PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2017
TENTANG
PELAKSANAAN KETENTUAN NEGARA PELABUHAN UNTUK MENCEGAH, MENGHALANGI, MEMBERANTAS PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (Agreement On Port State Measure To
Prevent, Deter And Elliminate Illegal, Unreported And Unregulated Fishing) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan Agreement on Port State Measure to Prevent, Deter and Elliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (Persetujuan tentang ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Membrantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal, Tidak Dilaporkan dan Tidak Diatur) perlu mengatur Pelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Memberantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal, Tidak Dilaporkan Dan Tidak Diatur (Agreement On Port State Measure To Prevent, Deter And Elliminate Illegal, Unreported And Unregulated Fishing);
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentangPelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Memberantas Penangkapan Ikan Secara
Ilegal, Tidak Dilaporkan Dan Tidak Diatur (Agreement On Port State Measure To Prevent, Deter And Elliminate Illegal, Unreported And Unregulated Fishing);
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982 (United Convention On The Law Of The Sea) (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5024);
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pengesahan Agreement for The Establishment of The Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia);
6. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for The Conservation of Southern Bluefin Tuna (Konvensi tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan);
7. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengesahan Convention on The Conservation and Management of Highly Migratory Fish Stocks in The Western and Central Pacific Ocean (Konvensi tentang Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh di Samudera Pasifik Barat dan Tengah) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 148); 8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
9. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111);
10. Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan Agreement on Port State Measure to Prevent, Deter and Elliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 92);
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 440);
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 342);
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 82 tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Pemberitahuan Berlayar ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1913)
14. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 229);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELAKSANAAN KETENTUAN NEGARA PELABUHAN UNTUK MENCEGAH, MENGHALANGI, MEMBERANTAS PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (AGREEMENT ON PORT STATE MEASURE TO PREVENT, DETER AND ELLIMINATE ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING).
BAB I
KETENTUAN UMUM Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Port State Measuresyang selanjutnya disebut PSM atau Kebijakan Negara Pelabuhan adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau intervensi yang diambil oleh Negara pelabuhan terhadap kapal perikanan berbendera asing.
2. Ketentuan konservasi dan pengelolaan adalah langkah-langkah untuk melestarikan dan mengelola sumber daya kelautan hayati yang diambil dan diterapkan secara konsisten dengan peraturan dalam hukum internasional yang relevan termasuk yang tercermin dalam Konvensi; 3. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
4. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakandengan alat atau cara apapun,termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,mengolah, dan/atau mengawekan.
5. Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishingadalah kegiatan perikanan yang tidak sah, tidak dilaporkan pada institusi pengelola perikanan yang berwenang, dan kegiatan perikanan yang belum diatur dalam peraturan yang ada.
6. Pihak adalah Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional yang telah setuju untuk tunduk di bawah Persetujuan ini dan dimana persetujuan ini diberlakukan.
7. Organisasi pengelola perikanan regional adalah organisasi atau lembaga perikanan antarnegara atau yang disamakan, yang memiliki kompetensi untuk menerapkan ketentuan konservasi dan pengelolaan.
8. Pelabuhan perikananadalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
9. Pelabuhan meliputi terminal-terminal lepas pantai dan instalasi lain untuk pendaratan, pengalihangkutan, pengepakan, pengolahan, pengisian bahan bakar atau pengisian perbekalan;
10. Pelabuhan masuk atau pelabuhan keluar adalah pelabuhan yang ditetapkan sebagai tempat masuk dan keluar kapal perikanan berbendera asing.
11. Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana pokokperairan, penahan tambat dan labuh untuk pelayanan setiap kedatangan kapal perikanan berbendera asing sampai dengan keberangkatan dari pelabuhan perikanan.
12. Pengangkutan ikan adalah kegiatan yang khusus melakukan pengumpulan dan/atau pengangkutan ikan.
13. Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
14. Kapal perikanan berbendera asing adalah kapal perikanan yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia.
15. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan, termasuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
16. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang memiliki palkah ikan dan/atau tidak memiliki palkah ikan yang digunakan untuk mengangkut, memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan, dan/atau mengawetkan ikan. 17. Alat penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda
benda lainnya yang digunakan untuk menangkap ikan.
18. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI, adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.
19. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. 21. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
Tujuan Pasal 2
Tujuan dari Peraturan Menteri ini merupakan acuan bagi Otoritas Pelabuhan Perikanan, Syahbandar di Pelabuhan Perikanan, Pengawas Perikanan, dan Petugas Karantina Ikan dalam pelaksanaan pemeriksaan kapal perikanan berbendera asing sejak kedatangan sampai dengan keberangkatan dari pelabuhan perikanan
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi : 1. Penerapan;
2. Kelembagaan;
3. Masuk Ke Pelabuhan; 4. Monitoring dan Evaluasi
BAB II Penerapan
Pasal 4
(1) Setiap Pihak dalam kapasitasnya, sebagai Negara Pelabuhan wajibmenerapkan persetujuan ini, apabilaterdapat kapal-kapal yang tidak berhak mengibarkan benderanya yang akan masuk ke pelabuhan-pelabuhannya atau berada dalam salah satu pelabuhan-pelabuhannya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan bagi kapal-kapal dari negara sekitar yang melakukan penangkapan ikan untuk mencari nafkah, apabila Negara Pelabuhan dan Negara Bendera bekerja sama untuk memastikan bahwa kapal-kapal tersebut tidak terlibat dalam IUU Fishingatau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan dimaksud.
(3) Kapal-kapal kontainer yang tidak sedang mengangkut ikan atau, jika mengangkut ikan, hanya ikan yang sebelumnya telah didaratkan, dalam hal ini tidak terdapat dasar yang jelas untuk mencurigai bahwa kapal tersebut terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan yang berhubungan dengan IUU Fishing.
