Gi = daya gabung umum galur ke-i

Sij = daya gabung khusus dari hibrida anatara galur ke-i dan j n = jumlah galur

Yij = nilai rataan dari hibrida anatara galur ke-i dan j Yi. = jumlah nilai rataan galur ke-i

Yii = nilai selfing galur ke-i Y.j = jumlah nilai rataan galur ke-j Yjj = nilai selfing galur ke-j Y.. = total keseluruhan nilai galur

Tabel 2 Analisis sidik ragam (Singh dan Chaudhary 1979) Sumber Keragaman Db KT E(KT) DGU (p-1) Mg σ2e + σ2DGK +(n+2) σ2DGU DGK p(p-1)/2 Ms σ2e + σ2 Galat DGK (r-1)((p-1)+p(p-1)/2) Me σ2e σ2

DGU = (Mg-Ms)/(n+2), σ2 DGK = (Ms-Me), σ2A = 2 σ2 DGU, σ2

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penanaman cabai di lapang dilakukan pada musim hujan. Menurut data badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kec. Darmaga, Bogor (2013) curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada kisaran 297.9-550 mm bulan-1. Curah hujan tertinggi pada bulan November (550 mm bulan-1) sedangkan curah hujan terendah pada bulan Maret (297.9 mm bulan-1). Suhu di sekitar lapang berkisar 25-26.2 oC dan kelembaban udara antara 84-88% (Lampiran 2).

Kondisi umum pertumbuhan tanaman di lapangan menunjukkan kondisi yang kurang optimum karena beberapa tanaman terserang hama dan penyakit. Pada musim hujan tanaman cabai lebih banyak terserang penyakit dibandingkan terserang hama. Hal tersebut menyebabkan penurunan populasi tanaman cabai. Penyakit yang banyak ditemukan pada lahan penelitian adalah layu fusarium, layu bakteri, gemini virus, dan antraknosa. Tanaman cabai yang ditanam di lapang paling banyak terserang layu fusarium dan layu bakteri (Gambar 1) karena perubahan cuaca yang tidak menentu ditambah kelembapan udara yang tinggi yaitu dapat mencapai 88% pada bulan Januari. Kelembapan udara yang tinggi tersebut dapat meningkatkan penyebaran dan perkembangan penyakit tanaman.

Gambar 1 Penyakit yang menyerang tanaman cabai: a. Layu fusarium b. Gemini virus

Gejala layu fusarium adalah tanaman layu, bila diamati akar tidak busuk, dan bila dibelah akan terlihat coklat pada batang. Coklat batang sebenarnya adalah kerusakan jaringan pembuluh xylem. Gejala layu bakteri adalah jika batang dibelah batang tersebut berwarna coklat-keluar lendir. Bila batang yang terserang layu bakteri diselup air jernih akan terlihat cairan seperti susu yang keluar dari batang (Widodo et al. 2010). Hama yang menyerang tanaman cabai pada lahan penelitian antara lain belalang, ulat grayak, thrips, kutu kebul, lalat buah, dan kutu daun. Gejala lalat buah berupa bua-buah yang busuk dan agak lunak sehingga sering dikira serangan bakteri. Bila buah dibuka akan tmpak belatung yang berwarna putih dan buah umumnya rontok (Widodo et al. 2010). Ulat grayak menyebabkan daun cabai rusak dan berlubang (Gambar 2).

(22)

9

Gambar 2 Hama yang menyerang tanaman cabai : a. Ulat grayak b. Lalat buah Heterosis dan Heterobeltiosis

Heterosis dapat digunakan untuk memperoleh informasi terkait peningkatan dan penurunan F1 daripada rataan kedua tetua dan tetua terbaik (heterobeltiosis). Heterosis juga digunakan untuk menguraikan DGU dan DGK dalam memperkuat proses seleksi (Khan dan Ali 2011). Nilai heterosis dan heterobeltiosis dipengaruhi oleh adanya pengaruh gen non aditif atau efek overdominan yang diwariskan pada sifat-sifat fisik tanaman (Prajapati dan Agalodia 2011; Batool et al. 2013).

Karakter umur berbunga dan umur panen

Nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter umur berbunga dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rataan umur berbunga tetua berkisar 31.67-46.00 HST, sedangkan hibridanya berkisar 24.67-32.67 HST. Nilai heterosis dan heterobeltoisis hibrida F1 berkisar -38.52-(-3.92)% dan -33.62-3.15%. Nilai heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga hibrida cabai pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Janulia (2010) sebesar -28.68-1.79% dan -23.33-32.56%. Nilai heterosis dan heterobeltiosis yang diinginkan untuk karakter umur berbunga adalah negatif karena menunjukkan kegenjahan umur berbunga genotipe hibrida tersebut.

Semua genotipe hibrida yang amati memiliki umur berbunga yang tidak berpengaruh nyata satu sama lain ketika dilakukan uji F sehingga tidak dilakukan uji lanjut DMRT (Lampiran 3). Namun, hampir semua hibrida yang diamati memiliki umur berbunga yang lebih genjah dibandingkan dengan rataan umur berbunga kedua tetuanya. Genotipe hibrida IPB C159 x IPB C111 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis paling rendah.

(23)

10

Tabel 3 Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Umur berbunga (HST) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 46.00 34.00 27.33 -31.67 -19.61 159×111 46.00 39.67 26.33 -38.52 -33.62 159×19 46.00 36.33 30.00 -27.12 -17.42 159×5 46.00 36.33 29.00 -29.55 -20.18 159×2 46.00 31.67 30.00 -22.75 -5.27 120×111 34.00 39.67 27.33 -25.80 -19.61 120×19 34.00 36.33 30.33 -13.74 -10.78 120×5 34.00 36.33 26.33 -25.11 -22.55 120×2 34.00 31.67 27.33 -16.76 -13.69 111×19 39.67 36.33 30.33 -20.18 -16.51 111×5 39.67 36.33 28.67 -24.56 -21.09 111×2 39.67 31.67 24.67 -30.85 -22.11 19×5 36.33 36.33 28.67 -21.09 -21.09 19×2 36.33 31.67 32.67 -3.92 3.15 5×2 36.33 31.67 26.33 -22.55 -16.85

Tabel 4 Nilai rata-rata umur panen P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

HST = hari setelah tanam

Nilai rataan tetua pada karakter umur panen adalah 78.00-100.67 HST, sedangkan nilai rataan hibrida F1 adalah 70.33-83.00 HST. Nilai heterosis dan heterobeltiosis hibrida berkisar -20.81-2.52% dan -20.07-4.27% pada karakter umur panen (Tabel 4). Nilai heterosis dan heterobeltosis pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter umur panen pada penelitian Sitaresmi et al. (2010) yaitu -6.86-17.42% dan -9.44-17.19%.

