• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN IMPLEMENTASI SMART DI KAWASAN KONSERVASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN IMPLEMENTASI SMART DI KAWASAN KONSERVASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

PEDOMAN IMPLEMENTASI

SMART DI KAWASAN

KONSERVASI

KELOMPOK KERJA SMART

Direktorat Kawasan Konservasi

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam

dan Ekosistem

(3)

iii

Judul: “Pedoman Implementasi SMART di Kawasan Konservasi” Gambar Sampul: WCS Indonesia Program

Penulis:

Munawar Kholis - Forum HarimauKita/ LESTARI

Oktafa Rini Puspita - Wildlife Conservation Society – Indonesia Program Donny Gunaryadi - Flora Fauna International/ FKGI

Lili Aries Sadikin - Zoological Society London Kelompok Kerja SMART Indonesia

Direktorat Kawasan Konservasi, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Penyunting: Rhemawati Wijaya - Wildlife Conservation Society – Indonesia Program

Buku ini disusun melalui kerjasama lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bekerja mendukung implementasi SMART di Indonesia terutama WCS, FFI dan ZSL dengan difasilitasi oleh Forum HarimauKita (FHK) yang tergabung di dalam Kelompok Kerja SMART Indonesia yang didukung sepenuhnya oleh Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem - KLHK.

(4)

iv

PEDOMAN IMPLEMENTASI

SMART DI KAWASAN

KONSERVASI

KELOMPOK KERJA SMART

Direktorat Kawasan Konservasi

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam

dan Ekosistem 2016

(5)

v

Kata Pengantar

AWASAN KONSERVASI baik Taman N asional maupun kawasan konservsi lainnya yang dikelola oleh BKSDA dan KPH memerlukan sistem pengelolaan data yang baik, guna mengukur serta meningkatkan kinerja pengelolaan dalam mencapai tujuan-tujuan pengelolaan.

SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool) merupakan sistem pengelolaan data kegiatan lapangan yang mulai dipergunakan di Indonesia sejak 2011. Dokumen ini menjelaskan secara singkat prakondisi untuk menjalankan SMART bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang belum memiliki sistem pengelolaan basis data.

Dengan adanya panduan ini diharapkan dapat memberikan penjelasan secara ringkas bagi pimpinan UPT yang belum memiliki Sistem Informasi Manajemen (SIM) untuk menjalankan SMART dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas melalui implementasi bertahap. SMART dengan dilengkapi Cybertracker memberikan kemudahan bagi tim lapangan dalam mengambil data dan proses input data ke dalam komputer. Sistem SMART menghasilkan basis data yang terintegrasi mulai dari tingkat tapak/ lapangan hingga pusat. SMART diproyeksikan dapat mengelola data keseluruhan di dalam UPT Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) serta terhubung dengan sistem terpusat yang dikelola Direktorat Kawasan Konservasi (Dir. KK).

Kegiatan-kegiatan pengelolaan di dalam UPT sangat beranekaragam, dalam perkembangannya SMART dapat mengakomodir berbagai informasi kegiatan tersebut mulai dari

(6)

vi

inventarisasi, penyuluhan, patroli, pemantauan jasa lingkungan, dan lainnya. Indonesia memiliki kawasan konservasi yang sangat luas dan berada di berbagai eco-region, untuk mempermudah pengelolaan didasarkan pada kekhasan wilayah geografis serta jenis-jenis keanekaragaman hayati yang juga berbeda. Kawasan konservasi di Indonesia dibagi mnjadi enam region data SMART yang terdiri dari region Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sunda Kecil dan Papua.

Kunci keberhasilan pengelolaan data SMART terl etak pada visi pimpinan bahwa data sangat diperlukan untuk menunjang monitoring efektivitas pengelolaan kawasan dan strategi pengelolaan yang adaptif.

Buku ini beserta dengan 4 buku lainnya menjadi satu kesatuan informasi yang diperlukan dalam menjalankan SMART antara lain:

1. Pedoman implementasi SMART di kawasan konservasi (buku ini). 2. Panduan teknis kegiatan berbasis SMART

3. Modul ajar operator data SMART

4. Struktur data SMART dan penjelasannya (Datamodel Glossary) 5. Buku saku lapangan dan tallysheet.

Dengan disusunnya buku SMART beserta dokumen-dokumen pendukung lainnya, kami berharap agar UPT dapat memahami dan mengembangkan sistem informasi dengan baik, terutama UPT yang belum memiliki sistem informasi. Harapannya, efektivitas pengelolaan kawasan dapat ditingkatkan.