(4) Pihak dalam kapasitasnya sebagai Negara Pelabuhan memutuskan untuk tidak menerapkan Persetujuan ini kepada kapal-kapal yang disewa oleh warga negaranya secara khusus untuk menangkap ikan di wilayah kedaulatan negaranya dan beroperasi di bawah kekuasaan wilayah tersebut. Kapal yang demikian wajib mempertimbangkan ketentuan dari Pihak sebagaimana halnya ketentuan tersebut diterapkan dalam kaitannya dengan kapal-kapal yang berhak untuk mengibarkan benderanya.
(5) Persetujuan ini wajib diterapkan untuk penangkapan ikan yang dilakukan di wilayah laut secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diaturdan berlaku untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung cara penangkapan ikan tersebut.
(6) Persetujuan ini wajib diterapkan secara adil, transparan, dan nondiskriminatif, sesuai dengan hukum internasional.
(7) dalamhal Persetujuan ini mencakup secara global dan berlaku untuk semua pelabuhan, Pihak-Pihak wajib mendorong semua entitas yang lain untuk mengambil langkah-langkah yang konsisten dengan ketetapannya. Bagi yang tidak menjadi Pihak dalam Persetujuan ini dapat menunjukkan komitmen mereka untuk secara konsisten bertindak sesuai dengan ketetapan ini.
BAB III Kelembagaan
Pasal 5
(1) Mengintegrasikan atau mengkoordinasikan ketentuan-ketentuan negara pelabuhan (port State measures) yang berkaitan dengan perikanan dengan sistem kontrol negara pelabuhan (port State controls) yang lebih luas melalui dukungan keterlibatan institusi/kelembagaan nasional
terkait.Sejumlah institusi/kelembagaan nasional terkait untuk implementasi PSM diantaranya meliputi :
a. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan;
b. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan;
c. Badan Karantina Ikan,Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan;
d. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan; e. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementerian Kesehatan;
f. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; g. Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM; h. Polisi Air dan Udara – POLRI;
i. Bakamla; j. TNI-AL;dan
k. Otoritas Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri.
(2) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, mempunyai tugas dan fungsi meliputi:
a. menyusun prosedur pelaksanaan implementasi PSM;
b. melakukan pengaturan kapal perikanan berbendera asing masuk-keluar dari/ke pelabuhan;dan
c. mengkoordinasikan kegiatan pemeriksaan; dan melakukan pengaturan penggunaan pelayanan fasilitas pelabuhan bagi kapal.
(3) Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, mempunyai tugas dan fungsi meliputi: a. menyediakan SDM dan training bagi inspector perikanan;dan
b. melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen dan kelayakan teknis operasional.
(4) Badan Karantina Ikan,Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c, mempunyai tugas dan fungsimencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan dari luar negeri, dari suatu area ke area lain didalam negeri atau keluarnya dari Wilayah Republik Indonesia.
(5) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, mempunyai tugas dan fungsimelakukan pemeriksaan kapal perikanan berbendera asing atas kepatuhan keselamatan, polusi dan hal-hal lain terkait standar internasional.
(6) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dimaksud pada ayat 1 huruf e, mempunyai tugas dan fungsi melakukan pemeriksaan kapal dan awak kapal untuk antisipasi penyebaran penyakit menular, kekarantinaan dan surveilans epidemiologi penyakit, dan penyediaan pelayanan kesehatan bagi awak kapal perikanan berbendera asing yang sakit.
(7) Direktorat Jenderal Bea dan Cukaidimaksud pada ayat 1 huruf f, mempunyai tugas dan fungsi melakukan pemeriksaan dan penyediaan akses bea dan cukai untuk ikan dan komoditi perikanan dan/atau barang lainnya yang didaratkan atau dialihmuatkan dari kapal perikanan berbendera asing di suatu pelabuhan PSM.
(8) Direktorat Jenderal Imigrasi dimaksud pada ayat 1 huruf g, mempunyai tugas dan fungsi melakukan pemeriksaan kejelasan awak kapal perikanan berbendera asing setelah masuk pelabuhan PSM.
(9) Polisi Air dan Udara dimaksud pada ayat 1 huruf h, mempunyai tugas dan fungsi melakukan penyelidikan dan penegakan undang-undang yang berlaku secara nasional dan kejahatan transnasional.
(10) Bakamla dimaksud pada ayat 1 huruf i, mempunyai tugas dan fungsi melakukan penyelidikan dan penegakan undang-undang yang berlaku secara nasional dan kejahatan transnasional.
(11) TNI - AL dimaksud pada ayat 1 huruf j, mempunyai tugas dan fungsimelakukan penyelidikan dan penegakan undang-undang yang berlaku secara nasional dan kejahatan transnasional.
(12) Otoritas Kerjasama Luar Negeri dimaksud pada ayat 1 huruf k, mempunyai tugas dan fungsi membantu KKP dalam penyampaian hasil pemeriksaan terhadap kapal ikan asing yang masuk ke pelabuhan PSM Indonesia kepada : negara dimana dari hasil pemeriksaan, telah terjadi kegiatan IUU Fishing di wilayah perairan dalam yurisdiksinya, negara asal kewarganegaraan nakhoda kapal; RFMO terkait, FAO dan organisasi internasional terkait lainnya.
Petugas PSM Pasal 6
(1) Petugas PSMditetapkan oleh Direktur Jenderal, setelah mengikuti pelatihan terkait dengan tata cara pemeriksaan kapal perikanan berbendera asing/PSM Training.
(2) Petugas PSM terdiri dari :
a. struktur dalam sekretariat PSM di KKP; b. syahbandar di pelabuhan perikanan; c. pengawas perikanan;dan
d. petugas karantina ikan.
(3) Petugas PSM dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan identitas yang meliputi:
a. kartu tanda pengenal, seragam, topi, sepatu, rompi, tas, helm, kacamata, sarung tangan, alat tulis, radio, kamera, senter, laptop dan alat-alat lain untuk kebutuhan inspeksi;dan
b. kontak person petugas PSM untuk masing-masing lokasi pelabuhan PSM.
