• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aspek dari tugasnya, kondisi atau perancangan lingkungan kerjanya, juga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aspek dari tugasnya, kondisi atau perancangan lingkungan kerjanya, juga"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Kerja

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan serta kenyamanan dalam melakukan tindakan.

Kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan orang terhadap berbagai aspek dari tugasnya, kondisi atau perancangan lingkungan kerjanya, juga hubungannya dengan rekan kerjanya. Dengan demikian kepuasan kerja dapat dipisahkan menjadi kepuasan terhadap (1) pekerjaan itu sendiri, (2) atasan, (3) kondisi kerja, (4) upah atau gaji, dan (5) rekan sekerja (Luthans, 1989). Menurut Davis dan Newstrom (1993) kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.

Banyak ahli yang mengemukakan teori yng berhubungan dengan kepuasan kerja antara lain teori Maslow dan teori Herzberg. Maslow dalam Sigit (2003) mengatakan bahwa semua kebutuhan manusia yang banyak sekali itu dikelompokkan ke dalam lima kategori yang tersusun secara hirarki dari bawah ke atas yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs), kebutuhan social (social needs), kebutuhan penghargaan (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (pengisian diri atau realisasi diri). Maslow dalam Gibson (1984) mengajukan hipotesis tentang lima

(2)

level kebutuhan manusia yaitu (1) fisiologi, (2) keamanan, (3) sosial, (4) penghargaan, dan (5) aktualisasi diri. Maslow menempatkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam suatu kerangka yang disebut hirarki kebutuhan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut didapat maka orang-orang akan merasa bahwa pekerjaan mereka menantang dan memperoleh kepuasan batin dari pekerjaan itu (Maslow dalam Davis et.al,1989).

Herzberg menyatakan suatu teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan kerja, yang didasarkan pada penelitian bersama di Pitsburg dan sekitarnya. Dari hasil penelitian ini Herzberg dalam Stoner et.al (1987) menyatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja berasal dari dua faktor yang terpisah yang disebut faktor pemberi kepuasan (faktor motivator) dan faktor pemberi ketidakpuasan.

Herzberg dalam Sigit (2003) menyatakan karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dan rasa ketidakpuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Selanjutnya Herzberg menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja adalah pengakuan, tanggung jawab, prestasi, pertumbuhan dan pengembangan pekerjaan itu sendiri, yang disebut sebagai faktor intrinsik. Sedangkan faktor-faktor yang membuat ketidakpuasan kerja adalah gaji, kedudukan, kondisi tempat kerja, keselamatan kerja, serta kebijakan dan administrasi perusahaan, dan faktor-faktor ini disebut faktor-faktor ekstrinsik.

(3)

Menurut Milton dalam Sigit (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah :

a. Kerja (work) : kesempatan untuk belajar, banyaknya kegiatan, kesempatan untuk sukses, penguasaan langkah dan metode.

b. Bayaran (pay) : banyaknya bayaran, kelayakan atau adil, dan cara pembayaran. c. Promosi (promotion) : kesempatan untuk promosi, kejujuran, dan dasar untuk

promosi.

d. Pengakuan (recognition) : pujian atas pelaksanaan, penghargaan atas selesainya pekerjaan, dan kritik.

e. Kondisi kerja (work condition) : jam kerja, istirahat, peralatan, temperature, ventilasi, kelembaban, lokasi dan layout fisik.

f. Penyeliaan (supervision) : gaya penyeliaan dan pengaruh, perhubungan kemanusiaan dan keahlian administrasi.

g. Teman pekerja (co-worker) : kemampuan, kesukaan menolong, dan keramahan.

h. Perusahaan dan manajemen (company and management) : perhatiannya terhadap karyawan, bayaran, dan kebijakan.

Pada penelitian ini, analisa kepuasan kerja difokuskan hanya pada kepuasan atas kondisi tempat kerja. Dalam hal ini adalah kepuasan perawat pada kondisi ruang ICU dalam memonitoring pasien.

(4)

2.2. ICU (Intensive Care Unit)

Unit Perawatan Intensif adalah ruang perawatan terpisah yang berada dalam rumah sakit, dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa akibat penyakit, pembedahan atau trauma dan diharapkan dapat disembuhkan (reversible), dan menjalani kehidupan sosial dengan terapi intensif yang menunjang fungsi vital tubuh pasien tersebut selama masa kegawatan. Tujuan perawatan intensif agar ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh kembali normal dapat ditingkatkan (Depkes RI, 1996).

ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana, serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

Perawatan intensif biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi kritis yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup. Ruang lingkup pelayanan ICU meliputi pemberian dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernafasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal baik pada pasien dewasa, anak, dan pasien paska bedah (Depkes RI, 2003).

Fungsi utama ICU adalah untuk pasien kritis yang membutuhkan perhatian medis dan alat-alat khusus, sehingga memudahkan pengamatan dan perawatan oleh perawat yang sudah terlatih (WHO, 1992).

(5)

Harus ada keahlian khusus dan teknologi tinggi dalam bidang kedokteran untuk merawat pasien di ruang ICU. Ada beberapa prioritas indikasi masuk dan keluar ICU (Hanafie, 2007).

Indikasi masuk ICU :

- Prioritas pertama adalah pasien sakit kritis, pasien paska kardiotoraksik, pasien shock septik, yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilasi, infus obat-abatan.

- Prioritas kedua adalah pasien yang berisiko yang memerlukan pemantauan canggih dari ICU, seperti pasien-pasien yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan besar.

- Prioritas ketiga adalah pasien sakit kritis dan tidak stabil dimana penyakitnya untuk sembuh tidak memungkinkan dan terapi di ICU tidak besar manfaatnya. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi, pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.

Kriteria pasien keluar dari ICU :

- Pasien prioritas pertama adalah bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan sembuh kecil. Misalnya pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ.

(6)

- Pasien prioritas kedua dikeluarkan bila kemungkinan mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang.

- Pasien prioritas ketiga bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi. Misalnya pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas yamg tidak respons terhadap terapi ICU.

Klasifikasi Pelayanan ICU :

1. Pelayanan ICU Primer adalah pelayanan yang harus mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien gawat, dukungan kardiorespirasi jangka pendek dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko. ICU Primer harus mampu memberikan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.

2. Pelayanan ICU Sekunder adalah pelayanan yang harus mampu memberikan standar ICU umum yang tinggi, mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama, mampu melakukan tunjangan hidup yang lain tetapi tidak terlalu kompleks sifatnya.

3. Pelayanan ICU Tersier adalah pelayanan intensif tertinggi dan harus mampu memberikan pelayanan tertinggi termasuk bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU Tersier harus mampu melakukan ventilasi mekanis, pelayanan dukungan/bantuan renal

(7)

ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis

intensive care (Hanafie,2007).

2.3. Desain Ruang ICU

Standar ruang ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Letak area ICU dibagi dalam pintu-pintu rintangan. Pintu-pintu rintangan mempunyai fungsi untuk melindungi pasien yang kritis dari kuman-kuman. Ruangan sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga perawat dapat mengontrol pasien secara ergonomis, dapat mengontrol penerimaan pasien, jalan masuk petugas, transportasi barang, dan bahan yang termasuk proses kerja (WHO, 1992).

Letak ruangan ICU harus dekat dengan gedung gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan bedah supaya dapat diakses dengan cepat. Pasien-pasien darurat yang memerlukan penanganan dan perawatan intensif dapat segera dipindahkan ke ruang ICU dengan cepat. Ruang laboratorium dan radiologi harus dekat dengan ruang ICU agar penanganan pasien di ruang ICU cepat ditangani apabila diperlukan segera. Dan gedung harus terletak pada daerah yang tenang (Depkes RI, 1991).

Pemerintah melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan

(8)

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Keputusan ini mewajibkan bagi setiap Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit. Konstruksi ruang ICU yang termasuk zona dengan resiko tinggi mempunyai ketentuan sebagai berikut :

1. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.

2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. 3. Langit-langit terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna

terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.

4. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.

5. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.

6. Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.

7. Kualitas udara ruang

a. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak)

b. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 g/m dan tidak mengandung debu asbes.

(9)

c. Indeks angka kuman untuk unit ICU : konsentrasi maksimum 200 mikroorganisme per m3 udara (CFU/m3)

8. Penghawaan : sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban sesuai standar. Standar suhu ruang ICU 22-23ºC, kelembaban 35-36%, bertekanan positif. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter diatas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.

9. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang, satu kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet. Pemantauan kualitas udara ruang minimum dua kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).