Genotipe (IPB C-)

Umur panen (HST) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 96.33 100.67 80.67ayy -18.10 -16.26 159×111 96.33 96.33 77.00abc -20.07 -20.07 159×19 96.33 78.00 83.00ayy -4.78 6.41 159×5 96.33 84.00 78.00abc -13.49 -7.14 159×2 96.33 80.67 82.00ayy -7.34 1.65 120×111 100.67 96.33 78.00abc -20.81 -19.03 120×19 100.67 78.00 77.00abc -13.81 -1.28 120×5 100.67 84.00 80.00aby -13.36 -4.76 120×2 100.67 80.67 82.33ayy -9.19 2.06 111×19 96.33 78.00 77.00abc -11.66 -1.28 111×5 96.33 84.00 75.00abc -16.82 -10.71 111×2 96.33 80.67 70.33cyy -20.53 -12.81 19×5 78.00 84.00 71.33cyy -11.93 -8.55 19×2 78.00 80.67 81.33ayy 2.52 4.27 5×2 84.00 80.67 71.67bcy -12.96 -11.16

(24)

11

Nilai heterosis yang dicari pada karakter umur panen adalah nilai negatif karena menunjukkan kegenjahan genotipe tersebut. Beberapa genotipe hibrida yang diamati berumur panen lebih genjah dibandingkan rataan kedua tetua dan rataan tetua terbaiknya. Umur panen yang lebih genjah menjadi sasaran pemuliaan cabai karena bermanfaat bagi pemulia dalam seleksi varietas hibrida dengan karakter umur panen genjah dan produksi tinggi (Sitaresmi et al. 2010; Syukur et al. 2010a).

Tabel 4 menunjukkan bahwa genotipe IPB C111 x IPB C2 dan IPB C19 x IPB C5 memiliki umur panen paling genjah dari semua hibrida yang diuji yaitu sebesar 70.33 HST dan 71.33 HST, sedangkan genotipe IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C19, IPB C159 x IPB C2, IPB C120 x IPB C2, dan IPB C19 x IPB C2 memiliki umur panen paling lama. Genotipe IPB C120 x IPB C111 memiliki nilai heterosis yang paling kecil yaitu sebesar -20.81% dan IPB C159 x IPB C111 memiliki nilai heterobeltiosis paling kecil dibandingkan genotipe yang lain yaitu sebesar -20.07%.

Karakter panjang daun dan lebar daun

Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter panjang daun ditunjukkan pada Tabel 5. Panjang daun kedua tetua berkisar 6.80-9.05 cm, sedangkan panjang daun hibrida F1 berkisar 6.70-9.10 cm. pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter panjang daun antara -16.35-5.51% dan -18.29-2.48%. Nilai heterosis tertinggi pada karakter panjang daun cabai (Capsicum annuum L.) pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Pranita (2007) yaitu sebesar 11.29%. Namun, panjang daun hibrida tertinggi pada penelitian Pranita (2007) masih lebih kecil yaitu sebesar 7.02 cm. Tabel 5 Nilai rata-rata panjang daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis Genotipe

(IPB C-)

Panjang daun (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 8.20 6.80 7.38deyy -1.67 -10.06 159×111 8.20 7.82 6.70eyyy -16.35 -18.29 159×19 8.20 8.27 8.37abcy 1.67 1.24 159×5 8.20 9.05 9.10ayyy 5.51 0.55 159×2 8.20 8.42 7.62cdey -8.34 -9.54 120×111 6.80 7.82 6.72eyyy -8.14 -14.13 120×19 6.80 8.27 7.49cdey -0.55 -9.39 120×5 6.80 9.05 8.21abcd 3.63 -9.25 120×2 6.80 8.42 7.50cdey -1.45 -10.93 111×19 7.82 8.27 7.45cdey -7.34 -9.86 111×5 7.82 9.05 7.55cdey -10.52 -16.60 111×2 7.82 8.42 7.30deyy -10.15 -13.35 19×5 8.27 9.05 7.92bcdy -8.55 -12.49 19×2 8.27 8.42 8.63abyy 3.41 2.48 5×2 9.05 8.42 8.84ayyy 1.17 -2.35

(25)

12

Genotipe hibrida IPB C159 x IPB C5 merupakan hibrida yang memiliki panjang daun dan heterosis paling besar dan nilai heterobeltiosis positif. Genotipe IPB C159 x IPB C19, IPB C159 x IPB C5, IPB C120 x IPB C5, IPB C19 x IPB 2, dan IPB C5 x IPB C2 adalah genotipe hibrida yang memiliki panjang daun yang lebih panjang dibandingkan dengan rataan panjang daun kedua tetuanya. Genotipe hibrida IPB C159 x IPB C5 dan IPB C5 x IPB C2 juga merupakan hibrida yang memiliki panjang daun paling besar dibandingkan hibrida lain yang diamati.

Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter lebar daun ditunjukkan pada Tabel 6. Nilai rata-rata lebar daun kedua tetua yang diamati berkisar 2.25-3.75 cm, sedangkan rata-rata lebar daun hibrida F1 berkisar 2.39-3.37 cm. Kisaran nilai heterosis dan heterobeltiosis antara -15.67-9.52% dan -24.76-(-2.52)%. Lebar daun, nilai heterosis, dan heterobeltiosis tertinggi pada karakter lebar daun cabai (Capsicum annuum L.) pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Pranita (2007) yaitu sebesar 3.68 cm, 25.81%, dan 13.23%.