BAB IV
MASUK KE PELABUHAN Penunjukkan Pelabuhan
Pasal 7
(1) Pelabuhan yang akan menerapkan PSM ditetapkan oleh Menteri.
(2) Penetapan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
a. pelabuhan umum dengan rekomendasi teknis dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pelayaran untuk penetapan pelabuhan umum
b. pelabuhan perikanan :
✓ sarana dan prasarana pendukung; ✓ sumber daya manusia;
✓ jaringan;dan ✓ alur Pelayaran.
(3) Pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan perlu dinotifikasi oleh pemerintah kepada organisasi internasional terkait.
Permohonan Awal Memasuki Pelabuhan Pasal 8
(1) Pemilik kapal /nakhoda kapal perikanan berbendera asing menunjuk agen/perwakilannya di Indonesia.
(2) Agen perwakilan di Indonesia mengajukan permohonan kepada otoritas pelabuhan PSM paling lambat dalam waktu 96 jam sebelum kapal memasuki pelabuhan PSM dengan melampirkan dokumen sebagaimana terlampir pada lampiran I (annex A).
(3) Petugas PSM melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pada kapal perikanan berbendera asing yangakan masuk ke pelabuhan PSM.
(4) Penilaian petugas PSM terhadap dokumen permohonan sebagaimana tersebut pada ayat 3 dan kelengkapannya berdasarkan check list penilaian sebagaimana terlampir pada lampiran 1
(5) Hasil penilaian petugas PSM berupa persetujuan atau penolakan terhadap kapal ikan asing yang masuk ke pelabuhan PSM. Hasil penilaian tersebut disampaikan ke agen/perwakilan di Indonesia dalam waktu paling cepat 2 x 24 jam.
(6) Hasil penilaian tersebut disampaikan dalam bentuk notifikasi resmi petugas PSM kepada agen kapal perikanan berbendera asing, termasuk menginformasikan kepada agen kapal perikanan berbendera asing /perwakilan mengenai lokasi sandar kapal tersebut.
Force Majeure atau Keadaan Sulit Pasal 9
Dalam hal kapal perikanan berbendera asing yang mengalami keadaan darurat (force majeure) diijinkan memasuki pelabuhan perikanan secara khusus dan diberikan bantuan pada kapal tersebut.
Guna Pelabuhan Pasal 10
(1) Otoritas pelabuhan menentukan izin kapal perikanan berbendera asing dapat masuk atau ditolak menggunakan pelabuhan setelah dilakukan pemeriksaan terindikasi IUU Fishing atau tidak.
(2) Penerimaan dan penolakan kapal perikanan tersebut disampaikan kepada nakhoda kapal.
(3) penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua), dapat dilakukan bila otoritas pelabuhan memiliki bukti yang cukup bahwa suatu kapal perikanan berbendera asing :
a. terlibat dalam IUU Fishing;
b. terkait kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan illegal; c. mendukung penangkapan ikan illegal;
d. kapal tersebut ada dalam daftar pelaku IUU Fishing;dan
e. pernah terlibat dalam penangkapan ikan tidak sah, atau kegiatan tidak sesuai dengan aturan penangkapan ikan yang digunakan oleh RFMO. (4) Pelabuhan harus menolak kapal tersebut untuk menggunakan fasilitas
pelabuhan bila:
a. diketahui bahwa kapal tersebut tidak memiliki izin yang resmi dan berlaku untuk menangkap ikan atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan;
b. memiliki bukti yang jelas bahwa ikan yang diangkut melanggar hukum yang berlaku di Negara Pesisir sesuai dengan wilayah kedaulatan nasional;
c. negara bendera tidak memberikan konfirmasi dalam jangka waktu yang wajar, atas permintaan Negara Pelabuhan, bahwa ikan yang diangkut sesuai dengan peraturan yang berlaku, organisasi pengelolaan perikanan regional terkait;dan
d. pelabuhan memiliki alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa kapal tersebut juga terlibat dalam IUU Fishing.
Tingkat dan Prioritas Pemeriksaan Pasal 11
(1) Memeriksa jumlah kapal di pelabuhan perikanan yang diperlukan untuk memperoleh tingkat pemeriksaan tahunan yang cukup untuk mencapai tujuan penerapan PSM ini.
(2) Menyetujui pada tingkat minimum pemeriksaan kapal melalui, bila perlu, organisasi pengelolaan perikanan regional, FAO atau yang lainnya.
(3) Dalam menentukan kapal mana yang akan diperiksa, petugas PSM memberikan prioritas kepada:
a. kapal-kapal yang telah ditolak masuk atau menggunakan pelabuhan sesuai dengan penerapan PSM ini;
b. permohonan-permohonan dari pihak yang terkait, negara atau organisasi pengelolaan perikanan regional untuk memeriksa kapal tertentu, khususnya jika permohonan tersebut didukung oleh bukti IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian oleh kapal yang sedang dipermasalahkan;dan
c. kapal lain yang dengan dasar jelas dicurigai terlibat IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian.
Pasal 12
Pelaksanaan Pemeriksaan
(1) Memastikan bahwa pemeriksa melaksanakan fungsi yang tertera dalam Annex B sebagai standar minimum.