Program ruang terdiri dari ruang pasien, ruang perawat, ruang isolasi, ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih, ruang tempat pembuangan bahan kotor, ruang staf dokter, ruang tunggu, laboratorium. Area kerja meliputi ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien; ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi, penyimpanan obat dan alat; ruang isolasi yang dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri; mempunyai pendingin ruangan yang dapat mengontrol suhu

(10)

dan kelembaban; mempunyai ruang tunggu keluarga pasien, mempunyai cadangan pengganti listrik jika arus listrik terputus (Depkes RI, 1991).

Beberapa contoh denah ruangan ICU (Kunders, 2004):

(11)
(12)

Gambar 2.3. Gambar denah ruangan ICU 3

Dari beberapa contoh denah diatas menggambarkan ruang kerja perawat diatur agar dapat menjaga kontak visual perawat ke pasien sehingga perawat puas bekerja dalam memonitor pasien.

(13)

2.4. Standar Pelayanan di ICU

Standar pelayanan ICU memiliki tujuh standar dan masing-masing standar mempunyai kriteria. Pada standar yang ke empat berisi tentang fasilitas dan peralatan di ruang ICU. Standar pelayanan ICU ini diterbitkan oleh Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medis kode 362. 18. Ind.S. tahun 2003. Uraian setiap standar pelayanan ICU adalah sebagai berikut :

Standar 1. Falsafah dan Tujuan

Pelayanan Intensif disediakan dan diberikan kepada pasien yang dalam keadaan sakit berat dan perlu dirawat khusus, memerlukan pantauan ketat dan terus menerus serta tindakan segera. Pelayanan intensif ini bertujuan menurunkan angka kematian dan kesakitan.

Kriteria :

Pelayanan intensif adalah tingkat pelayanan medis dan keperawatan yang tidak terdapat di ruang rawat biasa.

a. Cakupan Pelayanan Intensif sesuai dengan kebutuhan terdiri atas Pelayanan Intensif Serba Guna.

Untuk perawatan penderita sakit berat dengan beraneka ragam penyebab. Pelayanan intensif serba guna ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

- Pelayanan Intensif Akut : untuk rumah sakit kecil yang mempunyai fasilitas dan tenaga terbatas

(14)

- ICU (Intensive Care Unit) : melakukan perawatan yang lebih lengkap dan dilakukan oleh tenaga ahli yang bekerja penuh

- ICCU (Intensive Cardiac Care Unit) - ICU Anak

- Pelayanan Intensif paska bedah jantung - Unit Dialisa Ginjal

- Unit Luka Bakar

- Pelayanan Intensif Steril untuk transplantasi - Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi

b. Pelayanan Intensif diselenggarakan berdasarkan kebutuhan Pengertian :

Perencanaan dan pembiayaan pelayanan intensif di rumah sakit ditentukan oleh jumlah pasien, utilisasi, dan fungsi rujukan di satu wilayah. Standar minimal harus ditetapkan.

Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan

Pengorganisasian pelayanan intensif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan diintegrasikan dengan pelayanan medis lainnya.

Kriteria :

a. Kedudukan unit pelayanan intensif harus ditetapkan dengan jelas dalam struktur organisasi rumah sakit disertai ditetapkannya hubungan kerja dengan unit lain atau dengan rumah sakit lainnya.

(15)

b. Setiap unit pelayanan intensif harus membuat bagan organisasi dan uraian kerja secara tertulis bagi semua tenaga yang bekerja.

c. Unit pelayanan intensif harus dikepalai oleh tenaga medis spesialis di bidang pelayanan medis.

d. Kepala Unit Pelayanan Intensif bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan yang memuat sekurang-kurangnya :

- Indikasi perawatan

- Penggunaan peralatan dan pelatihan penggunaannya

- Penyimpanan rekam medis yang memungkinkan penggunaan setempat dan dirumah sakit secara keseluruhan

- Sistem evaluasi hasil perawatan

- Persyaratan untuk tenaga, laboratorium, dan radiologi

- Protokol mengatasi kebakaran, bencana dan keadaan gawat darurat di unit atau di rumah sakit.

Standar 3. Staf dan Pimpinan

Unit Pelayanan Intensif dipimpin oleh dokter spesialis yang berwenang dan dibantu tenaga staf yang terlatih.