Tabel 6 Nilai rata-rata lebar daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Lebar daun (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 2.58 2.25 2.48dey 2.71 -3.78 159×111 2.58 2.64 2.39eyy -8.51 -9.71 159×19 2.58 3.30 3.22ayy 9.52 -2.52 159×5 2.58 3.75 3.37ayy 6.59 -10.11 159×2 2.58 3.31 2.76bcd -6.04 -16.46 120×111 2.25 2.64 2.25eyy -8.00 -14.86 120×19 2.25 3.30 2.75bcd -1.07 -16.81 120×5 2.25 3.75 3.26ayy 8.75 -13.00 120×2 2.25 3.31 2.55cde -8.25 -22.92 111×19 2.64 3.30 2.81bcd -5.38 -14.79 111×5 2.64 3.75 2.82bcy -11.74 -24.76 111×2 2.64 3.31 2.51cde -15.67 -24.13 19×5 3.30 3.75 3.04aby -13.81 -18.98 19×2 3.30 3.31 3.08aby -6.75 -6.85 5×2 3.75 3.31 3.28ayy -7.08 -12.56

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Genotipe IPB C159 x IPB C19, IPB C159 x IPB C5, IPB C120 x IPB C5, dan IPB C5 x IPB C2 merupakan genotipe yang memiliki lebar daun paling besar dibandingkan semua genotipe hibrida yang diamati. Genotipe IPB C159 x IPB C19 juga merupakan hibrida yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis paling tinggi yaitu sebesar 9.52% dan -2.52%.

Karakter tinggi tanaman dan tinggi dikotomus

Nilai rataan tetua untuk karakter tinggi tanaman antara 47.64-64.19 cm. Nilai rataan hibridanya antara 47.59-65.26 cm. Genotipe IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C111, IPB C159 x IPB C2, IPB 120 x IPB C19, dan IPB C120 x

(26)

13

IPB C2 memiliki nilai rataan tinggi tanaman terbaik dari semua genotipe yang diuji. Genotipe IPB C159 x IPB C2 merupakan genotipe yang memiliki tinggi tanaman terbaik (65.24 cm) dan nilai heterosis serta heterobeltiosis tertinggi yaitu 24.36% dan 13.90% (Tabel 7). Nilai heterosis dan heterobeltiosis tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Payakhapaab et al. (2012) nilai tertinggi heterosis dan heterobeltiosis karakter tinggi tanaman sebesar 20.27% dan 8.74%.

Nilai heterosis positif pada karakter tinggi tanaman menunjukkan bahwa tinggi tanaman hibrida lebih tinggi dibandingkan rataan tinggi tanaman kedua tetuanya, sedangkan nilai heterobeltiosis positif menunjukkan bahwa tinggi tanaman hibrida lebih tinggi dibandingkan tinggi tanaman tetua tertinggi. Sebaliknya, menurut Beche et al. (2013), nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif diinginkan untuk menurunkan tinggi tanaman. Oleh sebab itu, nilai heterosis negatif atau positif dapat bermanfaat untuk pemuliaan tanaman sesuai dengan tujuan pemulia.

Tabel 7 Nilai rata-rata tinggi tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Tinggi tanaman (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 57.28 64.19 64.69ayyy 6.52 0.78 159×111 57.28 55.01 61.55ayyy 9.62 7.45 159×19 57.28 55.56 57.81abcd 2.47 0.93 159×5 57.28 58.92 59.44abyy 2.31 0.88 159×2 57.28 47.64 65.24ayyy 24.36 13.90 120×111 64.19 55.01 58.92abcy -1.14 -8.22 120×19 64.19 55.56 64.43ayyy 7.60 0.37 120×5 64.19 58.92 56.74abcd -7.82 -11.61 120×2 64.19 47.64 65.26ayyy 16.70 1.66 111×19 55.01 55.56 47.59dyyy -13.91 -14.33 111×5 55.01 58.92 49.52bcdy -13.06 -15.95 111×2 55.01 47.64 57.55abcd 12.13 4.63 19×5 55.56 58.92 48.70cdyy -14.91 -17.34 19×2 55.56 47.64 51.06bcdy -1.05 -8.09 5×2 58.92 47.64 47.73dyyy -10.42 -18.99

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Karakter tinggi tanaman pada tanaman cabai penting untuk diperhatikan karena terkait dengan kondisi lingkungan yaitu tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit pada buah. Tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang cukup tinggi yaitu buah cabai tidak menyentuh tanah dan terhindar dari percikan air dari tanah ke buah dapat menghindarkan buah dari infeksi (Janulia 2010), sehingga karakter tinggi tanaman dapat dijadikan salah satu karakter yang menentukan tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit yang perlu diperhatikan oleh pemuliaan tanaman dalam merakit varietas baru.

Pada Tabel 8 nilai tengah tinggi dikotomus tetua berkisar 19.21-26.31 cm, sedangkan hibridanya berkisar 22.83-33.40 cm. Peningkatan tinggi dikotomus

(27)

14

hibrida terhadap tetuanya relatif besar. Hal ini dapat dilihat dari nilai heterosis dan heterobeltiosis berkisar -2.93-46.85% dan -8.88-35.12%. Nilai heterosis dan heterobeltiosis tersebut lebih besar dibandingkan nilai heterosis dan heterobeltiosis tinggi dikotomus cabai pada penelitian Janulia (2010) yaitu sebesar -21.15-26.93% dan -34.70-14.43%.

Tabel 8 Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Tinggi dikotomus (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 26.31 23.09 23.98fgyy -2.93 -8.88 159×111 26.31 24.89 32.74ayyy 27.90 24.44 159×19 26.31 19.21 29.35abcd 28.93 11.53 159×5 26.31 20.58 25.10efgy 7.04 -4.62 159×2 26.31 20.50 30.07abcd 28.45 14.27 120×111 23.09 24.89 33.40ayyy 39.24 34.20 120×19 23.09 19.21 31.06abcy 46.85 34.53 120×5 23.09 20.58 27.31cdef 25.09 18.30 120×2 23.09 20.50 28.33bcde 30.00 22.72 111×19 24.89 19.21 22.83gyy 3.54 -8.27 111×5 24.89 20.58 22.96gy 1.00 -7.74 111×2 24.89 20.50 32.00abyy 41.00 28.58 19×5 19.21 20.58 26.25defg 31.91 27.52 19×2 19.21 20.50 27.71cdef 39.51 35.12 5×2 20.58 20.50 24.83efgy 20.85 20.62

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Hibrida IPB C159 x IPB C111 dan IPB C120 x IPB C111 merupakan genotipe hibrida yang memiliki tinggi dikotomus paling tinggi. Selain genotipe IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C5, IPB C111 x IPB C19, dan IPB C111 x IPB C5 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif.