(2) Melaksanakan pemeriksaan di pelabuhan:
a. memastikan pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa yang berkualitas yang diberi wewenang untuk tugas tersebut, dengan memperhatikan secara khusus Pasal 16;
b. memastikan bahwa, sebelum memeriksa, pemeriksa menyerahkan dokumen yang menerangkan identitas pemeriksa kepada nakhoda kapal;
c. memastikan bahwa pemeriksa memeriksa seluruh bagian kapal, ikan yang diangkut, jaring dan alat tangkap lain, perlengkapan, dan dokumen atau catatan lain di kapal yang relevan untuk menguji kepatuhan terhadap ketentuan pengelolaan dan konservasi yang terkait; d. mewajibkan nakhoda kapal memberikan semua bantuan dan informasi
yang diperlukan kepada Pemeriksa, dan apabila diperlukan menyerahkan bahan dan dokumen yang terkait atau semua salinan dokumen yang sah dimaksud;
e. dalam hal pengaturan tertentu dengan Negara Bendera kapal tersebut, mengundang negara itu untuk ikut serta dalam pemeriksaan;
f. mengusahakan semua kemungkinan untuk menghindari penundaan yang berlebihan kapal tersebut untuk meminimalkan campur tangan dan ketidaknyamanan, termasuk kehadiran pemeriksa di atas kapal yang tidak perlu, dan untuk menghindari tindakan yang secara kontradiktif akan mempengaruhi kualitas ikan di kapal;
g. mengusahakan segala kemungkinan untuk memfasilitasi komunikasi dengan nakhoda atau ABK senior kapal tersebut, termasuk bila pemeriksa dikawal seorang penterjemah jika mungkin dan jika diperlukan;
h. memastikan bahwa pemeriksaan dilaksanakan dengan cara yang adil, transparan, dan nondiskriminatif dan tidak akan menimbulkan gangguan terhadap kapal mana pun; dan
i. tidak mencampuri kemampuan nakhoda kapal, sesuai dengan hukum internasional, untuk berkomunikasi dengan pihak berwenang Negara Bendera.
Hasil Pemeriksaan Pasal 13
Memasukkan informasi yang tertera di Annex C dalam laporan tertulis hasil pemeriksaan.
Penyampaian Hasil Pemeriksaan Pasal 14
(1) Menyampaikan hasil tiap pemeriksaan kepada negara bendera kapal yang diperiksa, dan bila perlu, kepada:
a. negara-negara dimana melalui pemeriksaan terdapat bukti bahwa kapal tersebut terlibat IUU Fishing atau kegiatan yang berkaitan dengan dengan penangkapan ikan yang mendukung penangkapan ikan yang demikian dalam perairan di bawah kewenangan nasional mereka; b. negara dimana nakhoda kapal menjadi warganegara; dan
c. organisasi pengelolaan perikanan regional danorganisasi internasional yang terkait.
Kerjasama dan Pertukaran Informasi Pasal 15
(1) Dalam hal penerapan ketentuan PSM, Indonesia sebagai negara pelabuhan wajib bekerjasama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional dan organisasi internasional.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pertukaran informasi elektronik secara langsung, dengan mempertimbangkan persyaratan kerahasiaan yang relevan.
(3) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai pusat kontak untuk pertukaran informasi dan menyampaikan penunjukkan tersebut kepada FAO.
(4) Pelabuhan yang melaksanakan PSMharus menyiapkan perangkat hardware dan software terkait dengan pertukaran informasi secara elektronik.
(5) Prosedur pertukaran informasi sebagaimana diatur dalam PSMA.
Pelatihan Pemeriksa Pasal 16
(1) Memastikan bahwa petugas PSM dilatih sebagaimana mestinya dengan mempertimbangkan pedoman pelatihan pemeriksa dalam Annex E. (2) Penyusunan kurikulum pelatihan petugas PSM, meliputi:
a. etika;
b. isu kesehatan, keselamatan dan keamanan;
c. hukum dan peraturan nasional yang terkait, area kompetensi dan upaya konservasi dan pengelolaan dari RFMO yang terkait, dan hukum internasional yang terkait;
d. pengumpulan, evaluasi, dan pemeliharaan barang bukti;
e. prosedur umum pemeriksaan seperti penulisan laporan, dan teknik wawancara;
f. analisis informasi, seperti logbook, dokumentasi elektronik, dan sejarah kapal (nama, kepemilikan, dan negara bendera), yang diperlukan bagi validasi informasi yang diberikan oleh nakhoda kapal;
g. inspeksi dan menaiki kapal, termasuk mengadakan pemeriksaan ruangan muatan dan perhitungan atas volume ruangan muatan kapal; h. verifikasi dan validasi informasi terkait pendaratan, transshipments,
pengolahan, dan ikan yang masih berada di kapal, termasuk memanfaatkan faktor konversi bagi berbagai produk dan spesies;
i. identifikasi spesies ikan, dan pengukuran panjang ikan dan parameter biologis lainnya;
j. identifikasi kapal dan alat tangkap, dan teknik inspeksi dan pengukuran alat tangkap;
k. peralatan dan pengoperasian VMS dan sistem pelacak elektronik lainnya; dan
l. tindakan-tindakan yang akan diambil menindaklanjuti pemeriksaan.
Tindakan Negara Pelabuhan Setelah Pemeriksaan Pasal 17
(1) Dalam hal kapal perikanan berbendera asing terindikasi melakukan IUU Fishing setelah petugas PSM melakukan pemeriksaan maka :
a. segera memberitahukan kepada Negara bendera kapal,Negara pantai terkait, negara nakhoda, organisasi pengelolaan perikanan regional dan organisasi internasional lainnya.
b. menolak kapal tersebut menggunakan fasilitas pelabuhan yang meliputi : bongkar muat ikan, alih angkut ikan, mengemas, dan mengolah ikan,pengisian bahan bakar dan pengisian perbekalan, menggunakan galangan kapal.
Peran Negara Bendera Pasal 18
(1) Atas permintaan negara pelabuhan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kapal yang berhak mengibarkan benderanya yang diduga kuat melakukan IUU Fishing atau kegiatan terkait.
(2) Bila ada bukti cukup, mengambil tindakan penegakan tanpa menunda-nunda sesuai dengan hukum dan peraturan.
(3) Melapor kepada Pihaklain, Negara Pelabuhan yang terkait dan, bila perlu, Negara lain yang relevan, RFMOs dan FAO atas tindakan yang telah dilakukan terhadap kapal yang berhak mengibarkan benderanya yang, telah dinyatakan terlibat dalam IUU Fishing atau kegiatan terkait.
Non-pihak Dalam Persetujuan Ini Pasal 19
(1) Para pihak harus mendorong Non-Pihakuntuk: a. menjadi Pihak dan/atau;
b. mengadopsi hukum dan peraturan;dan
c. menerapkan langkah-langkah yang konsisten. (2) Para pihak harus mengambil langkah-langkah yang:
a. adil;
b. nondiskriminatif;dan
c. transparanuntuk mencegah kegiatan Non-Pihak yang mengurangi keefektifan penerapan PSM ini.