Kriteria :

a. Adanya uraian tugas secara tertulis untuk setiap jabatan dengan rincian: - Kualifikasi untuk jabatan tersebut

(16)

- Fungsi dan tanggung jawab

b. Perlu adanya daftar penilaian kemampuan staf yang juga dapat merupakan umpan balik bagi staf.

c. Semua tenaga paramedis perawatan yang ditugaskan bekerja di pelayanan intensif harus telah lulus pendidikan / pelatihan yang disyaratkan.

Pengertian :

Pendidikan / pelatihan harus memuat :

- Mencatat tanda dan gejala penderita sakit gawat

- Melakukan perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk resusitasi jantung paru dan defibrilasi

- Memasang infus dan suntikan intravena

- Melakukan pelayanan intensif sesuai kebutuhan pasien - Mencegah kontaminasi kuman dan infeksi silang

- Pelatihan pencegahan kecelakaan akibat pemakaian alat-alat listrik - Menggunakan peralatan secara efektif dan aman

- Bersikap tanggap dan penuh perhatian terhadap keluhan dan kebutuhan pasien serta keluarga, termasuk segi psikologis dan sosial

- Jumlah tenaga perawat di pelayanan intensif harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tenaga paramedis perawatan yang berkualitas bukan perawat khusus dapat membantu di pelayanan intensif dengan pengawasan

(17)

dicukupi.

Standar 4. Fasilitas dan Peralatan

Rancang bangun dan peralatan di pelayanan intensif harus dapat mendukung pelayanan secara efektif dan aman.

Kriteria :

a. Pemilihan peralatan mengutamakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan pasien. Peralatan di Unit Pelayanan Intensif meliputi :

- Tempat tidur khusus

- Alat pengukur tekanan darah - Pulse oximetri

- EKG

- Alat pengukur tekanan vena sentral - Alat pengukur suhu

- Alat penghisap (suction) sentral

- Alat ventilasi manual dan alat penunjangnya - Peralatan akses vaskuler

- Ventilator - Oksigen sentral

- Lampu untuk melakukan tindakan - Defibrilator dan alat pacu jantung - Peralatan drain thorax

(18)

- Emergensi troli yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergensi seperti airway, laringoskop, ambubag, Oksigen, adrenalin dan lain-lain.

- Pompa infus dan pompa syringe - Monitor tekanan darah invasif - Monitor tekanan darah sentral

- Monitor tekanan arteri pulmonalis kapnograf - Bronkoskopi

- Echokardiografi - EEG

- Hemodialisa

b. Semua peralatan harus berfungsi baik, siap pakai dan tersedia terus menerus. Unit Pelayanan Intensif harus mempunyai program :

- Program pemeliharaan peralatan

- Program dan prosedur perbaikan peralatan jika tidak berfungsi

- Program pencegahan kontaminasi yang mengacu pada program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit

- Program kaliberasi peralatan tertentu

c. Disekitar tempat tidur ruang di unit pelayanan intensif harus cukup ruang untuk melakukan kegiatan pelayanan keperawatan, tindakan rutin, tindakan gawat darurat, dan juga memungkinkan menempatkan alat-alat yang diperlukan seperti :

(19)

- Tersedia oksigen dan pengisap

- Alat- alat untuk pertolongan segera harus mudah dicapai, siap pakai, dan berfungsi baik

- Perlu ada sistem alarm - Ruangan ber-AC

- Ruang perawat (nurse station) diletakkan sedemikian rupa agar perawat mudah mengawasi dan menolong pasien

- Perlu ada ruangan untuk konsultasi bagi pasien atau keluarganya

- Perlu lemari pendingin untuk penyimpanan darah, cairan spesimen, dan obat

- Cukup tersedia cairan dan obat-obatan

- Perlu cadangan tenaga listrik dan sistem penggantinya untuk menjalankan alat-alat.

- Unit pelayanan intensif berdekatan dengan kamar operasi, ruang pulih, gawat darurat dan laboratorium

- Cukup tersedia ruangan untuk peralatan dan sterilisasi.

Standar 5. Kebijakan dan Prosedur

Perlu dibuat kebijakan dan prosedur tertulis sebagai bagian dari kebijakan dan prosedur rumah sakit.