Karakter diameter batang dan lebar tajuk

Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis diameter batang ditunjukkan pada Tabel 9. Nilai rataan tetua pada karakter diameter batang sebesar 4.93-7.85 mm, sedangkan rataan hibrida F1 pada karakter diamaeter batang sebesar 5.41-8.38 mm. Nilai rataan hibrida F1 tersebut lebih kecil dibandingkan nilai rataan hibrida F1 karakter diameter batang pada penelitian Yudilastari (2010) yaitu sebesar 8.80-11.10 mm. Nilai heterosis dan heterobeltiosisnya berkisar -6.64-27.40% dan -14.72-21.73%.

Berdasarkan Tabel 9, genotipe hibrida yang diamati tidak terdapat perbedaan yang nyata diameter batangnya. Genotipe hibrida IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C111, IPB C159 x IPB C2, IPB C120 x IPB C5, IPB C120 x IPB C2, dan IPB C111 x IPB C19 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif.

(28)

15

Tabel 9 Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Diameter batang (mm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 4.93 6.41 7.22 27.34 12.62 159×111 4.93 6.49 6.93 21.35 6.71 159×19 4.93 5.99 5.41 -0.94 -9.73 159×5 4.93 7.85 7.77 21.66 -1.00 159×2 4.93 6.35 7.18 27.40 13.15 120×111 6.41 6.49 6.13 -4.92 -5.54 120×19 6.41 5.99 6.08 -1.93 -5.14 120×5 6.41 7.85 8.38 17.55 6.75 120×2 6.41 6.35 7.80 22.32 21.73 111×19 6.49 5.99 6.83 9.48 5.23 111×5 6.49 7.85 6.69 -6.64 -14.72 111×2 6.49 6.35 6.00 -6.48 -7.53 19×5 5.99 7.85 6.80 -1.77 -13.42 19×2 5.99 6.35 5.91 -4.14 -6.84 5×2 7.85 6.35 7.01 -1.25 -10.71

Nilai rata-rata lebar tajuk tetua berkisar 48.26-63.12 cm, sedangkan nilai rata-rata lebar tajuk hibridanya berkisar 51.92-71.12 cm. Nilai heterosis dan heterobeltiosis relatif rendah yaitu berkisar –6.04-31.33% dan -9.28-20.88% (Tabel 10). Sebagian besar hibrida F1 yang diamati memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif. Semua genotipe hibrida yang diamati memiliki lebar tajuk yang tidak berbeda nyata satu sama lain.

Tabel 10 Nilai rata-rata lebar tajuk total per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Lebar tajuk (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 57.40 63.12 71.12 18.02 12.67 159×111 57.40 60.52 65.27 10.71 7.86 159×19 57.40 54.30 64.28 15.09 11.98 159×5 57.40 56.22 61.27 7.86 6.76 159×2 57.40 48.26 69.38 31.33 20.88 120×111 63.12 60.52 65.60 6.11 3.93 120×19 63.12 54.30 69.85 18.97 10.66 120×5 63.12 56.22 60.47 1.34 -4.20 120×2 63.12 48.26 66.90 20.14 6.00 111×19 60.52 54.30 54.95 -4.29 -9.21 111×5 60.52 56.22 56.58 -3.06 -6.50 111×2 60.52 48.26 54.90 0.94 -9.28 19×5 54.30 56.22 51.92 -6.04 -7.65 19×2 54.30 48.26 59.27 15.59 9.16 5×2 56.22 48.26 56.23 7.64 0.02

(29)

16

Lebar tajuk cabai (Capsicum annuum L.) terlebar pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian Daryanto (2009) yaitu sebesar 78.53 cm dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 32.41% dan 25.58%. Lebar tajuk suatu genotipe menentukkan jarak tanam ideal yang dapat digunakan bagi genotipe tersebut. Lebar tajuk yang sempit akan mengakibatkan rendahnya jumlah produksi per tanaman, sedangkan lebar tajuk yang lebar akan mengurangi populasi tanaman per satuan luas

Karakter panjang buah dan panjang tangkai buah

Nilai rataan tetua pada karakter panjang buah adalah 8.85-22.20 cm, sedangkan nilai rataan hibrida F1 adalah 11.83-18.64 cm. Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada karakter panjang buah antara -9.01-44.02% dan -36.37-33.81% (Tabel 11). Kisaran nilai heterosis dan heterobeltiosis tersebut lebih besar dibandingkan hasil penelitian Sujiprihati et al. (2007), nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter panjang buah antara -40.20-21.68% dan -53.83-12.53%.

Tabel 11 Nilai rata-rata panjang buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Panjang buah (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 10.15 22.20 17.53ay 8.38 -21.04 159×111 10.15 13.21 12.15bc 4.07 -7.98 159×19 10.15 10.58 14.16bc 36.65 33.91 159×5 10.15 8.85 13.33bc 40.35 31.36 159×2 10.15 13.26 13.98bc 19.47 5.47 120×111 22.20 13.21 18.13ay 2.41 -18.33 120×19 22.20 10.58 17.87ay 9.01 -19.53 120×5 22.20 8.85 14.13bc -9.01 -36.37 120×2 22.20 13.26 18.64ay 5.13 -16.04 111×19 13.21 10.58 12.67bc 6.57 -4.06 111×5 13.21 8.85 11.83cy 7.29 -10.41 111×2 13.21 13.26 14.25by 7.71 7.51 19×5 10.58 8.85 13.99bc 44.02 32.27 19×2 10.58 13.26 13.24bc 11.14 -0.11 5×2 8.85 13.26 14.09bc 27.44 6.25