Monitoring dan Evaluasi Pasal 20
Direktur Jenderal wajib melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penerapan PSMdan melaporkan hasilnya kepada Menteri sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
Ketentuan Lain-Lain Pasal 21
(1) Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan Port State Measure to Prevent, Deter and Elliminate Illegal, Unruported and Unrugelated Fishing merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Petugas PSM dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinyaberkoordinasi dengan institusi/kelembagaan nasional terkaitsebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 22 Ketentuan Penutup
Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal Desember 2017
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
Ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal Desember 2017
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Ttd
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR……/PERMEN-KP/2017
TENTANG PELAKSANAAN KETENTUAN NEGARA PELABUHAN UNTUK
MENCEGAH, MENGHALANGI,
MEMBERANTAS PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (AGREEMENT ON PORT STATE MEASURE TO PREVENT, DETER AND ELLIMINATE ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING)
Formulir Informasi Kapal yang akan memasuki Pelabuhan (AnnexA)
1. Intended port of call
2. Port State 3. Estimated date
and time of arrival 4. Purpose(s)
5. Port and date of last port call
6. Name of the vessel 7. Flag State 8. Type of vessel 9. International Radio Call Sign 10. Vessel contact information 11. Vessel owner(s)
12. Certificate of registry ID
13. IMO ship ID, if available
14. External ID, if available
15. RFMO ID, if applicable
16. VMS No Yes: Nasional Yes: RFMO
Type 17. Vessel
dimensions
Lenght Beam Dra
ft 18. Vessel master name and
nationality
19. Relevant fishing authorization(s) identifi er Issued by validit y
Fishing Area Species Gear
20. Relevant Transhipment
identifier Issued by
validity 21. Total Catch onboard
Dat e Locati on Nam e Flag State ID Number Specie s Product Form Catch Area Qualit y
22. Total Catch Onboard 23. Catch to be offloaded Speci es Product Form Catch Area Quantity Quantity
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR……/PERMEN-KP/2017
TENTANG PELAKSANAAN KETENTUAN NEGARA PELABUHAN UNTUK
MENCEGAH, MENGHALANGI,
MEMBERANTAS PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (AGREEMENT ON PORT STATE MEASURE TO PREVENT, DETER AND ELLIMINATE ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING)
Tata Cara Pengisian Form Informasi Kapal
No Menu istilah dalam form
Penjelasan Cara
Mengisi Contoh
1 Intended port of call (Pelabuhan Tujuan)
Nama Pelabuhan Perikanan yang akan dimasuki (Teks bebas)
Nizam Zachman Jakarta
2 Port State
(Negara Pelabuhan)
ISO 3166 3-alpha negara / kode wilayah
MOZ untuk Mozambik
3 Estimated date and time of arrival (perkiraan tanggal dan waktu kedatangan kapal) Cukup Jelas format tanggal YYYYMMDD; format HHMM 20081025/2330
4 Purpose(s) (tujuan) Alasan kapal memasuki pelabuhan, biasanya
menggunakan kode (Teks bebas)
LAN untuk landing, TRX untuk
transshipment
port call(Pelabuhan dan tanggal Pelabuhan Terakhir yang dikunjungi) Terakhir yang dikunjungi (teks bebas) Format Tanggal: YYYYMMDD.
6 Name of the vessel (nama kapal)
Nama kapal yang tertera dalam
dokumen kapal yang diterbitkan oleh negara bendera (Teks bebas)
7 Flag State
(Negara Bendera)
ISO 3166-3 alpha-negara / kode wilayah
NZL untuk Selandia Baru
8 Type of vessel (jenis kapal)
Kode ISSCFV (juga dikenal sebagai kode tipe kapal dari FAO).
TO untuk trawler,LL untuk longliner.
9 International Radio Call Sign (Kode Radio panggil Internasional)
Radio call sign tiap kapal TTFC, MD66G, UDSF, CHDS 10 Vessel contact information (Informasi kontak kapal)
Informasi kontak kapal atau agen kapal
seperti INMARSAT, fax, email, Telpon.
(essential for response by port Sate authorities to vessel’s request). 11 Certificate of registry
ID (Sertifikat ID Pendaftaran)
Nomor atau gabungan alphabet dengan nomor yang tertera pada dokumen pendaftaran kapal yang diterbitkan oleh
negara bendera
12 IMO ship ID, if available
IMO /ID kapal, bila ada
Organisasi Maritim Internasional/ Daftar Loyds identifikasi nomor kapal. Format tujuh angka
1234567
13 External ID (ID issued by flag State),if
available
ID Eksternal, (yang diterbitkan oleh negara bendera) bila ada
Identifikasi ini
memiliki banyak nama yang berbeda sebagai "nomor lambung", "nomor sisi", atau “nomor daftar pelabuhan". Dapat berupa angka atau nomor PE-345-C,G99,123456) 14 Applicable RFMO ID ID RFMO yang berlaku Identifikasi atau
nomor oleh kapal yang terdaftar / disahkan oleh RFMO yang relevan
15 Master
(Ahli Penangkapan)
Nama fishing master atau nahkoda kapal dan
kewarganegaraannya (Atau orang yang tidak diatas kapal tapi
memiliki tanggung jawab hukum).