Jakarta, September 2016

(7)

vii

Daftar Isi

Kata Pengantar ………...v

Daftar Isi ... vii

Daftar Singkatan ... viii

Perkembangan SMART di Indonesia ... 2

Kelompok Kerja SMART ... 3

Tahapan Implementasi SMART ... 5

TAHAP 1: PRAKONDISI ... 5

1. Ketersediaan perangkat pengelolaan data ... 5

2. Mekanisme Evaluasi dan Pelaporan ... 6

3. Instruksi kepala UPT melalui Surat Keputusan (SK) ... 8

4. Ketersediaan staf pengelola data ... 8

Khusus: Pengelolaan data SMART pada KPH ... 12

5. Perangkat koleksi data ... 13

TAHAP 2: PENINGKATAN KAPASITAS OPERATOR DAN TIM LAPANGAN ... 14

TAHAP 3: PENINGKATAN SISTEM DATA DAN INFORMASI ... 18

F.A.Q – Frequently Asked Questions ... 22

Penutup ... 24

Lampiran ... 25

Contoh SK Operator Data SMART (BB-TNBBS) ... 25

Contoh SK Mekanisme Teknis Patroli (BB-TNGL)... 27

(8)

viii

Daftar Singkatan

BB : Balai Besar

BPTN : Bidang Pengelolaan Taman Nasional FFI : Fauna Flora International

FHK : Forum HarimauKita GPS : Global Positioning System KPH : Kesatuan Pengelolaan Hutan MISt : Management Information System SIG : Sistem Informasi Geografis SMART: Spatial Monitoring And Reporting Tool SPTN : Seksi Pengelolaan Taman Nasional TN : Taman Nasional

TNBBS : Taman Nasional Bukit Barisan Selatan TNGL : Taman Nasional Gunung Leuser UPT : Unit Pelaksana Teknis

ZSL : Zoological Society of London WCS : Wildlife Conservation Society

(9)

1

Pendahuluan

Unit Pelaksana Teknis (UPT) memiliki mandat untuk melaksanakan pengelolaan kawasan sesuai dengan Rencana Strategis KSDAE yang dijabarkan melalui Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana Pengelolaan Jangka Pendek (RPJPn). Pengelolaan data dan memperbarui data kondisi kawasan merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan kawasan, karena dengan sistem monitoring dan basis data yang baik dapat menjadi refleksi dan memberikan masukan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan. Menjalankan pengelolaan data merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan kawasan meskipun saat ini belum semua kawasan memiliki sistematika yang baku.

Pengelola yang belum memiliki sistem pengelolaan data yang sistemik bukan berarti tidak melaksanakan pengelolaan dengan benar, hanya saja hasil kegiatan terutama informasi spasial tidak terkelola dengan optimal dan tidak dengan cepat memberikan informasi yang cukup dalam mengambil kebijakan yang tepat pada saat diperlukan. Untuk melakukan pengelolaan data, saat ini telah dikembangkan sistem basis data SMART (Spatial Monitoring And Reporting Tool) yang relatif mudah untuk dipergunakan dan direkomendasikan sebagai salah satu skema dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan.

Diagram Siklus Management Adaptif Kegiatan Lapangan Data Manajemen, Pemetaan Analisis, Pemetaan Evaluasi Strategi dan Perencanaan Program “Sebanyak apapun informasi tidak akan banyak berguna bagi pengelolaan apabila tidak ada sistem di dalam pengelolaan yang memanfaatkan informasi tersebut”

(10)

2

Siklus pengelolaan kawasan konservasi memerlukan basis data yang kuat mulai dari perencanaan kegiatan lapangan hingga menyusun strategi pengelolaan yang adaptif. Konsistensi dalam menjalankan sistem serta menempatkan informasi sebagai bagian integral yang mendukung tujuan pengelolaan akan sangat membantu dalam merumuskan strategi pengelolaan kawasan.