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Genotipe IPB C159 x IPB C120, IPB C120 x IPB C111, IPB C120 x IPB C19, dan IPB C120 x IPB C2 memiliki panjang buah yang paling besar dibandingkan dengan seluruh genotipe hibrida yang diamati (Lampiran 1). Genotipe IPB C159 x IPB C19, IPB C159 x IPB C5, IPB C159 x IPB C2, IPB C111 x IPB C2, dan IPB C19 x IPB C5 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif untuk karakter panjang buah. Genotipe IPB C19 x IPB C5 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis paling tinggi yaitu sebesar 44.02%. IPB C159 x IPB C19 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterobeltiosis paling tinggi yaitu 33.91%. Namun, rataan panjang buah genotipe

(30)

17

IPB C19 x IPB C5 dan IPB C159 x IPB C19 nyata lebih kecil dibandingkan lima genotipe hibrida yang memiliki panjang buah paling besar (Tabel 11). Menurut Daryanto et al. (2010), hal ini menunjukkan bahwa heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi tidak selalu disertai dengan nilai tengah yang tinggi dalam persilangan dialel.

Nilai rata-rata panjang tangkai buah serta nilai heterosis dan heterobeltiosis dapat dilihat pada Tabel 12. Kisaran nilai panjang tangkai buah cabai yang diamati relatif sama pada tetua dan hibridanya yaitu antara 3.29-4.60 cm dan 3.13-4.18 cm. Nilai heterosis dan heterobeltiosis berkisar -8.60-1 0.43% dan -15.67-6.72%.

Tabel 12 Nilai rata-rata panjang tangkai buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Panjang tangkai buah (cm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 3.32 4.60 4.04ab 1.95 -12.23 159×111 3.32 3.29 3.16cd -4.47 -4.89 159×19 3.32 3.50 3.50abcd 2.65 0.02 159×5 3.32 3.60 3.81abcd 10.12 5.91 159×2 3.32 3.35 3.22cd -3.62 -4.10 120×111 4.60 3.29 3.88abc -1.69 -15.67 120×19 4.60 3.50 4.08ab 0.62 -11.41 120×5 4.60 3.60 4.18a 1.88 -9.24 120×2 4.60 3.35 4.02ab 0.99 -12.68 111×19 3.29 3.50 3.29cd -3.19 -6.07 111×5 3.29 3.60 3.24cd -5.87 -9.85 111×2 3.29 3.35 3.38bcd 1.82 0.87 19×5 3.50 3.60 3.73abcd 5.23 3.82 19×2 3.50 3.35 3.13d -8.60 -10.50 5×2 3.60 3.35 3.84abcd 10.43 6.72

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Genotipe IPB C120 x IPB C5 merupakan genotipe yang memiliki panjang tangkai buah paling besar. Genotipe IPB C159 x IPB C19, IPB C159 x IPB C5, IPB C111 x IPB C2, IPB C19 x IPB C5, dan IPB C5 x IPB C2 merupakan genotipe yang memiliki nilai nilia heterosis dan heterobeltiosis positif. Hibrida IPB C5 x IPB C2 juga merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi.

Karakter bobot per buah

Nilai rataan karakter bobot per buah tetua berkisar 1.85-8.77 g, sedangkan nilai rataan hibridanya berkisar 3.15-12.59 g. Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis bobot per buah berkisar -12.29-53.10% dan -34.56-43.50%. Genotipe IPB C19 x IPB C5 (12.59 g) dan IPB C5 x IPB C2 (12.48 g) merupakan genotipe hibrida yang memiliki bobot per buah terbesar dibandingkan semua genotipe hibrida yang diamati. Sebagian besar genotipe hibrida memiliki nilai heterosis positif pada karakter bobot per buah. Genotipe IPB C159 x IPB C111,

(31)

18

IPB C120 x IPB C5, IPB C19 x IPB C5, dan IPB C5 x IPB C2 merupakan genotipe hibrida yang memiliki nilai heterobeltiosis positif. Nilai heterosis paling tinggi dimiliki oleh genotipe IPB C120 x IPB C5, sedangkan nilai heterobeltiosis paling tinggi dimiliki oleh genotipe IPB C19 x IPB C5 (Tabel 13).

Tabel 13 Nilai rata-rata bobot per buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Bobot per buah (g) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 1.85 4.59 4.40fgy 36.46 -4.21 159×111 1.85 2.57 3.15gyy 42.55 22.68 159×19 1.85 8.73 5.71def 7.94 -34.56 159×5 1.85 8.77 6.54cde 23.14 -25.41 159×2 1.85 8.25 5.57efy 10.27 -32.47 120×111 4.59 2.57 4.07gfy 13.74 -11.28 120×19 4.59 8.73 7.79cyy 17.02 -10.70 120×5 4.59 8.77 10.23byy 53.10 16.62 120×2 4.59 8.25 7.00cde 9.03 -15.15 111×19 2.57 8.73 6.77cde 19.81 -22.44 111×5 2.57 8.77 6.57cde 15.83 -25.11 111×2 2.57 8.25 6.41cde 18.43 -22.33 19×5 8.73 8.77 12.59ayy 43.90 43.50 19×2 8.73 8.25 7.45cdy -12.29 -14.67 5×2 8.77 8.25 12.48ayy 46.66 42.30

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Genotipe IPB C120 x IPB C5 merupakan genotipe hasil persilangan antara cabai keriting dan cabai besar yang memiliki nilai heterosis paling tinggi dibandingkan semua genotipe yang diamati pada karakter bobot per buah. Bobot per buah IPB C120 x IPB C5 pada penelitian ini sebesar 10.23 g lebih besar dibandingkan bobot per buah ketika penelitian Marliyanti et al.(2013) yaitu sebesar 9.98 g. Menurut Marliyanti et al. (2013), bobot per buah IPB C120 x IPB C5 lebih besar dibandingkan Lembang I, namun tidak berbeda dengan Gelora. Karakter diameter buah dan tebal kulit buah