16 Relevant fishing authorisation(s) Ijin
Identifikasi angka atau nomor ijin
Penangkapan Ikan yang berlaku • Identifier penangkapan ikan Issued by Diterbitkan oleh
nama instansi yang menerbitkan ijin Validity Masa berlaku ijin
penangkapan (format tanggal : TTTTBBHH) Fishing area(s) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan yang sesuai dengan ijin penangkapan FAO 77, NAFO 3M, ICES Species Jenis ikan Species hasil tangkapan WHB = blue whiting, SKA = skate, WRF = wreckfish Gear
Alat tangkap ikan
Nama standar alat penangkap ikan sesuai dengan klasifikasi FAO sesuai dengan alat tangkap yang tertera dalam ijin
penangkapan
OTB = bottom otter trawl
17 Transshipment authorization(s) Ijin Transhipment Identifier
Angka atau hurup yang tertera dalam ijin transhipment
Issued by
(diterbitkan oleh)
Nama otoritas/agent/ pemerintah dari
negara bendera atau ijin transhipment yang
diterbitkan oleh RFMO Validity
Masa berlaku
Masa berlaku ijin transhipment (format tanggal : TTTTBBHH) 18 Transshipment information concerning donor vessels Informasi transhipment terkait kapal donor Name nama
Nama kapal ikan donor
(teks bebas).
Flag State
Negara bendera
kode wilayah Negara bendera kapal donor ID number Nomor IMO kapal
donor Species
Jenis ikan
Jenis ikan yang dipindahkan oleh kapal donor. Jenis ikan disesuaikan dengan kode FAO Product form
jenis pengolahan ikan di kapal
Kondisi ikan yang dipindahkan oleh kapal donor beku Catch area Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan dimana ikan tertangkap. Disesuaikan dengan kode FAO US GOA 630, CCAMLR 48.6 Quantity Jumlah
Jumlah ikan yang dipindahkan oleh kapal donor.
19 Total catch onboard Species
Jenis ikan
ASFIS 3- kode alpha untuk seluruh ikan yang tertangkap dan tersimpan dalam kapal.
Product form Jenis Olahan
Keadaan ikan yang tersimpan dalam kapal, diolah atau tidak
fillet
Catch area
Daerah penangkapan ikan
Letak Perairan dimana ikan itu ditangkap. Sesuai dengan kode FAO
Quantity Jumlah
jumlah ikan yang tersimpan di atas kapal, ditulis dalam MT atau Kg.
20 Catch to be offloaded Jumlah ikan yang akan didaratkan
Jumlah tangkapan yang akan diturunkan oleh kapal, jika ada. Hal ini terkait dengan masing-masing spesies yang ada di atas kapal.
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR……/PERMEN-KP/2017
TENTANG PELAKSANAAN KETENTUAN NEGARA PELABUHAN UNTUK
MENCEGAH, MENGHALANGI,
MEMBERANTAS PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (AGREEMENT ON PORT STATE MEASURE TO PREVENT, DETER AND ELLIMINATE ILLEGAL, UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING)
Laporan Hasil Pemeriksaan (Annex C)
1. Inspection report no 2. Port State 3. Inspecting authority
4. Name of principal inspector ID 5. Port of
inspection
6. Commencement of inspection
YYYY MM DD HH
7. Completion of inspection YYYY MM DD HH 8. Advanced notification received Yes No 9. Purpose(s) LAN TRX PRO OTH (specipy) 10. Port and State
and date of last port cal
YYYY MM DD
11. Vessel name 12. Flag State 13. Type of vessel
14. International Radio Call Sign 15. Certificate of registry ID
16. IMO ship ID, if available 17. External ID , if available 18. Port of registry
19. Vessel Owner
20. Vessel beneficial owner(s), if known and different from vessel owner
21. Vessel operator(s), if different from vessel owner
22. Vessel master name and nationality
23. Fishing master name and nationality
24. Vessel agent 25. VM
S
No Yes: National Yes: RFMOs Type
26. Status in RFMO areas where fishing or fishing related activities have been undertaken, including any IUU vessel listing
Vessel identifier RF MO Flag State status Vesse l on autho rized Vessel on IUU vessel list
27. Relevant fishing authorization(s) Identifie
r
Issued by
Validity Fishing area(s) Species Gear
28. Relevant transshipment authorization(s)
Identifier Issued by Validity Identifier Issued by Validity 29. Transshipment information concerning donor vessels
Name Flag State ID no. Species Product form Catch area(s ) Quantity
30. Evaluation of offloaded catch (quantity) Spec ies Prod uct form Catc h area( s) Quantity declared Quant ity offloa ded Difference between quantity
declared and quantity determined, if any
31. Catch retained onboard (quantity) Spec ies Prod uct form Catc h area( s) Quantity declared Quant ity offloa ded Difference between quantity
declared and quantity determined, if any
32. Examination of logbook(s) and other documentation
Yes No Comment 33. Compliance with applicable catch
documentation scheme(s)
Yes No Comment 34. Compliance with applicable trade
information scheme(s)
Yes No Comment 35. Type of gear used
36. Gear examined in
accordance with paragraph e) of Annex B
Yes No Comment
37. Findings by inspector(s)
38. Apparent infringement(s) noted including reference to relevant legal instrument(s)
39. Comments by the master
40. Action taken
41. Master’s signature
42. Inspector’s signature
Pengisian laporan hasil pemeriksaan sepenuhnya diisi oleh petugas pemeriksa kapal perikanan asing, sehingga tata cara pengisian form hasil pemeriksaan kapal (Annex C). Tata cara pengisian Annex C adalah sebagai berikut:
Tata Cara Pengisian Form Laporan Hasil Pemeriksaan Kapal(Annex C)
No. Menu istilah dalam
form Penjelasan Cara Mengisi Contoh
1 Inspection report number
(Nomor Laporan Pemeriksaan)
Nomor seri hasil permeriksaan, dapat berupa nomor atau angka
2 Port State
(Negara Pelabuhan)
Nama negara pelabuhan.