Kriteria :

(20)

dalam menjalankan pelayanan intensif, dan memuat : - Fungsi dan kewenangan kepala unit

- Indikasi rawat dan pemulangan pasien

- Uraian tugas tertulis berisi penjelasan siapa yang berhak melaksanakan prosedur, resusitasi kardiopulmonal, trakeostomo, pemberian cairan infus, dan pemberian obat lainnya, cara memperoleh darah, pemeriksaan laboratorium, dan prosedur invasive lainnya

- Penggunaan dan penempatan peralatan - Prosedur standar pelayanan intensif - Prosedur pencegahan infeksi nosokomial - Indikasi pemeriksaan laboratorium - Pengaturan waktu berkunjung

- Prosedur penanggulangan kebakaran dan bencana

b. Prosedur-prosedur ini perlu diketahui dan dipahami oleh staf yang bekerja di unit pelayanan intensif dan dikomunikasikan dengan unit lain

c. Secara berkala prosedur ini perlu ditinjau kembali.

Standar 6. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Partisipasi staf di Unit Pelayanan Intensif dalam program pengembangan dan pendidikan merupakan kegiatan esensial.

(21)

Program pelatihan harus diselenggarakan bagi semua staf agar dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam menerapkan kemampuan prosedur dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru.

a. Harus ada program orientasi bagi staf baru

b. Pertemuan berkala mingguan harus mendukung tujuan pendidikan

c. Unit Pelayanan Intensif harus mendukung program penelitian medis dan perawatan.

Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Harus ada prosedur evaluasi yang mampu mengukur peningkatan mutu pelayanan.

Kriteria :

a. Rekam medis harus diisi lengkap dengan data-data klinik serta laboratorium yang dapat menggambarkan proses pelayanan, pola pengobatan, morbilitas, mortalitas, dan lama dirawat

b. Metode evaluasi perlu disempurnakan secara berkala agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. Penilaian klinik dan audit medis perlu didorong dan dilakukan di lingkungan staf medis untuk menilai pelayanan intensif.

(22)

2.5. Peralatan ICU

Alat dalam perawatan intensif adalah alat-alat monitor, dan alat pembantu seperti ventilator, hemodialisa, dan berbagai alat lainnya termasuk defibrilator. Alat-alat yang digunakan dalam ICU adalah sebagai berikut :

a. Alat radiologi

- Mesin X-Ray portabel - USG

- CT Scan - MRI b. Alat respirasi

Alat pertolongan respirasi : - Masker Oksigen

- Alat intubasi - Ventilator - Bronkoskopi - Alat-alat WSD Alat pemantau respirasi :

- Pengukuran lembab udara (humidifiers) - Gas analisa dan analisa asam basa - Alat pertolongan kardiovaskular - DC kardioversi

(23)

- Cardiac pacing - Alat ginjal

- Mesin hemodialisa - Perlengkapan lainnya - Kasur bertekanan

- Selimut untuk panas dan dingin - Standar infus

- Troli

- Tirai berpindah

2.6. Monitoring pasien di ICU

Monitoring adalah salah satu tindakan yang dilakukan di ruang ICU. Monitoring yang dilakukan bertujuan untuk memantau semua keadaan vital dan menilai suatu tindakan termasuk pemberian obat yang dilakukan. (Tabrani, 2007) Beberapa pemantauan yang dapat dilakukan di ICU :

1. Monitoring suhu tubuh 2. Monitoring tekanan darah

3. Monitoring Tekanan Vena Sentral 4. Monitoring Cardiac Output 5. Monitoring Respirasi

6. Monitoring Oksigen dan Karbondioksida 7. Monitoring urine

(24)

8. Monitoring Elektrokardiografi 9. Monitoring Asam Basa

10. Monitoring Elektrolit 11. Monitoring pH intragastrik 12. Monitoring Serebral

Tugas seorang perawat yang bertugas di ICU yakni life support, memonitor keadaan pasien, dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan perawat yang profesional dan terlatih dalam tim kerja (Tabrani, 2007).

Monitoring peralatan yang dilakukan di ruang ICU adalah sebagai berikut: a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas

b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen

Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.

c. Pemantauan konsentrasi oksigen

Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistem pernafasan.

d. Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus menerus. e. Volume dan tekanan ventilator

(25)

Volume yang keluar dari ventilator harus dipantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.

f. Suhu alat pelembab (humidifier)

Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi. g. Elektrokardiograf

Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus. h. Pulse oximetry

Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU. i. Emboli udara

Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara.

j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain seperti tekanan intra-arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular,kadar CO2

2.7. Landasan Teori

ekspirasi (Hanafi,2007).