Nilai tengah diameter batang enam tetua genotipe cabai berkisar 7.45-18.81 mm sedangkan nilai tengah diameter genotipe hibrida F1nya berkisar 6.95-20.95 mm (Tabel 14). Hanya sebagian kecil genotipe hibrida yang diamati memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif untuk karakter diameter batang. Genotipe hibrida IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C111, IPB C120 x IPB C5, IPB C19 x IPB C5, dan IPB C5 x IPB C2 adalah genotipe yang memiliki nilai heterosis positif. Selain itu, genotipe hibrida IPB C19 x IPB C5 dan IPB C5 x IPB C2 merupakan genotipe yang memiliki diameter buah paling besar dibandingkan semua genotipe yang diamati yaitu 20.95 mm dan 20.23 mm. Hal tersebut karena kedua genotipe hibrida tersebut merupakan persilangan antara cabai besar dan cabai besar. Genotipe IPB C120 x IPB C5 merupakan hibrida hasil persilangan cabai keriting dan cabai besar yang memiliki nilai heterosis yang paling besar.

(32)

19

Tabel 14 Nilai rata-rata diameter buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Diameter buah (mm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 6.80 7.81 8.36ey 14.35 6.98 159×111 6.80 7.45 7.19ey 0.79 -3.61 159×19 6.80 18.40 11.01cd -12.63 -40.16 159×5 6.80 17.88 11.62cd -5.83 -35.00 159×2 6.80 18.81 10.26dy -19.87 -45.44 120×111 7.81 7.45 6.95ey -9.00 -11.08 120×19 7.81 18.40 12.85cy -1.97 -30.17 120×5 7.81 17.88 17.46by 35.89 -2.38 120×2 7.81 18.81 11.76cd -11.67 -37.50 111×19 7.45 18.40 12.72cy -1.57 -30.84 111×5 7.45 17.88 12.31cd -2.84 -31.17 111×2 7.45 18.81 11.27cd -14.17 -40.08 19×5 18.40 17.88 20.95ay 15.51 13.90 19×2 18.40 18.81 13.03cy -29.95 -30.71 5×2 17.88 18.81 20.23ay 10.27 7.56

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Nilai tengah tebal kulit buah dari tetua cabai yang diamati berkisar 0.91-2.49 mm dan tebal kulit buah hibridanya berkisar 1.22-2.27 mm. Nilai tengah tebal kulit buah F1 tersebut lebih besar dibandingkan rataan tebal kulit buah cabai hasil penelitian Yudilastari (2010) yaitu sebesar 1.14-1.73 mm. Nilai heterosis dan heterobeltiosisnya berkisar -15.72-35.45% dan -40.62-28.40% (Tabel 15).

Tabel 15 Nilai rata-rata tebal kulit buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Tebal kulit buah (mm) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 0.91 1.19 1.34ef 27.68 12.83 159×111 0.91 0.95 1.22f 31.02 28.40 159×19 0.91 2.09 1.73cde 15.34 -17.27 159×5 0.91 2.49 1.48def -13.03 -40.62 159×2 0.91 1.74 1.47def 10.77 -15.58 120×111 1.19 0.95 1.26f 17.68 5.87 120×19 1.19 2.09 1.67cde 1.52 -20.49 120×5 1.19 2.49 2.18ab 18.54 -12.50 120×2 1.19 1.74 1.61cdef 10.41 -7.08 111×19 0.95 2.09 1.84bcd 20.80 -12.26 111×5 0.95 2.49 1.67cde -2.74 -32.85 111×2 0.95 1.74 1.82bcd 35.45 4.71 19×5 2.09 2.49 2.27a -0.79 -8.67 19×2 2.09 1.74 1.61cdef -15.72 -22.93 5×2 2.49 1.74 1.98abc -6.50 -20.65

(33)

20

Genotipe IPB C19 x IPB C5 merupakan genotipe yang memiliki tebal kulit buah paling besar yaitu sebesar 2.27 mm tetapi memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe IPB C19 x IPB C5 memiliki tebal kulit buah yang lebih kecil dari rataan kedua tetuanya dan rataan tetua terbaik. Genotipe IPB C120 x IPB C5 memiliki tebal kulit buah yang tidak berbeda nyata dengan IPB C19 x IPB C5. Namun, Genotipe IPB C120 x IPB C5 memiliki nilai heterosis positif yaitu sebesar 18.54 mm.

Karakter jumlah dan bobot buah total

Jumlah buah total per tanaman tetua memiliki nilai tengah antara 32.17-88.35 dan jumlah buah total per tanaman hibridanya memiliki nilai tengah antara 31.22-100.88. Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada karakter jumlah buah per tanaman cukup tinggi yaitu berkisar -38.20-87.86% dan -54.55-63.66% (Tabel 16).

Genotipe IPB C159 x IPB C120, IPB C159 x IPB C111, IPB C159 x IPB C5, dan IPB C159 x IPB C2 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif. Genotipe hibrida IPB C159 x IPB C120 juga merupakan hibrida yang memiliki jumlah bobot buah per tanaman paling besar dibandingkan genotipe yang lain. Hibrida IPB C159 x IPB C2 juga memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis paling tinggi.

Tabel 16 Nilai rata-rata jumlah buah total per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Jumlah buah total Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 43.33 88.35 100.88a 53.21 14.18 159×111 43.33 70.53 178.43abc 37.76 11.20 159×19 43.33 4161 135.50de -16.42 -18.08 159×5 43.33 56.97 182.19ab 63.89 44.27 159×2 43.33 32.17 170.92abcd 87.86 63.66 120×111 88.35 70.53 158.08bcde -26.89 -34.27 120×19 88.35 41.61 140.16cde -38.20 -54.55 120×5 88.35 56.97 160.07bcde -17.33 -32.01 120×2 88.35 32.17 165.47abcde 8.65 -25.89 111×19 70.53 41.61 156.49bcde 0.74 -19.91 111×5 70.53 56.97 157.59bcde -9.67 -18.35 111×2 70.53 32.17 149.99bcde -2.64 -29.12 19×5 41.61 56.97 138.83de -21.22 -31.84 19×2 41.61 32.17 131.22e -15.37 -24.97 5×2 56.97 32.17 143.12cde -3.26 -24.32

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 17, nilai rataan bobot buah total per tanaman tetua yang yang diamati berkisar 65.86-262.28 g dan nilai rataan bobot buah per tanaman hibridanya berkisar 109.25-296.56 g. Sebagian besar hibrida yang dihasilkan memiliki bobot buah total per tanaman lebih besar daripada rataan kedua tetuanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan sebagian besar hibrida memiliki nilai heterosis yang positif.