3 Inspecting authority (kewenangan petugas pemeriksa)
nama dari otoritas Negara
pelabuhan/agen/negara petugas pemeriksa
4 Name of principal inspector ( nama petugas pemeriksa
Nama petugas pemeriksa jika sendiri, atau nama pimpinan tim pemeriksa. Kartu identitas harus ditambahkan
5 Port of inspection (pemeriksaan pelabuhan)
nama pelabuhan dimana
pemeriksaan dilaksanakannya. Nama pelabuhan terdekat apabila
pemeriksaan dilakukan di luar pelabuhan
6 Commencement of inspection
pemeriksaan awal
tanggal dan waktu pemeriksaan dilakukan (tahun, bulan, tanggal dan jam)
7 Completion of inspection
perlengkapan petugas pemeriksa
Tanggal dan jam pemeriksaan selesai (format waktu:
tahunbulanjam dan format waktu: jam
8 Advance notification (Notifikasi tambahan )
Ya atau tidak
9 Purposes (Tujuan) Text bebas. Kenapa kapal memasuki pelabuhan. Penggunaan istilah umum
(seperti: LAN untuk Pendaratan, TRX untuk transshipment) 10 Port, State and date of
last port call Negara pelabuhan dan tanggal pelabuhan terakhir yang disinggahi
Tex bebas. Nama pelabuhan yang terakhir disinggahi kapal. ISO 31663 alpha negara/kode wilayah (seperti, MOZ: Mozambique.
Format tanggal: tahunbulantanggal) 11 Vessel name (Nama
kapal)
Text bebas. Nama kapal yang didaftarkan sesuai dengan document Negara yang relevan 12 Flag state (Negara
bendera)
ISO 3166 3-abjat negara/kode wilayah (seperti, NZL untuk New Zealand).
13 Vessel Type (Tipe kapal)
Kode standar klassifikasi kapal perikanan Internasional,
sebagaimana kode tipe kapal dalam FAO (seperti, TO:trawl, LL: Longline
14 International Radio Call Sign (IRCS)
Nama panggilan radio international
Vessel’s IRCS (e.g., TTFC, MD66G, UDSF, CHDS).
15 ID Registration Certificate Sertifikat tanda pendaftaran
Pemberian nomor atau huruf untuk tanda pendaftaran kapal yang dikeluarkan oleh Negara bendera
16 IMO Name, if any Nama IMO, jika ada
Nomor Tanda kapal dalam IMO sebanyak 7 angka (seperti: IMO 1234567)
17 ID External (ID Issued By flag state) if any ID luar (ID dikeluarkan oleh Negara bendera) jika ada
ID ini mempunyai banyak nama, termasuk nomor lambung, nomor samping atau nomor pelabuhan pendaftaran. Kemungkinan angka atau penggabungan angka
dengan abjad (PE-345-C, G 99, 123456)
18 Port Registered
Pelabuhan Pendaftaran
Nama Pelabuhan dimana kapal didaftarkan
19 Vessel owner Pemilik kapal
Nama pemilik atau perusahaan pemilik kapal
20 Responsible person for vessel operating , if different with vessel owner
Orang yang
bertanggung jawab terhadap operasional kapal, jika berbeda dengan pemilik kapal
Name Pemilik yang mengatur keuangan perusahaan atau pemegang petugas pemeriksaan kepemilikan kapal
21 Vessel operated if different with vessel
Nama orang yang mengatur oprasional kapal
owner
Pengelola kapal jika berbeda dengan pemilik kapal 22 Master Nahkoda Nama nahkoda/jurumudi/captain (orang yang bertanggungjawab dikapal).
23 Fishing master Nama orang yang bertanggung jawab terhadap operasional penangkapan
24 Vessel agen Agen kapal
Nama orang atau perusahaan yang mengurus kapal
berdasarkan Negara bendera atau tidak. Seperti mewakili
akuntabiliti atau liability 25 VMS jawab “tidak” jika kapal tidak
memiliki peralatan VMS di atas kapal; atau “ya” Negara jika VMS diinstal dikapal dibawah Negara bendera kapal dan/atau ‘ya’ jika peralatan VMS diinstal dikapal dibawah peraturan RFMO 26 Condition in RFMO area
where catch operated, including attach vessel list Status di wilayah RFMO dimana kegiatan penangkapan dilakukan, termasuk ada pencantuman kapal IUU
Form ini harus diisi apabila kapal beroperasi di wilayah RFMO
Vessesl Identity Identitas kapal
Penomoran atau penggabungan angka dengan huruf yang
dikeluarkan oleh RFMO
RFMO Free text. Nama RFMO(s).
Status of flag state Status Negara Pelabuhan
Free text. Status keanggotaan Negara bendera kapal di RFMO. CP untuk Contracting Party, “Coop NCP” untuk Cooperative Non-Contracting Party atau “NCP” for Non-Contracting Party
List of catch are authorized Daftar daerah
penangkapan kapal yang diperbolehkan
Apakah daftar tersebut
dikeluarkan oleh RFMO untuk beroperasi di wilayah yang sesuai? Ya atau tidak
List of IUU vessel list Kapal dalam daftar IUU
Apakah kapal dalam daftar IUU dikeluarkan oleh RFMO? Ya atau tidak
27 Catch area relevant Wilayah penangkapan ikan yang relevan Identity
Identitas
Pemberian nomor atau abjadnomor pada ijin penangkapan
Issued by
Dikeluarkan oleh
Nama otoritas
relevan/agen/pemerintah dari Negara bendera, Negara pantai dan/atau RFMO yang
mengeluarkan ijin. Signature
Penandatanganan
Tanggal setiap ijin expire (format: YYYYMMDD). Catch area
Wilayah Penangkapan
Geographical relevan/area statistic dimana dibolehkan
NAFO 3M, ICES 11b)
Species ASFIS 3-kode abjad (kode FAO) (seperti WHB for blue whiting, SKA for skates, WRF for
wreckfish) Area
Alat tangkap
Code ISSCFG (kode alat tangkap FAO) untuk alat tangkap yang diperbolehkan untuk digunakan oleh kapal (seperti., OTB for bottom otter trawl).