Unit Perawatan Intensif adalah ruang perawatan terpisah yang berada dalam rumah sakit, dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa akibat penyakit, pembedahan atau trauma dan diharapkan dapat disembuhkan (reversible), dan menjalani kehidupan sosial

(26)

dengan terapi intensif yang menunjang fungsi vital tubuh pasien tersebut selama masa kegawatan. Yang bertujuan agar ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh kembali normal dapat ditingkatkan (Depkes RI, 2003).

Fungsi utama ICU adalah untuk pasien kritis yang membutuhkan perhatian medis dan alat-alat khusus, sehingga memudahkan pengamatan dan perawatan oleh perawat yang sudah terlatih (WHO, 1992).

Standar ruang ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Letak area ICU dibagi dalam pintu-pintu rintangan. Pintu-pintu rintangan mempunyai fungsi untuk melindungi pasien yang sekarat dari kuman-kuman. Ruangan sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga perawat dapat mengontrol pasien secara ergonomis, dapat mengontrol penerimaan pasien, jalan masuk petugas, transportasi barang, dan bahan yang termasuk proses kerja (WHO, 1992).

Letak ruangan ICU harus dekat dengan gedung gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan bedah supaya dapat diakses dengan cepat. Pasien-pasien darurat yang memerlukan penanganan dan perawatan intensif dapat segera dipindahkan ke ruang ICU dengan cepat. Ruang laboratorium dan radiologi harus dekat dengan ruang ICU agar penanganan pasien di ruang ICU cepat ditangani apabila diperlukan segera. Dan gedung harus terletak pada daerah yang tenang (Depkes RI, 1991).

Monitoring adalah salah satu tindakan yang dilakukan perawat di ruang ICU. Monitoring yang dilakukan bertujuan untuk memantau semua keadaan vital

(27)

dan menilai suatu tindakan termasuk pemberian obat yang dilakukan pasien (Tabrani, 2007).

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan serta kenyamanan dalam melakukan tindakan. Menurut Davis dan Newstrom (1993) kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan orang terhadap berbagai aspek dari tugasnya, kondisi atau perancangan lingkungan kerjanya, juga hubungannya dengan rekan kerjanya. Dengan demikian kepuasan kerja dalam penelitian ini difokuskan pada kepuasan atas kondisi tempat kerja.

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Desain Ruang ICU 1.Tata atur ruang ICU

dalam Rumah Sakit Kepuasan Kerja 2.Tata atur ruang ICU Perawat

3.Besaran ruang ICU 4. Kenyamanan fisik :

pencahayaan-penghawaan-kebisingan

Peralatan ICU

(28)

Berdasarkan Gambar 2.4. di atas, diketahui variabel independen dalam penelitian ini yaitu variabel desain ruang ICU meliputi tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik: pencahayaan-penghawaan-kebisingan serta variabel peralatan ICU. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja perawat.

Gambar

Gambar 2.1. Gambar denah ruangan ICU 1
Gambar 2.2. Gambar denah ruangan ICU 2
Gambar 2.3. Gambar denah ruangan ICU 3
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan makin kompleksnya perawatan intensif neonatus, bayi baru lahir kurang bulan dan yang lahir dengan berat badan kurang akan dapat tetap hidup dan dapat bertahan lebih

ICU adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien –

Menurut Notoatmodjo (2005), respons seseorang terhadap rangsangan atau objek-objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit

ilmu kedokteran perawatan intensif ( intensive care medicine ) serta peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang

Bagaimanapun juga, rasa sakit dan kurang enak badan yang berkaitan dengan gejala penyakit dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap ancaman penyakit dan juga mempengaruhi

Beberapa minggu setelah terpapar virus HIV, beberapa orang mengalami penyakit yang disebut sindrom HIV akut. Indikator fase pertama infeksi meliputi demam, sakit kepala,

Gout adalah suatu penyakit dimana asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat produksi yang meningkat, pembuangan yang menurun, atau akibat peningkatan asupan

Penelitian yang dilakukan pada 91 fasilitas perawatan kesehatan yang terletak di Brasil yang terdiri dari 21 rumah sakit, 48 puskesmas dan 22 laboratorium klinis menunjukkan bahwa