(34)

21

Nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi untuk karakter bobot buah total per tanaman dimiliki oleh genotipe hibrida IPB C159 x IPB C2 yaitu sebesar 68.12% dan 29.70% (Tabel 17). Selain hibrida IPB C159 x IPB C2, genotipe hibrida IPB C159 x IPB C111, IPB C120 x IPB C5, dan IPB C111 x IPB 2 juga memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif. IPB C120 x IPB C5 juga merupakan genotipe yang memiliki bobot buah total pertanaman tertinggi.

Tabel 17 Nilai rata-rata bobot buah total per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Bobot buah total (g) Heterosis (%) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 65.86 231.77 205.00abcd 37.76 -11.55 159×111 65.86 102.91 118.39cd 40.29 15.04 159×19 65.86 194.40 109.25d -16.05 -43.80 159×5 65.86 262.28 263.77ab 55.61 -2.66 159×2 65.86 121.31 157.33bcd 68.12 29.70 120×111 231.77 102.91 143.10bcd -14.49 -38.26 120×19 231.77 194.40 196.81abcd -7.64 -15.08 120×5 231.77 262.28 296.56a 13.10 6.52 120×2 231.77 121.31 193.68abcd 9.71 -16.43 111×19 102.91 194.40 163.22bcd 9.79 -16.04 111×5 102.91 262.28 167.15abcd -8.46 -36.27 111×2 102.91 121.31 126.92cd 13.21 4.63 19×5 194.40 262.28 250.19abc 9.57 -4.61 19×2 194.40 121.31 142.61bcd -9.66 -26.64 5×2 262.28 121.31 229.15abcd 19.48 -12.63

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Karakter produktivitas

Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltios produktivitas ditunjukkan pada Tabel 18. Nilai rataan produktivitas pada tetua berkisar 1.41-5.60 ton ha-1, sedangkan produktivitas hibridanya berkisar 2.33-6.33 ton ha-1

Menurut Shrestha et al. (2011), persilangan antara tetua yang memiliki produktivitas rendah dapat menghasilkan heterosis dan heterobeltiosis paling tinggi serta menghasilkan produktivitas yang lebih baik daripada kedua tetuanya. Hal tersebut terjadi pada genotipe IPB C159 x IPB C2 yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis paling tinggi serta memiliki produktivitas lebih baik dari kedua tetuanya yang berproduktivitas rendah. Genotipe IPB C159 x IPB C111, IPB C159 x IPB C5, IPB C120 x IPB C5, dan IPB C111 x IPB C2 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif serta produktivitas lebih baik daripada kedua tetuanya.

. Berdasarkan nilai heterosis dan heterobeltiosisnya, peningkatan produktivitas pada hibridanya cukup tinggi yaitu antara -16.08-68.04% dan -43.83-29.61%. Nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi sekitar 68.04% dan 29.61% dimiliki oleh genotipe hibrida IPB C159 x IPB C2. Hasil penelitian Payakhapaab et al. (2012) nilai tertinggi heterosis dan heterobeltiosis pada karakter produktivitas cabai lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian ini yaitu 77.94% dan 72.96%.

(35)

22

Tabel 18 Nilai rata-rata produktivitas P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Produktivitas (ton ha-1 Heterosis (%) ) Heterobeltiotis (%) P1 P2 F1 159×120 1.41 4.95 4.37abcd 37.65 -11.64 159×111 1.41 2.20 2.53cdyy 40.13 14.82 159×19 1.41 4.15 2.33dyyy -16.08 -43.83 159×5 1.41 5.60 5.63abyy 60.67 0.50 159×2 1.41 2.59 3.36bcdy 68.04 29.61 120×111 4.95 2.20 3.05bcdy -14.54 -38.26 120×19 4.95 4.15 4.20abcd -7.66 -15.08 120×5 4.95 5.60 6.33ayyy 20.01 12.99 120×2 4.95 2.59 4.13abcd 9.69 -16.43 111×19 2.20 4.15 3.48bcdy 9.76 -16.09 111×5 2.20 5.60 3.57bcdy -8.50 -36.31 111×2 2.20 2.59 2.71cdyy 13.17 4.56 19×5 4.15 5.60 5.34abcy 9.52 -4.68 19×2 4.15 2.59 3.04bcdy -9.68 -26.64 5×2 5.60 2.59 4.89abcd 19.45 -12.63

angka diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Nilai rataan produktivias paling tinggi dimiliki oleh genotipe IPB C120 x IPB C5 sebesar 6.33 ton ha-1. Produktivitas tersebut lebih rendah dibandingkan produktivitas IPB C120 x IPB C5 pada penelitian Marliyanti et al. (2013) sebesar 23.75 ton ha-1

Daya Gabung

. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa tanaman contoh yang mati terserang penyakit layu fusarium dan layu bakteri sehingga produktivitas yang dihasilkan tidak maksimal. Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi serangan penyakit tersebut dengan mencabut tanaman yang mati dan membuangnya jauh dari lahan sekitar tanaman cabai. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan pengaplikasikan fungisida dan bakterisida setiap minggu sekali.