28 Transshipment authorization(s) ID
Tanda
Pemberian tanda nomor dan abjad nomor untuk ijin transipment
Issued by
Dikeluarkan oleh
Nama otoritas
relevan/agen/pemerintah dari Negara bendera, Negara pantai dan/atau RFMO yang
mengeluarkan ijin untuk transhipment
validation validasi
Tangggal kadaluarsa dari masing-masing ijin format YYYYMMDD 29 Transshipment
information
Informasi transhipmen mengenai kapal
penampung. Bagian laporan ini harus diisi saat kapal melakukan perpindahan ikan ke kapal penampung Name
Nama
Free text. Nama kapal penampung
Flag state
Negara bendera
ISO 3166 3-kode negara/kode wilayah Negara kapal prnampung ID Number
Nomor ID
Tanda kapal penampung (nomor IRCS or IMO)
Species ASFIS 3-kode abjad (sebagaimana dikenal pada tanda spesies ikan di FAO) untuk spesies yang
dibongkar dari kapal penampung. Product form
Form produk
Bentuk ikan saat dibongkar dari kapal penampung, diolah atau tidak (frozen;dengan kepala dan, tail off refrigerated
Catch area
Area penangkapan geographical relevant /wilayah dimana hasil tangkapan diambil oleh kapal penampung (e.g., US GOA 630, CCAMLR
Quantity Jumlah
Jumlah hasil tangkapan yang dibongkar dari kapal penampung dalam ton atau kg
30 Inspecting offloading catch (Quantity) Pemeriksaan
pembongkaran ikan (jumlah)
Species ASFIS 3-alpha codes
(sebagaimana dikenal pada tanda spesies ikan di FAO) untuk
semua jenis ikan yang dibongkar. Product form Kondisi hasil tangkapan yang
dibongkar, diolah atau tidak (e.g., skinless, boneless fillets frozen; head off, split salted;
whole refrigerated in seawater). Catch area
Area penangkapan
Wilayah geographical/statistical relevan dimana pembongkaran dilakukan.
Quantity declared Jumlah yang dibongkar
Jumlah hasil tangkapan yang dibongkar oleh nakhoda, ton/kg.
Quantity offloaded Jumlah pembongkaran
Jumlah hasil tangkapan yang efektif diperiksa oleh petugas pemeriksa (ton atau kg). Difference between
quantity declared and quantity determined, if any In MT or kg. If other units are used, they should be clearly identified.
Perbedaan antara jumlah yang akan dibongkar dengan jumlah yang
dibongkar, ton atau kg.
31 Catch retain onboard Hasil tangkapan yang masih dikapal (jumlah)
Species ASFIS 3-alpha codes
(sebagaimana dikenal pada tanda spesies ikan di FAO) untuk
semua jenis yang masih berada dikapal
Product form Kondisi ikan yang masih diatas kapal, diolah atau tidak (e.g.,
skinless, boneless fillets frozen; head off, split salted; whole refrigerated in seawater Catch area (Area
penangkapan)
Relevant geographical/statistical area where retained catch was taken
Quantity as declared (Jumlah yang
dilaporkan)
Quantity of catch retained onboard as declared by the master in the Advance
Notification, in MT or kg. If other units are used, they should be clearly identified
Quantity offloaded (jumlah yang dibongkar)
Pemeriksaan jumlah hasil tangkapan yang masih diatas kapal (ton/kg). jika ada
penggunaan unit lain harus dijelaskan.
Difference between quantity declared and quantity determined, if any In MT or kg. If other units are used, they should be clearly identified. (perbedaan antara jumlah yang dilaporkan dengan jumlah yang dibongkar (jika ada ton/kg). jika ada penggunaan unit lain harus dijelaskan) 32 Examination of
logbook(s) and other documentation
(pemeriksaan logbook
(ya/tidak, tergantung dimana logbook diperiksa. Tex bebas atau komentas dari petugas
dan dokumen lain) 33 Compliance with applicable catch documentation schemes Sesuai dengan penerapan skema dokumentasi hasil tangkapan
Yes or no, depending on whether the vessel’s is compliant with relevant catch documentation schemes. Free text for comments by the inspector(s). Ya atau tidak, tergantung kepatuhan kapal terhadap skema dokumentasi yang relevan
34 Compliance with applicable trade information schemes Sesuai dengan skema informasi
perdangangan
Ya atau tidak tergantung
kepatuhan kapal terhadap skema informasi perdangan relevan. Komentar dari petugas pemeriksa
35 Type of gear used Jenis alat tangkap yang digunakan
Nama (deskripsi) kapal yang ditemukan oleh petugas pemeriksa. Penggunaan Kode ISSCFG (kode alat tangkap FAO) 36 Gear examined in
accordance with
Paragraph e) of Annex B
Pemeriksaan alat
tangkap sesuai dengan paragraph e pada lampiran B
Ya atau tidak, tergantung pada pemeriksaan alat tangkap oleh petugas pemeriksa mengikuti prosedur pada lampiran B. (komentar petugas pemeriksa)
37 Findings by inspector(s) Temuan-temuan
pemeriksaan
Penjelasan dari semua fakta dan temuan oleh petugas pemeriksa
38 Apparent
infringement(s) noted including reference to relevant legal
Deskripsi temuan pelanggaran. Penyebutan hokum yang jelas (pasal 19 d) dari skema petugas pemeriksaan dan penegakan
instrument(s)
Catatan pelanggaran termasuk referensi yang mengacu pada peraturan hokum yang relevan
hokum NEAFC
39 Comments by the master
Komentar nahkoda
jika ada komentar nakhoda mengenai temuan-temuan pelanggaran pemeriksaan oleh petugas pemeriksa.
40 Action taken
Tindakan yang diambil
deskripsi atas semuan tindakan yang diambil sesuai dengan pemeriksaan (seperti; hasil tangkapan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran hokum, denda yang diberikan)
41 Master signature
Tandatangan Nakhoda
By signing the report, the master acknowledges only receipt of his report copy. Such signature does not represent in any way an
acceptance of guilt when apparent infringements were detected by inspector(s).dengan
menandatangani laporan, nakhoda hanya menerima copy dari laporannya. Tandatangan tersebut hanya mewakili tanda terima hasil laporan
pemeriksaan. 42 Inspector signature
(tandatangan petugas pemeriksa)