Perkembangan SMART di Indonesia

Kawasan konservasi di Indonesia kurang lebih seluas 27 juta hektar. Pada tahun 2010, Wildlife Conservation Society menginisiasi sistem pengelolaan data patroli yang disebut MISt (Management Information System) yang diujicobakan di Taman Nasional Gunung Leuser. Sistem ini dirasakan cukup baik namun masih memiliki kendala dalam visualisasi hasil maupun kueri (query) yang kurang ramah bagi pengguna yang masih pemula. Pada tahun 2012 beberapa lembaga internasional bekerjasama untuk menyempurnakan MISt dengan mengembangkan SMART sekaligus dengan tools untuk mentrasfer data yang telah disimpan di dalam MISt ke dalam SMART. Pada tahun 2013, beberapa lembaga yang bekerjasama dengan UPT seperti WCS (di TN Gunung Leuser dan TN Bukit Barisan Selatan), FFI (di Ulu Masen dan TN Kerinci-Seblat) dan ZSL (di TN Berbak – Sembilang) mulai mengembangkan SMART dengan didukung Forum HarimauKita (FHK) yang memfasilitasi penyusunan standarisasi modul pelatihan maupun penyusunan hal-hal teknis lain yang diperlukan dalam implementasi SMART secara komprehensif.

Pada tahun 2014 dan 2016, implementasi SMART semakin meluas di Sumatera hingga beberapa wilayah di luar Sumatera, seperti TN Way Kambas dan TN Bogani Nani Wartabone yang didampingi oleh WCS; SM Rimbang Baling oleh WWF; dan BKSDA Sumatera Selatan oleh ZSL. Cagar Alam Cycloop di Papua, TN Sebangau, TN Bukit Baka Bukit Raya dan TN Lorentz didampingi melalui program USAID-Lestari. FFI mengembangkan SMART untuk wilayah kelola Hutan Desa di Wilayah Merangin – Jambi dan Ketapang – Kalimantan Barat sebagai alat

(11)

3

monitoring pengelolaan hutan maupun keanekaragaman hayati di dalamnya.

Kelompok Kerja SMART

Kelompok Kerja (POKJA) Implementasi SMART dibangun melalui kerjasama berbagai pihak termasuk di dalamnya KLHK, LSM maupun perseorangan yang telah berkolaborasi dengan diinisiasi oleh Forum HarimauKita pada tahun 2013. Direktorat Kawasan Konservasi

menerbitkan Surat Keputusan Nomor

220/KSDAE/SET/KSA.1/7/2016 tentang Pembentukan Kelompok Kerja SMART (Spatial Monitoring And Reporting Tool) untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Saat ini tim POKJA mengembangkan seluruh dokumen yang diperlukan untuk mendukung implementasi SMART di seluruh kawasan konservasi di Indonesia.

(12)
(13)

Untuk mendapatkan dokumen selengkapnya, silahkan menghubungi Pokja

SMART.

Wenda Yandra Kumara (Direktorat Kawasan Konservasi, KSDAE)

Email: wendayk@gmail.com

Munawar Kholis (LESTARI – USAID)

Email: kholis.munawar@gmail.com

Oktafa Rini Puspita (WCS- Indonesia Program)

Email: opuspita@wcs.org

Gambar

Diagram Siklus Management Adaptif

Referensi

Dokumen terkait

25 Penafsiran ini dianggap sebagai penafsiran yang paling tepat dalam memahami konstitusi sekaligus sebagai dasar menentukan pertentangan norma hukum, sebab: (1)

Basis data ini diharapkan dapat mempermudah dalam pengembangan aplikasi sistem inventori barang karena sudah di lengkapi dengan Trigger yang memungkinkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa liquidity memiliki hubungan yang secara signifikan negatif terhadap leverage, sedangkan company’s size, the tangibility of asset, dan

Sistem otomatisasi lini produksi sockel adalah sebuah sistem yang akan digunakan dalam proses produksi pada bagian work injection PT.. Sistem ini menggunakan konveyor

Pada gambar 4 di mana menunjukkan grafik hubungan antara rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan nilai pH yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya

Pada kedua contoh di atas, kita juga dapat membayangkan kedua sinyal tersebut sebagai vektor-vektor karena sinyal tersebut diasumsikan sebagai nilai-nilai

Secara parsial hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) siklus konversi kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, (2) pertumbuhan penjualan tidak

Tabel di atas menunjukkan nilai T hitung sebesar 10.922 lebih besar dari T tabel sebesar 2.144, nilai signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05 dan nilai koefisien