Menurut Syukur (2010c), pengujian daya gabung dan pendugaan nilai heterosis penting dilakukan untuk indentifikasi calon tetua. Daya gabung digunakan untuk menentukan arah varietas yang diinginkan (hibrida atau bersari bebas). Berdasarkan Tabel 19, 20, dan 21, analisis keragaman karakter vegetatif dan generatif hasil persilangan half Diallel genotipe cabai menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang diuji berbeda nyata pada semua karakter yang diamati kecuali lebar tajuk. Menurut Janulia (2010), hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman di antara genotipe-genotipe yang diuji. Hasil analisis menunjukkan bahwa kuadrat tengah daya gabung umum (DGU) berbeda sangat nyata (berbeda nyata 1%) pada karakter panjang daun, lebar daun, panjang buah, panjang tangkai buah, bobot per buah, diameter buah, tebal kulit buah, bobot total per tanaman, dan produktivitas, sedangkan daya gabung khusus (DGK) berbeda sangat nyata pada karakter tinggi dikotomus, panjang daun, lebar daun, umur berbunga, umur panen, panjang buah, bobot per buah, diameter buah, dan tebal kulit buah. Menurut Hafsah et al. (2007), nilai kuadrat tengah DGU dan DGK

(36)

23

mengindikasikan bahwa karakter yang diamati dikendalikan oleh gen aditif dan dominan. Tingginya nilai DGU dibandingkan DGK menunjukkan peran gen aditif lebih besar dibandingkan non aditif.

Tabel 19 Analisis keragaman karakter vegetatif lebar tajuk, tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, panjang daun, dan lebar daun hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai

Sumber keragaman Db Kuadrat tengah LT TT TD DBat PD LD Ulangan y2 17.71 130.32yy 9.02 2.88 0.12 0.0025 Genotipe 20 116.56tn 114.71*y 50.82** 2.18* 1.56** 0.52** Tetua y5 80.088tn 88.33tn 23.41** 2.66* 1.68** 0.96** Hibrida 14 112.81tn 131.95** 37.15** 1.96* 1.54** 0.38** Persilangan y1 351.79* 5.23tn 379.06** 2.89tn 1.22* 0.23** DGU y5 77.73* 82.77** 14.23tni 1.38tn 1.44** 0.56** DGK 15 25.90tn 23.39tn 17.84** 0.51tn 0.21** 0.04** Galat 40 22.14 12.51yy 1.55 0.30 0.08 0.01 Ragam aditif 12.95 14.84yy 0 0.22 0.31 0.13 Ragam Dominan 3.77 10.89yy 16.29 0.21 0.13 0.03 KK (%) 13.50 10.77yy 8.20 14.24 6.29 7.09 LT = lebar tajuk, TT = tinggi tanaman, TD = tinggi dikotomus, DBat = diameter batang, PD = panjang daun, LD = Lebar daun, * : Berbeda nyata pada taraf 5%, ** : Berbeda nyata pada taraf 1% , tn: Tidak berbeda nyata

Tabel 20 Analisis keragaman karakter generatif panjang buah, panjang tangkai buah, bobot per buah, diameter buah, dan tebal kulit buah hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai

Sumber keragaman

Db Kuadrat tengah

PB PTB BPB DB TKB

Ulangan y2 1.29yy 0.18yy 1.66yy 0.84 y 0.0011 Genotipe 20 29.66** 0.48*y 24.80** y63.86** 0.53** Tetua y5 69.63** 0.75** 30.51** 109.60** 1.27** Hibrida 14 15.08** 0.42*y 22.93** y51.99** 0.29** Persilangan y1 34.02** 0.01tni 22.46** y1.39tn 0.17tni DGU y5 32.65** 0.56** 27.67** 74.21** 0.58** DGK 15 2.30** 0.03tny y1.80** 3.65** 0.04** Galat 40 0.64yy 0.06yy 0.34yy 0.59yy 0.02yy Ragam

aditif 7.59yy 0.13yy 6.47yy 17.64yy 0.14yy Ragam

Dominan 1.66yy 0.yyyy 1.46yy 3.06y 0.03yy KK (%) 9.75yy 11.55 y 15.00yy 10.51yy 13.09yy PB = panjang buah, PTB = panjang tangkai buah, BPB = bobot per buah, DB = diameter buah, TKB= tebal kulit buah, * : Berbeda nyata pada taraf 5% ** : Berbeda nyata pada taraf 1%, tn : Tidak berbeda nyata

Nilai ragam dominan lebih besar dibandingkan nilai ragam aditif pada karakter tinggi dikotomus (Tabel 19), umur berbunga, dan umur panen (Tabel 21). Hal ini mengindikasikan bahwa peran gen dominan lebih besar daripada peran gen aditif sehingga pembentukan genotipe hibrida lebih efektif dilakukan untuk

Gambar

Gambar 1    Penyakit yang menyerang tanaman cabai: a. Layu fusarium    b. Gemini virus
Gambar  2  Hama yang menyerang tanaman cabai : a. Ulat  grayak  b. Lalat buah
Tabel  3  Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan  F1 serta nilai heterosis dan  heterobeltiosis
Tabel 4 menunjukkan bahwa genotipe IPB C111 x IPB C2 dan IPB C19 x  IPB C5  memiliki umur panen  paling genjah dari semua hibrida yang diuji yaitu  sebesar 70.33 HST dan 71.33 HST, sedangkan genotipe IPB C159 x IPB C120,  IPB C159 x IPB C19, IPB C159 x IPB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, ketentuan hukum acara yang dirumuskan berangkat dari konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus

Dengan adanya dampak komplain yang serius tersebut serta 12,5% kasus belum bisa diselesaikan dengan penjelasan, maka manajemen komplain pasien yang efektif dan efisien di Rumah

Dengan demikian kekuatan mutu plat beton 20 MPa sangat berpengaruh terhadap kekuatan yang dihasilkan oleh Dapat dilihat pula kekuatan yang bekerja pada bidang

ANALISIS BIOEKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI DESA MOJO, KECAMATAN ULUJAMI, KABUPATEN

Pola penanaman pendidikan moral anak di Dusun Taman Roja Desa Batara Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep dilakukan orang tua dengan cara membiasakan anak dalam

Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik deskriptif dalam bentuk prosentase. Rata-rata skor setiap siklusnya dibahas berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan. Membuat

Jadi klimatologi didefinisikan sebagai ilmu yang memberi gambaran dan penjelasan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat berbeda dan bagaimana

Sanksi tindak pidana pencemaran nama baik ditinjau dari hukum pidana Indonesia, tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh korban pencemaran nama baik melalui